Lp Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ckd Causa Hiperparatiroid

download Lp Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ckd Causa Hiperparatiroid

of 33

Transcript of Lp Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ckd Causa Hiperparatiroid

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIK KIDNEY DEASES (CKD) CAUSE HIPERPARATIROIDA. Konsep Cronic Kidney Deases (CKD) et Hiperparatiroid1. PengertianCronik Kidney Deases (CKD) adalah penurunan faal/fungsi ginjal yang menahun yang umumnya irreversible dan cukup lanjut (Suparman, 1990).

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448).

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812).

2. KlasifikasiKlasifikasi CKD berdasarkan tingkat LFG, yaitu :

a. Stadium I

Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG nya yang masih normal yaitu > 90 ml/menit/1,72 m3

b. Stadium II

Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 60-89 ml/menit/1,73 m3c. Stadium III

Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m3

d. Stadium IV

Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m3

e. Stadium V

Kelainan ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m3

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur) x berat badan (kg)72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0, 85

3. EtiologiSalah satu penyebab dari penyakit cronic kidney desease adalah hiperparatiroid. Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)4. Tanda Dan Gejalaa. HematologicAnemia, gangguan fungsi trombosit, trombositopnia, gangguan leukosit.b. GastrointestinalAnoreksia, nausea, vomiting, gastritis erosive

c. Syaraf dan ototMiopati, ensefalopati metabolic, kelemahan otot.d. KulitBerwarna pucat, gatal-gatal dengan ekssoriasi, echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal.e. KardiovaskulerHipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.f. EndokrinGangguan toleransi glukosa, gangguan metabolism lemak, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.

5. Hubungan hiperparatiroid Dengan kejadian Cronic Kidney Deases (CKD) Hiperparatiroidid adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. Dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat. Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan maka ini disebut hiperparatiroidisme primer. Jika jumlah yang disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroid sekunder. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal.Resorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH. Dalam non hiperparatiroidisme hiperkalsemia, tidak ada kompensasi ginjal dan traktus intestinal pada kalsium yang normal. Mekanisme ini tidak berlaku pada saat peningkatan PTH bersamaan dengan hiperkalsemia. Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang dapat menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. 6. Komplikasia. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.

b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

d. Anemiaakibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

f. Asidosis metabolic,Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik antara lain:

a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresib. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.Manifestasi klinik menurut (Smeltzer,2001) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.

b. Gangguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan muskuloskeletal

Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas.

e. Gangguan Integumen

kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrim

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.g.Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

h.System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis.8. Pemeriksaan Penunjanga. Radiologi (foto polos abdomen): besar ginjal; apakah ada batu ginjal atau obstruksi.

b. Pielografi intravena (PIV): menilai sitem pelviokalises

c. Ultrasonografi (USG): menilai besar, bentuk ginjal, kandung kemih, serta prostat.

d. Renogram: menilai fungsi ginjal kiri dan kanan.

e. Pemeriksaan radiologi jantung: mencari apakah ada kardiomegali, efusi pericardial.

f. Pemeriksaan radiologi tulang : mencari oesteodistrofi, metastasik

g. Pemeriksaan radiologi paru : mencari uremik lung

h. Pemeriksaan pielografi retergrad

i. Elektrokardiograf : untuk melihat hipertrofi ventrikel kirij. Biopsy ginjalk. Pemeriksaan lab, LED, anemia, ureum dan kreatinin meningkat, hemoglobin, hiponatremia, hiperkalemia, hipokalsemia, hiperfosfatemia, peningkatan gula darah, asidosis metabolok, HCo2 menurun, BE menurun, dan PaCo2 menurun.

PENATALAKSANAAN MEDIS & KEPERAWATAN

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.

Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dariKHdan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.Hipertensiditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.

Anemiapada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang.Pasien dilindungi dari kejang.

Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap : Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local & sistemik, anti hipertensi Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi

a. Penatalaksanaan MedisDilakukan tindakan CAPD dengan insersi catheter dengan peritoneuscope yaitu;1) Persiapan: dipuasakan 4 jam, H-1 operasi pasien harus defekasi dan bila obstipasi diberi dulcolax, pagi hari sebelum operasi dipasang iv, pasien di cukur rambutnya di kulit abdomen, dan sebelum berangkat ke ruangan tindakan pasien harus mengosongkan kandung kemih atau dipasang folley catheter.2) Prosedur operasiPosisi trendelenberg Buat marker di abdomen, desinfeksi dinding abdomen, anetesi daerah insisi dengan lidocaine 1%, kemudian insisi kulit sepanjang 3 cm. Jaringan lemak dibuka tumpul sampai terlihat fascia external, sambil pasien menahan nafas masukan quill guide assembly posisi 30 derajat kearah coccyx sampai menembus peritoneum Tarik trocar, masukan air menggunakan syrine, cek meniscus dan pergerakan air sesuai nafas Hubungkan dengan selang insuflaor, masukan udara sebanyak 1000-1500 ke dalam abdomen Setelah insuflator dilepas masukan scope lewat canula, arahkan ke rongga pelvic pastikan ada space dan tidak ada adhesi pada pelvic, pertahankan posisi quill dengan clem artei. Canula dilepas dengan gerakan pelan berputar, masukan dilator kecil dan besar setelah sebelumnya dilubrikasi dengan lignocain gel. Buat gerakan maju mundur, dilator besar dipertahankan sambil mempersiapkan teckoff catheter dimasukan lewat stylet Catheter dilepas, pasang cuff implanter. Pasien menahan adinding abdomen dan implanter di dorong sampai cuff menembus fascia. Stylet dan quill ditarik. Kateter di test. Dibuat marker tempat exite site, dilakukan anestesi sepanjang daerah tunnel, tunneler dimasukan dan exite site menuju daerah insisi lalu kateter disambungkan menuju tunneler. Kateter dan tunneler ditarik melewati exite site dan disambung dengan extension catheter, posisi exite site 2 cm dari kulit Luka insisi di jahit Operasi selesaib. Penatalaksanaan keperawatan1) Tentukan tatalaksana terhadap penyebab CKD

2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam

3) Diet tinggi kalori rendah protein

4) Kendalikan hipertensi

5) Jaga keseimbangan elektrolit

6) Mencega dan tatalaksana penyakit tulang akibat CKD

7) Deteksi dini terhadap komplikasi

8) Kolaborasi dalam tindakan CAPD

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata

Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

b. Keluhan utama

Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.

c. Riwayat penyakit

1) Sekarang

Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.

2) Dahulu

Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.

3) Keluarga

Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

d. Tanda vital

Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea.

e. Pemeriksaan Fisik :

1) Pernafasan (B 1 : Breathing)

Gejala:

Nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.

Tanda:

Takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum.

2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala:

Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.

Tanda

Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.

3) Persyarafan (B 3 : Brain)

Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.

4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)

Gejala:

Penurunan frekuensi urine (Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing), oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.Tanda:

Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

5) Pencernaan - Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare

6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala:

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda:

Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.

f. Pola aktivitas sehari-hari

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien. Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia), Penggunaan diuretic, Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.

3) Pola Eliminasi

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

4) Pola tidur dan Istirahat

Gelisah, cemas, gangguan tidur.

5) Pola Aktivitas dan latihan

Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

6) Pola hubungan dan peran

Kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).

7) Pola sensori dan kognitif

Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).

9) Pola seksual dan reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat

b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.

3. Intervensi Keperawatana. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat

i. Tujuan:

Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapilerii. Intervensi:

Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)

Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)

1) Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

2) Intervensi:

Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital. Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan

Anjurkan pasien/ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan

R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

1) Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil

2) Intervensi:

Awasi konsumsi makanan/cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi

Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi

Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makanR: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social

Berikan perawatan mulut seringR: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

d. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik1) Tujuan: Pola nafas kembali normal/stabil2) Intervensi: Auskultasi bunyi nafas, catat adanya craklesR: Menyatakan adanya pengumpulan secret

Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalamR: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2 Atur posisi senyaman mungkinR: Mencegah terjadinya sesak nafas Batasi untuk beraktivitas R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksiae. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis1) Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil : Mempertahankan kulit utuh Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit2) Intervensi: Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahanR: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosaR: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan Inspeksi area tergantung terhadap udemR: Jaringan udem lebih cenderung rusak/robek Ubah posisi sesering mungkinR: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia Berikan perawatan kulitR: Mengurangi pengeringan , robekan kulit Pertahankan linen keringR: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritisR: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera Anjurkan memakai pakaian katun longgarR: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan1) Tujuan : dapat menoleransi aktivitas& melakukan ADLdgn baik dengan criteria Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai Warna kulit normal,hangat&kering Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat Meningkatkantoleransi aktivitas2) Intervensi Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari Tingkatkanaktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitasg. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah interpretasi informasi.1) Pengetahuan klien / keluarga meningkatdengan kriteria hasil : Pasien mampu: Menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan2) Intervensi Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi klien Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untukmencegah komplikasi Diskusikan tentang terapi dan pilihannya Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung Instruksikan kapan harus ke pelayanan Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatanDAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.1999.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2. EGC: Jakarta.

Price , S.A.S. Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi Konsep klinis dan Proses-proses Penyakit. EGC; Jakarta.

Suparman, 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.

SMF UPF Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa & Terapi. Surabaya.

Gyton, A,C. & Hall, J.E.1997. Buku Ajar: Patofisiologi Kedokteran, Edisi 9. EGC: Jakarta.

KONSEP HEMODIALISA

A. Pengertian

Hemodialisis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat dialysis ginjal) untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk sisa dari darah. (Litin, 2009). Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin. Hemodialysis termasuk jenis membrane dialysis selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal, 2011)

Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh.

B. Tujuan Hemodialisa

Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.

2. Membuang kelebihan air.

3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

5. Memperbaiki status kesehatan penderita.

C. Proses Hemodialisa

Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien.

Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi dan secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 300 ml/menit secara kontinyu selama hemodialysis 4 5 jam.

AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus membrane dan menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.

Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat terlarut ke sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada membrane semipermeable yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter current).

Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang terlarut berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut di dalam darah dan dialisat maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang statis, hemodialysis bersandar pada pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat meningkatkan efektifitas dialysis.

Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah disterilkan, urea dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi ke dalam dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati membrane. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.

Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannnya dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011)

D. Alasan dilakukan Hemodialisa

Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:

1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)

2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)

3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan

4. Gagal jantung

5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)

E. Frekuensi Hemodialisa

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dalisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :

1) Penderita kembali menjalani hidup normal

2) Penderita kembali menjalani diet yang normal

3) Jumlah sel darah merah sulit ditoleransi

4) Tekanan darah normal

5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif

Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

F. Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :

1. Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

2. Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.

3. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

5. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6. Perdarahan

Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.7. Gangguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

8. Pembekuan darah

Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

PATOFISIOLOGI NURSING PATHWAYperdarahan

iritasi lambung

mual, muntah

GFR turun

GGK

nausea, vomitus

resiko gangguan nutrisi

perubahan warna kulit

urokrom tertimbun di kulit

as. lambung naik

prod. asam naik

gang. keseimbangan asam - basa

Gangguan integritas kulit

integritas kulit

pruritis

perpospatemia

sindrom uremia

sekresi protein terganggu

syncope

(kehilangan kesadaran)

suplai O2 ke otak turun

intoleransi aktivitas

- fatigue

- nyeri sendi

timb. as. laktat naik

metab. anaerob

suplai O2 jaringan turun

kelebihan vol. cairan

retensi Na & H2O naik

RAA turun

anemia

- hematemesis

- melena

gastritis

infeksi

aliran darah ginjal turun

COP turun

gang. pertukaran gas

edema paru

kapiler paru naik

tek. vena pulmonalis

bendungan atrium kiri naik

payah jantung kiri

hipertrofi ventrikel kiri

beban jantung naik

preload naik

edema

(kelebihan volume cairan)

vol. interstisial naik

tek. kapiler naik

total CES naik

retensi Na

intoleransi aktivitas

Gangguan perfusi jaringan

perfusi jaringan

suplai O2 kasar turun

oksihemoglobin turun

Resiko gangguan nutrisi

gangguan nutrisi

suplai nutrisi dalam darah turun

produksi Hb turun

sekresi eritropoitis turun

suplai darah ginjal turun

Kerusakan pembuluh darah ginjal

Gangguan dalam menyaring produksi limbah

arteriosklerosis

Gangguan vaskuler (HT)