Lp Hil Herniorraphy

45
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HERNIA INGUINAL LATERALIS (HIL) Oleh: NAMA : Alivia Maulida Putri T., S.Kep NIM : 102311101043

description

lp

Transcript of Lp Hil Herniorraphy

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HERNIA INGUINAL LATERALIS (HIL)

Oleh:NAMA: Alivia Maulida Putri T., S.KepNIM: 102311101043

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2015I. KONSEP PENYAKITa. KasusHernia Inguinal Lateralis (HIL)

b. PengertianHernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas tiga bagian yaitu kantong hernia, isi kanting, dan pelapis hernia. Kantong hernia merupakan divertikulum dari peritonium dan mempunyai leher dan badan. Isi hernia dapat terdiri atas setiap struktur yang ditemukan, dan dapat merupakan sepotong kecil omentum sampai organ padat yang besar. Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen yang dilewati oleh kantong hernia (Schwartz et al, 2000; Wantz, 1994; Warko & Ahmad, 1998 dalam Iscan, 2010).

Gambar 1. Bagian-bagian herniaHernia Inguinal Lateralis (HIL) atau Hernia Inguinal Indirek adalah hernia yang keluar melalui annulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastric inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar dari rongga perut melalui kanalis inguinalis eksternus. Benjolan ini dapat keluar masuk tergantung dari tekanan di dalam abdomen. HIL sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Angka kejadian pria adalah 12 kali lebih sering dibanding wanita. Terjadinya hernia pada orang dewasa disebabkan oleh penyebab sekunder atau didapat yang adekuat. HIL dapat terjadi pada semua umur, namun tersering pada usia antara 45 sampai 75 tahun (Anon, 2007; Lichtenstein, 1987 dalam Iscan, 2010).

Gambar 2. Hernia Inguinalis secara skematis

c. Klasifikasi Berdasarkan letaknya, hernia dapat diklasifikasikan menjadi 7 yaitu sebagai berikut.1. Hernia hiatal, suatu kondisi dimana kerongkongan turun melewati diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol dada (thoraks).2. Hernia epigastrik, terjadi di antara umbilicus dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah perut, biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi usus. 3. Hernia umbilikal, berkembang di dalam dan sekitar umbilicus yang disebabkan defek pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran tetapi tidak menutup sepenuhnya.4. Hernia inguinal, merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum. Hernia inguinal terjadi ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui suatu celah. Hernia inguinal diklasifikasikan menjadi hernia inguinal lateralis (indirek) bila hernia keluar melalui annulus inguinalis internus dan keluar melalui kanalis inguinalis eksternus, dan hernia inguinal medialis (direk) bila hernia keluar tidak melalui annulus inguinal tetapi menonjol melalui dinding posterior kanalis inguinal.

Gambar 3. Perbedaan HIL (indirek) dan HIM (direk)5. Hernia femoral, muncul sebagai tonjolan di pangkal paha, tipe ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.6. Hernia insisional, terjadi melalui luka pasca operasi perut. Hernia ini muncul sebagai tonjolan di sekitar umbilicus yang terjadi ketika otot sekitar umbilicus tidak menutup sepenuhnya.7. Hernia Nukleus Pulposi (HNP), merupakan hernia yang melibatkan diskus intervertebralis.

Gambar 4. Jenis hernia berdasarkan letaknya

Berdasarkan sifatnya, hernia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu sebagai berikut.1. Hernia reponibel/reducibel, bila hernia dapat keluar masuk dengan sendirinya, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.2. Hernia irreponibel, bila hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.3. Hernia strangulata atau inkarserata, bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Bila terjadi gangguan pasase dikategorikan hernia inkarserata, sedangkan bila terjadi gangguan vaskularisasi dikategorikan hernia strangulata.

