LP Combustio

30
LAPORAN PENDAHULUAN POST DEBRIDEMENT COMBUSTIO GRADE II (32%) A. KONSEP LUKA BAKAR 1. Pengertian Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2011) Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. (Smeltzer and Bare, 2009) Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Potter & Perry, 2006). 2. Etiologi Penyebab luka bakar menurut Padila (2012) adalah : a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) - Gas - Cairan

description

irma

Transcript of LP Combustio

Page 1: LP Combustio

LAPORAN PENDAHULUAN

POST DEBRIDEMENT COMBUSTIO GRADE II (32%)

A. KONSEP LUKA BAKAR

1. Pengertian

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh

energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik

memanaskan atau mendinginkan (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2011)

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan

kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luka bakar

merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut

meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk

jangka waktu yang lama. (Smeltzer and Bare, 2009)

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis

yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Potter & Perry,

2006).

2. Etiologi

Penyebab luka bakar menurut Padila (2012) adalah :

a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)

- Gas

- Cairan

- bahan padat (solid)

b. Luka bakar bahan kimia (Hemical Burn)

c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

d. Luka bakar radiasi (Radiasi injury)

3. Fase luka bakar

a. Fase Darurat/Resusitasi atau fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase awal ini

penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething

Page 2: LP Combustio

(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya

dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi

obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.

Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal

dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat

kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut

dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema instabilitas

sirkulasi.

b. Fase Sub-akut Atau Intermediat

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan

atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi

menyebabkan:

1. Proses inflamasi dan infeksi.

2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak

berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.

3. Keadaan hipermetabolisme.

c. Fase Rehabilitasi Pada Perawatan Luka Bakar

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan

pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah

penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan

kontraktur.

4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari luka bakar atau combustio dapat dilhat berdasarkan

kalisifikasinya berdasarkan kedalaman luka bakar. Klasifikasi luka bakar sendiri dapat

dilihat dari kedalaman luka bakar, luas luka bakar serta berat ringannya luka bakar.

a. Kedalaman luka bakar

1) Derajat I (Luka bakar superfisial)

Page 3: LP Combustio

Epidemis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut

cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka

bakar matahari, atau mengalami lepuh/bullae dan akan sembuh tanpa jaringan

parut dalam waktu 5-7 hari. (Smeltzer and Bare, 2002)

2) Derajat II (Luka bakar dermis)

Mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa,

seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan folikel rambut.

Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10-

21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf di dermis, luka derajat ini

tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial, karena

adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang

keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi.

3) Derajat III.

Meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis atau organ yang lebih

dalam. Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga merah,

coklat dan hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut

sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut

dan kelenjar keringat turut hancur. (Mansjoer, 2000)

b. Luas Luka Bakar

Penentuan derajat luka bakar untuk dewasa dan anak ada sistem yang biasa

digunakan, yaitu Rule Of Nines dari Wallace yaitu :

1) Kepala dan leher : 9%

2) Lengan masing-masing 9% : 18%

3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%

5) Genetalia/perineum : 1%

Total : 100%. (Mansjoer, 2000)

Page 4: LP Combustio

c. Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor

antara lain :

1) Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

2) Kedalaman luka bakar.

3) Anatomi lokasi luka bakar.

4) Umur klien.

5) Riwayat pengobatan yang lalu.

6) Trauma yang menyertai atau bersamaan (Smeltzer and Bare, 2002)

Berat ringannya Luka bakar menurut Mansjoer (2008) :

1) Berat/Kritis

Derajat 2 dengan luas lebih dari 25 %

Derajat 3 dengan luas lebih drai 10 %. atau terdapat dimuka, kaki, dan tangan

Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas, atau fraktur

Luka bakar akibat listrik

2) Sedang bila :

Derajat 2 dengan luas 15-20 %

Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %, kecuali muka, kaki dan tangan

3) Ringan bila :

Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %

Derajat 3 dengan luas kurang dari 2 %

5. Patofisiologi

Seseorang yang menderita luka bakar luas akan mengalami suatu bentuk syok

hipovelemik yang dikenal sebagai syok luka bakar. Segera setelah cedera termal, terjadi

kenaikan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler pada jaringan yang cedera disertai

dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini mengakibatkan perpindahan cepat

cairan plasma dari kompartemen intravaskular menembus kapiler yang rusak karena

panas, dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema) dan luka bakar itu sendiri.

Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid

pada kompartemen vaskuler; kemudian kebocoran cairan dan elektrolit dari kompartemen

Page 5: LP Combustio

vaskuler berlanjut dan mengakibatkan pembentukan edema tambahan pada jaringan yang

terbakar dan keseluruh tubuh.

“Kebocoran” ini, yang tediri atas natrium, air, dan protein plasma, diikuti dengan

penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel-sel darah merah, berkurangnya perfusi

pada organ-organ besar, edema tubuh merata. Respons patofisiologi setelah cedera luka

bakar adalah bifase. Pada awal fase pascacedera, terjadi hipofungsi organ secara umum

sebagai akibat dari penurunan curah jantung. Tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai

akibat respons stres neurohumoral setelah trauma. Hal ini meningkatkan afterload

jantung, mengkibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut. Peningkatan tahanan

vaskuler perifer (vasokonstriksi selektif), juga hemokonsentrasi sebagai akibat

kehilangan cairan plasma, dapat menyebabkan tekanan darah nampak normal pada

awalnya; bagaimanapun jika penggantian cairan tidak adekuat dan kehilangan protein

plasma berlanjut, maka akan segera terjadi syok hipovolemik

Pada pasien yang mendapat resusitasi cairan yang adekuat, curah jantung

biasanya kembali normal pada bagian akhir dari periode 24 jam pertama setelah cedera

luka bakar. Dengan pemulihan volume plasma selama peroide 24 jam kedua, curah

jantung meningkat sampai tingkat hipermetabolik (fase hiperfungsi), dan secara perlahan

kembali ke tingkat yang lebih normal dengan ditutupnya luka bakar.

Pada keadaan tertentu, dengan luka bakar melebihi 60 % dari luas permukaan

tubuh total (LPTT), curah jantung yang menurun tidak berespons terhadap resusitasi

volume yang agresif.

Respons dari vaskuler pulmonal adalah seperti pada sirkulasi perifer; yaitu terjadi

hipertensi pulmonal ringan dan sementara. Juga terjadi penurunan tekanan oksigen dan

komplains paru.

Kehilangan cairan di seluruh stadium intravaskuler tubuh mengakibatkan

penebalan, aliran yang tidak lancar dari sisa volume darah sirkulasi. Pengaruhnya

mengenai semua sistem tubuh. Sirkulasi yang melambat ini memungkinkan bakteri dan

material seluler untuk menetap pada bagian yang lebih rendah dari pembuluh-pembuluh

darah, terutama pada kapiler-kapiler mengakibatkan pengendapan.

Reaksi antigen-antibodi terhadap jaringan yang terbakar menambah kongesti

sirkulasi oleh penggumpalan dari sel. Masalah koagulasi terjadi akibat pelepasan

Page 6: LP Combustio

trombosit oleh cedera itu sendiri dan peleapasan fibrinogen dari platelet yang cedera. Jika

terjadi trombi, mereka akan menyebabkan iskemia dari bagian terkena dan mengarah

nekrosis. Peningkatan proses koagulasi akan berkembang menjaddi koagulasi

intravaskuler diseminata. (Smeltzer and Bare, 2002)

6. Pathway (terlampir)

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi

sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.

b. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan

penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air

c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan

interstitiil/ganguan pompa natrium.

d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam

dan kehilangan protein.

e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi

f. Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi

g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.

h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.

j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.

l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar

selanjutnya. (Doenges, 2002)

Page 7: LP Combustio

8. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling,

cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk

pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya

dilakukan pada fasilitas kesehatan.

a. Clothing

Singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang

menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.

b. Cooling

Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir

selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama

pada anak dan orang tua). Cara ini efektif smapai dengan 3 jam setelah kejadian luka

bakar yaitu :

- Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa

dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi

- Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut

(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko

hipotermia

Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram

dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka

bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang

mengalir.

c. Cleaning

Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit.

Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat

dan risiko infeksi berkurang.

d. Chemoprophylaxis

Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari

superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian

antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat

diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah,

Page 8: LP Combustio

riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi

kurang dari 2 bulan

e. Covering

Penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka

bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.

Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi

pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar.

Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan

dan meningkatkan risiko infeksi.

f. Comforting

Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa :

- Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg

- Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus

- Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari

ABC (Airway, Breathing dan Circulation)

a. Airway dan Breathing

Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga

(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka

bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi

(pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga

jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang

lengkap.

b. Circulation

Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar

untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus)

diberikan bilaluas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan

melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi

kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai

proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh

Page 9: LP Combustio

darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya

pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak

tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan

mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ

tubuh.

Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/

normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan

untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan

berdasarkan formula dari Parkland/Baxter yaitu dengan fomula :

- Larutan Ringer Laktat : 4 ml x kg BB x % luas luka bakar

- Hari I : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh dalam 16 jam

berikutnya.

- Hari II : Bervariasi. Ditambahkan koloid

Dasar pemikiran bagi terapi penggantian ini bahwa dengan meningkatkan

osmolalitas serum, cairan akan “ditarik” kembali kedalam ruang vaskuler dari ruang

interstisial. Dilaporkan berkurangnya edema sistemik dan pulmoner sesudah

pemberian larutan hipertonik.

Catatan : rumus hanya merupakan panduan. Respons-pasien yang dibutuhkan

berdasarkan frekuensi jantung tekanan darah dan haluaran urine-merupakan

determinan primer terapi cairan yang actual dan harus dinilai sedikitnya setiap jam

sekali. Hasil akhir pasien di perbaiki oleh resusitasi cairan yang optimal.

Tujuan Terapi Penggantian Cairan Volume total dan kecepatan pemberian

cairan infuse diukur berdasarkan respons pasien luka bakar. Tujuan pemberian atau

penggantian cairan adalah tekanan sistolik yang melebihi 100 mm Hg; frekuensi nadi

yang kurang dari 110/menit, dan haluaran urin sebanyak 30 hingga 50 ml/jam.

Parameter jauh lebih penting dalam resusitasi daripada rumus apapun.

Sebenarnya respon individual pasien merupakan rumus. Ukuran tambahan untuk

menentukan kebutuhan cairan dan respons pasien terhadap resusitasi cairan mencakup

nilai hematokrit, hemoglobin dan kadar natrium serum. Jika nilai hematokritt dan

hemoglobinnya menurun atau bila haluaran urin lebih besar dari 50 ml/jam, kecepatan

Page 10: LP Combustio

pemberian infuse dapat diturunkan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan kadar

natrium serum dalam batas-batas normal selama penggantian cairan.

Tatalaksana luka bakar minor

- Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat membutuhkan

morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal. Pada luka bakar mengenai

anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga balut dan bidai

- Pemeriksaan status tetanus pasien

- Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan yang keluar

dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan. Gelembung cairan (blister)

memiliki fungsi untuk proteksi dan mengurangi rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh

selama beberapa hari. Jika gelembung cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan

tidak menghalangi pembalutan maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan

yang besar dan yang meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan.

Gelembung cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari

menandakan proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.

Tatalaksana luka bakar superfisial / dangkal

- Dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang menunjukakan kecenderungan terbentuknya

gelembung cairan atau penggarukan dapat ditutup perban untuk proteksi.

