Lp+Lk Cedera Kepala=

65
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA/TRAUMA KEPALA Disusun Untuk Memenuhi Tugas SGD S1 Keperawatan OLEH: DIAN KUSUMA STIKES ICME JOMBANG TAHUN 2010

Transcript of Lp+Lk Cedera Kepala=

Page 1: Lp+Lk Cedera Kepala=

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

CEDERA/TRAUMA KEPALA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas SGD S1 Keperawatan

OLEH:

DIAN KUSUMA

STIKES ICME JOMBANG

TAHUN 2010

Page 2: Lp+Lk Cedera Kepala=

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan taufik dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul

“ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA”

Dan tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Drs, M. Zainul Arifin, M. M. Kes selaku kepala yayasan ICME

2. Ibu Umi Sukowati selaku dosen pengajar

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh

dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

penulis sendiri khususnya dan semua pihak yang membutuhkan pada umumnya.

Jombang, 12 Agustus 2011

Penulis

Page 3: Lp+Lk Cedera Kepala=

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika

Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000

kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit

dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat

cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002).

Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera

kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang

memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di

bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari

setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi

terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).

Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik

maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala

memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi.

Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdaraham. Cedera kepala

berperan pada hamper separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma.

Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan

dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan mordibitas dan

mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat

menyebabkan keadaan penderia semakin memburuk dan berkurangnya

pemilihan fungsi (Fauzi, 2002).

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Agar penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

cidera kepala, secara benar, tepat dan sesuai dengan standart keperawatan

secara professional.

Page 4: Lp+Lk Cedera Kepala=

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui prinsip implementasi asuhan keperawatan pada pasien

dengan cidera kepala.

b. Dapat mengevaluasi hasil akhir asuhan keperawatan pada pasien cedera

kepala .

Page 5: Lp+Lk Cedera Kepala=

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa

diikuti terputusnya kontinuitas otak.

Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk

atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan

(accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh

perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan,

serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai

akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma

yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany,

1996).

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi

yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat

sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama

dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh

karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua

mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka

reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan

traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.

Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala

Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya

elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.

Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.

Berat/ringannya cedera tergantung pada :

1. Lokasi yang terpengaruh :

Page 6: Lp+Lk Cedera Kepala=

Cedera kulit.

Cedera jaringan tulang.

Cedera jaringan otak.

2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.

Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)

TIK dipertahankan oleh 3 komponen :

1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).

2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).

3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS):

1. Cedera Kepala Ringan

GCS 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30

menit.

Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.

2. Cedera kepala Sedang

GCS 9 – 12

Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang

dari 24 jam.

Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Cedera Kepala Berat

GCS 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

B. ETIOLOGI

1. Kecelakaan

2. Jatuh

3. Trauma akibat persalinan

Page 7: Lp+Lk Cedera Kepala=

C. PATOFISIOLOGI

Cidera Kepala TIK - Oedem

- Hematom

Respon Biologi Hypoxemia

Kelainan Metabolisme

Cidera Otak Primer Cidera Otak Sekunder

Kontusio

Laserasi Kerusakan Sel Otak

Gangguan Autoregulasi Rangsangan Simpatis Stress

Aliran Darah Keotak Tahanan Vaskuler Katekolamin

Sistemik & TD Sekresi Asam Lambung

O2 Ggan Metabolisme Tek. Pemb.Darah Mual, Muntah

Pulmonal

Asam Laktat Tek. Hidrostatik Asupan Nutrisi Kurang

Oedem Otak Kebocoran Cairan Kapiler

Ggan Perfusi Jaringan Oedema Paru Cardiac Out Put

Cerebral

Difusi O2 Terhambat Ggan Perfusi Jaringan

Gangguan Pola Napas Hipoksemia,

Hiperkapnea

Page 8: Lp+Lk Cedera Kepala=

Hubungan Cedera Kepala Terhadap Munculnya Masalah Keperawatan

Cedera Kepala Primer-Komotio, Kontutio,

Laserasi Cerebral

Cedera Kepala Sekunder-Hipotensi, Infeksi General,

Syok, Hipertermi, Hipotermi, Hipoglikemi

Gangguan vaskuler serebral dan produksi prostaglanding dan peningkatan TIK

Nyeri Intracerebral Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung

Kerusakan / Penekanan Sel Otak

Local / DifusKomotio CerebriKontutio CerebriLateratio Cerebri

Penurunan ADO2, VO2, CO2,

Peningkatan Katekolamin, Peningkatan Asam Laktat

Gangguan kesadaran / Penurunan GCS

Edema Cerebri

Gangguan Seluruh Kebutuhan Dasar

(Oksigenasi, Makan, Minum, Kebersihan Diri, Rasa Aman,

Gerak, Aktivitas Dll

Gangguan Sel Glia / Gangguan Polarisasi

Kejang

Resiko Trauma

Page 9: Lp+Lk Cedera Kepala=

D. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi )

yang menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

a. Gegar kepala ringan

b. Memar otak

c. Laserasi

2. Cedera kepala sekunder

a. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

b. Hipotensi sistemik

c. Hipoksia

d. Hiperkapnea

e. Udema otak

f. Komplikasi pernapasan

g. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Respon biologik

E. Gejala :

1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.

