LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

47
LAPORAN PENDAHULUAN Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Lung Oedema yang Mendapat Terapi Hemodialisa” DI R. HEMODIALISA RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN MEDIKAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal Oleh : Anggi Yuwita 105070203111003

description

Laporan Pendahuluan Crhonic Kidney Disease. Laporan Pendahuluan ruang Hemodialisa

Transcript of LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

Page 1: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

LAPORAN PENDAHULUAN

“Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Lung Oedema yang

Mendapat Terapi Hemodialisa”

DI R. HEMODIALISA RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

DEPARTEMEN MEDIKAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal

Oleh :

Anggi Yuwita

105070203111003

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

LAPORAN PENDAHULUAN

“Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Lung Oedema”

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. DEFINISI

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang

progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi

urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD merupakan perkembangan gagal

ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun (Brunner &

Suddarth, 2002).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten

dan irreversible (Mansjoer, dkk, 2009).

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang progresif dan

irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme

dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer dan Bare,

2009).

Page 3: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

Chronic kidney disease (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau

penurunan GFR <60 ml/menit/1.73m2 selama ≥3 bulan. Kerusakan ginjal yang

dimaksud adalah adanya abnormalitas patologis atau adanya marker kerusakan

ginjal, termasuk abnormalitas pada pemeriksaan darah, urine, atau imaging.

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3

bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti

proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik

ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², sebagai

berikut:

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan

atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patologik

Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau

tanpa kerusakan ginjal (Chonchol, 2005)

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan kelas,

antara lain:

1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik

2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis

3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis

maligna, stenosis arteria renalis

4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif

5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal

6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis

7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal

8. Nefropati obstruktif

Faktor predisposisi:

1) Diabetes

2) Usia lebih dari 60 tahun

Page 4: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

3) Penyakit ginjal congenital

4) Riwayat keluarga penyakit ginjal

5) Autoimmune (lupus erythematosus

6) Obstruksi renal (BPH dan prostitis)

7) Ras

Faktor presipitasi:

1) Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih

2) Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)

3) Pola makan (diet)

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi CKD berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

(KDOQI) pada tahun 2002 yaitu:

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)

dapat digunakan rumus :

Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur ) x berat badan (kg)

72 x creatinin serum

*) Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

a. Stadium 1

Seseorang yang berada pada stadium 1 CKD biasanya belum merasakan

gejala yang mengindikasikan kerusakan pada ginjal. Hal ini disebabkan ginjal tetap

berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi 100% sehingga banyak

penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal

tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya

seperti diabetes dan hipertensi.

Page 5: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

b. Stadium 2

Sama seperti pada stadium awal, seseorang yang berada pada stadium 2

juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik,

walaupun dengan GFR yang mulai menurun.

c. Stadium 3

Seseorang yang menderita CKD stadium 3 mengalami penurunan GFR

moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada tingkat ini

akumulasi sisa–sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut

uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi

(hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.

d. Stadium 4

Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30% saja dan apabila

seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan

menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi

dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada

stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah

tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit

kardiovaskular lainnya.

e. Stadium 5

Pada stadium ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk

bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis)

atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.

Gambar 1. Tingkatan Gagal Ginjal Kronis

Page 6: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Smeltzer dan Bare (2009) manifestasi klinik gagal ginjal kronik

adalah:

1. Kardiovaskuler

a. Hipertensi

b. Pitting edema

c. Edema periorbital

d. Pembesaran vena leher

e. Friction rub perikardial

2. Pulmoner

a. KrekelS

b. Nafas dangkal

c. Kusmaul

d. Sputum kental dan liat

3. Gastrointestinal

a. Anoreksia, mual dan muntah

b. Perdarahan saluran GI

c. Ulserasi dan perdarahan pada mulut

d. Konstipasi / diare

e. Nafas berbau amonia

4. Muskuloskeletal

a. Kram otot

b. Kehilangan kekuatan otot

c. Fraktur tulang

d. Foot drop

5. Integumen

a. Warna kulit abu-abu mengkilat

b. Kulit kering, bersisik

c. Pruritus

d. Ekimosis

e. Kuku tipis dan rapuh

f. Rambut tipis dan kasar

6. Reproduksi

a. Amenore

b. Atrofi testis

Page 7: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-beda,

tergantung pada stadium CKD yang dialami.

1) Stadium 1

Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang

menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan

normal.

2) Stadium 2

Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan gejala yang

menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah terdapat penurunan GFR ringan,

yaitu sebesar 60-89.

