230579047 LP Cedera Kepala

28
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA a. Pengertian Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transfortasi korban ke Rumah sakit , penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. (Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran: jilid II . Jakarta : Media Aesculapius). Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut , kulit kepala, serta tulang dan tentorium (helm) yang membungkusnya. Berdasarakan GCS, cedera kepala atau cedera otak dapat dibagi menjadi tiga gradasi, yaitu: 1. Cedera kepala ringan/ cedera otak ringan, bila GCS : 13-15 2. Cedera kepala sedang/ cedera otak sedang , bila GCS : 9-12

description

cd

Transcript of 230579047 LP Cedera Kepala

LAPORAN PENDAHULUANCEDERA KEPALAa. Pengertian Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transfortasi korban ke Rumah sakit , penilaian dan tindakan awal diruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. (Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran: jilid II. Jakarta : Media Aesculapius).Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut , kulit kepala, serta tulang dan tentorium (helm) yang membungkusnya.Berdasarakan GCS, cedera kepala atau cedera otak dapat dibagi menjadi tiga gradasi, yaitu: 1. Cedera kepala ringan/ cedera otak ringan, bila GCS : 13-152. Cedera kepala sedang/ cedera otak sedang , bila GCS : 9-123. Cedera kepala berat/ cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8.

b. Etiologi Penyebab cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda atau serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi- deselerasi) pada otak.

c. Tanda dan Gejala Intraserebral hematoma (ICH)Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pemeriksaan CT-scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah, dan secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/ lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala. Subdural hematoma (SDH)Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronis.Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/ jembatan vena biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah lapisan durameter dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging Vein (paling sering), A/V cortical, sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari 3 minggu, dan subdural hematoma kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu.Secara klinis subdural hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan kesadaran , disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/ hemiplegia dan pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent).Indikasi operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EIBC), pada perdarahan subdural adalah jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 cm. jika terdapat pergeseran garls tengah lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea. Prognosis dari klien SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya klien datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta di jaringan otak, serta usia klien, pada klien dengan GCS kurang dari 8 prognosisnya 50%, semakin rendah GCS maka jelek prognosisnya. Semakin tua klien maka semakin jelek prognosisnya. Adanya lesi lain akan memperjelek prognosisnya. Gejala dari subdural hematoma meliputi keluhan nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, perubahan proses piker (berpikir lambat), kejang, dan edema pupil. Epidural hematoma (EDH)Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus venosus duralis.Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa hemiparese/ hemiplegia, pupil anisokor, adanya reflex patologis satu sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese /hemiplegia letaknya kontralateral dengan lokasi EDH. Lucid interval bukan merupakan tanda pastinya adanya EDH karena dapat terjadi karena perdarahan intracranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan prognosisnya. Semakin panjang lucid interval maka semakin baik prognosis klien EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang dengan pemberian analgesic.Pada pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonveks diantara dua sutura, gambaran adanya perdarahan volumenya lebih dari 20 cc atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm.Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan.Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang dikembalikan jika saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea. Pada klien yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan diagnosis radiologis CT scan maka dapat dilakukan diagnostic ekspolarasi, yaitu Burr Hole explorations adalah membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan pada titik-titik tertentu, yaitu pada tempat jejas/ hematoma, garis fraktur, daerah temporal, daerah frontal (2cm didepan sutura coronaria), daerah parietal, dan daerah occipital.Prognosis dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS pada saat klien datang kurang dari 8 dan datang lebih dari 6 jam serta umur lebih dari 60 tahun.

Tipe Trauma Kepalaa. Trauma Kepala TerbukaKerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai atau menyobek dura mater menyebabkan CSS merembes.Kerusakan saraf otak dan jaringan otak.b. Trauma Kepala TertutupKeadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi komosio, kontusio, epidural hematoma subdural hematoma, intracranial hematoma.komosio/gegar otak, dengan tanda-tanda :1. Cedera kepala ringan2. Disfungsi neurologissementara dan dapat pulih kembali3. Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit4. Tanpa kerusakan otak permanen5. Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.6. Disorientasi sementara7. Tidak ada gejala sisa8. Tidak ada terapi khususKontusio serebri/ memar otak, dengan tanda-tanda:1. Ada memar otak2. Perdarahan kecil local/ difus dengan gejala adanya gangguan local dan adanya perdarahan.3. Gejala : Gangguan kesadaran lebih lama Kelainan neurologis positif Reflexs patologis positif, lumpuh, konvulsi Gejala TIK Amnesia retrograd lebih nyata.

d. Patofisiologi

Trauma kepala

Jaringan otakTulang kepalaKulit kepala

Fraktur linearFarktur communitedFarktur depressedFraktur basisKomusioHematomaEdemakontusioHematoma pada kulit

Cedera otak

Cedera otak primerRinganSedangBeratGangguan kesadaranGangguan TTvKelainan neurologisTIK meningkat

