Lp Cedera Kepala

22
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM NEUROVASULER : CEDERA KEPALA DI RUANG IGD RSUD Dr. H SOEWONDO KENDAL Disusun oleh: Zema Maksalmina 13.0225.N 1

description

cedera kepala trauma kapitis

Transcript of Lp Cedera Kepala

Page 1: Lp Cedera Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN

SISTEM NEUROVASULER : CEDERA KEPALA

DI RUANG IGD RSUD Dr. H SOEWONDO KENDAL

Disusun oleh:

Zema Maksalmina

13.0225.N

PROGRAM PRA PROFESI KEPERAWATANSTIKES MUHAMMADIYAH

PEKAJANGAN-PEKALONGAN2014

1

Page 2: Lp Cedera Kepala

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Trauma kapitis/kepala adalah trauma yang mengenai otak yang disebabkan

oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan

perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan

emosional (wahyu widagdo 2007)

Trauma Capitis atau cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari

fungsi otak yang disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa

terputusnya kontinuitas otak. (Paula Krisanti, 2009)

Cidera/trauma kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat

adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek

sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 2005).

2. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):

a. Minor

1) SKG 13 – 15

2) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit.

3) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

b. Sedang

1) SKG 9 – 12

2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi

kurang dari 24 jam.

3) Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Berat

1) SKG 3 – 8

2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

3) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

2

Page 3: Lp Cedera Kepala

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek.

Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,

beratnya cedera, dan morfologi.

1) Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul

biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau

pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak

ataupun tusukan.

2) Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi

beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua

matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai

nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot

ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara

maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau

kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat.

Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13

dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS

14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

3. Etiologi

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, sepeda dan mobil.

2. Kecelakaan pada saat olah raga

3. Cedera akibat kekerasan.

4. Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera

percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur

kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena

lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala

3

Page 4: Lp Cedera Kepala

membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau

tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat

gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi

badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan

pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan

robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar

pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.

Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi

serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi

hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas

kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi

intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa

kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia,

hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk

menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,

serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,

pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan

yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson

menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi

kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan

karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer

serebral, batang otak, atau dua-duanya.

4

Page 5: Lp Cedera Kepala

5. Pathway

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

5

Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)

Terputusnya kontinuitas jaringan tulang

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler

-Perubahan outoregulasi-Odem cerebral

-Perdarahan-Hematoma

Gangguan suplai darah

Iskemia

Perubahan sirkulasi CSS

Perubahan perfusi jaringan

Peningkatan TIK

Girus medialis lobus temporalis tergeser

Kejang

Gangg. Neurologis fokal

Hipoksia

1. Bersihan jln. nafas

2. Obstruksi jln. nafas

3. Dispnea4. Henti nafas5. Perub. Pola

nafas

Resiko tidak efektifnya jln. nafas

Defisit Neurologis

Gg. persepsi sensori

Gangg. fungsi otak

Herniasi unkus

Mesesenfalon tertekan

Gangg. kesadaran

NyeriResiko infeksi

Mual – muntahPapilodemaPandangan kaburPenurunan fungsi

pendengaranNyeri kepala

Resiko kurangnya volume cairan

Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata

Page 6: Lp Cedera Kepala

6. Manifestasi Klinis

a. Peningkatan TIK dengan menifestasi sebagai berikut:

1) Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah, papil edema, muntah

proyektil

2) Penurunan fungsi neurologis seperti: perubahan bicara, perubahan

reaksi pupil, sensori motorik berubah.

3) Sakit kepala, mual, pandangan kabur.

b. Fraktur tengkorak dengan manifestasi sebagai berikut

1) CFS atau darah mengalir dari telinga dan hidung.

2) Perdarahan dibelakang membran timpani

3) Periorbital ekhimosis

4) Memar di daerah mastoid.

c. Kerusakan saraf kranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan

terjadi dengan manifestasi :

1) Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus

2) Pendengaran berkurang akibat kerusakan nervus auditory

3) Hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius

4) Pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak akibat kerusakan nervus

okulomotor

5) Vertigo akibat kerusakan otolith di telinga tengah.