d. EtiologiPenyebab terjadinya HIL ada dua antara lain:1. KongenitalTerjadi sejak lahir.2. Didapat (acquired)Faktor yang berperan pada terjadinya HIL adalah:a) terbukanya prosessus vaginalis;b) tekanan intraabdominal yang meningkat;c) kelemahan otot dinding perut karena usia.Penyebab HIL pada orang dewasa atau pada usia lanjut sering dikatakan sekunder oleh karena adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), ascites dan sebagainya. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya usia, yang mungkin disebabkan karena kelemahan otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus internus ikut kendur. Pada keadaan ini tekanan intraabdominal tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkonstraksi, kanalis inguinalis berjalan transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut terjadi akibat kerusakan nervus ilionguinalis dan nervus iliofemoralis (Warko & Ahmad, 1998 dalam Iscan, 2010; Anon, 2007 dalam Iscan, 2010; Lichtenstein, 1987 dalam Iscan, 2010; Sabiston, 1994; George, 1999 dalam Iscan, 2010; Swartz, 1995).

e. PatofisiologiPada orang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya Hernia Inguinalis yaitu:1. kanalis inguinalis yang berjalan miring;2. adanya struktur m. oblikus internus abdominis yang menutup annulus inguinalis internus ketika berkontraksi;3. adanya fasia transversa yang menutupi segitiga Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot.Gangguan pada mekanisme diatas dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis. Hernia terdiri dari 3 unsur yaitu kantong hernia yang terdiri dari peritoneum, isi hernia yang biasanya terdiri dari usus, omentum, kadang berisi organ intraperitoneal lain atau organ ekstraperitoneal seperti ovarium, apendiks divertikel dan buli-buli. Unsur terakhir adalah struktur yang menutupi kantong hernia yang dapat berupa kulit (skrotum) umbilikus atau organ-organ lain misalnya paru dan sebagainya. Pada Hernia Inguinal Lateralis (Indirek) lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis eksternus dan mengikuti korda spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita). Ini diakibatkan gagalnya prosesus vaginalis untuk menutup testis turun ke dalam skrotum atau fiksasi ovarium. Pada pertumbuhan janin (+ 3 minggu) testis yang mula-mula terletak di atas mengalami penurunan (desensus) menuju ke skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal sampai skrotum, prossesus vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prossesus vaginalis peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi). Bila ada gangguan obliterasi maka seluruh prossesus vaginalis peritoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis lebih sering didapatkan dibagian kanan (+ 60 %). Hal ini disebabkan karena proses desensus dan testis kanan lebih lambat dibandingkan dengan yang kiri.

Gambar 5. Patofisiologi HIL

f. Tanda dan GejalaTanda dan gejala pada HIL meliputi keluhan benjolan pada lipat paha atau perut di bagian bawah, benjolan dapat keluar dan masuk di daerah kemaluan, nyeri pada daerah benjolan, dapat terjadi obstruksi usus seperti bising usus tinggi hingga tidak ada bising usus, mual, dan muntah.

g. PenatalaksanaanSetiap penderita HIL selalu harus diobati dengan jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setelah diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinal lateralis sebagai berikut.1. Herniotomi: dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin dan selanjutnya dipotong.2. Herniorraphy : membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.Pada pasien yang didapatkan kontraindikasi pembedahan atau menolak dilakukan pembedahan, dapat dianjurkan untuk memakai sabuk hernia. Sabuk digunakan pada pagi hari saat penderita aktif dan dilepas pada waktu istirahat (malam).h. KomplikasiKomplikasi HIL bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong HIL, tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata/ inkarserasi yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih kaku maka sering terjadi jepitan parsial. Jepitan cincin hernia inguinalis lateralis akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi edema organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya edema menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudant berupa cairan serosanguinus. Bila isi hernia berupa usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Akibat penyumbatan usus terjadi aliran balik berupa muntah-muntah hingga dehidrasi dan shock dengan berbagai macam akibat lain. Komplikasi dini pasca operasi dapat pula terjadi seperti hematoma, infeksi luka, bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi jangka panjang dapat berupa atrofi testis karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis dan residif.

