lp krisis tiroid.docx

20
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KRISIS TIROID Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat Disusun oleh: 1. Dwi Agustin NIM. P07120111009 2. Rosy Azizah Rizki NIM. P07120111032 KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

description

dsdsd

Transcript of lp krisis tiroid.docx

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KRISIS TIROID

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:1. Dwi AgustinNIM. P071201110092. Rosy Azizah RizkiNIM. P07120111032

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTAJURUSAN KEPERAWATAN2014

BAB ITINJAUAN TEORI

A. PengertianKrisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika, 1999).

B. EtiologiKeadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen4. Infeksi5. Stroke6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan Solitary toxic adenoma8. Tiroiditis9. Penyakit troboblastik10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan11. Pemakaian yodium yang berlebihan12. Kanker pituitari13. Obat-obatan seperti Amiodarone

Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar2. Hiperaktivitas adrenergik3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).

Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free- hormon meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi, meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

C. Patofisiologi

G3 organik kelenjar tiroidG3 Fungsi Hipotalamus /hipofisisProduksi TSH meningkatProduksi hormone tiroid meningkatPerub konduksi listrik jantungBeban kerja jantung naikAritmia, takikardipenurunan curah jantungPeningkatan aktv SSPPeningkatan rangsangan SSPProses glikogenesismeningkatProses pembakaran lemak meningkatPenurunan berat badanPeningkatan aktivitas SSPDisfungsi SSPAgitasi, kejang, komaAktifitas GI meningkatNafsu makan meningkatMetabolisme tubuh meningkatProduksi kalor meningkatPeningkatan suhu tubuhKebutuhan cairan meningkatDefisit volume cairan

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,5-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

D. Manifestasi klinisMenurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda-tanda pada orang dengan krisis tiroid berupa:1. Takikardia (lebih dari 130x/menit)2. Suhu tubuh lebih dari 37,70C3. Gejala hipertiroidisme yang berlebihan (Diaphoresis, Kelemahan, Eksoftalmus, Amenore)4. Penurunan berat badan, diare, nyeri abdomen (system gastrointestinal)5. Psikosis, somnolen, koma (neurologi)6. Edema, nyeri dada, dispnea, palpitasi (kardiovaskular).

Menurut Hudak dan Gallo (1996), manifestasi klinis hipertiroidisme adalah berkeringat banyak, intoleransi terhadap panas, gugup, tremor, palpitasi, hiperkinesis, dan peningkatan bising usus. Kondisi umum dari tanda gejala ini trutama disertai deman lebih dari 100 F, takikardi yang tidak sesuai dengan keadaan demam, dan disfungsi Sistem Saraf Pusat (SSP), merupakan tanda dari tiroid storm. Abnormalitas sistem saraf pusat termasuk agitasi, kejang, atau koma.

E. Penatalaksanaan1. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996).Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:a. Koreksi hipertiroidisme1) Menghambat sintesis hormon tiroidObat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentukObat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di periferObat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.4) Menurunkan kadar hormon secara langsungDengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak berhasil.5) Terapi definitifYodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).b. Menormalkan dekompensasi homeostasis1) Terapi suportifa) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravenab) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogenc) Multivitamin, terutama vitamin Bd) Obat aritmia, gagal jantung kongstife) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukanf) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)g) Glukokortikoidh) Sedasi jika perlu2) Obat antiadrenergikYang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah jantung.c. Pengobatan faktor pencetusObati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada (Bakta & Suastika, 1999).

2. Penatalaksanaan keperawatanTujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif untuk pasien dan keluarga. Intervensi keperawatan berfokus pada hipermetabolisme yang dapat menyebabkan dekompensasi sistem organ, keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan memberikan tingkat aktivitas yang sesuai, pemantauan kriteria hasil. Setelah periode krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan proses memburuknya penyakit (Hudak &Gallo, 1996).

F. Pemeriksaan penunjangMenurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada kelenjar tiroid.1. Test T4 serumTest yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan 11,5 g/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.2. Test T3 serumAdalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 g/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L) dan meningkat pada krisis tiroid.3. Test T3 Ambilan ResinMerupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.4. Test TSH ( Thyroid Stimulating Hormone )Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.5. Test Thyrotropin_Releasing HormoneMerupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya meningkat.6. TiroglobulinTiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.

