CHF Et Causa CAD
Transcript of CHF Et Causa CAD
CHF et causa CAD
PENDAHULUAN
Gagal jantung telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia sekaligus
penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan menghabiskan biaya yang
tinggi. Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka keselamatan
(survival) setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan
penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan disfungsi
ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis. Akibatnya angka
perawatan di rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut
meningkat.Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 – 2%.Diperkirakan
bahwa 5,3 juta warga Amerikasaat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada
550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal
jantung akut kirakira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung.Prevalensi gagal
jantung meningkat seiring dengan usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65
tahun.(1)
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada
Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan
penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia
2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10
penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia. (1)
Penyakit jantung koroner diketahui sebagai penyebab kematian nomor satu di
Indonesia. Peningkatan insiden penyakit jantung koroner berkaitan dengan perubahan
gaya hidup masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan factor risiko penyakit
ini seperti kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, HDL kurang dari 35mg%, perokok aktif
dan hipertensi.9 Penyakit jantung koroner juga merupakanpenyebab tersering terjadinya
gagal jantung di Negara Barat yaitu sekitar 70% kasus. Mayoritas pasien yang dirawat
dengan gagal jantung akut memiliki penyakit jantung koroner, yang secara independen
memiliki prognosis buruk.Pada penelitian yang dilakukan oleh Purek didapatkan bahwa
penyakit jantung koroner merupakan prediktor independen dan kuat terhadap mortalitas
1
pasien dengan gagal jantung akut kongestif.Secara umum, penyakit jantung coroner dapat
meningkatkan mortalitas pasien gagal jantung akut.Khusus di Indonesia, data ini belum
diketahui. (1)
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
mengetahui angka kejadian gagal jantung akut, proporsi penyakit jantung coroner pada
pasien gagal jantung akut serta meneliti apakah terdapat hubungan antara penyakit
jantung koroner dengan angka kematian di rumah sakit di Indonesia.Dengan demikian,
dapat dilakukan usaha-usaha untuk mencegah meningkatnya penyakit jantung koroner
dengan mengontrol faktor risiko serta adanya perbaikan tatalaksana pasien gagal jantung
akut yang terutama disertai penyakit jantung koroner di Indonesia. (1)
DEFINISI
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.(1)
ETIOLOGI
Gagal jantung dapat disebabkan dari beberapa gangguan yang berefek pada
kemampuan jantung untuk berkontraksi (fungsi sistolik) dan/atau relaksasi (fungsi
diastolik).(1,2,3,4)
Disfungsi Sistolik (penurunan kontraktilitas) terjadi akibat penurunan massa otot
(misalnya, infark miokard), hipertrofi ventrikular yang disebabkan oleh overload
tekanan atau volume.
Disfungsi diastolik (pembatasandalam pengisian ventrikel) disebabkan oleh
peningkatkan kekakuan ventrikel,stenosis katup mitral atau trikuspid, dan
penyakit perikardial (misalnya,perikarditis) (Parker et al, 2008).(1)
2
PATOFISIOLOGI
Penyebab yang memimpin terjadinya gagal jantung adalah coronary artery
disease dan hipertensi. Selama fungsi kardiak menurun setelah miokardialkerusakan,
jantung mengandalkan pada mekanisme kompensasi :
1. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas melalui aktivasi sistem saraf simpatik
2. mekanisme Frank-Starling, yang mana akan meningkatkan preload
sehinggastroke volume meningkat
3. vasokonstriksi
4. ventricular hipertrofi dan remodeling.
Meskipun mekanisme kompensasi awalnya memelihara fungsi kardiak , mereka
bertanggung jawab pada gejala gagal jantung dan berkontribusi pada progresi penyakit.
Progresivitas penyakit gagal jantung dimediasi olehneurohormon dan faktor
autocrine/paracrine.Substansi ini meliputi angiotensin II, norepinefrin, aldosteron,
natriuretik peptida, arginine vasopresin, proinflamatori cytokin (misalnya, tumor necrosis
factor α, interleukin-6 dan interleukin-1 dan endothelin-1) (Parker et al, 2008).(1)
KLASSIFIKASI
Klasifikasi Gagal Jantung menurut American College of Cardiolagy (ACC)/ American
Heart Associaotion (AHA) (Parker et al, 2008; Dickstein et al,2008):(1)
Stage gagal jantung tergantung dari struktur dan kerusakan otot jantung.
1. Stage A : beresiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak
teridentifikasi abnormalitas baik struktural dan fungsional, tidak ada tanda
dangejala.
2. Stage B : pasien dengan struktural gagal jantung tetapi tanpa tanda atau gejala
gagal jantung.
3. Stage C : pasien dengan struktural penyakit jantung dan saat ini atau sebelumnya
ada gejala.
4. Stage D : gagal jantung yang sukar disembuhkan menuntut intervensi yang
khusus.
