LP ISPA-.doc

23
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. Pengertian ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Dimana penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Maramis, 2013). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom) (Hariani, dkk, 2014). Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksa nya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, kurang dari 14 hari. Biasanya diperlukan waktu penyembuhan 5–14 hari (Kusumawati, 2010). 1

Transcript of LP ISPA-.doc

Ruang Neonatus

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Dimana penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Maramis, 2013).Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom) (Hariani, dkk, 2014).

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksa nya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, kurang dari 14 hari. Biasanya diperlukan waktu penyembuhan 514 hari (Kusumawati, 2010).B. EtiologiPenyakit ini disebabkan oleh berbagai sebab (multifaktorial). Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Maramis, 2013).

Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A (-hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus (Kusumawati, 2010).Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu (Kusumawati, 2010).Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas (Maramis, 2013).Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Kusumawati, 2010).C. PatofisiologiPerjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah pharing atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kusumawati, 2010).

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kusumawati, 2010).

Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Hariani, dkk, 2014).

Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Kusumawati, 2010).

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Hariani, dkk, 2014).

Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu (1) Tahap patogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa. (2) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.(3) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah. (4) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.(5) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia (Kusumawati, 2010).D. Manifestasi KlinisPenyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Firdausia, 2013).

Adapun tanda dan gejala yang sering muncul, antara lain :

1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.

4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.

6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.

9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Kusumawati, 2010).E. Penatalaksanaan

Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis, misalnya ekspektoransia untuk mengatasi batuk, sedatif untuk menenangkan pasien, dan anti peiretik untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar diobati. Penghisapan lendir hidung tidak efektif dan sering menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk pengeluaran sekret adalah dengan membaringkan bayi tengkurap. Pada anak besar dapat diberikan tetes hidung larutan efedrin 1 %, bila ada infeksi sekunder hendaknya diberikan antibiotik. Batuk yang produktif (pada bronkoinfeksi dan trakeitis) tidak boleh diberikan antitusif, misalnya : kodein, karena menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah, penumpukan sekret hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia. Selain pengobatan tersebut, terutama yang kronik, dapat diberikan pengobatan dengan penyinaran (Firdausia, 2013).F. Komplikasi

Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan komplikasi seperti: sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi, empiema, meningitis dan bronkopneumonia serta berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang menular (Ngastiyah, 2005).G. Pemeriksaan PenunjangDalam Marilyn Dongoes (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita ISPA antara lain :

1. X Ray pada sinus :

Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengindentifikasi masalah masalah struktur, malformasi rahang.

2. CT Scan sinus :

Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan etmoidal.

3. Darah Lengkap :

Mendeteksi adanya tanda tanda infeksi dan anemi (Serviyanti, 2013).BAB IIASUHAN KEPERAWATAN

H. Pengkajian terutama pada jalan nafas

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.

2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.

3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.

Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Firdausia, 2013).

I. Diagnosa Keperawatan1. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme (NANDA NIC NOC, 2009 : 390).

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawata selama 3x24 jam, suhu tubuh kembali normal.Kriteria Hasil :a. Keseimbangan suhu tubuh

b. TTV dalam batas normalIntervensi NIC :

a. Kaji aktivitas kejangRasional : Aktivitas kejang menandakan suhu tubuh meningkat dan juga terjadinya bahaya umum.b. Pantau hidrasi dan TTVRasional : Mengetahui turgor kulit dan kelembaban membrane mukosa.c. Lepaskan pakaian berlebih dan tutupi klien dengan selimut saja

Rasional : Pakaian berlebih dapat meningkatkan suhu tubuh klien.d. Ajarkan orang tua untuk memenuhi asupan oral, sedikitnya 2 liter sehari, dengan tambahan cairan selama aktivitas yang berlebih atau sedang dalam cuaca panas.Rasional : Sebagai pedoman demam pada anak yang tdak memiliki riwayat kejang tidak perlu diobati, kecuali mencapai suhu lebih dari 40C.e. Berikan obat antipiretik jika perlu

Rasional : Dapat menurunkan demam2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan (NANDA NIC NOC, 2009 : 37).NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawata selama 3x24 jam, pola nafas kembali efektif.Kriteria Hasil :

a. Pernafasan tetap dalam batas normal

b. Pernafasan tidak sulit

c. Anak istirahat dan tidur dengan tenang.

Intervensi NIC :a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan

Rasional : Mengumpulkan dan menganalisis data klien untuk memastikan kepatenan jalan napas.

b. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, pola, kedalaman dalam pernafasan serta karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek, dan basah.

Rasional : Tanda vital, cyanosis, dan kedalaman pernapasan merupakan data awal yang digunakan untuk menetapkan intervensi selanjutnya serta batuk dapat menetap tapi tidak efektif, sakit akut atau kelemahan.c. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.

Rasional : Dengan posisi tripod pada anak dengan epiglotis atau pertahankan peninggian kepala sedikitnya 30.d. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.

Rasional : Mempertahankan stamina agar tidak terjadi kelemahan dan keletihan pada otot-otot pernapasan.e. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.