Tatalaksana luka bakar sebagian (partial thicknes)

- Dilakukan pembersihan luka dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang

mengandung garam-steril). Jika luka kotor dapat dibersihkan dengan clorhexidine

0,1% lalu dengan salin.

- Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang tidak

menempel lalu dibalut atau di plester

- Luka bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang tidak lengket

dan diberikan antimikroba krim silverdiazin

Page 11: LP Combustio

Follow up

- Bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau menunjukkan tanda-

tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka rujukan sebaiknya dilakukan.

Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang berlebihan (scar hipertrofik) harus

dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar belum juga menyembuh.

Luka bakar mayor

- Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan)

Apabila ada tanda-tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera pada paru-

paru maka intubasi dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan pada jalan napas

terjadi.

- Cairan

Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan lakukan

penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka bakar. Pasang kateter urin jika luka

bakar>15% atau luka bakar daerah perineum NGT-pipa nasogastrik dipasang jika luka

bakar>10% berupa deep partial thickness atau full thickness, dan mulai untuk

pemberian makanan antara 6-18 jam.

Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar

Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti :

a. Pembersihan Luka

Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman

disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin

bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih

ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.

b. Terapi Antibiotik Topikal

Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver

nitrat, dan mafenide asetat.

c. Penggantian Balutan

Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa

yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya

Page 12: LP Combustio

dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa

saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai

forseps atau tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka

dibersihkan dan didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal

yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus

dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.

d. Debridemen

Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh

bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk

menghilangkan jaringan yang sudah mati.

Debridemen ada 3 yaitu:

- Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan

- Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan

mengangkat jaringan mati.

- Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit

sampai mengupas kulit yang terbakar.

e. Graft Pada Luka Bakar

Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk

jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka,

membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk

pertumbuhan sel epitel.

f. Dukungan Nutrisi.

Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat

penyembuhan luka.

Fase Rehabilitasi

Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap

akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar

sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya

hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan

aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada

Page 13: LP Combustio

pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi.

Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu

mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar

dapat melatih rentang gerak. (Smeltzer and Bare, 2009)

Page 14: LP Combustio

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Pengkajian Emergency & Kritis

a. Primery Survey

1) Airway

Adanya keluhan terkurung dalam ruang tertutup dan terpajan lama

(kemungkinan cedera inhalasi). Adanya tanda suara serak; batuk mengi;

sianosis, indikasi cedera inhalasi, adanya sekret jalan nafas dalam (ronki).

2) Breathing

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar

dada, jalan nafas atas stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan

laringospasme, edema laryngeal), bunyi nafas: gemericik (edema paru), stridor

(edema laryngeal)

3) Circulation

Hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang

cedera, vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan

dingin (syok listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik),

pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).

4) Disability

Adanya keluhan area batas dan kesemutan. Adanya perubahan orientasi;

afek, perilaku, penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas,

aktifitas kejang (syok listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan

ketajaman penglihatan (syok listrik), ruptur membran timpanik (syok listrik),

paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

5) Exposure

Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari

sehubungan dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa luka.

- Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian

kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan

kehilangan cairan/status syok.

- Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan

variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung

Page 15: LP Combustio

gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh pada faring

posterior, edema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

- Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.

- Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus,

lepuh, ulkus, nekrosisi, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih

dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat

berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

- Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dibawah

nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar

(eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan

luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.

b. Secondary Survey

Anamnesa terhadap :

A (Alergy) : Alergi terhadap obat-obatan

M (Medicine) : Mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol

P (Past illness) : Penyakit penyerta atau riwayat penyakit lainnya

L (last Meal) : Makan terakhir yang dikonsumsi

E (Event) : Mekanisme atau proses kejadiannya

c. Tertiery Survey

Pemeriksaan penunjang meliputi :

a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi

sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.

b. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan

penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air

c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan

interstitiil/ganguan pompa natrium.