G. KomplikasiMeski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).BAB IIASUHAN KEPERAWATAN

A. PengkajianTanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik. Tanda klinik yang dapat dilihat dari peningkatan metabolism adalah demam, takikardi, tremor, delirium, stupor, coma, dan hiperpireksia.1. B1 (Breathing)Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea.2. B2 (Blood)Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas jantung, denyut nadi dan cardiac output. Ini mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan gagal jantung.3. B3 (Brain)Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma.4. B4 (Bladder)Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia).5. B5 (Bowel)Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah.6. B6 (Bone)Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan kehilangan berat badan.

B. Diagnosis Keperawatan dan PerencanaanNODIAGNOSIS KEPERAWATANPERENCANAAN

TUJUANINTERVENSIRASIONAL

1Defisit volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik

Setelah diberi asuhan keperawatan, cairan tubuh seimbang dengan kriteria:a. Tanda-tanda vital tetap stabil (TD 100-120/60-90 mmHg, N: 60-100x/menit, R 16-22x/menit, S: 36-37,5 OC) b. Warna kulit dan suhu dalam batas normalc. Balance cairan seimbangd. Turgor kulit elastis dan membrane mukosa lembab1. Kaji status volume cairan (TD, suhu, bunyi jantung) tiap 1 jam

2. Kaji turgor kulit dan membrane mukosa mulut setiap 8 jam

3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan laporkan perubahan yang signifikan termasuk urine. 4. Berikan cairan IV sesuai instruksi.

5. Kaji semua data laboratorium, laporkan nilai elektrolit abnormal

6. Berikan beta adrenergik sesuai instruksi

1. Takikardia, dispnea, atau hipotensi dapat mengindikasikan kekurangan volume cairan 2. Turgor kulit tidak elastis dan dan membran mukosa kering dapat menjadi gejala kurang cairan. 3. Haluaran urin yang rendah mengindikasikan hipovolemi.

4. Cairan intravena yang cukup dapat menormalkan dekompensasi homeostasis5. Nilai elektrolit abnormal dapat menjadi tanda kekurangan cairan dan elektrolit6. Beta adrenergik dapat menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin sehingga memulihkan fungsi jantung

2Hipertermia berhubungan dengan status hipermetabolik

Setelah diberi asuhan keperawatan, tidak terjadi hipertermi dengan kriteria:a. Suhu dalam batas normal 36-37,5OCb. Tidak ada konvulsic. kulit tidak memerahd. tidak ada takikardi

1. Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 1 jam 2. Anjurkan banyak minum bila tidak ada kontraindikasi3. Beri kompres hangat

4. Gunakan pakaian tipis dan menyerap keringat

5. Pertahankan cairan intravena sesuai progam

6. Berikan antipiretik sesuai program1. Menilai peningkatan dan penurunan suhu tubuh2. Hidrasi yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh3. Kompres hangat mendilatasi pembuluh darah sehingga mengurangi panas4. Pakaian tipis dan menyerap keringat menurunkan metabolisme sehingga menurunkan panas5. Cairan intravena memenuhi kebutuhan cairan sehingga menurunkan panas6. Antipiretik menghambat produksi prostaglandin di hipotalamus anterior sehingga menurunkan suhu

3Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipertiroidisme

Setelah diberi asuhan keperawatan, perfusi jaringan serebral efektif, dengan kriteria:a. Tingkat kesadaran meningkat (GCS: E:4, M:6, V:5)b. Klien tidak mengalami cederac. Jalan napas paten1. Kaji status neurologi tiap jam

2. Lakukan tindakan pencegahan terhadap kejang

3. Kaji adanya kelemahan, patensi jalan napas, keamanan, jika tingkat kesadaran pasien menurun4. Lakukan tindakan pengamanan untuk mencegah cedera1. Menskrining perubahan tingkat kesadaran dan status neurologis 2. Kejang merupakan tanda perburukan terhadap perubahan status neurologi3. Ketidakpatenan jalan nafas, kelemahan, bisa terjadi karena peningkatan status neurologi4. Cedera rawan terjadi pada pasien dengan perubahan status neurulogi

4Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung, status hipermetabolikSetelah diberi asuhan keperawatan, tidak terjadi penurunan curah jantung, dengan kriteria:a. Nadi perifer dapat teraba normal (60-100x/menit, kuat)b. TD:100-120/80-90x.menit, RR: 16-20x/menit, S:36-37,50Cc. Capilary reffil