Lp Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ckd Causa Hipertensi

download Lp Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ckd Causa Hipertensi

of 23

Transcript of Lp Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ckd Causa Hipertensi

LAPORAN PENDAHULUANCHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD) DENGAN HIPERTENSIDI RUANG HEMODIALISA RSSA MALANG

OLEH:

M. KURNIAWAN JAUHARI08.01.1101PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS IX BSEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM

MALANG2014CHRONIK KIDNEY DESEASE (CKD) DENGAN HIPERTENSI1. PengertianChronic Kidney Deseases (CKD) adalah penurunan faal/fungsi ginjal yang menahun yang umumnya irreversible dan cukup lanjut (Suparman, 1990).

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. 2. KlasifikasiKlasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :

a. Stadium I

Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG nya yang masih normal yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3

b. Stadium II

Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-89 ml/menit/1,73 m3c. Stadium III

Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m3

d. Stadium IV

Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m3e. Stadium V

Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin (ml/menit) = (140-umur)x berat badan(kg)

72 x creatinin serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

3. Kriteria CKD

a. Kerusakan ginjal > 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG, dengan manifestasi :

1) Kelainan patologis

2) Terdapat tanda kelainan ginjal (komposisi darah atau urin atau kelainan dalam tes pencitraan)

b. LFG < 60 ml/mnt/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

4. EtiologiSalah satu penyebab dari penyakit cronic kidney desease adalah tekanan darah tinggi/hipertensi. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg (Smith Tom, 1995).

5. Tanda Dan Gejalaa. Hematologik Anemia, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan leukosit.b. Gastrointestinal Anoreksia, nausea, vomiting, gastritis erosivec. Syaraf dan otot

Miopati, ensefalopati metabolic, kelemahan otot.d. Kulit Berwarna pucat, gatal-gatal dengan ekssoriasi, echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal.e. Kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.f. Endokrin Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolism lemak, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.6. Hubungan hipertensi Dengan kejadian Cronic Kidney Deseases (CKD) Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal. Hipertensi dalamjangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik kedua terbesar setelah diabetes militus. Adanya peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan nantinya akan merusak pembuluh darah pada daerah di sebagian besar tubuh. Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan nefron yang memiliki fungsi untuk menyaring adanya produksi darah. Ketika pembuluh darah pada ginjal rusak dapat menyebabkan aliran darah akan menghentikan pembuangan limbah serta cairan ekstra dari tubuh. Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. CKD dapat menyebabkan retensi garam dan volume overload berikutnya. Hal ini mungkin atau tidak disertai dengan pembengkakan (edema) bersama dengan peningkatan tekanan darah. Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatik, menyebabkan sesuatu seperti gelombang adrenalin.Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting dalam hubungan antara CKD dan hipertensi, terutama melalui sistem renin-angiotensin. Hormon ini bisa dilepaskan sebagai respons terhadap kerusakan kronis dan jaringan parut pada ginjal, dan dapat memberikan kontribusi untuk hipertensi pasien dengan merangsang baik retensi garam, serta penyempitan pembuluh darah. Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah dan telah meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah hormon paratiroid (PTH). PTH ini menimbulkan kalsium dalam darah, yang juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi. Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan hipertensi arteri stenosis ginjal (penyempitan pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran darah dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika suplai darah ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran darah ke ginjal berfungsi tunggal, seperti setelah penghapusan ginjal akibat kanker, terganggu, pasien akan mengembangkan CKD. Penurunan aliran darah memicu sistem renin angiotensin, menyebabkan hipertensiHipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik.Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara < 10% bergantung pada renin.Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupunpenyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam :

1. Penyakit glumerolus akut

Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus koligentes. Peningkatan ini dimungkankan abibat adanya retensi relatifterhadap Hormon Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na K ATPase di duktus koligentes.2. Penyakit vaskuler

Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudian merangsang sistem rennin angiotensin aldosteron.3. Gagal ginjal kronik

Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium, peningkatan system.4. Renin Angiotensinogen Aldosteron

Akibat iskemi relatif karena kerusakan regional, aktifitas saraf simpatik yang meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidit sekunder, dan pemberian eritropoetin.5. Penyakit glumerolus kronikSistem

Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu system hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalm naiknya tekanan darah, pangaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.Dengan terjadinya kegagalan ginjal berpengaruh terhadap nefron-nefron. Sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh akan mengalami hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat dan disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi sehingga berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak maka oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian, nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu (Barbara C Long, 1996).Dengan menurunnya fungsi renal, maka produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001).7. Komplikasia. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.

b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

d. Anemiaakibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

f. Asidosis metabolic,Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia.8. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresib. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.

b. Gangguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal

Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.

g.Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h.System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.9. Pemeriksaan Penunjanga. Radiologi (foto polos abdomen): besar ginjal; apakah ada batu ginjal atau obstruksi.

b. Pielografi intravena (PIV) : menilai sitem pelviokalises

c. Ultrasonografi (USG): menilai besar, bentuk ginjal, kandung kemih, serta prostat.

d. Renogram: menilai fungsi ginjal kiri dan kanan.

e. Pemeriksaan radiologi jantung: mencari apakah ada kardiomegali, efusi pericardial.

f. Pemeriksaan radiologi tulang : mencari oesteodistrofi, metastasik

g. Pemeriksaan radiologi paru : mencari uremik lung

h. Pemeriksaan pielografi retergrad : bila dicurigai obstruksi yang reversiblei. Elektrokardiograf : untuk melihat hipertrofi ventrikel kirij. Biopsy ginjalk. Pemeriksaan lab, LED, anemia, ureum dan kreatinin meningkat, hemoglobin, hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, peningkatan gula darah, asidosis metabolok, HCo2 menurun, BE menurun, dan PaCo2 menurun.

10. Penatalaksanaan Medis & Keperawatan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dariKHdan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.Hipertensiditangani dengan medikasi anti hipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.Anemiapada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang.Pasien dilindungi dari kejang.

Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :a. Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairanb. Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local & sistemik, anti hipertensic. Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi1) Penatalaksanaan MedisDilakukan tindakan CAPD dengan insersi catheter dengan peritoneuscope yaitu;a) Persiapan: dipuasakan 4 jam, H-1 operasi pasien harus defekasi dan bila obstipasi diberi dulcolax, pagi hari sebelum operasi dipasang iv, pasien di cukur rambutnya di kulit abdomen, dan sebelum berangkat ke ruangan tindakan pasien harus mengosongkan kandung kemih atau dipasang folley catheter.b) Prosedur operasiPosisi trendelenberg Buat marker di abdomen, desinfeksi dinding abdomen, anetesi daerah insisi dengan lidocaine 1%, kemudian insisi kulit sepanjang 3 cm. Jaringan lemak dibuka tumpul sampai terlihat fascia external, sambil pasien menahan nafas masukan quill guide assembly posisi 30 derajat kearah coccyx sampai menembus peritoneum Tarik trocar, masukan air menggunakan syrine, cek meniscus dan pergerakan air sesuai nafas Hubungkan dengan selang insuflaor, masukan udara sebanyak 1000-1500 ke dalam abdomen Setelah insuflator dilepas masukan scope lewat canula, arahkan ke rongga pelvic pastikan ada space dan tidak ada adhesi pada pelvic, pertahankan posisi quill dengan clem artei. Canula dilepas dengan gerakan pelan berputar, masukan dilator kecil dan besar setelah sebelumnya dilubrikasi dengan lignocain gel. Buat gerakan maju mundur, dilator besar dipertahankan sambil mempersiapkan teckoff catheter dimasukan lewat stylet Catheter dilepas, pasang cuff implanter. Pasien menahan adinding abdomen dan implanter di dorong sampai cuff menembus fascia. Stylet dan quill ditarik. Kateter di test. Dibuat marker tempat exite site, dilakukan anestesi sepanjang daerah tunnel, tunneler dimasukan dan exite site menuju daerah insisi lalu kateter disambungkan menuju tunneler. Kateter dan tunneler ditarik melewati exite site dan disambung dengan extension catheter, posisi exite site 2 cm dari kulit Luka insisi di jahit Operasi selesai2) Penatalaksanaan keperawatana) Tentukan tatalaksana terhadap penyebab CKD

b) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam

c) Diet tinggi kalori rendah protein

d) Kendalikan hipertensi

e) Jaga keseimbangan elektrolit

f) Mencega dan tatalaksana penyakit tulang akibat CKD

g) Deteksi dini terhadap komplikasi

h) Kolaborasi dalam tindakan CAPD

11. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Biodata

Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

2) Keluhan utama

Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.