2. Muntah proyektil.

3. Papil edema.

4. Kesadaran makin menurun.

5. Perubahan tipe kesadaran.

6. Tekanan darah menurun, bradikardia.

7. An isokor.

8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

F. Tipe / macam Trauma kepala antara lain :

1. Trauma kepala terbuka.

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam

jaringan otak dan melukai :

Page 10: Lp+Lk Cedera Kepala=

Merobek duramater -----LCS merembes.

Saraf otak

Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :

Battle sign.

Hemotympanum.

Periorbital echymosis.

Rhinorrhoe.

Orthorrhoe.

Brill hematom.

2. Trauma kepala tertutup

a) Komosio

Cidera kepala ringan

Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.

Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.

Tanpa kerusakan otak permanen.

Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.

Disorientasi sementara.

Tidak ada gejala sisa.

MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.

Tidak ada terapi khusus.

Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap,

duduk --- berdiri -- pulang.

Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet

cukup.

b) Kontosio.

Ada memar otak.

Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.

Gejala :

- Gangguan kesadaran lebih lama.

- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh,

konvulsi.

Page 11: Lp+Lk Cedera Kepala=

- Gejala TIK meningkat.

- Amnesia retrograd lebih nyata.

c) Hematom epidural.

Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.

Lokasi tersering temporal dan frontal.

Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.

Katagori talk and die.

Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).

Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid

(beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat ---

koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat,

reflek patologik positip.

d) Hematom subdural.

Perdarahan antara duramater dan arachnoid.

Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.

Akut :

- Gejala 24 - 48 jam.

- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.

- PTIK meningkat.

- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil

lambat.

Sub Akut :

- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala

TIK meningkat --- kesadaran menurun.

Kronis :

- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.

- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.

- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

e) Hematom intrakranial.

Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.

Selalu diikuti oleh kontosio.

Page 12: Lp+Lk Cedera Kepala=

Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi -

deselerasi mendadak.

Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema

lokal.

G. Pengaruh Trauma Kepala :

Sistem pernapasan

Sistem kardiovaskuler.

Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :

Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan

abnormal :

Chyne stokes.

Hiperventilasi.

Apneu.

Sistem Kardivaskuler :

Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek.

Vaskuler.

Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :

- Disritmia.

- Fibrilasi.

- Takikardia.

Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan

kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan

tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :

Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya

sejumlah nitrogen.

Dalam keadaan stress fisiologis.

Page 13: Lp+Lk Cedera Kepala=

Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma

Tubuh perlu energi untuk perbaikan

Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.

Pengaruh Pada G.I Tract. :

3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi

Hipotalamus ------ hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan sekresi asam lambung

Hiperacidi

Trauma

Stress Perdarahan lambung

Katekolamin meningkat.

Page 14: Lp+Lk Cedera Kepala=

H. Mekanisme Cedera Kepala

Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada

kepala manusia maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi

menjadi dua:

(1) Static loading

Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja

lambat, lebih dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang

terjadi tetapi kerusakan yang terjadi sangat berat mulai dari cidera pada

kulit kepala sampai pada kerusakan tulang kepala, jaringan dan pembuluh

darah otak. (Bajamal A.H , 1999).

(2) Dynamic loading

Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50

milidetik). Gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact

injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung (accelerated-

decelerated injury). Mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling

sering terjadi (Bajamal A.H , 1999).

a. Impact Injury

Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan

diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap

sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan, sedangkan jika

mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Tetapi gaya

impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat

dari impact injury akan menimbulkan lesi :

Pada cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum,

Excoriasi, Hematom subcutan, Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang

atap kepala meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete,

Fraktur depresi. Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial,

Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral,

Hematom intrakranial. Kontusio serebri terdiri dari Contra coup

kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse intrakranial, Laserasi serebri yang

meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998).

Page 15: Lp+Lk Cedera Kepala=

b. Lesi akselerasi – deselerasi

Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian

tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya

perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi

dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi

gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu

sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat

tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan

oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan

terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut

akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa Hematom subdural, Hematom

intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu

gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan ataupun

robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri,

Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998).

