LP HIV TBC.doc

34
LAPORAN PENDAHULUAN Nama : Abdurrakhman Nim : 105070209111022 Masalah Kesehatan : HIV/AIDS DAN TBC HIV/AIDS A. Definisi HIV HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. HIV merusak sel T helper limfosit (CD4 + ). Sel T helper berfungsi untuk mengenali suatu antigen dan memulai reaksi awal dari sistem imun tubuh. CD4 merupakan sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007). Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006). B. Definisi /AIDS AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom ) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat

Transcript of LP HIV TBC.doc

Page 1: LP HIV TBC.doc

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama : Abdurrakhman

Nim : 105070209111022

Masalah Kesehatan : HIV/AIDS DAN TBC

HIV/AIDS

A. Definisi HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah

satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. HIV merusak sel T

helper limfosit (CD4+). Sel T helper berfungsi untuk mengenali suatu antigen dan memulai

reaksi awal dari sistem imun tubuh. CD4 merupakan sebuah marker atau penanda yang

berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia

menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan

dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem

kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan

sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4

semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)

(KPA, 2007).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara

material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk

dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi

secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup

mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat

mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan

kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

B. Definisi /AIDS

AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya

sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (Sudoyo & Setiyohadi, 2006).

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan

gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus

HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar

seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan

tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau

media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS,

apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai

infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal

dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

C. Etiologi

Page 2: LP HIV TBC.doc

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus

(HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B

menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.

Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan

manifestasi neurologist.

D. Faktor Risiko

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.

Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks

2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

3. Orang yang ketagian obat intravena

4. Partner seks dari penderita AIDS

5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

E. Manifestasi Klinis

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum

terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi).

Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

e. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis generalisata

c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

d. Kandidias orofaringeal

e. Herpes simpleks kronis progresif

f. Limfadenopati generalisata

g. Retinit is virus Sitomegalo

Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),

gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

a. Fase awal

Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi

kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit

tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak

Page 3: LP HIV TBC.doc

mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang

lain.

b. Fase lanjut

Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi

seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita

HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar

getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun,

demam, batuk dan pernafasan pendek.

c. Fase akhir

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,

gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit

yang disebut AIDS.

F. Cara Penularan

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial

mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,

2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak

dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan

dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)

1. Seksual

Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua

cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama

laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak

seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko

tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang

terinfeksi HIV.

2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.

3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam

tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna

narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan

medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas

kesehatan.

4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan

karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan

sepenuhnya sebelum digunakan.

5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV

6. Penularan dari ibu ke anak

Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan

dan sesudah lahir melalui ASI.

7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja

kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan

terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000). Tidak terdapat

Page 4: LP HIV TBC.doc

bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik melalui ciuman

maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air

liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci,2000).

Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:

1. Kontak fisik : Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS,

bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan

dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi,

tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.

2. Memakai milik penderita : Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan

makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.

3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.

4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Serologis:

Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan positif

HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering digunakan

karena paling efektif dan efisien waktu.

ELISA

The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) mengidentifikasi antibodi yang

secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV. Tes ELISA tidak menegakkan

diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan seseorang pernah terinfeksi oleh

HIV. Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut dengan orang

yang seropositif.

Western blot

Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat ELISA.

PCR (Polymerase Chain Reaction)

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun:

Limfosit

Penurunan limfosit plasma <1200.

Leukosit

Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.

CD4 menurun <200

Rasio CD4/CD8

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( CD8 ke

CD4 ) mengindikasikan supresi imun.

H. Komplikasi

1. Oral Lesi

Page 5: LP HIV TBC.doc

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis

Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat

badan, keletihan dan cacat.

2. Neurologik

a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus

(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,

kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan

elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam,

paralise, total / parsial.

c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik

endokarditis.

d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus

(HIV).

3. Gastrointestinal

a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan

sarcoma   Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,

malabsorbsi, dan dehidrasi.

b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.

Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang

sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal

dan siare.

4. Respirasi

a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)

Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru PCP

dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.

b. Cytomegalo Virus (CMV)

Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat

menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30%

penderita AIDS.

c. Mycobacterium Avilum

Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.

d. Mycobacterium Tuberculosis

Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ

lain diluar paru.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi

otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi

skunder dan sepsis.