6) Kerusakan sistem vestibular

d. Komosio serebri dengan manifestasi :

1) Sakit kepala/pusing

2) Amnesia

3) Tidak sadar lebih atau sama dengan 5 menit

e. Kontosio serebri, dengan manifestasi : Terjadi pada injuri berat, termasuk

fraktur servikalis

1) Peningkatan TIK

2) Tanda dan gejala herniasi otak.

6

Page 7: Lp Cedera Kepala

a) Kontusio serebri.

Manifestasi tergantung area hemisfer otak yang kena. Kontusio pada

lobus temporal: agitasi, confuse, kontusio frontal : hemiparese, klien

sadar : kontusio frontotemporal : aphasia

Tanda dan gejala tersebut reversible

b) Kontusio batang otak

a) Respon segera menghilang dan pasien koma

b) Penurunan tingkat kesadaran terjadi berhari-hari jika kerusakan berat.

c) Pada sistem ratikular terjadi komatuse permanen

d) Pada perubahan tingkat kesadaran:

o Respirasi : dapat normal/ periodik/ cepat

o Pupil : simetris kontriksi dan reaktif

o Kerusakan pada batang otak bagian atas

o Gerakan bola mata tidak ada

7. Komplikasi

1. Hemorhagi

2. Infeksi

3. Edema

4. Herniasi

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi

(perdarahan atau ruptur atau fraktur).

b. CT Scan

Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.

c. Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal

aracknoid jika dicurigai.

7

Page 8: Lp Cedera Kepala

d. MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta

besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

e. Thorax X ray

Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

f. Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting

diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan

(medulla oblongata).

g. Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

9. Penatalaksanaan

a. Perawatan emergensi

1) Primery survey

a) Nilai tingkat kesadaran

b) Lakukan penilaian ABC

c) Imobilisasi kepala atau leher dengan collar neck atau alat lain

dipertahankan sampai hasil x-ray membuktikan tidak ada fraktur

servical.

2) Intervensi primer

a) Buka jalan nafas dengan teknik jaw thrust kepala jangan ditekuk,

isap lendir jika perlu.

b) Beri O2 4-6 liter/menit untuk mencegah anoksia serebri.

c) Hiperventilasi 20-25 x/menit untuk meningkatkan vasokontriksi

pembuluh darah otak sehingga edema serebri menurun.

d) Kontrol perdarahan

e) Pasang infus

3) Secondary survey

a) Kaji riwayat trauma

b) Tingkat kesadaran

8

Page 9: Lp Cedera Kepala

c) Ukur TTV

d) Respon pupil

e) Gangguan penglihatan

f) Sunken eyes (mata terdorong kedalam) satu atau keduanya

g) Aktivitas kejang

h) Tanda battle’s yaitu blush discoloration atau memar di belakang

telinga menandakan adanya fraktur dasar tengkorak

b. Penatalaksanaan jalan nafas

Pasien dengan kepala, leher, atau trauma wajah diduga mengalami trauma

tulang belakang maka harus dipertahankan melalui periode pengkajian awal

sampai perkembangan trauma dapat dipastikan. Jalan nafas harus

dipertahankan tanpa hiperekstensi. Tehnik jaw-thrust dan manuver chin-lift

direkomendasikan untuk mempertahankan jalan nafas dan pernafasan

mungkin memerlukan bantuan awal dengan suatu unit bag valve mask.

c. Parameter monitor lainnya.

Refleks dan sistem motorik secara berseri dievaluasi. Sejalan dengan

kelanjutan penkajian motorik, kedua sisi harus dites dan dibandingkan.

Tanda peningkatan TIK harus dicatat, termasuk :

1) Sakit kepala

2) Muntah proyektil

3) Deviasi mata kesisi lesi

4) Perubahan kekuatan atau tonus otot

5) Kejang

6) Peningkatan tekanan darah dan penurunan nadi

7) Perubahan pernafasan

8) Takikardi.

B. Asuhan Keperawatan

1. Perngkajian primer

Primery survey

9

Page 10: Lp Cedera Kepala

a. Nilai tingkat kesadaran

b. Lakukan penilaian ABC

c. Imobilisasi kepala atau leher dengan collar neck atau alat lain

dipertahankan sampai hasil x-ray membuktikan tidak ada fraktur

servical.

