95414392 Referat Meningioma
-
Upload
nur-insani-abbas -
Category
Documents
-
view
29 -
download
3
Transcript of 95414392 Referat Meningioma
PENDAHULUAN
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul
pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya
lebih sering terjadi di intracranial dibandingkan intraspinal.1 Kebanyakan
meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma malignan jarang
terjadi.2
Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria terutama
pada golongan umur antara 60-70 tahun dan memperlihatkan kecenderungan
untuk ditemukan pada beberapa anggota di satu keluarga. Tumor ini paling sering
menyerang wanita, dengan ratio wanita banding pria adalah 2:1.3 Pada umumnya
meningioma dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili
arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel
yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoideamater dengan duramater
yang menutupi radiks.4
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak
yang terganggu dan seringkali berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.1 Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20%
menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri
merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati,
disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan
mengatur mood. Gejala yang paling sering timbul meliputi sakit kepala hebat
terutama pada pagi hari, kejang, perubahan kepribadian dan gangguan ingatan,
mual dan muntah, serta penglihatan kabur.5
1
EPIDEMIOLOGI
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari
semua tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh
setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya
muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada
masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.Paling banyak meningioma
tergolong jinak (benign) dan 10 % malignan. Meningioma malignant dapat terjadi
pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita.6
ETIOLOGI
Hingga saat ini diyakini radioterapi merupakan factor resiko utama terjadinya
meningioma. Radiasi dosis rendah seperti pada pengobatan tinea kapitis maupun
dosis tinggi seperti pada penanganan tumor otak lain (misalnya meduloblastoma)
meningkatkan resiko terjadinya meningioma. Radioterapi dosis tinggi
berhubungan dengan terjadinya meningioma dalam waktu yang relative singkat,
antara 5-10 tahun. Sementara radiasi dosis rendah membutuhkan waktu beberapa
decade sampai timbulnya meningioma. Tumor yang timbul akibat radiasi
cenderung bersifat multiple dan secara histology ganas, serta memiliki
kecenderungan yang lebih tinggi untuk timbul kembali. Trauma kepala diduga
dapat menyebabkan tumor meningens, namun sampai saat ini belum ada
penelitian lebih lanjut yang dapat membuktikan hal tersebut. Foto dental standar
bukan merupakan factor resiko.1 Namun beberapa penelitian epidemiologi
menyebutkan terjadi peningkatan insidens meningioma pada pasien dengan
riwayat foto dental.2
Rangsangan endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran yang
cukup penting juga dalam timbulnya tumor meningens. Estrogen dan progesterone
diduga merupakan salah satu penyebab timbulnya meningioma karena angka
prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Reseptor estrogen ditemukan pada
meningioma, yakni ikatan pada reseptor tipe 2 walaupun tingkat afinitasnya
terhadap estrogen tidak sekuat reseptor yang ditemukan pada kanker payudara.
Sebagai perbandingan, reseptor progesterone diekspresikan pada 80% wanita
2
penderita meningioma dan 40% pada pria. Lokasi ikatan dengan progesterone
lebih jarang pada meningioma yang agresif. Cara kerja reseptor-reseptor ini masih
belum diketahui, namun inhibitor estrogen dan progesterone telah dicoba sebagai
terapi walaupun belum ada bukti keberhasilan.1
Infeksi virus seperti SV-40, termasuk dalam pathogenesis meningioma, namun
data yang terkumpul hingga saat ini masih belum meyakinkan. Meningioma
diduga timbul melalui proses bertahap yang melibatkan aktivasi onkogen dan
hilangnya gen supresor tumor. Penelitian genetic molecular telah menunjukan
beberapa penyimpangan, yang paling sering adalah hilangnya 22q pada 80%
penderita meningioma sporadic. Hal ini mengakibatkan hilangnya NF-2 gen
supresor tumor yang berlokasi di 22q11 dan berkurangnya produk protein merlin
yang bertanggung jawab terhadap interaksi sel.1 Sel yang memiliki defek pada
merlin tidak dapat mengenali sel sekitarnya dan terus menerus tumbuh. Beberapa
kelainan telah dideteksi pada kromosom lain, dan diduga beberapa onkogen dan
gen supresor tumor terlibat dalam pembentukan meningioma.2
Beberapa factor pertumbuhan, termasuk epidermal growth factor, PDGF,
insulin-like growth factors, transforming growth factor I2 dan somatostatin
diekspresikan secara berlebih dan dapat merangsang pertumbuhan meningioma.