6. Sensorik

Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

Page 6: LP HIV TBC.doc

Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan

efek nyeri.

I. Konsep Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian.

1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.

2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.

3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari

berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan

perasaan takut, cemas, meringis.

5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang

interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan

atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.

6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir

atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.

7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku

kuduk, kejang, paraplegia.

8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.

9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu

pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,

inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,

13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II. Diagnosa keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola

hidup yang beresiko.

2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya

infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,

malnutrisi, kelelahan.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

5. Diare berhubungan dengan infeksi GI

6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan

yang orang dicintai.

Page 7: LP HIV TBC.doc

III. Perencanaan keperawatan.

Diagnosa

Keperawatan

Perencanaan Keperawatan

Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

Resiko tinggi

infeksi

berhubungan

dengan

imunosupresi,

malnutrisi dan

pola hidup yang

beresiko.

Pasien akan bebas

infeksi oportunistik dan

komplikasinya dengan

kriteria tak ada tanda-

tanda infeksi baru, lab

tidak ada infeksi

oportunis, tanda vital

dalam batas normal,

tidak ada luka atau

eksudat.

1. Monitor tanda-tanda infeksi

baru.

2. gunakan teknik aseptik pada

setiap tindakan invasif. Cuci

tangan sebelum meberikan

tindakan.

3. Anjurkan pasien metoda

mencegah terpapar terhadap

lingkungan yang patogen.

4. Kumpulkan spesimen untuk

tes lab sesuai order.

5. Atur pemberian antiinfeksi

sesuai order

Untuk pengobatan dini

Mencegah pasien terpapar oleh kuman

patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi

Meyakinkan diagnosis akurat dan

pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang

terapeutik

Resiko tinggi

infeksi (kontak

pasien)

berhubungan

dengan infeksi

HIV, adanya

Infeksi HIV tidak

ditransmisikan, tim

kesehatan

memperhatikan universal

precautions dengan

kriteriaa kontak pasien

1. Anjurkan pasien atau orang

penting lainnya metode

mencegah transmisi HIV dan

kuman patogen lainnya.

2. Gunakan darah dan cairan

tubuh precaution bial merawat

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan

informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang

lain

Page 8: LP HIV TBC.doc

infeksi

nonopportunisitik

yang dapat

ditransmisikan.

dan tim kesehatan tidak

terpapar HIV, tidak

terinfeksi patogen lain

seperti TBC.

pasien. Gunakan masker bila

perlu.

Intolerans

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan,

pertukaran

oksigen,

malnutrisi,

kelelahan.

Pasien berpartisipasi

dalam kegiatan, dengan

kriteria bebas dyspnea

dan takikardi selama

aktivitas.

1. Monitor respon fisiologis

terhadap aktivitas

2. Berikan bantuan perawatan

yang pasien sendiri tidak

mampu

3. Jadwalkan perawatan pasien

sehingga tidak mengganggu

isitirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena

meningkatkan kebutuhan metabolik

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan intake

yang kurang,

meningkatnya

kebutuhan

Pasien mempunyai

intake kalori dan protein

yang adekuat untuk

memenuhi kebutuhan

metaboliknya dengan

kriteria mual dan muntah

dikontrol, pasien makan

TKTP, serum albumin

1. Monitor kemampuan

mengunyah dan menelan.

2. Monitor BB, intake dan ouput

3. Atur antiemetik sesuai order

4. Rencanakan diet dengan

pasien dan orang penting

lainnya.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri

tenggorokan dan mulut

Menentukan data dasar

Mengurangi muntah

Meyakinkan bahwa makanan sesuai

dengan keinginan pasien

Page 9: LP HIV TBC.doc

metabolic, dan

menurunnya

absorbsi zat gizi.

dan protein dalam batas

n ormal, BB mendekati

seperti sebelum sakit.

Diare

berhubungan

dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman

dan mengnontrol diare,

komplikasi minimal

dengan kriteria perut

lunak, tidak tegang,

feses lunak dan warna

normal, kram perut

hilang,

1. Kaji konsistensi dan

frekuensi feses dan adanya

darah.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Atur agen antimotilitas dan

psilium (Metamucil) sesuai order

4. Berikan ointment A dan D,

vaselin atau zinc oside

Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare

Mengurangi motilitas usus, yang pelan,

emperburuk perforasi pada intestinal

Untuk menghilangkan distensi

Tidak efektif

koping keluarga

berhubungan

dengan cemas

tentang keadaan

yang orang

dicintai.