II. KONSEP PEMBEDAHANa. Konsep Pembedahan Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tahap-tahap pembedahan meliputi tahap pra bedah (pre operasi), tahap pembedahan (intra operasi), dan tahap pasca bedah (post operasi). Ketiga tahap ini disebut periode perioperatif. 1. Tahap pra bedah (pre operasi)Tahap ini dimulai ketika keputusan diambil untuk melaksanakan intervensi pembedahan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pengkajian mengenai status fisik, psikologis, dan sosial pasien, rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya, dan implementasi intervensi keperawatan yang telah direncanakan. Tahap ini berakhir ketika pasien diantar ke kamar operasi dan diserahkan ke perawat bedah untuk perawatan selanjutnya.2. Tahap pembedahan (intra operasi)Tahap dimulai ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Tahap ini berakhir ketika pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (recovery room, RR). Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. a) Anggota steril: ahli bedah utama/operator, asisten ahli bedah, dan Scrub Nurse/Perawat Instrumen.b) Anggota tim yang tidak steril: terdiri dari ahli atau pelaksana anaesthesi, perawat sirkulasi, anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).Prinsip tindakan selama pelaksanaan operasi meliputi persiapan psikologis pasien dan pengaturan posisi pasien. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah letak bagian tubuh yang akan dioperasi, umur dan ukuran tubuh pasien, tipe anesthesia yang digunakan, dan sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien yaitu:a) Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.b) Jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.c) Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan di atas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.d) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk mengoptimalkan terjadinya pertukaran udara.e) Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.f) Hindari ekstremitas pasien terayun di luar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.g) Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.h) Pastikan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti di tangan atau di lengan.i) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.3. Tahap pasca bedah (post operasi)Pada fase pasca anaesthesi, periode segera sesudah anaesthesi merupakan periode yang gawat. Pasien harus diamati dengan cermat dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil. Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi:a) Mempertahankan ventilasi pulmonari Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah ke belakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek pelindung pulih. Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah ke depan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction. Terapi oksigen sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar.b) Mempertahankan sirkulasiHipotensi dan aritmia merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi. Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan.c) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.d) Mempertahankan keamanan dan kenyamanan Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya dipasang pengaman pada tempat tidur sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian. Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program dokter. Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberikan informasi mengenai tindakan yang sedang dilakukan.Perawatan pasien di ruang pemulihan/Recovery Room dilakukan secara ketat, hal yang harus diperhatikan yaitu:a) Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan general anaesthesia, sedangkan pada pasien dengan anaesthesi regional diatur posisi semi fowler.b) Pasang pengaman pada tempat tidur.c) Monitor tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi setiap 15 menit.d) Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.e) Beri O2 2-3 liter sesuai program.f) Observasi adanya muntah.g) Catat intake dan output cairan.b. Herniorraphy1. Pengertian Herniorraphy adalah operasi hernia yang terdiri dari operasi herniotomi dan hernioplasti. Herniotomi adalah operasi pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong hernia dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlengketan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Hernioplasti adalah tindakan memperkuat daerah defek, misalnya hernia inguinalis, tindakannya adalah mempersempit cincin inguinal interna dan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis.2. IndikasiHerniotomi dilakukan pada pasien yang mengalami hernia dimana tidak dapat kembali dengan terapi konservatif.3. Teknik a) Herniorraphy secara LichtenstienTeknik tension free herniorraphy pada Lichtenstien adalah dengan menggunakan polypropylene mesh dengan ukuran 10x5 cm diletakkan diatas Trigonom Hasselbach dan dibawah spermatik kord. Selanjutnya dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3/0 ke arah perios tuberkulum pubikum di medial, melingkari korda spermatik di lateral, pada konjoin tendon di superior, dan pada liganmentum inguinal di inferior. Kemudian Aponeurosis MOE dijahit dengan cromik 2/0 secara kontinous suture.

Gambar 6. Teknik herniorraphy Lichtenstien b) Herniorraphy secara TrabuccoTeknik tension free herniorraphy pada Trabucco adalah dengan menggunakan polypropylene mesh yang rigit dengan ukuran 10x5 cm diletakkan diatas Trigonom Hasselbach dan di proximal polypropylene mesh melingkari spermatik kord tanpa melakukan penjahitan pada konjoin tendon di superior atau pada ligamentum inguinal di inferior. Selanjutnya korda spermatik diletakkan diatas Aponeurosis MOE, kemudian Aponeurosis MOE dijahit dengan cromik 2/0 secara kontinous suture.