Meningioma merupakan tumor yang kaya akan pembuluh darah dan mengandung
VEGF (vascular endothelial growth factor) dalam konsentrasi yang tinggi.1
ANATOMI
Meningens membentang di bawah lapisan dalam dari tengkorak dan
merupakan membran pelindung dari otak. Terdiri dari duramater,
arachmoideamater dan piamater yang letaknya berurutan dari superfisial ke
profunda. Perikranium yang masih merupakan bagian dari lapisan dalam
tengkorak dan duramater bersama-sama disebut juga pachymeningens. Sementara
piamater dan arachnoideamater disebut juga leptomeningens.7
3
Gambar 1. Potongan melintang tengkorak dan meninges5
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari
lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina
endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum
(periosteum), sehingga di antara lamina meningialis dan lamina endostealis
terdapat ruangan extraduralis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat
longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada lapisan perikranium banyak terdapat
arteri meningeal, yang mensuplai duramater dan sumsum tulang pada kubah
tengkorak. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan
interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale
magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh
suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu falx cerebri, tentorium
cerebeli, falx cerebeli, dan diafragma sellae.
Falx cerebri memisahkan kedua belahan otak besar dan dibatasi oleh sinus
sagital inferior dan superior. Pada bagian depan falx cerebri terhubung dengan
krista galli, dan bercabang di belakang membentuk tentorium cerebeli. Tentorium
cerebeli membagi rongga kranium menjadi ruang supratentorial dan infratentorial.
Falx cerebeli yang berukuran lebih kecil memisahkan kedua belahan otak kecil.
4
Falx cerebeli menutupi sinus oksipital dan pada bagian belakang terhubung
dengan tulang oksipital.7
Duramater dipersarafi oleh nervus trigeminus dan nervus vagus. Nervus
trigeminus mempersarafi daerah atap kranial, fosa kranium anterior dan tengah.
Sementara nervus vagus mempersarafi fosa posterior. Nyeri dapat dirasakan jika
ada rangsangan langsung terhadap duramater, sementara jaringan otak sendiri
tidak sensitif terhadap rangsang nyeri. Beberapa nervus kranial dan pembuluh
darah yang mensuplai otak berjalan melintasi duramater dan berada di atasnya
sehingga disebut juga segmen extradural intrakranial. Sehingga beberapa nervus
dan pembuluh darah tersebut dapat dijangkau saat operasi tanpa harus membuka
duramater.7
Di bawah lapisan duramater, terdapat arachnoideamater. Ruangan yang
terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subdural, berisi pembuluh
darah kapiler, vena penghubung dan cairan limfe. Jika terjadi cedera dapat terjadi
perdarahan subdural.7 Arachnoideamater yang membungkus basis serebri
berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan
transparant. Arachnoideamater membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang disebut
granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis
superior. Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara
folia cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah cerebral.
Di bawah lapisan arachnoideamater terdapat piamater. Ruangan yang
terbentuk di antara keduanya, disebut juga spatium subarachnoid, berisi cairan
serebrospinal dan bentangan serat trabekular (trabekula arachnoideae). Piamater
menempel erat pada permukaan otak dan mengikuti bentuk setiap sulkus dan girus
otak. Pembuluh darah otak memasuki otak dengan menembus lapisan piamater.
