REFERAT COMBUSTIO

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks, yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%, dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkan pasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata- rata harapan hidup pada sejumlah pasien dengan luka bakar serius.

description

lapsus kombusio bedah

Transcript of REFERAT COMBUSTIO

Page 1: REFERAT COMBUSTIO

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks, yang dapat meluas

melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.

Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan

yang mengancam kehidupan.

Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan

tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi

gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%.

Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup

50%, dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkan pasien

dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan,

antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan

fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif

semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah pasien

dengan luka bakar serius.

I.2 Rumusan Masalah

Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan luka

bakar ?

I.3 Tujuan

Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

luka bakar.

I.4 Manfaat

I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya luka bakar

Page 2: REFERAT COMBUSTIO

2

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

Page 3: REFERAT COMBUSTIO

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan

radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam

(Syamsuhidayat, 2007).

2.2 Etiologi

Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah sebagai

berikut:

a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)

Benda panas: padat, cair, udara/uap

Api

Sengatan matahari/ sinar panas

b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn), misalnya asam kuat dan basa

kuat.

c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn), misalnya aliran listrik

tegangan tinggi.

d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)

Page 4: REFERAT COMBUSTIO

4

2.3 Patofisiologi

2.4 Fase Luka Bakar

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan

penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian

pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang

tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan

penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah

penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya

(Sunarso, 2008).

a. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan

mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme

bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat

terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi

Page 5: REFERAT COMBUSTIO

5

obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca

trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase

akut

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

b. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah

kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka

yang terjadi menyebabkan :

Proses inflamasi dan infeksi

Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak

berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional

Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka

dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit

berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan

kontraktur.

2.5 Diagnosis

Diagnose luka bakar didasarkan pada:

a. Luas luka bakar

b. Derajat (kedalaman) luka bakar

c. Lokalisasi

d. Penyebab

2.5.1 Luas Luka Bakar

Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan

nama rule of nine atau rule of Wallace:

a. Kepala dan leher : 9%

b. Lengan masing-masing 9% : 18%

Page 6: REFERAT COMBUSTIO

6

c. Badan depan 18% : 36%

d. Tungkai masing-masing 18% : 36%

e. Genetalia perineum : 1%

Total : 100 %

Gambar 1. Luas luka bakar berdasarkan Wallace

Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena

luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan

kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus

10-15-20 dari Lund and Browder untuk anak.

Page 7: REFERAT COMBUSTIO

7

Gambar 2. Luas luka bakar pada anak.

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor

antara lain:

a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh

b. Kedalaman luka bakar

c. Anatomi/lokasi luka bakar

d. Umur penderita

e. Riwayat pengobatan yang lalu

f. Trauma yang menyertai atau bersamaan

2.5.2 Derajat Luka Bakar

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat

panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu

Page 8: REFERAT COMBUSTIO

8

Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3

tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:

a. Luka bakar derajat I:

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik

berupa eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf

sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan

khusus.

Gambar 3. Derajat I luka bakar

b. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi

disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf

sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian:

a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.

Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.

Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara

spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

b. Derajat II dalam/deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan

epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar

keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama

Page 9: REFERAT COMBUSTIO

9

dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu

lebih dari satu bulan.

Gambar 4. Derajat II luka bakar

c. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai

mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami

kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit

yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam

kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal

sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-

ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi

epitelisasi spontan.

Page 10: REFERAT COMBUSTIO

10

Gambar 5. Derajat III luka bakar

3.5.3 Kriteria Berat Ringan luka bakar

Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni :

a. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

b. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

c. Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan

genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

2.6 Penatalaksanaan

Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:

Page 11: REFERAT COMBUSTIO

11

a. Terapi fase akut

1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.

2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,

tekanan darah dan kesadaran (ABC)

- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas

- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan luas

luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).

- Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan

cairan.

3. Perawatan luka

- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic

- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda

infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan

menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat

diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata dapat diterapi

dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang dalam pada

telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat

tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen

kartilago.

- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:

silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.

- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan

- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan

Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka

yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan

dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi

sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi bullae. Bulla ini

paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum yang bersih,

memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka, dan menutup

dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.