Respon fisiologis otak

Hipoksemia serebral

Cedera otak sekunder

Kelainan metabolismeKerusakan sel otak

Stress lokalisRangsangan simpatisGangguan autoregulasi

KatekolaminSekresi asam lambungTahanan vaskuler sistemikAliran darah ke otak

Mual muntahTekanan pembuluh darah pulmonarO2 gangguan metabolisme

5. Intake nutrisi tidak adekuatProduksi asam laktatTekanan hidrostatik

Edema otakKebocoran cairan kapiler

4. Gangguan perfusi jaringan2. Gangguan perfusi jaringan serebralEdema paruCurah jantung menurun

Difusi O2 terhambat

Hipoksemia,hiperkapnea

3. Gangguan pola nafas

e. Pengkajian 1. Anamnesa : Identitas klien Keluhan utama : tergantung seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran. Riwayat penyakit saat ini : adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian meliputi tingkat kesadaran menurun(GCS < 15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak,lemah, lika di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernafasan, adanya liquor dari hidung dan telingaserta kejang. Riwayat penyakit dahulu : pengkajian meliputi riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obatobat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obatobatan adiktif, konsumsi alkohol berlebihan. Riwayat penyakit keluarga : mengkaji adanya generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes melitus. Pengkajian psiko-sosio-spiritual : mengkaji respon klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat atau pengaruh dalam kehidupan sehariharinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1 B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan keluhan dari klien.

Kesadaran umumPada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan keasadaran (cedera kepala ringan/ cedera otak ringan GCS 1315, cedera kepala sedang GCS 912, cedera kepala berat/ cedera otak berat GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadi perubahan tandatanda vital. Pemeriksaan fisik B1 B6 B1 (Breathing) Inspeksi : didapat klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi nafas. Palpasi : fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks. Perkusi : adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada thoraks / hemothoraks. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk yang menurun sering di dapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.

B2 (Blood)Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi takikardi, dan aritmia. B3 (Brain)Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkatletargi , stupor , semikomatosa , sampai koma. B4 (Bladder)Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat jenis. B5 (Bowel)Kaji adanya keluhan sulit menelan, nafsu makn menurun, mual muntah pada fase akut. B6 ( Bone )Kaji wana kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh eksterimitas.

3. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala meliputi : CT scan (dengan / tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. MRIDigunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif. Cerebral angiographyMenunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma. Serial EEGDapat melihat perkembangan gelombang patologis. Sinar XMendeteksi perubahan stuktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang . BAERMengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil. PETMendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak. CSSLumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarakhnoid. Kadar elektolitUntuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intrakranial. Screen toxicologyUntuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kasadaran. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada areal pleural. Toraksentesis menyatakan darah/cairan. Analisa gas darah (AGD/ Astrup)Analisa gas darah (AGD/ Astrup)adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa.

4. Penatalaksanaan medis Penalaksanaan konservatif yaitu : 1. Bedrest total 2. Observasi tanda tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)3. Pemberian obat obatan Dexamethason/ kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasoditasi. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40% , atau gliserol 10% Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.4. Makanan atau cairan . 5. Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.

f. Diagnosa keperawatan 1. Resiko tinggi peningkatan intrakranial yang berhubungan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat pernafasan di otak, kelemahan otototot pernafasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan,perubahan perbandingan oksigen dengan karbondioksida kegagalan ventilator.3. Tidak efektif kebersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya nafas buatan pada trakea, ketidak mampuan batuk/ batuk efektif. 4. Perubahan kenyamanan : nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan pada reflek spasme otot sekunder.5. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan terpasangnya endotracheal/ tracheostomy tube dan paralisis/ kelemahan neuromuskular.

g. Rencana keperawatan 1. Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan balik bersifat intrasererbral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien. Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mualmual dan muntah, GCS : 4, 5, 6,tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal. Intervensi dan Rasional : Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/ penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.Rasional : deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis/ tandatanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan. Monitor tanda tanda vital tiap 4 jam.Rasional : suatu keadaan normal bla sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral . Evaluasi pupil, amati, ukuran ketajaman dan reakai terhadap cahaya.Rasional : reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/ saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III kranial (okulomotorik) yang menunjukan keutuhan batang otak, ukuran pupil menunjukan keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respon terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi dari saraf kranial II dan III. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.Rasional : panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan oksigen akan menunjang peningkatan TIK / ICP ( Intraranial Pressure). Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal . Hindari penggunaan bantal yang tinggi di daerah kepala.Rasional : perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah ke otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

b. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, kelemahan otototot pernafasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan perubahan perbandingan oksigen dengan karbondioksida kegagalan ventilator. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola nafas kembali efektif. Kriteria hasil : memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gasgas pada paru, adaptif mengatasi faktorfaktor penyebab. Intervensi dan Rasional : Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke posisi yang sakit. Dorong klien untuk duduksebanyak mungkin.Rasional : meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. Observasi fungsi pernafasan, catat frekuensi pernafasan, dispnea, atau perubahan tanda tanda vital .Rasional : distress pernafasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunujukan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan unuk menjamin keamanan .Rasional : pengetahuan apa yang di harapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. Jelaskan pada klien tentang etiologi / faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu. Rasional : pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik . Pertahankan perilaku tenang, bantu klien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernafasan lebih lambat dan dalam .Rasional : membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat di manifestasikan sebagai ketakutan / ansietas. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dengan dokter, fisioterapi, radiologi,dengan pemberian antibiotik,pemberian analgesik, fisioterapi dada, konsul foto thoraks.Rasional : kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