3
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA) (Dickstein et
al, 2008):(1)
Keparahan tergantung dari gejala dan aktivitas fisik.
1. Class I : tidak ada pembatasan dari aktivitas fisik. Biasanya aktivitas fisik tidak
menyebabkan kelelahan yang tidak semestinya, palpitasi, atau dyspnoea.
2. Class II : sedikit pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tetapi biasanya
aktivitas fisik menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau dyspnoea.
3. Class III : ada pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tetapi kurang dari
biasanya aktivitas menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau dyspnoea.
4. Class IV : tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan.
Gejala saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.(1)
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik setiap pasien mungkin berbeda dari asimtomatik sampai syok
kardiogenik. Gejala gagal jantung antara lain dyspnea terutama pada saat beraktivitas,
anorexia, mual, intoleransi latihan, kelelahan, nocturia, edema pulmonar, ekstremitas
dingin, effusi pleura, takikardi, kardiomegali, hepatomegali, fibrilasi atrial, bradikardi,
serum kreatinin mungkin meningkat karena hipoperfusi, jaundice. (2)
PENANGANAN GAGAL JANTUNG
Pendekatan terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik berupa:
1. Saran umum tanpa obat-obatan
2. Pemakaian obat-obatan
3. Pemakaian alat dan tindakan bedah(2)
PENATALAKSANAAN UMUM TANPA OBAT-OBATAN
1. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila
timbul keluhan dan dasar pengobatan
2. Istirahat
3. Edukasi pola diet
4. Monitor berat badan
5. Hentikan kebiasaan merokok(2)
4
PEMAKAIAN OBAT-OBATAN
1. Angiotensin-converting enzyme inhibitor
2. Diuretic
3. Penyekat beta
4. Antagonis reseptor aldosterone
5. Antagonis reseptor angiotensin II
6. Glikosida jantung
7. Vasodilator agents (nitrat/hidralazin)
8. Nesiritid, merupakan peptid natriuretic tipe B
9. Obat inotropic positif, dobutamin, milrinon, enoksimon
10. Calcium sensitizer, levosimendan
11. Antikoagulan
12. Anti aritmia
13. oksigen(2)
5
PENYAKIT JANTUNG KORONER
PENDAHLUAN
Penyakit jantung coroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor satu di
Negara yang sudah maju.(4)
Di Indonesia, kejadian PJK pada tahun-tahun terakhir ini juga cenderung
meningkat. Hal ini erat hubungannya dengan peningkatan taraf hidup masyarakat serta
perubahan pola makan.(4)
Pengaruh makanan yang tinggi kolesterol terhadap PJK telah lama disadari oleh
masyarakat, dan berbagai usaha pencegahan pun sudah dimulai. Namun konsumsi
berlebihan dari monosodium glutamate (MSG) sebagai penyedap masakan seperti yang
umum dilakukan masyarakat Indonesia, masih belum mendapat perhatian masyarakat.(4)
Memang belum ada bukti-bukti yang menunjukan bahwa MSG berpengaruh
langsung terhadap PJK.Akan tetapi seperti telah diketahui bahwa glutamate yang
terkandung di dalamnya merupakan salah satu neurotransmitor eksitasi yang memiliki
efek meningkatkan tonus simpatis; sedangkan sodium sendiri menyebabkan retensi air
dan meningkatkan sensitivitas adrenoseptor alfa-1 terhadap berbagai substansi
vasoaktif.Dengan demikian konsumsi MSG yang berlebihan secara teoritis dapat memacu
terjadinya hipertensi dan arterosklerotik, yang pada akhirnya meningkatkan tonus
vascular.(4)
Hasil dari berbagai studi menunjukan bahwa penyebab utama PJK adalah lesi
arterosklerotik pada pembuluh darah coroner.Walaupun sebagian kecil dapat disebabkan
oleh sifilis, arteritis, embolus atau penyakit-penyakit kolagen pada pembuluh darah
coroner.(4)
Klasifikasi PJK yang spesifik sampai saat ini belum ada; hal ini disebabkan
karena manifestasi klinisnya kadang-kadang berbeda antara penderita yang satu dengan
yang lain. Saat timbulnya juga tidak menentu, dan gejala yang ditimbulkan juga tidak
selalu sesuai dengan temuan patologik. Dengan demikian penderita PJK mungkin tampil
6
sebagai atau berkembang menjadi salah satu kejadian di bawah ini yaitu : tanpa gejala,
mati mendadak, angina pectoris, infark miokard, gagal jantung, atau aritmia. (4)
ETIOLOGI
Sebagian besar kasus disebabkan oleh plak atherosklerosis. Pada tahap
pembentukan plak atherosklerosis terjadi disfungsi endothelial yang ditandai dengan
ketidakseimbangan faktor vasodilatasi (NO dan prostasiklin) dan vasokonstriksi
(endothelin-1, angiotensin II, dan NE) yang mengakibatkan peningkatan rektivitas
vaskular serta ketidakseimbangan faktor prokoagulan (PAI-1 dan tissue factor) dan
antikoagulan (tPA dan protein C) sehingga meningkatkan pembentukan thrombus dan
agregasi platelet (Spinler and de Denus, 2005).(4)
FAKTOR RESIKO PJK(4)
Faktor Resiko Ireversibel:
• Usia
• Jenis kelamin
• Riwayat Keluarga / genetik
• Ras
Faktor Resiko Reversibel:
• Hiperlipidemia,
hiperkolesterol
• Hipertensi
• Merokok
• Diabetes mellitus
• Obesitas
• Stress psikologik
• Tipe kepribadian
• Kurang aktifitas olahraga
PATOFISOLOGI
Iskemia
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme
anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Keadaan
nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).