Kecuali pembuluh kapiler, semua pembuluh darah yang memasuki otak dilapisi
oleh selubung pial dan selanjutnya membran glial yang memisahkan mereka dari
neuropil. Ruangan perivaskuler yang dilapisi oleh membran ini (ruang Virchow-
Robin) berisi cairan serebrospinal. Plexus koroid dari ventrikel cerebri yang
5
mensekresi cairan serebrospinal, dibentuk oleh lipatan pembuluh darah pial (tela
choroidea) yang diselubungi oleh selapis epitel ventrikel (ependyma).7
Gambar 2. Potongan sagital dari kepala7
PATOFISIOLOGI
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.3
Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2009 November 20].
Availble from: http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,
%20histopatologi%20dan%20klasifikasi%20meningioma.doc
Dari lokalisasinya sebagian besar meningioma terletak di daerah
supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung
granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan
yang paling sedikit pada fossa posterior. Etiologi tumor ini diduga berhubungan
6
dengan genetik, terapi radiasi, hormonsex, infeksi virus dan riwayat cedera
kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami kehilangan material genetik dari
lengan panjang kromosom 22, pada lokus genneurofibromatosis 2 (NF2). NF2
merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,ditemukan tidak aktif pada 40%
meningioma sporadik. 3 Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi
meningioma[cited 2009 November 20]. Availble from:
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan
%20klasifikasi%20meningioma.doc
Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain
dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia
muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan
pertumbuhan meningioma. Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam
genesis meningioma. Bagaimana peranan radiasi dalani menimbulkan
meningioma masih belum jelas.Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis
rendah untuk tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di
tempat yang terkena radiasi pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi
dapat menginduksi terjadinya meningioma setelah periode laten yang pendek.
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor
etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma hingga saat
ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan
reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga
ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, danreseptor
untuk platelet derived growth factor.3 Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi
meningioma[cited 2009 November 20]. Availble from:
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan
%20klasifikasi%20meningioma.doc
Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan
teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui
bahwa estrogen diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor
progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Reseptor
somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma. Pada meningioma
7
multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada meningioma soliter.
Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang
ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma
secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa
penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan meningioma
Gambar 3. Lokasi tersering meningioma4 Luhulima JW. Menings. Dalam:
Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin; 2003.
Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan
tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan
8
faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma
dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus
menstruasi dan kehamilan. Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab
meningioma telah diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma
dan virus sebagai penyebab meningioma.4 Luhulima JW. Menings. Dalam:
Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin; 2003.
HISTOPATOLOGI
Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital,
selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis
spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini
mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang
menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi
kecil-kecilyang berasai dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan
pembentukan jaringan tulang baru.4 Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi
susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2003.
Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan
meiiputidura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau
merah kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal
jikaditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron. atau
terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang
tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anapiastik
akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism,
abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral.3
9
Imunohistokimia dapat membantu diagnosis meningioma. Pada pasien
dengan meningioma, 80% menunjukkan adanya epithelial membrane antigen
(EMA) yang positif. Stain negative untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada
Schwannomas) dan glial fibrillaryacididprotein (GFAP).8
KLASIFIKASI
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya.9.
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan.
Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi
yang berkelanjutan. 9
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang
lebih tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma
grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.9
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi.9
DIAGNOSIS
10
Meningioma dapat timbul tanpa gejala apapun dan ditemukan secara tidak
sengaja melalui MRI. Pertumbuhan tumor dapat sangat lambat hingga tumor
dapat mencapai ukuran yang sangat besar tanpa menimbulkan gejala selain
perubahan mental sebelum tiba-tiba memerlukan perhatian medis, biasanya di
lokasi subfrontal.1 Gejala umum yang sering muncul meliputi kejang, nyeri kepala
hebat, perubahan kepribadian dan gangguan ingatan, mual dan muntah, serta
penglihatan kabur. Gejala lain yang muncul ditentukan oleh lokasi tumor, dan
biasanya disebabkan oleh kompresi atau penekanan struktur neural penyebab.5
11
Gambar 3. Gejala umum dari meningioma7
- Meningioma falx dan parasagital, sering melibatkan sinus sagitalis
superior. Gejala yang timbul biasanya berupa kelemahan pada tungkai
bawah.5
- Meningioma konveksitas, terjadi pada permukaan atas otak. Gejala
meliputi kejang, nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal, dan
perubahan kepribadian serta gangguan ingatan. Defisit neurologis fokal
merupakan gangguan pada fungsi saraf yang mempengaruhi lokasi
tertentu, misalnya wajah sebelah kiri, tangan kiri, kaki kiri, atau area kecil
lain seperti lidah. Selain itu dapat juga terjadi gangguan fungsi spesifik,
misalnya gangguan berbicara, kesulitan bergerak, dan kehilangan sensasi
rasa.5
- Meningioma sphenoid, berlokasi pada daerah belakang mata dan paling
sering menyerang wanita. Gejala dapat berupa kehilangan sensasi atau rasa
baal pada wajah, serta gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan disini
dapat berupa penyempitan lapangan pandang, penglihatan ganda, sampai
kebutaan.5 Dapat juga terjadi kelumpuhan pada nervus III.1
- Meningioma olfaktorius, terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan
otak dengan hidung. Gejala dapat berupa kehilangan kemampuan
menghidu dan gangguan penglihatan.5
- Meningioma fossa posterior, berkembang di permukaan bawah bagian
belakang otak terutama pada sudut serebelopontin. Merupakan tumor
kedua tersering di fossa posterior setelah neuroma akustik.1 Gejala yang
timbul meliputi nyeri hebat pada wajah, rasa baal atau kesemutan pada
wajah, dan kekakuan otot-otot wajah. Selain itu dapat terjadi gangguan
pendengaran, kesulitan menelan, dan kesulitan berjalan.5
- Meningioma suprasellar, terjadi di atas sella tursica, sebuah kotak pada
dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. Gejala yang dominan
berupa gangguan penglihatan akibat terjadi pembengkakan pada diskus
optikus.5 Dapat juga terjadi anosmia, sakit kepala dan gejala hipopituari.1
12
- Meningioma tentorial. Gejala yang timbul berupa sakit kepala dan tanda-
tanda serebelum.1
- Meningioma foramen magnus, seringkali menempel dengan nervus
kranialis. Gejala yang timbul berupa nyeri, kesulitan berjalan, dan
kelemahan otot-otot tangan.1
- Meningioma spinal, paling sering menyerang daerah dada terhitung sekitar
25-46% dari tumor spinal primer. Gejala yang timbul merupakan akibat
langsung dari penekanan terhadap medula spinalis dan korda spinalis,
paling sering berupa nyeri radikular pada anggota gerak, paraparesis,
perubahan refleks tendon, disfungsi sfingter, dan nyeri pada dada.
Paraparesis dan paraplegia timbul pada 80% pasien, namun sekitar 67%
pasien masih dapat berjalan.1
- Meningioma intraorbital. Gejala yang dominan terutama pada mata berupa
pembengkakan bola mata, dan kehilangan penglihatan.5
- Meningioma intraventrikular, timbul dari sel araknoid pada pleksus
koroidales dan terhitung sekitar 1% dari keseluruhan kasus meningioma.1
Gejala meliputi gangguan kepribadian dan gangguan ingatan, sakit kepala
hebat, pusing seperti berputar.5 Selain itu dapat juga terjadi hidrosefalus
komunikans sekunder akibat peningkatan protein cairan otak.1
-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meningioma sering baru terdeteksi setelah muncul gejala. Diagnosis dari
meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran
radiologis. Meskipun demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma
hanya dapat dipastikan melalui biopsi dan pemeriksaan histologi.5
Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan
dengan jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran
berlobus dan kalsifikasi pada beberapa kasus.1 Edema dapat bervariasi dan dapat
tidak terjadi pada 50% kasus karena pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat
meluas. Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter dan mengakibatkan
penurunan densitas. Perdarahan, cairan intratumoral, dan akumulasi cairan dapat
13
jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari
respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25% kasus. Gambaran CT
scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari meningioma. Penelitian
membuktikan bahwa 45% proses kalsifikasi adalah meningioma.