c. Tidak efektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya jalan nafas buatan pada trakea,peningkatan sekresi sekret, dan ketidak mampuan batuk / batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan . Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan nafas. Kriteria hasil : bunyi nafas terdengar bersih, ronchi tidak terdengar, traceal tube bebas sumbatan, menunjukan batuk yang efektif, tidak ada lagi sekret di saluran pernafasan. Intervensi dan rasional : Kaji keadaan jalan nafas Rasional : obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus, perdarahan, bronchospasme,dan atau posisi dari endotrakhea / tracheostomy tube yang berubah. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara nafas pada kedua paru (bilateral).Rasional : pergerakan dada yang simetris dengan suara nafas yang keluar dari paruparu menandakan jalan nafas tidak terganggu. Saluran nafas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada pnemoni/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara nafas seperti ronkhi atau wheezing. Monitor letak/posisi endotrakhea tube.beri tanda batas bibir .letakkan tube secara hati hati dengan memakai perekat khusus. Mohon bantuan perawat lain ketika memasang dan mengatur posisi tube.Rasional : endotrakhea tube dapat saja masuk ke dalam bronkus kanan, menyebabkan obstruksi jalan nafas ke paruparu kanan dan mengakibatkan klien mengalami pnemothoraks. Catat adanya batuk, bertambahnya sesak nafas, suara alarm ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui endotrakhea/ tracheostomy tube, bertambahnya bunyi ronkhi.Rasional : selama intubasi klien mengalami reflek batuk yang tidak efektif, atau klen mengalami kelemahan otot otot pernafasan(neuromuskular / neurosensorik), keterlambatan untuk batuk. Semua klien tergantung dari alternatif yang dilakukan seperti menghisap lendir dari jalan nafas. Anjurkan klien mengenai tehnik batuk selama penghisapan lendir seperti waktu bernafas panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.Rasional : batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari saluran nafas. Kolaborasi dengan tim kesehatan (dokter, fisioterapi, radiologi) dengan memberikan ekspektoran, pemberian antibiotik, fisioterapi dada, dan konsul foto thoraks.Rasional : ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

d. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang / hilang. Kriteria hasil : secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkat atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah. Intervensi dan rasional : Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan invasif.Rasional : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri Ajarkan relaksasi : tehnik tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.Rasional : akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen oleh jaringan akan terpenuhi dan akan mengurangi nyerinya. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut .Rasional : mengalihkan perhatian nyerinya ke halhal yang menyenangkan. Berikan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman misalnya ketika tidur, belakangnya diisi bantal kecil.Rasional : istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan . Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungka berapa lama nyeri akan berlangsung . Rasional : pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian analgesik.Rasional : analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

e. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan terpasangnya endotracheal/ tracheostomy tube dan paralisis/ kelemahan neuromuskular. Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terjadi perilaku dalam menerapkan komunikasi efektif. Kriteria hasil : membuat tehnik atau metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan. Intervensi dan rasional : Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi .Rasional : berbagai macam alasan untuk menunjang selama pemasangan ventilator sangat bervariasi seperti klien dapat memberikan isyarat dan menggunakan tulisan (misalnya klien COPD dengan kemampuan yang kurang) atau kelemahan, comatosa,atau paralisis. Komunikasi dengan klien ini bersifat individual. Menentukan caracara komunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil / bolpoin, gambar, atau papan tulis, bahasa isyarat, penjelas arti dari komunikasi yang di sampaikan.Rasional : mempertahankan kontak mata akan membuat klien merasainterest selama komunikasi. Jika klien dapat menggerakan kepala, mengedipkan mata, atau senang dengan isyaratisyarat sederhana, lebih baik dengan dengan menggunakan pertanyaan ya / tidak . Pertimbangkan bentuk komunikasi bila terpasang kateter intravena.Rasional : kateter intravena yang terpasang di tangan akan mengurangi kebebasan menulis / memberi isyarat. Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan klien, memberikan informasi tentang keluarganya, dan keadaan yang sedang terjadi.Rasional : keluarga dapat merasakan akrab dengan klien berada dekat klien selama berbicara, dengan pengalaman ini dapat membantu/mempertahankan kontak nyata seperti merasakan kehadiran anggota keluarga yang dapat mengurangi perasaan kaku/ janggal. Kolaborasi, evaluasi kebutuhan komunikasi (berbicara) selama memakai tracheostomy tube.Rasional : klien dengan pengetahuan dan keterampilan yang adekuat memiliki kemampuan untuk menggerakan tracheostomy tube bila berbicara. Buatlah catatan di kantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara.Rasional : mengingatkan staf perawat untuk berespons dengan klien selama memberikan perawatan.