3) Stadium 3

Pada stadium ini, gejala- gejala terkadang mulai dirasakan seperti:

Fatigue: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.

Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal

tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini

membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian

bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak

nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.

Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan

adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami

perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur

dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang

penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.

Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat

dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti

polikistik dan infeksi.

Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur

disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.

Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli

ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi terbaik

serta terapi – terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju penurunan

fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli

gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada

stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun

Page 8: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena

menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan

fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium

apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium

kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat

biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes.

Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita

hipertensi.

4) Stadium 4

Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan

stadium 3, yaitu:

Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.

Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal

tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini

membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian

bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak

nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.

Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan

adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami

perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur

dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang

penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.

Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat

dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti

polikistik dan infeksi.

Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur

disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.

Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.

Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang

dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.

Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi

melalui bau pernafasan yang tidak enak.

Sulit berkonsentrasi

5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)

Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:

Page 9: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

Kehilangan nafsu makan

Nausea.

Sakit kepala.

Merasa lelah.

Tidak mampu berkonsentrasi.

Gatal – gatal.

Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.

Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.

Kram otot

Perubahan warna kulit

E. PATOFISIOLOGI

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk

pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin

akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan

meningkat.

Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai

akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan

penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).

Dari salah satu fungsi ginjal yaitu mengendalikan kadar gula dalam darah

yaitu ada dua hormon yang berperan di ginjal untuk mengendalikan kadar gula

dalam darah yaitu hormon insulin dan hormon adrenalin, hormon insulin berfungsi

sebagai penurun kadar gula dalam darah sedangkan hormon adrenlin sebagai

peningkatan gula dalam darah. Ketika ginjal mengalami gangguan, dua hormon

tersebut tidak dapat bekerja seperti fungsinya masing-masing, etika gagal ginjal

terjadi seseorang resiko terhadap komplikasi hipoglikemi.

Gejala dari gagal ginjal yang mengalami hipoglikemi adalah mual muntah,

ketika ginjal mengalami gangguan menyebabkan sekresi protein terganggu

sehingga terjadi sindrome uremia, dan menjadi gangguan keseimbangan asam

basa sehingga produksi asam meningkat menyebabkan asam lambung naik terjadi

iritasi lambung dan mual muntah.

Tidak adanya asupan nutrisi kedalam tubuh juga merupakan salah satu

penyebab dari hipogikemi, karena asupan glukosa di dalam darah tidak terpenuhi,

bagi penderita gagal ginjal akan semakin mempersulit ketika asupan nutrisi yang

kandungan di dalamnya adalah glukosa tidak dapat difungsikan oleh ginjal untuk

Page 10: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

mengeluarkan hormon adrenalin untuk merangsang peningkatan kadar glukosa di

dalam darah.

Hipoglikemia harus segera mendapat pengelolaan yang memadai. Di

berikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung

gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan

ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon deberikan pada

pasien hipoglikemia berat. Untuk menghindari timbulnya hipoglikemia pada pasien

perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan

jumlah makanan (karbohidrat)

Retensi cairan dan natrium. Ginjal kehilangan kemampuan untuk

mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan

cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif

dan hipertensi.

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak

adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan

kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari

saluran GI.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat

tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat,

yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar

fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.

Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun

dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi

parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada

tulang dan penyakit tulang.

Penyakit tulang uremik (osteodistrofi). Terjadi dari perubahan kompleks

kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.

( Smeltzer dan Bare, 2009).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,

kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :

a. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

hipoalbuminemia.

Page 11: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

b. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.

c. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum

dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh

karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan

steroid, dan obstruksi saluran kemih.

d. Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin, pada diet

rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang menurun.

e. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.

f. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan

menurunnya diuresis.

g. Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis

1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.

h. Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama

Isoenzim fosfatase lindi tulang.

i. Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya disebabkan

gangguan metabolisme dan diet rendah protein.

j. Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme karbohidrat

pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan

ferifer)

k. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan,

peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik dan menurunnya

lipoprotein lipase.

l. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang

menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang

menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal

ginjal.

2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,

aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan 

abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

3. Ultrasonografi (USG)

Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena

batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.

Page 12: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

4. Foto Polos Abdomen

Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.

Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.

5. Pieolografi Intra-Vena (PIV)

Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai

sistem pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

7. Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid

overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.

8. Pemeriksaan Radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

G. PENATALAKSANAAN

a) Konservatif

Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)

Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil

pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika

terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai

biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai

asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan

diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan

dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien

dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.

b) Simptomatik

1. Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume

intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan

cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobutamine dan dialisis.

Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu

penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin

diperlukan untuk mengoreksi asidosis.

2. Anemia 

Penatalaksanaan anemia dengan rekombinan erythropoiesis-

stimulating agents (ESAs) dapat memperbaiki kondisi pasien CKD dengan

Page 13: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

anemia secara signifikan. ESAs harus diberikan untuk mencapai dan

mempertahankan konsentrasi hemoglobin 11.0 sampai 12.0 gr/dL. Pasien

juga harus menerima suplemen zat besi selama menerima terapi ESA karena

erythropoiesis yang diinduksi secara farmakologis dibatasi oleh supply zat

besi, ditunjukkan dengan kebutuhan ESA yang lebih sedikit setelah pasien

menerima suplemen zat besi. Selain itu, karena tubuh membentuk banyak sel

darah merah, tubuh juga memerlukan banyak zat besi sehingga dapat terjadi

defisiensi zat besi. Serum ferritin dan persen transferrin saturation mengalami

penurunan setelah 1 minggu terapi ESA pada pasien dengan CKD yang

menerima dialysis. Karena pasien CKD mengalami gangguan metabolism zat

besi, serum ferritin dan persen transferrin saturation harus dipertahankan lebih

tinggi daripada individu normal. Maintenance serum ferritin yang disarankan

yaitu ≥200 ng/mL, dan persen transferrin saturation ≥20%. Sebagian besar

pasien CKD membutuhkan suplementasi zat besi parenteral untuk mencapai

kadar zat besi yang disarankan.

c) Terapi Pengganti

1. Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal ginjal

karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis kronik

dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi ginjal

merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang lain

kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi

kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya.

Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi

abdomen bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal

yang baru. Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin

seperti ginjal saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan

berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja

meninggal (donor kadaver).

2. Cuci Darah (dialisis)

Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara

pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju

kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik

utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu

Page 14: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

sama, difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons

terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.

a. Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD

Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran

selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi

dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin

dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi

rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan

perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).

b. Hemodialisis klinis di rumah sakit

Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia

adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi

sebagai ginjal buatan.

H. KOMPLIKASI CKD

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami

beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta

Suwitra (2006) antara lain adalah :

1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan

masukan diit berlebih.

2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium

serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan

kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

8. Edema paru terjadi akibat penimbunancairan serosa atau serosanguinosa yang

berlebihan di ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Hal ini timbul karena

ginjal tidak dapat mensekresi urin dan garam dalam jumlah cukup.

9. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

10. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

Page 15: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

LUNG OEDEMA

A. DEFINISI

Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar

ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara

akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan

interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali,

kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena

pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000; Hollenberg, 2003).

Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya

penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien

berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang,

2007).

Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru

yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan

intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan

permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang

mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepaat sehingga terjadi

gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan

hipoksia (Harun dan Sally, 2009)

B. ETIOLOGI

a. Ketidakseimbangan Starling Forces

1) Peningkatan tekanan kapiler paru

Etiologi dari keadaan ini antara lain:

Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri (stenosis mitral).

Page 16: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan

fungsi ventrikel kiri.

Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan

tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

2) Penurunan tekanan onkotik plasma

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-

losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan

juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang

sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.

3) Peningkatan tekanan negatif intersisial

Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara

pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:

Pengambilan terlalu cepat pneumotoraks atau efusi pleura

(unilateral).

Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran

napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume

(asma).

4) Peningkatan tekanan onkotik intersisial

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun

klinik.

b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory

Distress Syndrome)

Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara

kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu

yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini

daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force.

1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

2) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2,

dsb).

3) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan,

alpha-naphthyl thiourea).

4) Aspirasi asam lambung.

5) Pneumonitis radiasi akut.

6) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

Page 17: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

7) Disseminated Intravascular Coagulation.

8) Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin.

9) Shock lung oleh karena trauma di luar toraks.

10) Pankreatitis perdarahan akut.

c. Insufisiensi Limfatik

1) Post Lung Transplant

2) Lymphangitic Carcinomatosis

3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis)

d. Tak diketahui/tak jelas

1) High Altitude Pulmonary Edema

2) Neurogenic Pulmonary Edema

3) Narcotic overdose

4) Pulmonary embolism

5) Eclampsia

6) Post Cardioversion.

7) Post Anesthesia

8) Post Cardiopulmonary Bypass.