Keluarga atau orang

penting lain

mempertahankan suport

sistem dan adaptasi

terhadap perubahan

akan kebutuhannya

dengan kriteria pasien

dan keluarga

berinteraksi dengan cara

yang konstruktif

1. Kaji koping keluarga

terhadap sakit pasein dan

perawatannya

2. Biarkan keluarga

mengungkapkana perasaan

secara verbal

3. Ajarkan kepada keluaraga

tentang penyakit dan

transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja

secara konstruktif dengan keluarga.

Mereka tak menyadari bahwa mereka

berbicara secara bebas

Menghilangkan kecemasan tentang

transmisi melalui kontak sederhana.

Page 10: LP HIV TBC.doc

TBC

A. Definisi TBC

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang

hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-

paru (IPD, FKUI, 2006). Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer , 1999).

Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri berbentuk batang (basil) yaitu Mycobacterium tuberculosis. TB paru ini merupakan

penyakit infeksi yang menyerang saluran napas bagian bawah tetapi dapat juga menyerang

organ-organ tubuh lainnya seperti pleura, kelenjar limpe, persendian tulang belakang,

saluran kencing, dan susunan syaraf pusat.

B. Etiologi

TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis

tipe humanus sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan

tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman ini terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam, gangguan kimia dan fisik.

Basil Tuberculosis tersebut berbentuk batang, sifat aerob, mudah mati pada air

mendidih (5 menit pada suhu 80oC dan 20 menit pada suhu 60oC) dan dengan sinar

matahari, tetapi tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar yang lembab. Identifikasi atau

pengenalan basil dapat dilakukan dengan cara hapusan, fluorescence, pembiakan, pada

hewan percobaan, dan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen yang digunakan untuk

mengidentifikasi kuman yang tahan asam termasuk mycobacterium tuberculosis ini. Bahan-

bahan untuk identifikasi diambil dari dahak langsung, kerokan laring, kumbah lambung, serta

dapat pula dari cairan pleura. (Amin, 1989: 14)

Sifat aerob pada basil Mycobacterium tuberculosis menunjukkan bahwa basil ini

lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian

apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan

tempat predileksi penyakit TB paru ini.

C. Manifestasi klinis

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai

banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah

dan demam. Gejala paling umum akibat TB paru adalah batuk produktif yang

berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada dan hemoptisis, serta menimbulkan gejala

sistemik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan

gejala sistemik :

Page 11: LP HIV TBC.doc

1. Gejala respiratorik, meliputi :

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling

sering dikeluhkan. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang

keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah

bermingu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai

dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

menghasilkan sputum (produktif). Proses yang ringan menyebabkan sekret

berkumpul waktu tidur dan dikeluarkan waktu bangun pagi hari. Bila proses

destruksi menjadi lanjut, sekret terus menerus timbul, sehingga batuk menjadi

lebih dalam. , sangat mengganggu siang maupun malam. Bila yang terkena trakhe

atau bronkus, batuk menjadi sangat keras, sering dan paroksismal. Bila laring

yang terserang, batuk menjadi ”Hollow-sounding cough”tanpa tenaga disertai

suara sesak.

b. Dahak

Mula-mula mukoid dan sedikit, mukopurulen/kuning atau kuning hijau

sampai purulen dan kental bila sudah terjadi pengejuan dan liquifection. Jarang

berbau busuk kecuali ada infeksi anaeob.

c. Batuk darah.

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa

garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah

sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau karena

adanya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Berat

ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang

pecah.

c. Sesak Napas

Merupakan late symtomp dari proses lanjut tuberculosis paru akibat

adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta loss of vascular bed/

vascular trombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi

pulmonal, dan kor pulmonal.

d. Nyeri dada

Nyeri disebabkan karena adanya infeksi oleh kuman TB, nyeri termasuk

nyeri pleuritik yang ringan, bila nyeri bertambah berat berarti telah menjadi pleuritis

luas, nyeri pada dada biasanya menjalar didaerah aksila, diujung skapula atau

tempat lain, skala nyeri tergantung luas infiltrasi radangnya, nyeri timbul sewaktu-

waktu.