Cidera Otak Primer

Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala

baik akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera otak

primer ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera primer tidak

mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera

sekunder (Bajamal A.H, Darmadipura : 1993).

1. Cidera pada SCALP

Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah

melindungi jaringan otak dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan

diteruskan melewati jaringan otak. Cidera pada scalp dapat berupa Excoriasi,

Vulnus, Hematom subcutan, Hematom subgaleal, Hematom subperiosteal.

Pada excoriasi dapat dilakukan wound toilet. Sedangkan pada vulnus apertum

harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka

galea harus dijahit (untuk menghindari dead space sedangkan pada subcutan

mengandung banyak pembuluh darah demikian juga rambut banyak

mengandung kuman sehingga adanya hematom dan kuman menyebabkan

Page 16: Lp+Lk Cedera Kepala=

terjadinya infeksi). Penjahitan pada galea memakai benang yang dapat

diabsorbsi dalam jangka waktu lama (tetapi kalau tidak ada dapat dijahit

dengan benang noabsorbsable tetapi dengan simpul terbalik untuk menghindari

terjadinya “druck necrosis”), pada kasus terjadinya excoriasi yang luas dan

kotor hendaknya diberikan anti tetanus untuk mencegah terjadinya tetanus

yang akan berakibat sangat fatal. Pada kasus dengan hematom subcutaan

sampai hematom subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian berikan

anlgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan

punksi steril. Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena pendarahan

begitu banyak dapat terjadi shock hipopolemik (Gennerellita ,1996).

2. Fraktur linier kalvaria

Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja

pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala

“bending” dan terjadi fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga

intrakranial, tetapi tidak ada terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi gaya

yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka kemungkinan

terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari penelitian di RS Dr.

Soetomo Surabaya didaptkan 88% epidural hematom disertai dengan fraktur

linier kalvaria. Jika gambar fraktur tersebut kesegala arah disebut “Steallete

fracture”, jika fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur (Bajamal AH,

1999).

3. Fraktur Depresi

Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur

masuk rongga intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut,

berdasarkan pernah tidaknya fragmen berhubungan dengan udara luar maka

fraktur depresi dibagi 2 yaitu fraktur depresi tertutup dan fraktur depresi

terbuka (Bajamal AH, 1999).

(1) Fraktur Depresi Tertutup

Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan

operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan gangguan neurologis,

misal kejang-kejang hemiparese/plegi, penurunan kesadaran. Tindakan

yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang yang menyebabkan

Page 17: Lp+Lk Cedera Kepala=

penekanan pada jaringan otak, setelah mengembalikan dengan fiksasi pada

tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal tanpa

disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi

(Bajamal A.H ,1999).

(2) Fraktur Depresi Terbuka

Semua fraktur depresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif

debridemant untuk mencegah terjadinya proses infeksi

(meningoencephalitis) yaitu mengangkat fragmen yang masuk, membuang

jaringan devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda asing, evakuasi

hematom, kemudian menjahit durameter secara “water tight”/kedap air

kemudian fragmen tulang dapat dikembalikan ataupun dibuang, fragmen

tulang dikembalikan jika Tidak melebihi “golden periode” (24 jam),

durameter tidak tegang Jika fragmen tulang berupa potongan-potongan

kecil maka pengembalian tulang dapat secara “mozaik” (Bajamal 1999)

.

4. Fraktur Basis Cranii

Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis

cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis

dibandingkan daerah kalvaria, Durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan

daerah kalvaria, Durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang

dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis

mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan Bloody otorrhea,

Bloody rhinorrhea, Liquorrhea, Brill Hematom, Batle’s sign, Lesi nervus

cranialis yang paling sering N I, NVII dan NVIII. Diagnose fraktur basis cranii

secara klinis lebih bermakna dibandingkan dengan diagnose secara radiologis

oleh karena foto basis cranii posisinya “hanging foto”, dimana posisi ini sangat

berbahaya terutama pada cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal

ataupun pada cidera kepala dengan gangguan kesadaran yang dapat

menyebabkan apnea. Adanya gambaran fraktur pada foto basis cranii tidak

akan merubah penatalaksanaan dari fraktur basis cranii, Pemborosan biaya

perawatan karena penambahan biaya foto basis cranii (Umar Kasan , 2000).

Page 18: Lp+Lk Cedera Kepala=

5. Penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :

(1). Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah

batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.

(2). Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu

dilakukan tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody

otorrhea/otoliquorrhea.

(3). Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita

tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat

(Umar Kasan : 2000).

6. Komosio Serebri

Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa

adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala.

Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar

selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah

adanya amnesi retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT

scan tidak didapatkan adanya kelainan (Bajamal AH : 1993).