(Harun & Sally, 2009)

FAKTOR RISIKO

Penyebab paling umum dari edema paru adalah gagal jantung. Tapi tidak

setiap kasus adalah karena masalah jantung. Beberapa faktor risiko edema

paru meliputi:

Tekanan darah tinggi

Diabetes

Penyakit jantung koroner atau katup

Kegemukan

Cedera sistem saraf

Infeksi

C. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik

dan  non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat

berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri

Page 18: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

apapun sebabnya. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat  terjadi pula pada

penderita Payah Jantung Kiri Cronic

1. Edema paru kardiogenik

Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem

kardiovaskuler.

Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya

deposit lemak (plaques).

Kardiomiopati

Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak

mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung

memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak

mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-

paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-

paru (flooding).

Gangguan katup jantung

Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk

mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau

tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan

darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.

Hipertensi

Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot

ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

(Harun dan Sally, 2009).

2. Edema paru non kardiogenik

Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung tetapi

paru itu sendiri. Edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan

dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus. Cairan edema paru

nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah

lebih permeabel untuk dilewati oleh molekul besar seperti protein plasma.

Banyaknya cairan edema tergantung pada luasnya edema interstitial, ada atau

tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan kemampuan dari epitel alveolar

untuk secara aktif mengeluarkan cairan edema alveolar. Edema paru akibat

acute lung injury dimana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan

Page 19: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

penurunan kemampuan untuk menghilangkan cairan alveolar (Lorraine et al,

2005).

3. PATOFISIOLOGI

Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama

melalui celah kecil antara sel endotel kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari

sirkulasi ke ruang alveolar intertisial pada keadaan normal tidak dapat masuk ke

ruang alveolar hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas ikatan yang sangat

rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang intertisial, cairan tersebut akan

dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang kemudian dikembalikan oleh sistem

limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar

tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari

mikrosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang

dihasilkan sebagian oleh gradient tekanan onkotik protein.

Edema paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena

peningkatan tekanan hidrostatik yang cepat dalam kapiler paru menyebabkan

peningkatan filtrasi cairan transvascular. Peningkatan tekanan hidrostatik di

kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena

pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVED) dan

tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan ventrikel kiri (18 – 25 mmHG)

menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang ruang intersisial

peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih ti nggi (>25) maka

cairan edema akan menembus epitel paru,membanjiri alveolus. Kejadian

tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses

sebagai berikut :

- Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya

pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi

jantung.

Page 20: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

- Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi

pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan

tekanan ventrikel kanan melalui mekanime interdependensi ventrikel akan

semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri.

- Insufisiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk

fungsi jantung

Bila edema paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostati k

maka sebaliknya, edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas pembuluh darah paru yang menyebabkan meningkatnya cairan

dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus. Cairan edema paru

nonkardiogenik memiliki kadar protein tinggi karena membran pembuluh darah

lebih permeable untuk dilewati oleh protein plasma. Akumulasi cairan edema

ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan filtrasi cairan ke dalam paru

dan kecepatan cairan tersebut dikeluarkan dari alveoli dan intersisial.

4. MANIFESTASI KLINIS

Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam

dan biasanya di dahului dengan rasa gelisah, ansictas dan tidak dapat tidur.

Awitan sesak nafas mendadak dan rasa akfiksia (seperti kebiasaan nafas)

tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik dan warna

kulit menjadi abu-abu.

Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi

Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mokoid.

Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi

mendekati, pasien muali bingung, kemudian stopor.

Nafas menjadi bising dan basah (dapat tenggelam oleh cairan sendiri)

Heomamptec (batuk darah)

Ronchi

Tekanan darah menurun

Takhikardi

+++

+

+

Page 21: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

Cara membedakan ALO kardiogenik dan ALO non kardiogenik

ALO kardiogenik ALO non kardiogenikAnamnesis

Acute cardiac event (+) JarangPenemuan Klinis

PeriferS3 gallop/kardiomegali

JVPRonki

Dingin (low flow state)(+)

MeningkatBasah

Hangat (high flow meter)Nadi kuat

(-)Tak meningkat

KeringTanda penyakit dasar

LaboratoriumEKG

Foto toraksENzim kardiak

PCWPShunt intra pulmonerProtein cairan edema

Iskemia/infarkDIstribusi perihiler

Bisa meningkat> 18 mmHg

Sedikit< 0.5

Biasanya normalDistribusi periferBiasanya normal

< 18 mmHgHebat> 0.7

Keterangan:JVP: jugular venous pressurePCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure(Harun dan Nasution,2006)

5. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan pada penyakit edema paru di arahkan terhadap penyakit

primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan

suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi

hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja

dengan baik bila terjadi gagal multiorgan.