Gambar 4. Hasil CT scan meningioma parasagital1
Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada
sisanya jika dibandingkan dengan jaringan otak normal.1 Kelebihan MRI adalah
mampu memberikan gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi,
membedakan tipe jaringan ikat, kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI
dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, invasi sinus
venosus, dan hubungan antara tumor dengan jaringan sekitarnya.
Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai
aliran darah sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan
dilakukan embolisasi preoperasi untuk mengurangi resiko perdarahan
intraoperatif.1
Gambaran radiografi yang tidak khas seperti kista, perdarahan, dan nekrosis
sentral seringkali menyerupai gambaran glioma dan muncul pada sekitar 15%
kasus meningioma. Meningioma malignan sering menunjukan gambaran destruksi
tulang, nekrosis, gambaran iregular, dan edema yang luas. Diagnosis banding
secara radiografi meliputi metastasis dural, tumor meningeal primer lain,
granuloma dan aneurisma. Metastasis seringkali dikaitkan dengan edema luas dan
14
destruksi tulang sementara meningioma dikaitkan dengan edema sedang dan
hiperostosis.1
PEATALAKSAAA
Setelah diagnosis meningioma dapat ditegakan, permasalahan berikutnya
adalah memutuskan diperlukan tindakan pembedahan atau tidak. Beberapa
meningioma sering timbul tanpa gejala, hadir tiba-tiba dengan kejang, atau
melibatkan struktur tertentu sehingga reseksi hampir mustahil dilakukan. Tumor
jenis ini tidak memerlukan intervensi segera dan dapat dipantau bertahun-tahun
tanpa menunjukan pertumbuhan yang berarti. Jika pasien menunjukan gejala yang
signifikan seperti hemiparesis, atau ada progresi yang jelas terlihat melalui
pencitraan radiologi, maka diperlukan intervensi segera. Sampai saat ini,
penatalaksanaan yang paling penting adalah dengan pembedahan.1
Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk meningioma. Tujuan
utamanya adalah mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya tanpa
kehilangan fungsi otak.8 Eksisi komplit dapat menyembuhkan kebanyakan
meningioma. Faktor-faktor yang berperan dalam pembedahan meliputi lokasi dari
tumor, defisit nervus kranialis preoperasi, vaskularitas, invasi dari sinus venosus,
dan keterlibatan arteri. Reseksi sebagian dapat menjadi pilihan jika pengangkatan
seluruh tumor dapat mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.1
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, meningioma digolongkan ke dalam
3 grup berdasarkan resiko pembedahannya. Cara penggolongannya menggunakan
algoritme CLASS, yakni Comorbidity (komorbiditas), Location (lokasi), Age
(umur pasien) Size (ukuran tumor), Symptoms and signs (tanda dan gejala). Grup
1 dengan skor CLASS lebih dari +1, memiliki angka keberhasilan yang tinggi,
yakni pada 98,1% kasus. Grup 2 dengan skor 0 sampai -1 memiliki hasil yang
buruk pada sekitar 4% kasus. Sementara grup 3 dengan skor di bawah -2 memiliki
hasil paling buruk yakni 15% dari seluruh kasus.2
Teknik terbaru saat ini adalah dengan memanfaatkan rekonstruksi 3 dimensi
dengan komputer untuk membantu ahli bedah dalam merencanakan prosedur
operasi. MRI intraoperasi dapat menunjukan gambaran langsung selama
15
pembedahan. Embolisasi preoperasi dilakukan untuk mengurangi vaskularitas
tumor, memfasilitasi pengangkatan tumor, dan mengurangi resiko perdarahan.