7. Kontusio Serebri

Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi

otak akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita

pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan

adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti

hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-muntah, pusing sakit kepala,

amnesia retrograde/antegrade, pada pemerikasaan CT Scan didaptkan daerah

hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan

bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami

contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut “Pulp brain” (Bajamal

A.H & Kasan H.U , 1993 ).

Page 19: Lp+Lk Cedera Kepala=

8. Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom)

Epidural Hematom adalah hematom yang terletak antara durameter dan

tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica

media (paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria),

Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan adanya

penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara

tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa

Hemiparese/plegi, Pupil anisokor,Reflek patologis satu sisi. Adanya lateralisasi

dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor/dilatasi

dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan

hemiparese/plegi lataknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala

adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat

terjadi pada pendarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat

dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin

baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk

melakukan kompensasi). Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan

gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonvek diantara 2 sutura. Terjadinya

penurunan kesadaran, Adanya lateralisasi, Nyeri kepala yang hebat dan

menetap tidak hilang dengan pemberian anlgesia. Pada CT Scan jika

perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 CM atau dengan

pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang

dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan

sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan

adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan jika saat operasi

didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea. Pada

penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan

diagnose radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu

“Burr hole explorations” yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH

biasanya dilakukan pada titik- titik tertentu yaitu Pada tempat jejas/hematom,

pada garis fratur, pada daerah temporal, pada daerah frontal (2 CM didepan

sutura coronaria), pada daerah parietal, pada daerah occipital. Prognose dari

Page 20: Lp+Lk Cedera Kepala=

EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih

dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun (Bajamal A.H , 1999).

9. Subdural hematom (SDH)

Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak

dibawah lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari

Bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis.

Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3

meliputiSubdural hematom akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian,

Subdural hematom subakut terjadi antara 3 hari – 3 minggu, Subdural

hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu. Secara klinis

subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya

lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Sedangkan pada

pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang

berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi menurut EBIC

(Europebraininjuy commition) pada perdarahan subdural adalah Jika

perdarahan tebalnya lebih dari 1 CM, Jika terdapat pergeseran garis tengah

lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom,

menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang

tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea. Prognose dari

penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya penderita

datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta di jaringan otak serta usia

penderita, pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %,

makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua pasien makin jelek

prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.

Subdural hematom adalah terkumpulnya darah antara duramater dan

jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya

pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara

duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat terjadi dalam 48

jam – 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan.

Gejala – gejalanya :

1). Nyeri kepala

Page 21: Lp+Lk Cedera Kepala=

2). Bingung

3). Mengantuk

4). Menarik diri

5). Berfikir lambat

6). Kejang

7). Udem pupil.

10. Intracerebral hematom (ICH)

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan

otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.

Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-

kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya

daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih

dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom

tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang

dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang

kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan

faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Bajamal A.H ,

1999).

Cidera Otak Sekunder

Cidera otak sekunder yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak

mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses

metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak maka

cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder yang meliputi Edema serebri,

Infrark serebri, Peningkatan tekanan intra kranial (Bajamal A.H , 1999).

1. Edema serebri

Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel – sel otak, pada kasus

cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema serebri vasogenik,

Edema serebri sitoststik (Sumarmo Markam et.al ,1999).

Page 22: Lp+Lk Cedera Kepala=

a. Edema serebri vasogenik

Edema serebri vasoganik terjadi jika terdapat robekan dari “ blood

brain barrier” (sawar darah otak ) sehingga solut intravaskuler (plasma

darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan

osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan

intra seluler. Akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraseluler,

yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra

seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra

seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan (“shringkage”)

(Sumarmo Markam et.al ,1999).

b. Edema serebri sitostatik

Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam

jaringan otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari

jaringan otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan

di ubah menjadi 38 ATP dan H2O). Sedangkan dalam keadaan anaerob

maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karena

kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk

menjalankan proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan

anion antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut

memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya dipompa

keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya natrium.

Maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra

seluler (Sumarmo Markam et.al :1999). Gambaran CT Scan dari edema

serebri Ventrikel menyempit, Cysterna basalis menghilang, Sulcus

menyempit sedangkan girus melebar.

2. Tekanan Intra Kranial

Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat berkembang

yang terisi 3 komponen yaitu Jaringan otak seberat 1200 gram, Cairan liquor

serebrospinalis seberat 150 gram, Darah dan pembuluh darah seberat 150 gram.