d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan

dalam dan kehilangan protein.

e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi

f. Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi

Page 16: LP Combustio

g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar

listrik.

h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.

j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.

l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar

selanjutnya. (Doenges, 2002)

2. Diagnosa keperawatan

1) Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat

2) Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar

3) Kekurangan volume cairan b/d output yang berlebihan

4) Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena

3. Intervensi keperawatan

1) Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat

Tujuan : pola napas pasien efektif

- Menunjukkan frekuensi pernafasan dengan rentang normal (16-20/ menit)

- Pasien tampak tidak sesak, tidak ada retraksi dada

- Pasien tidak mengeluh sesak napas

Intervensi :

a. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cedera.

b. Tinggikan kepala tempat tidur dan hindari penggunaan bantal dibawah kepala

sesuai indikasi.

c. Berikan pelembab oksigen melalui cara yang tepat, seperti masker wajah.

d. Kaji ulang seri ronsen

e. Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi

2) Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar

Tujuan : Nyeri pasien berkurang

Page 17: LP Combustio

Intervensi

a. Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan

pada udara terbuka

b. tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodic

c. berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi

d. ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi

e. pertahankan suhu linhkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup

tubuh hangat.

f. kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter (skala 0-10)

g. Dorong ekpresi perasaan tentang nyeri.

h. Libatkan pasien dalam penentuan jadwal aktivitas, pengobatan, pemberian obat.

i. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang tidak sakit,

perubahan posisi dengan sering.

j. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas

dalam, bimbingan imajinasi, dan visualisasi.

k. Berikan analgesik sesuai indikasi.

3) Kekurangan volume cairan b/d output yang berlebihan

Tujuan : Intake dan output cairan dalam tubuh pasien seimbang

Intervensi :

a. Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/tak ada bunyi.

b. Perhatikan jumlah kalori, kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka/luka

tiap minggu.

c. Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering.

d. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan membuat pilihan

makanan/ minuman tinggi kalori/protein.

e. Berikan bersihan oral sebelum makan.

f. Lakukan pemeriksaan glukosa strip jari, klinites/asetes sesuai indikasi.

g. Pasang/pertahankan makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan bila

dibutuhkan.

Page 18: LP Combustio

h. Awasi pemeriksaan laboraturium, contoh albumin serum,kreatinin, transferin,

nitrogen urea urine.

i. Berikan insulin sesuai indikasi.

4) Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena

Tujuan : Aliran darah pasien ke jaringan perifer adekuat

Intervensi :

a. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi perifer.

b. Tinggikan ekstremitas yang sakit.

c. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami luka bakar

(untuk mengetahui kekuatan aliran darah ke daerah yang mengalami luka

bakar)

d. Dorong latihan gerak aktif

e. Kolaborasi Pertahankan penggantian cairan

f. Awasi elektrolit terutama natrium, kalium, dan kalsium

g. Hindari injeksi IM atau SC

Page 19: LP Combustio

DAFTAR PUSTAKA

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A.

Davis Company. Philadelpia.

Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran

EGC. Jakarta

Herdman, T. Heater. (2012). NANDA International Diagnosis keperawatan definisi dan

klasifikasi 2012-2014. EGC : Jakarta.

Hudak & Gallo. (2008). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku

Kedoketran EGC. Jakarta.

Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2011). Pendidikan Keperawatan

Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna.

Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK-UI : Jakarta

Smeltzer And Bare (2009) Keperawatan Medikal Bedah Brunner and suddart Textbook of

Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293

– 1328.

Sylvia A. Price. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2.

Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakarta

Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria

Hasil NOC. EGC : Jakarta.

Page 20: LP Combustio

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA KLIEN DENGAN POST DEBRIDEMENT COMBUSTIO GRADE II 32 %

DI RUANG ICU RUMAH SAKIT Dr MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh :

LALU SUPRIYADI

(070112b043)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2013