Ventriekel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan
7
infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk
berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan
tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan
PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan
depresi segmen ST.(4)
Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan
cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang
mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun.
Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung. Iskemia dapat
menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina
pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris tidak
stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal).
Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang
timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan
istirahat.(4)
Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat,
nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. (4)
Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri
koroner. (4)
Infark
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel yang
ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis
atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen.(4)
8
Proses terjadinya unstable angina karena rupture plak atherosklerosis
(Yeghiazarians et al., 2000)
Faktor Resiko
Aterosklerosis
Pß Suplai Darah Miokard
Iskemia Miokard
Nekrosis/Infark Miokard
Pß Kontraktilitas Miokard
Pß Curah Jantung
Gagal Jantung
Kematian
9
MANIFESTASI KLINIK(1,2,3,4)
• Tanpa gejala
• Angina pektoris
• Infark miokard akut
• Aritmia
• Payah jantung
• Kematian mendadak
DIAGNOSA(5)
• Pengkajian: keluhan nyeri, riwayat penyakit, faktor resiko.
• Pemeriksaan fisik: TTV, perfusi perifer, capillary reffil, pulsasi arteri, bunyi jantung:
S3, S4, murmur, bunyi paru: ronchi, whezing.
• Respon psikologis: depresi, gelisah, cemas.
• EKG: T inversi, ST depresi
Gambar ST-Elevasi tanda bahaya Infark
10
ST DEPRESSION TANDA DARI ISCHEMIA MYOCARD
A :HORIZONTAL ST-DEPRESI
B :DOWN SLOOPING ST-DEPRESI
C :UP SLOOPING ST-DEPRESI
Gambar : ST-ELEVASI MCI Inferior
11
Contoh EKG :
• Laboratorium: darah rutin, lipid profile, enzym jantung creatine kinase meningkat
• Ekokardiogram
• Kateterisasi jantung
• Foto thoraks
PENATALAKSANAAN(5)
• Penatalaksanaan paling efektif adalah mendeteksi faktor resiko dan menguranginya.
• Mengurangi kebutuhan oksigen jantung dengan menurunkan kerja jantung
• Meningkatkan suplai oksigen jantung
• Revaskularisasi coroner
MEDIKASI
1. Oksigenisasi
a. Beri oksigen 2-4 liter/ menit untuk meningkatkan suplai oksigen
b. Beri nitrat oral atau intravena jika ada angina, dan morfin atau petidin untuk
nyeri infark
2. Stabilkan hemodinamik
Tekanan darah dan laju jantung harus dikontrol secara ketat dengan penyekat
beta, antagonis kalsium, atau ACE-inhibitors.(4)
Penyekat beta
12
o Penyekat beta memiliki efek mengurangi kebutuhan O2 miokard dan
meningkatkan aliran darah coroner
o Pemberian penyekat beta yang kardioselekif, seperti atenolol (Tenormin)
atau metroprolol(lopresor, seloken) pada jam-jam pertama IMA dapat
membatasi perluasan infark dan menurunkan angka kematian.
o Pemberian propranolol atau timolol setelah IMA dapat mengurangi resiko
reinfark dan memperpanjang survival.(4)
Kontraindikasi pemberian penyekat beta :
o Nadi < 60x/i
o Tekanan darah sistolik < 100 mmhg
o Adanya tanda-tanda gagal jantung
o Perfusi jaringan yang jelek
o Aritmia berupa blok
o Penyakit paru obstruksi kronis(4)
Antagonis Kalsium
o Antagonis kalsium yang terbukti memberikan keuntungan untuk penderita
IMA adalah diltiazem pada penderita non-Q-wave myocardial infarction.