Menurut doktrin Monroe – kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga kepala

adalah konstan jika terdapat penambahan massa (misal hematom, edema,

Page 23: Lp+Lk Cedera Kepala=

tumor, abses) maka sebagian dari komponen tersebut mengalami

kompensasi/bergeser, yang mula – mula ataupun canalis centralis yang ada di

medullaspinalis yang tampak pada klinis penderita mengalami kaku kuduk

serta pinggang terasa sakit dan berat. Jika kompensasi dari cairan

serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus

berlangsung maka terjadi kompensasi kedua yaitu kompensasi dari pembuluh

darah dan isinya yang bertujuan untuk mengurangi isi rongga intrakranial

dengan cara ialahVaso konstriksi yang berakibat tekanan darah meningkat,

Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari

peningkatan tekanan intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan ganguan

pola napas disebut “trias cushing”. Jika kompensasi kedua komponen isi

rongga intrakranial sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih

terus berlangsung maka jaringan otak akan melakukan kompensasi yaitu

berpindah ketempat yang kosong (“locus minoris”) perpindahan jaringan otak

tersebut disebut herniasi cerebri. Tanda - tanda klinis herniasi cerebri

tergantung dari macamnya, pada umumnya klinis dari peningkatan tekanan

intrakranial adalah Nyeri kepala, Mual, Muntah, Pupil bendung (Sumarmo

Markam et.al ,1999).

I. Penanganan pertama kasus cidera kepala

Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti

standart yang telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support)

yang meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan

stimultan pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing, Circulasi, Disability

(ATLS ,1997). Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan

cara kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda

asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi,

Hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cidera kepala yang tidak sadar

harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti tidak disertai

cedera cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan

saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk

dilakukan intubasi dan support pernafasan. Setelah jalan nafas bebas sedapat

Page 24: Lp+Lk Cedera Kepala=

mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensinya normal antara 16 – 18

X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas

buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan

PCO 2 antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi

vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang

dari 20 mm Hg akan menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat terjadinya

iskemia, Periksa tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen

masker 8 liter /menit. Pada pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut

nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi <

90 mm Hg nadi >100x per menit dengan infus cairan RL, cari sumber

perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa

hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala

meningkatkan angka kematian 2x. Pada pemeriksaan disability/kelainan

kesadaran pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale, Periksa

kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung

maupun tidak langsung, Periksa adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya

reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar baik tentukan adanya

gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia. Setelah fungsi vital

stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan

sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto

pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan

dan seksama) (ATLS , 1997).

J. Glasgow Coma Scale (GCS)

Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran

secara kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas

seperti apatis, somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang

tidak seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka

dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3 macam

indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, Reaksi verbal, Reaksi

motorik.

Page 25: Lp+Lk Cedera Kepala=

1). Reaksi membuka mata

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

2). Reaksi Verbal

Reaksi Verbal Nilai

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

3). Reaksi Motorik

Reaksi Motorik Nilai

Mengikuti perintah 6

Melokalisir rangsangan nyeri 5

Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4

Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3

Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2

Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi

yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat

sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama

dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh

karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua

mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya

Page 26: Lp+Lk Cedera Kepala=

maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita

dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi

nilai “T”.

K. Indikasi foto polos kepala

Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk

pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin

dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus

(tembak/tajam), Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan

palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan

kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi

jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi

syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos

posisi AP/lateral dan oblique.

L. Indikasi CT Scan

Indikasi CT Scan adalah :

(1) Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang

setelah pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah.

(2) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi

intrakranial dibandingkan dengan kejang general.

(3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah

disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi

shock, febris, dll).

(4) Adanya lateralisasi.

(5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur

depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

(6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.

(7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.

(8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).

Page 27: Lp+Lk Cedera Kepala=

M. Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)

Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS) meliputi :

(1) Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15).

(2) Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri).

(3) Adanya gangguan fokal neorologis (Hemiparese/plegi, kejang - kejang,

pupil anisokor).

(4) Nyeri kepala, muntah - mual yang menetap yang telah dilakukan

observasi di UGD dan telah diberikan obat analgesia dan anti muntah

selama 2 jam tidak ada perbaikan.

(5) Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemerisaan foto kepala.

(6) Klinis adanya tanda – tanda patah tulang dasar tengkorak.

(7) Luka tusuk atau luka tembak

(8) Adanya benda asing (corpus alienum).

(9) Penderita disertai mabuk.

(10) Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus,

gangguan faal pembekuan.

Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat

dirumah sakit tidak ada yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat

tinggal jauh dengan rumah sakit oleh karena jika terjadi masalah akan

menyulitkan penderita. Pada saat penderita di pulangkan harus di beri advice

(lembaran penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini harus segera ke rumah

sakit misalnya : mual – muntah, sakit kepala yang menetap, terjadi penurunan

kesadaran, Penderita mengalami kejang – kejang, Gelisah. Pengawasan

dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih 2 x 24 jam

dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999).