Gambar 7. Teknik herniorraphy Trabucco4. Persiapan alata) Alat tidak steril1) Meja operasi2) Mesin cauter3) Lampu4) Tempat sampah medis5) Tempat sampah baju6) Meja anestesi7) Tiang infus8) Povidone iodin dalam tempatnya9) Cairan NS 0,9%10) Plester dan gunting verbanb) Bahan medis habis pakai (sesuai kebutuhan)1) Kassa steril 100 buah2) Betadin 1 buah3) Alkohol 1 buah4) Handscoen 4 buah 5) Set infus 1 buahc) Instrument yang digunakan (steril)1) Linen/duk steril (sesuai kebutuhan)2) Mess ukuran 24 1 buah3) Scapel mess 1 buah4) Pinset anatomis 2 buah5) Pinset cirurgis 2 buah6) Gunting jaringan 2 buah7) Needle Holder 3 buah8) Gunting benang 1 buah9) Hemostatic Forcep Kelly 6 buah10) Hemostatic Forcep Kocher 6 buah11) Hemostatic Forcep Rochester-Pean 9 buah12) Sponge Holding Forcep 2 buah13) Pengait Langenbeck 2 buah14) Polisorb no. 1 1 buah15) Plain no. 2/0 1 buah16) Surgipro no. 2/0 I buah5. Persiapan pasiena) Informed consent pembedahanb) Alat-alat dan obat-obatan pasienc) Pasien dipuasakand) Lavemente) Memasang kateter (jika perlu)6. Proses tindakanMembuat sayatan miring dua jari di atas SIAS, kemudian Kanalis inguinalis dibuka, memisahkan funikulus, dan kantong hernia dilepaskan dari dalam tali sperma, dilakukan duplikasi (pembuatan kantong hernia), kemudian isi hernia dibebaskan jika ada perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong.

III. a. Pohon Masalah (Pathway)

Faktor pencetus : aktivitas berat, kelemahan dinding abdomen, peningkatan tekanan intraabdominal, kelainan kongenitalProssesus vaginalis peritoneal tidak menutup sepenuhnya, timbul defekLengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis eksternus dan mengikuti korda spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita).Hernia Inguinal Lateralis (HIL) atau Hernia Inguinal IndirekBenjolan pada selangkangan (region inguinal) pre operasiPembedahan (herniotomi, herniorraphy)Insisi bedahTerputusnya kontinuitas jaringan syarafResiko perdarahanResiko infeksiNyeri Post operasi efek anestesiMual dan/atau muntahAnoreksia Intake nutrisi tidak adekuatKetidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuhAnsietas Peristaltik usus menurunGangguan proses penyerapan di dalam ususPengerasan feses Konstipasi Kerusakan integritas kulitLuka post operasi

b. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji1. Masalah Keperawatana) Nyeri b) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuhc) Konstipasi d) Resiko perdarahane) Ansietas 2. Data yang perlu dikajia) Anamnesis1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS.2) Keluhan utama, biasanya terdapat benjolan pada selangkangan dan nyeri pada area benjolan.3) Riwayat penyakit sekarang, HIL terjadi karena kongenital dan acquired (didapat).4) Riwayat penyakit dahulu.5) Riwayat penyakit keluarga.b) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)1) Sistem pernafasanGangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot pernafasan tambahan.2) Sistem kardiovaskulerTakikardia, hipertensi, orthostatic hipotensi.3) Sistem neurologiKeluhan pusing atau sakit kepala mungkin muncul, dapat mengalami demam.4) Sistem gastrointestinalPengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia, mual, muntah, abdomen hipertimpani.5) Sistem urinariaRetensi urine, inkontinensia.6) Sistem muskuloskletalSpasme otot, menurunnya kekuatan otot.7) Sistem integumenAdanya kemerahan pada daerah yang tertekan akibat tirah baring (tanda awal decubitus), luka pada selangkangan, mukosa kering.8) Sistem reproduksi dan seksualitas.Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.c) Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik hernia adalah secara inspeksi, palpasi, dan auskultasi sebagai berikut (ganong, 1995 dalam Iscan, 2010; Sabiston, 1994; Swartz, 1995).1) Inspeksi: ketika pasien diminta mengedan akan terlihat benjolan pada lipat paha, bahkan benjolan bisa saja sudah nampak meskipun pasien tidak mengedan.2) Palpasi: dapat meraba benjolan yang kenyal, isinya mungkin berupa usus, omentum atau ovarium. Palpasi juga dapat menentukan apakah hernia tersebut dapat didorong masuk dengan jari (direposisi).3) Auskultasi: pada pemeriksaan secara auskultasi, bila isi hernia berupa usus maka bising usus dapat terdengar.Pemeriksaan fisik dengan menggunakan metode finger tip test: hanya dapat dilakukan pada pria dan pada hernia reponiblis. Tujuan utamanya adalah untuk membedakan hernia inguinalis lateralis atau medialis, di samping dapat menentukan diameter dan ketebalan cincin hernia. Cara pemeriksaan adalah dengan sebelumnya meminta pasien untuk mendorong masuk hernianya, kemudian salah satu jari tangan pemeriksan dimasukkan menelusuri jalan masuk hernia. Pasien kemudian diminta mengedan. Jika hernia teraba atau menyentuh ujung jari berarti ini adalah hernia lateralis, dan bila hernia menyentuh bagian samping jari berarti hernia medialis.d) Pemeriksaan penunjang1) Pemeriksaan radiologi (foto rontgen sinar X).2) Pemeriksaan laboratorium (tes darah lengkap, pemeriksaan feses, pemeriksaan urine).3) Pemeriksaan EKG.4) Pencitraan (MRI, CT scan)