Page 12: REFERAT COMBUSTIO

12

- Pasien dipindahkan ke tempat steril

- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.

- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk

menghindari gangguan pada gaster.

- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus

- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien

- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.

b. Terapi fase pasca akut

- Perawatan luka

- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman

yang mati, serum, darah kering)

- Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome)

escharotomi atau fasciotomi

- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai

hasilnya

- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali

- Kalau perlu pemberian Human Albumin

- Keadaan umum penderita

Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti

kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan

kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini menandakan adanya

sepsis.

- Diet dan cairan

2.6.1 Penanganan Pernapasan

Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi

dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu

singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan

tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat

menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas

yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa

Page 13: REFERAT COMBUSTIO

13

hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah

terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari

bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan

kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial.

Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan

materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik

seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan

partikel – partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan

iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan

menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem. Efek

intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia

jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap

pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 – 240 kali lebih kuat

disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga

mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada

penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.

a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

b. Sputum tercampur arang.

c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

d. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas

bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau

tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.

f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.

g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma

inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan

maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi

instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.

Page 14: REFERAT COMBUSTIO

14

2.6.2 Penanganan Sirkulasi

Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang

akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari

intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra

vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik

terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan

perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan

permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan

massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume

cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan

menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal

dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat,

untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara

nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian

membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan

konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan

syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat

kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi

dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui

memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas.

2.6.3 Resustasi Cairan

BAXTER formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

Page 15: REFERAT COMBUSTIO

15

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan :

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

Hari I 8 jam X ½

16 jam X ½

Hari II ½ hari I

Hari ke III hari ke I

2.6.4 Perawatan Luka Bakar

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan

dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran

dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh

rasa sakit yang minimal.

Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan luka

ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi

luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau

jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi

pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal

mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar

derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan

kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep

antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu

dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit

dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka

Page 16: REFERAT COMBUSTIO

16

setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian

dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan

lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan

alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau

bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan

luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision

and grafting ).

2.6.5 Nutrisi

Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda

dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan

hipermetabolik.

Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik

yang ada adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,

massa bebas lemak.

Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,

penyakit ginjal dan lain-lain.

Luas dan derajat luka bakar

Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas

melalui evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa

metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu

dimulainya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat

Page 17: REFERAT COMBUSTIO

17

bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam

pascatrauma.

2.7 Permasalahan Pasca Luka Bakar

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang

dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu

fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang

buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan

kepercayaan diri.

Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:

Infeksi dan sepsis

Oliguria dan anuria

Oedem paru

ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )

Anemia

Kontraktur

Kematian

2.8 Komplikasi

• Gagal ginjal akut

• Gagal respirasi akut

• Syok sirkulasi

• Sepsis

2.9 Prognosis

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan

badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan

pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa

adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan

mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih dari

Page 18: REFERAT COMBUSTIO

18

14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan

membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan

untuk membuang jaringan parut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan

radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam. Beberapa

penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah suhu tinggi, bahan

kimia, sengatan listrik, dan radiasi. Untuk mempermudah penanganan luka bakar

maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase

lanjut. Diagnose luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, derajat (kedalaman)

luka bakar, lokalisasi dan penyebab. Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan

menjadi dua yaitu terapi fase akut dan terapi pasca akut. Adapun terapi fase akut

meliputi menghindari kontak dengan faktor penyebab, menilai keadaan umum

penderita dan melakukan perawatan luka. Sedangkan terapi pasca akut yaitu

perawatan luka, menilai keadaan umum pasien, diet dan cairan untuk menghindari

timbulnya komplikasi. Komplikasi yang terjadi misalnya gagal ginjal akut, gagal

nafas akut, syok sirkulasi, dan sepsis.

Page 19: REFERAT COMBUSTIO

19

DAFTAR PUSTAKA

Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD,

Evers BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008.

Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M,

Ronald V, Upchurch GR. Editors. Greenfield’s Surgery: Scientific Principles

and Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.

Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW,

Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smith’s

Plastic Surgery. 6th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.

R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku

Kedokteran. EGC.

Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical

Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185

Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al

(Eds.), Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher,

Inc.