A. Perawatan dirumah sakit

Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 – 15 meliputi :

1). Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena

dextrose cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat

menimbulkan edema serebri) Di RS Dr Soetomo surabaya digunakan

D5% ½ salin kira – kira 1500 – 2000 cc/24 jam untuk orang dewasa.

Page 28: Lp+Lk Cedera Kepala=

2). Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak muntah

dicoba minum sedikit – sedikit (pada penderita yang tetap sadar).

3). Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan

bantal selama 6 jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian

duduk penuh dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita

dengan GCS 15).

4). Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti :

Citicholine, dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari.

5). Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini

dari cidera kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan

berangsur – angsur berkurang sampai 48 jam pertama.

B. Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13

Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13

1). Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head

up 15° – 30°) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga

tekanan intra kranial turun.

2). Beri masker oksigen 6 – 8 liter/menit.

3). Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika

tidak ada perbaikan dapat diberikan vasopressor.

4). Pasang infus D5% ½ saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30

CC/KgBB/24jam.

5). Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan

perawatan yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang

ukuran kecil (12 Fr) untuk memberikan makanan yang dimulai pada

hari I dihubungkan dengan 500 cc Dextrose 5%. Gunanya pemberian

sedini mungkin adalah untuk menghindari atrophi villi usus,

menetralisasikan asam lambung yang biasanya pH nya sangat tinggi

(stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak

terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui pipa

lambung ini akan ditingkatkan secara perlahan – lahan sampai

didapatkan volume 2000 cc/24 jam dengan kalori 2000 Kkal.

Page 29: Lp+Lk Cedera Kepala=

Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral lebih cepat pada

penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi kuman di

dinding usus halus dan usus besar, Mencegah normal flora usus

masuk kedalam system portal.

6). Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari

terjadinya statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan

miring kekiri dan kanan setiap 2 jam.

7). Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak

boleh langsung diberikan obat penenang seperti diazepam karena

dapat menyebabkan masking efek terhadap kesadarannya dan

terjadinya depresi pernapasan. Pada penderita gelisah dapat terjadi

karena nyeri oleh karena fraktur, Kandung seni yang penuh, Tempat

tidur yang kotor, Penderita mulai sadar, Penurunan kesadaran, Shock,

Febris.

N. Transpor Oksigen

Sebagaimana yang diuraikan oleh beberapa peneliti (MacLean, 1971,

Peitzman, 1987, Abrams, 1993 mekanisme ini terdiri dari tiga unsur besar

yakni:

1. Sistim pernafasan yang membawa O2 udara alveoli, kemudian difusi

masuk kedalam darah.

Setelah difusi menembus membran alveolokapiler, oksigen

berkaitan dengan hemoglobin dan sebagian kecil larut dalam plasma.

Gangguan oksigenansi menyebabkan berkurangnya oksigen didalam darah

(hipoksemia) yang selanjutnya akan menyebabkan berkurangnya oksigen

jaringan (hipoksia). Atas penyebabnya, dibedakan 4 jenis hipoksia sesuai

dengan proses penyebabnya :

1). Hipoksia – hipoksik :gangguan ventilasi-difusi

2). Hipoksia – stagnan : gangguan perfusi/sirkulasi

3). Hipoksia – anemik : anemia

4). Hipoksia – histotoksik :gangguan pengguanaan oksigen dalam sel

(racun HCN, sepsis).

Page 30: Lp+Lk Cedera Kepala=

Pada pendarahan dan syok terjadi gabungan hipoksia stagnan dan anemik.

Kandungan oksigen dalam darah arterial (Ca O2) menurut rumus Nunn-

Freeman (MacLean, 1971, Lentner, 1984, Buran, 1987) adalah :

Ca O2 = (Hb x Saturasi O2 x 1,34) + (p O2 x 0,003)

Hb = kadar hemoglobin darah (g/dl) saturasi O2 = saturasi oksigen dalam

hemoglobin (%)

1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36 atau

1,39

pO2 = tekanan parsiel oksigen dalam plasma, mmHg

0,003 = koefisien kelarutan oksigen dalam plasma.

2. Sistim sirkulasi yang membawa darah berisi O2 ke jaringan

Perubahan-perubahan hemodinamik sebagai kompensasi yaitu:

nadi meningkat (takikardia), kekuatan kontraksi miokard meningkat,

vasokonstriksi di daerah arterial reaksi takikardia terjadi segera. Tujuh

puluh lima persen volume sirkulasi berada di daerah vena. Vasokonstriksi

memeras darah dari cadangan vena kembali ke sirkulasi efektif.