IV. DIAGNOSA KEPERAWATANa. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis, luka post operasi.b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat.c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.d. Resiko perdarahan berhubungan dengan pembedahan.e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit, ancaman pada status kesehatan.f. V. INTERVENSI KEPERAWATANNoDiagnosa keperawatanTujuanKriteria hasilIntervensi keperawatanRasional

1.Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis, luka post operasi.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, nyeri yang dirasakan pasien berkurang.

NOC : Pain level Pain control Comfort levela. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeric. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurangNIC :Pain Management

a. Kaji karakteristik pasien secara PQRST

b. Lakukan manajemen nyeri sesuai skala nyeri misalnya pengaturan posisi fisiologis

c. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam pada saat rasa nyeri datang

d. Ajarkan metode distraksi

e. Beri manajemen sentuhan berupa pemijatan ringat pada area sekitar nyeri

f. Beri kompres hangat pada area nyeri

g. Kolaborasi dengan pemberian analgesik secara periodik

a. Membantu dalam menentukan status nyeri pasien dan menjadi data dasar untuk intervensi dan monitoring keberhasilan intervensib. Meningkatkan rasa nyaman dengan mengurangi sensasi tekan pada area yang sakitc. Peningkatan suplai oksigen pada area nyeri dapat membantu menurunkan rasa nyerid. Pengalihan rasa nyeri dengan cara distraksi dapat meningkatkan respon pengeluaran endorphin untuk memutus reseptor rasa nyerie. Meningkatkan respon aliran darah pada area nyeri dan merupakan salah satu metode pengalihan perhatianf. Meningkatkan respon aliran darah pada area nyerig. Mempertahankan kadar obat dan menghindari puncak periode nyeri

2.Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.

NOC : Nutritional status: food and fluid intake Nutritional status: nutrient intake Weight controla. Peningkatan berat badan sesuai dengan tujuanb. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badanc. Tidak ada tanda-tanda malnutrisid. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berartiNIC :Nutrition Management and Nutrition Monitoring

a. Monitor adanya penurunan berat badan

b. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

c. Kaji alergi terhadap makanan

d. Monitor tanda-tanda malnutirisi, mual dan muntah, pertumbuhan dan perkembangan, kalori dan intake nutrisie. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

f. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

a. Penurunan berat badan menjadi salah satu indikator kurangnya nutrisi dalam tubuhb. Tipe dan jumlah aktivitas mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan, jika jumlah kalori yang dibutuhkan tidak seimbang dengan intake nutrisi, maka tubuh dapat mengalami kekurangan nutrisic. Mencegah kesalahan dalam pemberian nutrisi pada pasiend. Mengetahui lebih dini apakah tubuh mengalami kekurangan nutrisi atau tidak

e. Memfasilitasi pengetahuan pasien agar dapat meningkatkan asupan nutrisinyaf. Jumlah kalori dan nutrisi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan nutrisi pasien.

3.Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, tidak terjadi konstipasi pada pasien.