Obat ini dapat diberikan pada hari-hari pertama IMA dengan dosis 30-90
mg setiap 6 jam.(4)
ACE-Inhibitors
o Captopril
Mampu menghambat terjadinya dilatasi ventrikel kiri, evolusi dari
gagal jantung, dan mencegah kematian akibat infark yang dibuat
dengan mengikat A. koronaria.(4)
o Bradikinin
Substansi yang dibentuk secara fisiologis dari endotel, dan salah
satu fungsi dari bradikinin adalah mobilisasi kalsium intraselular
melalui aktivasi bradikinin B2 reseptor yang terdapat diendotel,
yang selanjutnya akan memacu pembentukan nitric oxide (NO)
dan prostasiklin (menurunkan durasi ventrikel, menurunkan
13
pelepasan enzim sitosolik, menurunkan pembentukan radikal
bebas, dan meningkatkan aliran darah koroner).(4)
o Ramipril
ACE-inhibitors yang dapat meningkatkan bradykinine converting
site sehingga mencegah penghancuran bradikinin.(4)
3. Reperfusi miokard
a. Trombolitik
o Telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark,
menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi :
o Umur < 70 th
o Nyeri dada khas infark atau ekuivalen, lebih dari 20 menit, tidak hilang
dengan pemberian nitrat
o Elevasi ST > 0,1 mV sekurang-kurangnya pada 2 sandapan EKG(4)
Kontra Indikasi :
o Perdarahan aktif organ dalam (GIT)
o Perkiraan disesi aorta
o Resusitasi kardio-pulmonal yang berkepanjangan dan traumatic
o Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma
o Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intracranial
o Diabetic hemorhagic retinophaty
o Kehamilan
o Tekanan darah > 200/120 mmhg(4)
b. Antikoagulan dan antiplatelet
o Heparin dan aspirin reperfusion trial menunjukan bahwa heparin
(intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat mempartahankan
patensi dari arteri yang berhubungan dengan infark.(4)
4. Mencegah komplikasi
Usaha mencegah yang telah diuraikan diatas sebenarnya juga merupakan usaha
pencegahan terhadap komplikasi.Komplikasi yang paling sering adalah aritmia dan
14
gagal jantung. Komplikasi lain adalah syok kardiogenik, rupture septum atau dinding
ventrikel, pericarditis, myocardial stunning dan tromboemboli.(4)
Revaskularisasi Koroner
Revaskularisasi koroner merupakan cara untuk dapat memperbaiki vaskularisasi
pembuluh darah ke jantung. 3 mekanisme revaskkularisasi koroner adalah: PTCA
(Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty), Revaskularisasi bedah dengan
CABG, Terapi Trombolitik.
PROGRAM REHABILITASI PJK
Rehabilitasi pada penyakit jantung merupakan rangkaian usaha untuk membantu
penyembuhan pasien agar dapat kembali dengan cepat pada kehidupan
normalnya.Rehabilitasi pada PJK bertujuan untuk memulihkan kondisi fisik, mental, dan
sosial seseorang seoptimal mungkin sehingga dicapai kemampuan diri sendiri untuk
menjalankan aktifitas dirumah maupun pekerjaaan.(1)
Program Fase I
Program diberikan pada semua pasien yang masih dalam perawatan di RS. Program
dilaksanakan sesegera mungkin pada pasien dengan hemodinamik stabil sejak dari ICCU,
ruang rawat inap, hingga pasien pulang. Lama latihan: 7-14 hari. Jenis latihan:
pemanasan 5 menit yang mencakup latihan otot lengan, tungkai, pinggul secara ritmik
dan berulang. Komponen latihan intinya adalah jalan/sepeda statis dengan beban yang
ditingkatkan secara bertahap sesuai respon latihan. Latihan diakhiri dengan pendinginan
selama 5 menit.(1)
Program Fase II
Merupakan program lanjutan yang pelaksanaannya sesegera mungkin setelah pasien
pulang ke rumah. Lama latihan: 6-8 minggu dilaksanakan 3x/minggu selama satu jam.
Jenis latihan: pemanasan berupa stretching selama 5-10 menit, dilanjutkan bersepeda
statis dan jalan kaki selama 30-45 menit. Latihan diakhiri dengan pendinginan selama 10
menit.(1)
15
Program Fase III
Merupakan program jangka panjang dengan basis komunitas. Dilaksanakan setelah
pasien menyelesaikan program fase II melalui uji latih jantung dan mencapai kapasitas
aerobik. Lama latihan: 1-3 bulan(1)
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Eni Indrawati, Hubungan antara gagal jantung dengan penyakit jantung coroner, FK-
UI, 2009
2. Aru. W. Suddoyo, buku ajar Ilmu Penyakit Dalam ; gagal jantung, Edisi – IV, Jilid II,
Penerbit Ikatan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Jakarta 2007, hal : 1503-
1514.
3. Parker et al, 2008; Dickstein et al, jurnal gagal jantung, hal 1-7
4. Sjukri Karim, EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit jantung untuk dokter
umum, FK-UI, 2007. Hal 127-154
17