2. Secondary survey

a. Pemeriksaan fisik

1) Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas.

2) Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

3) Sistem saraf :

a) Kesadaran GCS.

b) Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke

batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.

c) Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,

gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,

riwayat kejang.

d) Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,

kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.

Jika pasien sadar tanyakan pola makan

e) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

f) Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik

hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan

otot.

g) Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan

disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan

saraf fasialis.

h) Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan

yang didapat pasien dari keluarga.

10

Page 11: Lp Cedera Kepala

b. Diagnosa keperawatan utama

1) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan

depresi pada pusat pernapasan di otak, kelemahan otot-otot

pernafasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi

udara/cairan dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2,

kegagalan ventrikel.

2) Gangguan rasa nyaman : nyeri lokal berhubungan dengan adanya

edema serebral dan hipoksia

3) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema

serebral dan peningkatan tekanan intracranial, dan hipoksia.

4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.

c. Intervensi Keperawatan

No.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Rencana Tindakan Rasional

1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan di otak, kelemahan otot-otot pernafasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan dan perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventrikel.

setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.

a. Kaji Airway, Breathing, Circulasi.

b. Kaji pasien, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.

c. Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.

d. Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam

Mengetahui tingkat kegawatan

Mencegah saraf terjepit dan henti nafas

Mempertahankan kepatenan jalan nafas

Mengetahui keefektifan pola nafas

11

Page 12: Lp Cedera Kepala

bernafas.e. Bila tidak ada

fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.

f. Pemberian oksigen sesuai program.

Membuka jalan nafas

Membantu memenuhi kebutuhan oksigen

2. Gangguan rasa nyaman : nyeri lokal berhubungan dengan adanya edema serebral dan hipoksia

setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa nyeri dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil pasien tidak mengeluh nyeri, pembengkakan hilang/berkurang, pasien dapat beristirahat dengan tenang.

a. Kaji tipe, lokasi dan durasi nyeri

b. Batasi pergerakan pada daerah yang cedera

c. Observasi tanda-tanda vital

d. Ajarkan teknik relaksasi

e. Berikan kompres dingin pada daerah yang cedera

f. Observasi perubahan perilaku terhadap perasaan tidak nyaman

g. Kerjasama dengan tim kesehatan: pemberian obat-obat penghilang rasa nyeri

Mengetahui status nyeriMengurangi stimulasi nyeri

Mengetahui kondisi klienMengalihkan nyeri

Mengurangi rasa nyeri

Mengetahui keadaan saat munculnya nyeri

Mengurangi rasa nyeri

3. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral, peningkatan tekanan intracranial dan hipoksia

setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan

a. Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat

b. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya 1) peningkatan

tekanan intrakranial: fleksi atau

menurunkan tekanan vena jugularis.Mencegah terjadinya tekanan intra kranial

12

Page 13: Lp Cedera Kepala

tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).

2) tekanan pada vena leher.

3) pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).

c. Bila akan memiringkan badan, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).

d. Berikan obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.

e. Monitor intake dan out put.

f.Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.

g. Lakukan pemasangan NGT bila indikasi

Mencegah gangguan aliran perfusi jaringan pada salah satu sisi badan

Mengurangi edema atau tekanan intra kranial

Mengetahui balance cairanMembantu output urin (jika perlu)

mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.

4. Resiko kurangnnya volume cairan

setelah dilakukan tindakan keperawatan

a. Kaji intake dan out put.

b. Kaji tanda-tanda

Mengetahui balance cairanMengetahui

13

Page 14: Lp Cedera Kepala

berhubungan dengan mual dan muntah.

diharapkan Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.

dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, mata cekung dan out put urine.

c. Berikan cairan intra vena sesuai program.

keadaan dehidrasi secara dini

Membantu memenuhi kebutuhan cairan

14

Page 15: Lp Cedera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Krisanty, P . 2009. Asuhan Keperawatan Gawatdarurat. Jakarta : Trans Info Media

Muttaqin,A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Price, SA. 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,. Jakarta :

EGC

Widagdo, W. 2007. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan., Jakarta : Trans Info Media

15