3) Riwayat penyakit

a) Sekarang

Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.

b) Dahulu

Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.

c) Keluarga

Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

4) Tanda vital

Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.5) Pemeriksaan Fisik :

a) Pernafasan (B 1 : Breathing)

Gejala:

Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.Tanda:

Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum.

b) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala:

Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.

Tanda:Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.

c) Persyarafan (B 3 : Brain)

Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.

d) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)

Gejala:

Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.Tanda:

Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.e) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diaref) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala:

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda:

Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.6) Pola aktivitas sehari-hari

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.c) Pola Eliminasi

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

d) Pola tidur dan Istirahat

Gelisah, cemas, gangguan tidur.

e) Pola Aktivitas dan latihan

Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

f) Pola hubungan dan peran

Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).

g) Pola sensori dan kognitif

Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.

h) Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).

i) Pola seksual dan reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

j) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klienb. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat

2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

4) Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan

7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.

c. Intervensi Keperawatan1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkatTujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapilerIntervensi:

a) Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b) Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairanKriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan outputIntervensi:

a) Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital. Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi

b) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan

c) Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat Kriteria hasil: menunjukan BB stabilIntervensi:

a) Awasi konsumsi makanan/cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

b) Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

c) Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanand) Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makanR: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social

e) Berikan perawatan mulut seringR: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan4) Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik

Tujuan: Pola nafas kembali normal/stabil

Intervensi:a) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya craklesR: Menyatakan adanya pengumpulan secret

b) Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalamR: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2c) Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafasd) Batasi untuk beraktivitas R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritisTujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan Kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh, Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulitIntervensi: a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan

R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.b) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringanc) Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak/robekd) Ubah posisi sesering mungkin

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemiae) Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulitf) Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulitDAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. EGC: Jakarta.Gyton, A,C. & Hall, J.E. 2002. Buku Ajar: Patofisiologi Kedokteran, Edisi 9. EGC: Jakarta.Price, S.A.S. Wilson, L. M. 2001. Patofisiologi Konsep klinis dan Proses-proses Penyakit. EGC; Jakarta.Smeltzer dan Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGCSuparman. 2000. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.Patofisiologi Nursing Pathway

arteriosklerosis

Gangguan vaskuler (HT)

suplai darah ginjal turun

GGK

Seluruh nefron rusak

anemia

- hematemesis

- melena

mual, muntah

gastritis

perdarahan

infeksi

iritasi lambung

nausea, vomitus

resiko gangguan nutrisi

perubahan warna kulit

urokrom tertimbun di kulit

as. lambung naik

prod. asam naik

gang. keseimbangan asam - basa

Gangguan integritas kulit

integritas kulit

pruritis

perpospatemia

sindrom uremia

sekresi protein terganggu

syncope

(kehilangan kesadaran)

suplai O2 ke otak turun

intoleransi aktivitas

- fatigue

- nyeri sendi

timb. as. laktat naik

metab. anaerob

suplai O2 jaringan turun

kelebihan vol. cairan

retensi Na & H2O naik

RAA turun

aliran darah ginjal turun

COP turun

gang. pertukaran gas

edema paru

kapiler paru naik

tek. vena pulmonalis

bendungan atrium kiri naik

payah jantung kiri

hipertrofi ventrikel kiri

beban jantung naik

preload naik

edema

(kelebihan volume cairan)

vol. interstisial naik

tek. kapiler naik

total CES naik

retensi Na

intoleransi aktivitas

Gangguan perfusi jaringan

perfusi jaringan

suplai O2 kasar turun

oksihemoglobin turun

Resiko gangguan nutrisi

gangguan nutrisi

suplai nutrisi dalam darah turun

produksi Hb turun

sekresi eritropoitis turun

Kerusakan pembuluh darah ginjal

Gangguan dalam menyaring produksi limbah (hiperfiltrasi)