NOC: Bowel elimination Hydration a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 harib. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasic. Mampu mengidentifikasi indikator untuk mencegah konstipasid. Feses lunak dan berbentukNIC :Constipation/Impaction Management

a. Monitor tanda dan gejala konstipasib. Monitor bising usus

c. Monitor feses : frekuensi, konsistensi, dan volume

d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan serat

e. Kolaborasi dalam pemberian laksatif dan tindakan enema

a. Menjadi pedoman dalam penentuan intervensib. Bising usus merupakan indikator ada tidaknya pergerakan ususc. Penurunan pergerakan usus dapat menyebabkan pengerasan feses, sehingga karakteristik feses harus selalu dimonitor agar perkembangan pergerakan usus dapat diketahuid. Asupan serat yang cukup dapat membantu mempermudah pergerakan feses dalam ususe. Laksatif berfungsi untuk melunakkan feses, sedangkan enema berfungsi untuk mempermudah pengeluaran feses

4.Resiko perdarahan berhubungan dengan pembedahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak beresiko mengalami perdarahan

NOC : Blood lose severity Blood koagulation

a. Tidak ada hematuria dan hematemesisb. Kehilangan darah yang terlihatc. Tekanan darah dalam batas normal baik sistol maupun diastoled. Tidak ada perdarahan pervagina maupun internal bleedinge. Hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal

NIC :Bleeding Precautions

a. Monitor tanda-tanda vital

b. Monitor ketat tanda-tanda perdarahan

c. Monitor nilai laboratorium

d. Pertahankan bedrest selama perdarahan aktife. Lindungi pasien dari trauma atau prosesur pembedahan yang dapat menyebabkan perdarahan berlebihan

f. Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan

g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi darah

a. Mengetahui kondisi umum pasienb. Mencegah terjadinya perdarahan berlebihan yang tidak terlihatc. Mengetahui perkembangan tingkat koagulitas darahd. Mencegah perdarahan secara aktife. Prosedur pembedahan terkadang dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihanf. Kadar Hb dan Ht menjadi indikasi berkurangnya volume darahg. Mengganti volume darah yang hilang

5.Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit, ancaman pada status kesehatan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, ansietas berkurang

NOC : Anxiety self-control Anxiety levela. Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemasb. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemasc. Tanda-tanda vital dalam rentang normald. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasanNIC:Anxiety Reduction

a. Identifikasi tingkat kecemasan pasien

b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

c. Pahami perspektif pasien terhadap kecemasan

d. Dorong keluarga untuk senantiasa menemani pasien dan memberikan ketenangan pada pasiene. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang dapat menyebabkan cemas

f. Berikan informasi mengenai kondisi penyakit pasien

g. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi terhadap rasa sakit yang dialaminyah. Kolaborasikan pemberian obat untuk menenangkan pasien

a. Mengidentifikasi seberapa jauh penyakit menyebabkan kecemasan pada pasien dan merupakan pedoman dalam menentukan intervensi yang tepat bagi pasienb. Memfasilitasi pengetahuan pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan dan memberi ketenangan pada pasienc. Membantu menentukan teknik untuk mengurangi kecemasan pada pasiend. Mencegah pasien mengalami ansietas yang berlebihan

e. Mencegah pasien mengalami cemas yang berulang akibat ketidakmampuan dalam mengenal situasif. Memfasilitasi pengetahuan pasien mengenai kondisi penyakitnya dan memberi ketenangan pada pasieng. Mengurangi beban pasien terhadap ansietas yang dirasakan

h. Mengurangi ansietas yang dirasakan pasien

DAFTAR PUSTAKA

Baszora. 2011. Instrumentasi Teknik Hernia. [serial on line]. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/orthopedic-surgery/2228648-instrumentasi-teknik-herniotomi/ [11 Mei 2014].

Iscan, Hendrizal. 2010. Perbandingan Nyeri Pasca Operasi Herniorrhaphy Secara Lightenstein dengan Trabucco. Tidak Diterbitkan. Penelitian Akhir. Padang: Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, RSUP Dr. M. Djamil.

Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA.

Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA.

Nurarif, A.H, & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.

Oeswari, W. 2005. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.

Price, S.A, & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah (Essentials of Surgery) Bagian 2. Cetakan 1. Jakarta: EGC.

Schwartz et al. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Smeltzer, SC., Bare B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC.

Swartz MH. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.

Wantz G.E. 1994. Abdominal Wall Hernias in Principles of Surgery ed 6 th. Toronto: Mc Graw Hill.