Rasional : Mempertahankan agar jalan nafas tetap terbuka, dan untuk menghindari penekanan diafragma.f. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).

Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan produksi mukus dan mengi.3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan imunitas.

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, klien menyatakan pemahaman penyebab/faktor resiko individu.

Kriteria hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. Menunjukan tekhnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi NIC :a. Observasi suhu tubuh klien.Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.b. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif dan masukan cairan adekuat.Rasional: Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko infeksi paru.c. Observasi warna, karakter dan bau sputum.Rasional: Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.b. Tunjukkan dan bantu klien tentang pembuangan tisu dan sputum.Rasional: Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.c. Dapatkan spesimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman gram negatif.Rasional: Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap anti mikrobial.d. Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.Rasional: Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anorexsia, mual/muntah.NOC : Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.

Kriteria Hasil : Menunjukan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi NIC :a. Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini.

Rasional: Klien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum.

b. Auskultasi bunyi usus.

Rasional: Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.

c. Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.

Rasional : Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah.

d. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

Rasional: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen.

e. Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.f. Konsultasi ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.

Rasional: Metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi / kebutuhan individu.

g. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

Rasional: Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan meningkatkan masukan.5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (NANDA NIC NOC : 24).NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan.Kriteria hasil : Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi NIC : a. Kaji respon klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20x/menit di atas frekuensi istirahat; dispnea atau diaphoresis; pusing atau pingsan, nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan.

Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

b. Observasi keadaan umum klienRasional : KU lemah mengindikasikan gangguan aktivitas.c. Instruksikan keluarga klien tentang teknik penghematan energi, mis: melakukan aktivitas dengan perlahan.Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

d. Catat laporan dipsnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah beraktivitas

Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.

e. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.

6. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kurang sumber materi (NANDA NIC NOC : 358).NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, terjadi perubahan sensori persepsi.Kriteria hasil :

a. Mencari informasi yang relevan.

b. Mencari pelayanan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

c. Mengikuti rekomendasi program terapi (NANDA NIC NOC : 361).Intervensi NIC :

a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien tentang proses penyakit

Rasional : Mengetahui seberapa besar pengetahuan keluarga klien dalam memelihara kesehatan.

b. Sediakan informasi tentang kondisi klien

Rasional : Mencegah faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit.

c. Peningkatan kesiapan untuk belajar

Rasional : Memperbaiki kemampuan dan keinginan untuk menerima informasid. Edukasi kesehatan

Rasional : Mengembangkan dan memberikan bimbingan dan pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara sadar perilaku yang kondusif untuk kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas.

e. Kolaborasi dengan tim yang lain.

Rasional : Mempercepat proses penyembuhan7. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak

NOC : Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.

Kriteria Hasil : Masalah kecemasan teratasiIntervensi NIC:

a. Kaji tingkat kecemasan orang tua klien

Rasinal : Mengetahui tingkat kecemasan orang tua klien dalam menentukan intervensi selanjutnyab. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).

Rasional : Mengatasi kecemasan orang tua klienc. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.

Rasional : Mempertahankan garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada orang tua klien.d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.

Rasional : Memberi kesempatan kepada keluarga untuk memberikan pertanyaan kepada petugas kesehatan agar dapat mengerti tentang penyakit klien.

e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.Rasional : Peran serta keluarga dapat membantu dan mempercepat proses penyembuhan pada klien.

DAFTAR PUSTAKA

Firdausia, A. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu Dengan Perilaku Pencegahan ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Gang Sehat Pontianak. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.Hariani, dkk. 2014. Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, Dan Asap Rokok Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Dipuskesmas Segeri Pangkep. Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721. Poltekkes Kemenkes Makassar dan STIKES Nani Hasanuddin Makassar.Kusumawati, 2010. Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga Dengan Lama Pengobatan ISPA Balita Di Kecamatan Jenawi. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.Maramis, dkk. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Dengan Kemampuan Ibu Merawat Balita ISPA Pada Balita Di Puskesmas Bahu Kota Manado. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013.Serviyanti, 2013. Pola Bakteri Dari Sputum Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Di Puskesmas Bahu. Bagian Mikrobiologi Universitas Sam Ratulangi Manado.LAPORAN KASUS PADA An. Y.DENGAN PENYAKIT ISPADI PUSKESMAS BONTOMARANNU GOWA

SRI RAHMAH HARUNA70900114043

CI LAHAN

CI INSTITUSI

(

)

( )

PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2015

LAPORAN KASUS PADA An. A.DENGAN PENYAKIT ISPADI PUSKESMAS BONTOMARANNU GOWA

SRI RAHMAH HARUNA70900114043

CI LAHAN

CI INSTITUSI

(

)

( )

PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2015LAPORAN KASUS PADA An. S.DENGAN PENYAKIT ISPADI PUSKESMAS BONTOMARANNU GOWA

SRI RAHMAH HARUNA70900114043

CI LAHAN

CI INSTITUSI

(

)

( )

PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR

20155