Vasokonstriksi arterial membagi secara selektif aliran untuk organ

prioritas (otak dan jantung) dengan mengurangi aliran ke kulit, ginjal, hati,

usus. Vasokonstriksi yang berupaya mempertahankan tekanan perfusi

(perfusion pressure) untuk otak dan jantung, menyebabkan jantung bekerja

lebih berat mengatasi SVR, pada saat yang sama oksigenasi koroner

sedang menurun. Vasokonstriksi yang berlebihan di daerah usus dapat

menyebabkan cedera iskemik (iscemic injury), translokasi kuman

menembus usus dan masuknya endotoksin ke sirkulasi sistemik (Kreimeier

1990 dan 1992; Hartmann, 1991). Takikardia dan vasokonstriksi sudah

berjalan dengan cepat melalui respons baroreseptor dan katekolamin.

Takikardia yang berlebihan justru merugikan, karena menyebabkan EDV

menurun sehingga CO juga turun. Cardiac output atau curah jantung

adalah volume aliran darah yang membawa oksigen ke jaringan.

Hubungan antara curah jantung (CO), frekwensi denyut jantung (f) dan

Stroke Volume (SV) adalah sebagai berikut:

Page 31: Lp+Lk Cedera Kepala=

CO = f x SV

SV : dipengaruhi oleh EDV--- C --- SVR

EDV : volume ventrikel pada akhir diastole

C : contractility (kekuatan kontraksi otot jantung)

SVR : Systemic Vascular Resistance

VR : Venous Return (jumlah darah yang masuk atrium), dalam

keadaan normal VR = CO

Available O2 = CO x Ca O2

Available O2 : oksigen tersedia (untuk jaringan)

Ca O2 : kandungan oksigen darah arterial.

3. Sistim O2-Hb dalam eritrosit dan transpor ke sel jaringan

Eritrosit mendapat oksigen dari difusi yang terjadi di kapiler paru.

Dinamika oksigen dalam eritrosit ditunjukkan oleh kurva disosiasi

oksigen-hemoglobin (Lentner, 19984; Odorico, 1993). Untuk memenuhi

kebutuhan oksigen pada organ vital (otak, jantung) diisyaratkan bhwa

kadar Hb harus > 9 sampai 10 gr %. Bila kadar Hb kurang dari 9 gr %

masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen dengan peningkatan curah

jantung dan pelepasan lebih banyak oksigen ke jaringan (Odorico, 1993;

Rotondo, 1993).

O. PROGNOSIS

Hal-hal yang dapat membantu menentukan prognosis :

Usia dan lamanya koma pasca traumatik, makin muda usia, makin

berkurang pengaruh lamanya koma terhadap restitusimental.

Tekanan darah pasca trauma. Hipertensi pasca trauma memperjelek

prognosis.

Pupil lebar dengan fefleks cahaya negatif, prognosis jelek.

Reaksi motorik abnormal (dekortikasi/deserebrasi) biasanya tanda

penyembuhan akan tidak sempurna.

Hipertermi, hiperventilasi, Cheyne-Stokes, deserebrasi:

menjurus ke arah hidup vegetatif.

Page 32: Lp+Lk Cedera Kepala=

Apnea, pupil tak ada reaksi cahaya, gerakan refleks mata negatif, tak ada

gerakan apapun merupakan tanda-tanda brain death.

Ini perlu dilengkapi dengan EEG yang isoelektrik.

P. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem

persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi,

jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu

didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis

kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah,

pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea /

takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala,

paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung

dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang

berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik

lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang

mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga

sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat

mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik

Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya

GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski

yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.

Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai

batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus

I, II, III, V, VII, IX, XII.

4. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :

Page 33: Lp+Lk Cedera Kepala=

Obat-obatan :

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,

dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.

Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi

vasodilatasi.

Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 %

atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau

untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.

Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak

dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin,

aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari

kemudian diberikan makanan lunak.

Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita

mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium

dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak

cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan

dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah

makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).

Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.

Pembedahan.

5. Pemeriksaan Penujang

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,

perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.

Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan

pada 24 - 72 jam setelah injuri.

MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras

radioaktif.

Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral,

seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan

dan trauma.

Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

Page 34: Lp+Lk Cedera Kepala=

X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai

akibat peningkatan tekanan intrkranial

Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga

menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan

Konservatif:

Bedrest total

Pemberian obat-obatan

Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:

1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak

2. Mencegah komplikasi

3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal

4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga

5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana

pengobatan, dan rehabilitasi.

Tujuan:

1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap

2. Komplikasi tidak terjadi

3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain

4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan

5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh

keluarga sebagai sumber informasi.