Embolisasi pada ekor dura dapat mengurangi resiko kekambuhan. Namun
prosedur ini tidak banyak dilakukan mengingat tidak semua rumah sakit memiliki
fasilitas maupun personel yang terlatih dalam bidang ini.1
Tindakan pembedahan mampu menghilangkan beberapa gejala neurologis,
kecuali neuropati kranial yang seringkali sulit dihilangkan. Angka morbiditas
akibat pembedahan bervariasi antara 1-14%. Setelah reseksi komplit, angka
kekambuhan untuk meningioma grade rendah adalah sekitar 20% dalam 5 tahun
pertama dan 25% dalam 10 tahun. Jika tumor muncul kembali, harus
dipertimbangkan untuk dilakukan reseksi ulang. Secara umum, angka harapan
hidup 5 tahun untuk pasien berusia di bawah 65 tahun adalah sekitar 80%, dan
menurun mendekati 50% untuk pasien di atas 65 tahun.1
Radioterapi
Indikasi dilakukannya terapi radiasi adalah tumor residual / sisa setelah
tindakan pembedahan, tumor berulang, dan riwayat atipikal atau malignan.
Radioterapi digunakan sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai
melalui pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan.
Regresi total terlihat pada 95% pasien dalam 5 tahun pertama dan 92% dalam 10
dan 15 tahun setelah dilakukan radioterapi dengan atau tanpa eksisi subtotal.
Angka regresi tumor untuk 10 tahun pada pasien yang dilakukan kombinasi
reseksi subtotal dan radiasi adalah 82%, sementara pada pasien yang hanya
dilakukan reseksi subtotal adalah 18%. Waktu kekambuhan sekitar 125 bulan
pada pasien yang mendapat terapi kombinasi dan 66 bulan pada pasien yang
menjalani reseksi subtotal saja. Pada tumor malignan, angka harapan hidup 5
tahun setelah pembedahan dan radiasi adalah 28%. Angka kekambuhan tumor
maligna adalah 90% setelah reseksi subtotal dan 41% setelah terapi kombinasi.1
Keoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit
16
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),
walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan
cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan
hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel
dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan
dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang
agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding
pemberian dengan kemoterapi.10
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen)
dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4
hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi
Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan
refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara
pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga
pasien.10
PROGOSIS
17
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa kelansungan hidupnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-
anak, dilaporkan kelangsungan hidup rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-
anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat
menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari
10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan,
dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka
kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi
selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966) adalah8,5%.
Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu
perdarahan dan edema otak 11.
KOPLIKASI
Kemungkinan komplikasi bergantung pada saiz dan lokasi meningioma
itu, dan termasuk sawan, kelemahan ujung yang lebih rendah (paresis), dan
inkontinens urinari. Tekanan tumor boleh menyebabkan bengkak saraf optik
(papiledema) dan menyebabkan kehilangan penglihatan (buta).11
DAFTAR PUSTAKA
1. Rowland, Lewis P, ed. 2005. Merritt’s Neurology. 11th ed. New York :
Lippincott Williams & Wilkins.
18
2. Black, Peter, et al. 2007. Meningiomas : Science and Surgery. Clinical
Neurosurgery. vol 54 chapter 16 p. 91-99.
3. Riemenschneider, Markus J, et al. 2006. Histological Classification and
Molecular Genetics of Meningiomas. The Lancet Neurology. December
vol 5 p. 1045-1054.
4. Mardjono, Mahar, Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar.
Cetakan 13. Jakarta : Dian Rakyat.
5. 2011. Meningioma [Internet]. Available from www.cancer.net [accesed
April 23rd 2012]
6. Focusing on tumor meningioma[ cited 2009 November 20]. Availble from:
http://www.abta.org/meningioma.pdf
7. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Stuttgart : Thieme.
8. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2009
November 20]. Availble from:
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi
%20dan%20klasifikasi%20meningioma.doc
9. Meningiomas. [cited 2009 November 20]. Available from: www.
Mayfieldclinic.com
10. Manajemen Meningioma. [cited 2009 November 20]. Available from:
www.google . com
11. Widjaja D, Meningioma intracranial[cited 2009 November 23]. Available
from:
http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.
pdf/09MeningiomaIntrakranial016.html
19