2. Gejala sistemik, meliputi :

Page 12: LP HIV TBC.doc

a. Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai dan paling penting, demam

muncul sebagai manifestasi dari terjadinya reaksi peradangan (inflamasi) di

alveoli. Demam biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza.

Demam menjadi lebih tinggi bila proses peradangan berkembang (progresif).

Demam bersifat hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya

sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah :

Menggigil : dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, atau pada

reaksi umum yang lebih hebat.

Keringat malam : bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit

tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah

lanjut, kecuali pada orang dengan vosomotor labil, dapat timbul lebih dini

Anoreksia dan penurunan berat badan : merupakan manifestasi toksemia

yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

Malaise (lemah badan atau kelelahan) : dapat disebabkan oleh kerja

berlebihan, kurang tidur,dan keadaan sehari hari yang kurang

menyenangkan.

Timbulnya gejala- gejala tersebut biasanya gradual dalam beberapa

minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas

dengan suara wheezing walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala

pneumonia.

Gejala klinis Hemoptisis :

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara

membedakan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Batuk darah :

a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan.

b. Darah berbuih bercampur udara.

c. Darah segar berwarna merah muda

d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia kadang-kadang terjadi

f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah

a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

b. Darah bercampur sisa makanan

c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

Page 13: LP HIV TBC.doc

d. Darah bersifat asam

e. Anemia seriang terjadi

f. Benzidin test positif

3. Epistaksis

a. Darah menetes dari hidung

b. Batuk pelan kadang keluar

c. Darah berwarna merah segar

d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia jarang terjadi

D. Klasifikasi

Secara garis besar TB Paru dapat di klasifikasikan menjadi dua macam antara lain Infeksi

TB aktif dan TB pasif.

Perbedaan antara infeksi TBC laten dan penyakit TBC aktif

Seseorang dengan infeksi TBC pasif: :

1. Tidak memiliki gejala

2. Tidak merasakan sakit

3. TBC tidak dapat menyebar ke orang lain

4. Biasanya memiliki kulit tes positif atau QuantiFERON-TBC ® Gold tes

5. Memiliki normal x-ray dada dan tes dahak

Seseorang dengan penyakit TBC aktif:

1. Memiliki gejala yaitu; yang buruk batuk yang berlangsung selama 3

minggu atau lebih ,sakit pada dada, batuk darah atau dahak, kelemahan

atau kelelahan, berat badan turun,tidak nafsu makan, panas dingin,

demam, berkeringat di malam hari.

2. Merasakan sakit

3. TBC dapat menyebar ke orang lain

4. Biasanya memiliki kulit tes positif atau QuantiFERON-TBC ® Gold tes

5. Mungkin memiliki dada yang tidak normal x-ray, atau dahak positif

mengolesi atau budaya

E. Pemeriksaan Diagnostik

Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani

pemeriksaan fisik, tes tuberkulin Mantoux, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan

sputum BTA dan pemeriksaan laboratorium penunjang.

a. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat di temukan tanda-tanda antara lain : ronki

basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum, secret di saluran

Page 14: LP HIV TBC.doc

nafas dan ronki, suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan

langsung dengan bronkus.

b. Tes Tuberkulin Mantoux

Tes tuberkulin harus dilakukan pada semua orang yang dicurigai menderita

TB klinis aktif, namun nilai tes tersebut dibatasi oleh reaksi negatif palsu, khususnya

pada seseorang dengan imunosupresif (misal, TB dengan infeksi HIV). Reaksi positif

pada uji tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi tapi tidak berarti terdapat penyakit

secara klinis. Namun, uji ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam

mengevaluasi seseorang secara individudan juga berguna dalam menentukan

prevalensi TB dalam masyarakat.

c. Pemeriksaan Radiologik

Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada

foto rontgen toraks, tetapi ada beberapa gambaran yang karaktenistik untuk

tuberkulosis paru yaitu :

Apabila lesi terdapat terutama di lapangan atas paru.

Bayangan berawan atau berbercak.

Terdapat kavitas tunggal atau multipel.