Page 35: Lp+Lk Cedera Kepala=

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas

di otak.

2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan

sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos -

coma)

5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,

tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

INTERVENSI

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat

napas di otak.

Tujuan :

Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi :

Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-

tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :

Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari

pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat

meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.

Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam

pemberian tidal volume.

Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x

lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi

terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.

Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat

mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan

meningkatkan resiko infeksi.

Page 36: Lp+Lk Cedera Kepala=

Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat

menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan

penyebaran udara yang tidak adekuat.

Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan

ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan

penumpukan sputum.

Tujuan :

Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

Kriteria Evaluasi :

Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi

alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :

1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat

disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau

masalah terhadap tube.

2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan

yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang

tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.

3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum

banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi

untuk mencegah hipoksia.

4. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk

semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan

sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan :

Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Page 37: Lp+Lk Cedera Kepala=

Rencana tindakan :

1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.

Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus

eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.

Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk

menentukan refleks batang otak.

Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal

peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

2) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat

kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya

pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan

metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-

tanda keadaan syok akibat perdarahan.

3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena

jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan

tekanan intrakranial.

4) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan

pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.

Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

5) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan

tekanan intrakrania.

6) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

Dapat menurunkan hipoksia otak.

7) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar

(kolaborasi).

Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti

osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat

menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan

Page 38: Lp+Lk Cedera Kepala=

inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk

menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif

dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan

panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran

(soporos - coma )

Tujuan :

Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :

Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi

sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :

1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama

yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata

dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan

yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman,

mencegah infeksi dan keindahan.

3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus

dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai

dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga

lingkungan yang aman dan bersih.

Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien -

keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang

ada di ruangan.

5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Page 39: Lp+Lk Cedera Kepala=

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan :

Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteria evaluasi :

a. Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan

b. Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien

c. Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan

meningkat.

Rencana tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya.

Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.

Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.

2. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan

pada pasien.

Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.

3. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.

Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.

4. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan

keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,

tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

Tujuan :

Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :

1. Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk

menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

2. Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

3. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah

yang menonjol.

4. Ganti posisi pasien setiap 2 jam

Page 40: Lp+Lk Cedera Kepala=

5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan

memudahkan terjadinya kerusakan kulit.

6. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

7. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

8. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8

jam.

9. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam

dengan menggunakan H2O2.

Page 41: Lp+Lk Cedera Kepala=

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar

Penanganan Cidera Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.

Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Bajamal AH, (1999), Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma Pendidikan

Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf Surabaya.

Becker DP, Gardner S, (1985), Intensive Management of Head Injury. In :

Wilkins RH, Rengachary SS, eds. Neurosurgery New York : Mc.

Grow Hill Company, 1953.

Bambang Wahyu Prajitno, (1990), Terapi Oksigen, Lab Anestesiologi F.K Unair

Surabaya.

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2

nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Gennerelli TA and Meany DF ( 1996 ), Mechanism of Primary Head Injury,

Wilkins RH and Renfgachery SS ( eds ) Neurosurgery, New York

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Sumarmo Makam et.,al (1999), Cidera Kepala, Balai Penerbit FK UI Jakarta.

Umar kasan (1998), Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala

Pidato Pengukuhan Guru Besar Airlangga Univ. Press.

Umar Kasan (2000), Penanganan Cidera Kepala Simposium IKABI Tretes

Zainuddin M, (1988), Metodologi Penelitian. Program Pasca Sarjana Universitas

Airlangga Surabaya.

Page 42: Lp+Lk Cedera Kepala=

BAB III

PENUTUP

Dibicarakan mengenai cedera otak dan dasar-dasar pengelolaannya,

sehubungan dengan makin meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas dimana

banyak diantaranya mengalami cedera otak.

Akibat benturan kepala, terjadi cedera pada otak dan jaringan sekitarnya

yang disebut dengan lesi primer. Bila korban dapat tetap bertahan, terjadi proses

lebih lanjut yang dipengaruhi oleh faktor-faktor intrakranial maupun sistemik.

Proses iniakan menghasilkan kerusakan-kerusakan yang disebut lesi sekunder.

Mekanisme terjadinya cedera akibat benturan kepala dan patofisiologik

proses selanjutnya telah dibicarakan; juga kerusakan-kerusakan pada jaringan

sekitar otak.

Pengelolaan meliputi pemeriksaan, observasi dan pengobatan penderita baik

secara konservatif maupun yang memerlukan tindakan operasi darurat. Dengan

pengelolaan yang cepat, terutama pada saat proses terjadinya lesi-lesi sekunder,

diharapkan dapat diperoleh hasil yang sebaik-baiknya bagi penderita.