Terdapat kalsifikasi.

Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru.

Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang beberapa

minggu kemudian.

Gambaran yang tampak pada foto toraks tergantung dari stadium penyakit.

Pada lesi baru di paru yang berupa sarang pnemonia terdapat gambaran bercak

seperti awan dengan batas yang tidak jelas. Kemudian pada fase berikutnya

bayangan akan lebih padat dan batasnya lebih jelas. Apabila lesi diliputi oleh jaringan

ikat maka akan terlihat bayangan bulat berbatas tegas disebut tuberkuloma. Apabila

lesi tuberkulosis meluas maka akan terjadi perkijuan, yang bila dibatukkan akan

menimbulkan kavitas. Kavitas ini dapat bermacam-macam bentuknya "multi loculated"

dinding tebal dan skierotik. Bisa juga ditemukan atelektasis pada satu lobus bahkan

pada satu paru, kadang-kadang kerusakan yang luas ditemukan pada kedua paru.

Gambaran fibrosis tampak seperti garis garis yang padat, sedangkan kalsifikasi terlihat

sebagai bercak dengan densitas tinggi. Sering juga ditemui penebalan pleura.

Gambaran milier terlihat sebagai bercak-bercak halus yang tersebar merata di kedua

paru. Gambaran efusi pleura, dan pneumotonaks juga sering menyertai tuberkulosis

paru.

d. Pemeriksaan Sputum BTA

Penemuan basil tahan asam (BTA) dalam sputum, mempunyai arti yang

sangat penting dalam menegakkan diagnosis TB paru, namun kadang-kadang tidak

Page 15: LP HIV TBC.doc

mudah untuk menemukan BTA tersebut. BTA barn dapat ditemukan dalam sputum,

bila bronkus sudah terlibat, sehingga sekret yang dikeluarkan melalui bronkus akan

mengandung BTA.

Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan BTA (--), bukan berarti tidak

ditemukan Mycobacterium tuberculosis sebagai penyebab, dalam hal penting sekali

peranan hasil biakan kuman. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan basil

bakteriologik negatip adalah :

belum terlibatnya bronkus dalam proses penyakit, terutama pada awal sakit,

terlalu sedikitnya kuman di dalam sputum akibat dari cara pengambilan bahan

yang tidak adekuat,

cara pemeriksaan bahan yang tidak adekuat,

pengaruh pengobatan dengan OAT, terutama rifampisin

Bila diagnosis TB paru semata-mata berdasarkan pada ditemukannya BTA

dalam sputum, maka sangat banyak TB paru yang terlewat tanpa pengobatan.

Sedangkan justru pada TB paru yang baru dengan sputum BTA (--) dan belum

menular pada orang lain, paling mudah diobati dan disembuhkan sempurna.

e. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat menunjang untuk mendiagnosis

TB paru dan kadang-kadang juga dapat untuk mengikuti perjalanan penyakit yaitu :

laju endap darah (LED)

jumlah leukosit

hitung jenis leukosit.

Dalam keadaan aktif/eksaserbasi, leukosit agak meninggi dengan geseran ke kiri

dan limfosit di bawah nilai normal, laju endap darah meningkat. Dalam keadaan

regresi/menyembuh, leukosit kembali normal dengan limfosit nilainya lebih tinggi dari

nilai normal, laju endap darah akan menurun kembali.

F. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data Yang dikaji

A. Aktifitas/istirahat

Kelelahan

Nafas pendek karena kerja

Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat

Mimpi buruk

Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja

Kelelahan otot, nyeri , dan sesak

B. Integritas Ego

Page 16: LP HIV TBC.doc

Adanya / factor stress yang lama

Masalah keuangan, rumah

Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan

Menyangkal

Ansetas, ketakutan, mudah terangsang

C. Makanan / Cairan

Kehilangan nafsu makan

Tak dapat mencerna

Penurunan berat badan

Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik

Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan

D. Kenyamanan

Nyeri dada

Berhati-hati pada daerah yang sakit

Gelisah

E. Pernafasan

Nafas Pendek

Batuk

Peningkatan frekuensi pernafasan

Pengembangn pernafasan tak simetris

Perkusi pekak dan penuruna fremitus

Defiasi trakeal

Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral

Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah

F. Keamanan

Adanya kondisi penekanan imun

Test HIV Positif

Demam atau sakit panas akut

G. Interaksi Sosial

Perasaan Isolasi atau penolakan

Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur Sputum

2. Zeihl-Neelsen

3. Tes Kulit

4. Foto Thorak

5. Histologi

6. Biopsi jarum pada jaringan paru

Page 17: LP HIV TBC.doc

7. Elektrosit

8. GDA

9. Pemeriksaan fungsi Paru

II. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) B.d

- Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia

- Kerusakan jaringan

- Penurunan ketahanan

- Malnutrisi

- Terpapar lngkungan

- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan patogen

Kriteria hasil :- Pasien menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu

- mengidentifkasi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi

- Menunjukkan teknik , perubahan pola hidup untuk peningkatan

lingkungan yang aman.

Intervensi :

1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi

2. Identifikasi orang lain yang beresiko

3. Anjurkan pasien untuk batuk /bersin dan mengeluarkan pada tissue dan

menghindari meludah

4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara

5. Awasi suhu sesuai indikasi

6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang

7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat

8. Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum

9. Dorong memilih makanan seimbang

10. Kolaborasi pemberian antibiotik

11. Laporkan ke departemen kesehatan lokal

2. Bersihan jalan nafas tak efektif B.d

- adanya secret

- Kelemahan , upaya batuk buruk

- Edema tracheal

Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi

jaringan adekuat

Intervensi :

Page 18: LP HIV TBC.doc

1. Kaji fungsi pernafasan , kecepatan , irama , dan kedalaman serta penggunaan

otot asesoris

2. Catat kemampuan unttuk mengeluarkan mukosa / batuk efekttif

3. Beri posisi semi/fowler

4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakhea

5. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml per hari

6. Kolaboras pemberian oksigen dan obat – obatan sesuai dengan indikasi

3. Resiko tinggi / gangguan pertukaran gas B.d

- Penurunan permukaan efektif paru , atelektasis

- Kerusakan membran alveolar – kapiler

- Sekret kental , tebal

- Edema bronchial

Kriteria Evaluasi : Pasien menunjukkan perbaikan venilasi dan oksigenasi jaringan

adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala

distress pernapasan

Intervensi :

1. Kaji Dipsnea,Takhipnea, menurunnya bunyi nafas ,peningkatan upaya

pernafasan , terbatasnya ekspansi dinding dada , dan kelemahan

2.Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan atau perubahan pada

warna kulit

3. Anjurkan bernafas bibr selama ekshalasi

4. Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan atau Bantu aktivitas perawatan diri

sesuai kebutuhan

5. Kolaborasi oksigen

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan B.d

- Kelemahan

- Sering batuk / produksi sputum

- Anorexia

- Ketidakcukupan sumber keuangan

Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku /

pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan BB yang tepat

Intervensi :

1. Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integrtas

mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare

2. Pastikan pola diet biasa pasien

3. Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodik

Page 19: LP HIV TBC.doc

4. Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan

obat

5. Dorong dan berikan periode stirahat sering.

6. Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.

7. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan

karbohodrat.

8. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah.

9. Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet.

10. Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadual pengobatan 1-2 jam sebelum dan

sesudah makan.

11. Awasi pemeriksaan laboratorium

12. Kolaborasi antipiretik

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan

Berhubungan dengan :

- Keterbatasan kognitif

- Tak akurat/lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi

Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan pengobatan

serta melakukan perubahan pola hidupdan berpartispasi dalam

program pengobatan

Intervensi :

1. Kaji kemampuan psen untuk belajar

2. Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat

3. Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan

pemasukan cairan adekuat.

4. Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.

5. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan

pengobatan lama.

6. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah

7. Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH

8. Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap bulan

selama minum etambutol

9. Dorongan pasien/ atau orang terdekat untuk menyatakan takut / masalah. Jawab

pertanyaan dengan benar.

10. Dorong untuk tidak merokok

11. Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi

Page 20: LP HIV TBC.doc

Penatalaksanaan HIV/AIDS dan TBC

Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam

tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat disembuhkan.

Setelah diteliti lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan standar medis, tetapi dengan

pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-obat yang digunakan adalah untuk

menahan penyebaran HIV dalam tubuh tetapi tidak menghilangkan HIV dari dalam tubuh.

Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah

antiretroviral dan infeksi oportunistik.

a. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna

menghambat perkembang-biakan virus. Obat-obat antiretrovirus yang diunakan adalah:

1) Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau

NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini menghambat bahan genetik

HIV dipakai untuk membuat DNA dari RNA. Obat dalam golongan ini yang disetujui di

AS dan masih dibuat adalah:

3TC (lamivudine)

Abacavir (ABC)

AZT (ZDV, zidovudine)

d4T (stavudine)

ddI (didanosine)

Emtricitabine (FTC)

Tenofovir (TDF; analog nukleotida)

2) Golongan obat lain menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup HIV, tetapi

dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau

NNRTI. Empat NNRTI disetujui di AS:

Delavirdine (DLV)

Efavirenz (EFV)

Etravirine (ETV)

Nevirapine (NVP)

3) Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI). Obat golongan ini menghambat

langkah kesepuluh, yaitu virus baru dipotong menjadi potongan khusus. Sembilan PI

disetujui dan masih dibuat di AS:

Atazanavir (ATV)

Darunavir (DRV)

Fosamprenavir (FPV)

Indinavir (IDV)

Lopinavir (LPV)

Nelfinavir (NFV)

Ritonavir (RTV)

Saquinavir (SQV)

Tipranavir (TPV)

Page 21: LP HIV TBC.doc

4) Golongan ARV keempat adalah entry inhibitor. Obat golongan ini mencegah

pemasukan HIV ke dalam sel dengan menghambat langkah kedua dari siklus

hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:

Enfuvirtide (T-20)

Maraviroc (MVC)

5) Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan ini mencegah

pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan menghambat langkah

kelima dari siklus hidupnya. Obat INI pertama adalah:

Raltegravir (RGV)

b. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang mungkin

didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah. Sedangkan obat yang

bersifat infeksi oportunistik adalah Aerosol Pentamidine, Ganciclovir, Foscamet.

c. Pengobatan TBC digolongkan menjadi dua jenis :

a. Obat primer ( obat anti TBC tingkat satu ), yaitu :

Isoniazid

Memiliki kemampuan bakterisidal yang paling kuat. Mekanisme kerjanya

menghambat biosintesis dinding sel, obat ini dapat dikatakan paling aman akan

tetapi juga memiliki efek samping berupa hepatitis atau neuropati perifer karena

interfensi fungsi biologi vitamin B6 (piridoksin) bila digunakan dalam jangka waktu

lama.

Rifampisin

Obat anti-TBC yang ampuh, karena memiliki mekanisme kerja dengan

menghambat polymerase DNA-RNA, akan tetapi obat ini juga memiliki efek

samping berupa hepatitis, flu like syndrome, dan trombositopenia. Rimfamisin

meningkatkan metabolisme hepatic kontrasepsi oral.

Pirazinamid

Hanya diberikan untuk 2 bulan pertama karena memiliki efek samping

hepatotoksik,dan hipouresemia.

Streptomisin

Obat anti TBC pertama yang ditemukan, merupakan obat golongan

aminoglikosida yang diberikan secara parental dan mencegah organisme

ekstraselular.

Etambutol

Memiliki sifat bakteriostatis, tetapi dapat dikombinasikan INH dan

Rimfamisin.

21

Page 22: LP HIV TBC.doc

b. Obat sekunder (obat anti TBC tingkat dua ), yaitu:

Kanamisin

PAS

Tiasetazon

Etionamid

Protionamid, dll

Sebelum ditemukannya Rimfamisin maka metode terapi TBC paru adalah

dengan system jangka panjang, yakni INH(H) + Streptomisin + Etambutol/PAS. Setelah

ditemukan Rimfamisin metode terapi menjadi INH + Rimfamisin + Streptomisin atau

Etambutol setiap hari (fase initial) dan diteruskan dengan INH + Rimfamisin + Etambutol

(fase lanjut).

22

Page 23: LP HIV TBC.doc

Daftar pustaka

Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensen’s Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.

Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta.

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Diana C. Baughman. ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC, Jakarta

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Soedarsono (2000), Tuberkulosis Paru-Aspek Klinis, Diagnosis dan Terapi, Lab. Ilmu Penyakit Paru FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.

23