Pemberian oksigen sering berguna untuk meringankan dan menghilangkan

rasa nyeri dada dan bila memungkinkan dapat dicapai paling baik dengan

memberikan tekanan positif terputus-putus.

Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan menurunkan tekanan

arteri pulmonal berarti dapat membantu mengurangi kebocoran kapiler paru.

Caranya ialah dengan retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator

pulmonal (nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan yang penting yaitu

mempertahankan keseimbangan yang optimal antara tekanan pulmoner yang

rendah untuk mengurangi kebocoran ke dalam alveoli, tekanan darah yang adekuat

untuk mempertahankan perfusi jaringan dan transport oksigen yang optimal.

Apabila sudah ditemukan gagal ginjal, dilakukan perawatan konservatif

berupa diet rendah protein. Apabila gagal ginjal sudah lanjut, diperlukan dialysis

bahkan transplantasi ginjal.

Page 22: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

HEMODIALISA

A. DEFINISI

Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat

dialysis ginjal) untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan produk sisa dari

darah. (Litin, 2009)

Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut,

gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin. Hemodialysis termasuk

jenis membrane dialysis selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan hemodialysis

adalah pasien hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan

cangkok ginjal hanya dapat digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor

ginjal. (Rizal, 2011)

Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai terapi

pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari

peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin,

asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable sebagai pemisah

darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis

dan ultra filtrasi.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hemodialisa

adalah suatu terapi pengganti ginjal yang menggunakan mesin ginjal buatan untuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh kita, dimana menggantikan

ginjal yang sudah tidak dapat berfungsi dengan baik lagi.

Page 23: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

B. TUJUAN

Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari

darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang

penuh dengan toksik dan sisa nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser

tempat darah tersebut di bersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh

pasien.

1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam

urat.

2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah

dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif

(penghisap) dalam kompartemen dialisat.

3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

C. INDIKASI

1. Gagal ginjal akut

2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit

3. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l

4. Ureum lebih dari 200 mg/dl

5. PH darah kurang dari 7,1

6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari

7. Intoksikasi obat dan zat kimia

8. Sindrom Hepatorenal

D. PRINSIP KERJA

Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi,

osmosis, dan ultrafiltrasi.

Toksin dan zat limbah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak

dari darah yang memilki konsentrasi tinggi ke cairan yang konsentrasi rendah.

Air yang berlebihan akan di keluarkan dari tubuh melalui proses osmosis.

Pengeluaran air dapat di kendalaikan dengan menciptakan gradien tekanan

dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi

(tubuh pasien) ke tekanan yang loebih rendah (cairan dialisat).gradien ini dapat

di tingkatkan meleui tekanan negatif yang di kenal dengan ultrafiltrasi. Tekanan

negatif ini di terapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran

Page 24: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

dan memfasilitasi pengeluran air karena pasien tidak dapat mengekresikan ari

kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai

isovolemia(keseimbangan cairan).

E. PROSES HEMODIALISA

Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh

masuk kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu

darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien.

Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi

dan secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup

laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi,

pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam

hemodialysis memerlukan akses vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH)

yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu

diperlukan kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara kontinyu selama

hemodialysis 4 – 5 jam.

AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher

atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara

arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih

Page 25: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

populer bila disebut (brescia) cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien

masuk ke dalam sirkulasi darah mesin hemodialysis yang terdiri dari selang

inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua

ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien.

Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati

sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah dibersihkan, sampah-

sampah secara kontinyu menembus membrane dan menyeberang ke kompartemen

dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialysis dengan

kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat.

Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan

glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih

yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama

proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di

luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah mesin.

Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat

terlarut ke sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan

menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa

metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada membrane

semipermeable yang terdapat dalam dialyzer, dimana dalam dialyzer tersebut

dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter current).

Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat yang

terlarut berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea, kalium, asam urea,

fosfat dan kelebihan khlorida pada darah dan dialysate. Semakin besar konsentrasi

racun tersebut di dalam darah dan dialisat maka proses difusi semakin cepat.

Berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan adalah antar

kompartemen cairan yang statis, hemodialysis bersandar pada pengangkutan

konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke

dalam berlawanan arah dengan mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat

meningkatkan efektifitas dialysis.

Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah

disterilkan, urea dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat, berdifusi

ke dalam dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut dalam darah

digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini

adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer. Tekanan darah

Page 26: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati membrane. Jika tekanan dari

dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.

Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang

bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan pada

mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannnya dalam menggantikan peran

ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011).

F. PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS JANGKA

PANJANG

Diet dan massalah cairan

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis

mengingat adanya efek uremia. Apabila ginajal yang rusak tidak mampu

mengekresikan produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini

akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin

yang di kenal dengan gejala uremik.

Pertimbangan medikasi

Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.

Pasien yang memerlukan obat-obatan harus di pantau dengan ketat untuk

memastikan agar kadar obat-oabatan dalam darah dan jaringan dapat di

pertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.

G.  KOMPLIKASI

Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:

1. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di keluarkan.

2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika

udara memasuki sistem vaskuler pasien.

3. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.

4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme

meninggalkan kulit.

5. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral

dan muncul sebagai serangan kejang. 

6. Kram otot yang nyeri terjadi ketikacairan dan elektrolit dengan cepat

meningglkan ruang ekstrasel.

7. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

Page 27: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CKD

A. PENGKAJIAN

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu

pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :

1. Demografi.

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang

mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal

seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD

dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan

penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk /

berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air

minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak

sehat.

2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,glomerulonefri

tis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus

urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.

3. Pengkajian pola fungsional Gordon

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien

Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit

parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter.

Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung

kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah

dihindari.

b. Pola nutrisi dan metabolik.

Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun

waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan

air naik atau turun.

c. Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.

Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi

peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan

darah dan suhu.

Page 28: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

d. Aktifitas dan latian.

Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien

tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.

e. Pola istirahat dan tidur.

Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata.

Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.

f. Pola persepsi dan kognitif.

Gejalanya penurunan sensori dan rangsang. Tandanya adalah penurunan

kesadaran seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan

jelas.

g. Pola hubungan dengan orang lain.

Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai

terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup,

komunikasi tidak jelas.

h. Pola reproduksi

Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan

kepuasan dalam hubungan. Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat

berhubungan, penurunan kualitas hubungan.

i. Pola persepsi diri.

Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema,

citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan

percaya diri.

j. Pola mekanisme koping.

Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil keputusan

dengan tepat, mudah terpancing emosi.

k. Pola kepercayaan

Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah

meninggalkan perintah agama. Tandanya pasien tidak dapat melakukan

kegiatan agama seperti biasanya.

4. Pengkajian fisik

a. Penampilan / keadaan umum

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien

dari compos mentis sampai coma.

b. Tanda-tanda vital.

TD naik, respirasi naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.

Page 29: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

c. Antropometri.

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,

atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.

d. Kepala

Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,

hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan

pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

e. Leher dan tenggorok : peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid

pada leher.

f. Dada

Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot

bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada

paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan

pada jantung.

g. Abdomen : terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut

buncit.

h. Genital : kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,

terdapat ulkus.

i. Ekstremitas.

Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,

dan Capillary Refil lebih dari 1 detik.

j. Kulit : turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /

uremia, dan terjadi perikarditis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:

1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialysis.

2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,

perikarditis

3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan

natrium.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan

yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

5. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive

Page 30: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya

informasi kesehatan.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi

1 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2

Setelah dilakukan askep ... jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik

Kriteria Hasil:

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai

Warna kulit normal,hangat&kering

Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap

Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat

Peningkatan toleransi aktivitas

NIC: Toleransi aktivitas

1. Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi

2. Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari

3. Peningkatan aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri

4. Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas

5. Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital

6. Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas

2 Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, penurunan energi, kelemahan

Setelah dilakukan askep ..... jam pola nafas klien menunjukkan ventilasi yg adekuat dg kriteria :

Tidak ada dispnea

Kedalaman nafas normal

Tidak ada retraksi dada / penggunaan otot bantuan pernafasan

Monitor Pernafasan:

1. Monitor irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan.

2. Perhatikan pergerakan dada.

3. Auskultasi bunyi nafas

4. Monitor peningkatan ketidakmampuan istirahat, kecemasan dan sesak nafas.

Pengelolaan Jalan Nafas

5. Atur posisi tidur klien untuk maximalkan ventilasi

6. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

7. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan

8. Auskultasi bunyi nafas

9. Bersihhkan skret jika ada dengan batuk efektif / suction jika perlu.

3 Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme

Setelah dilakukan askep ..... jam pasien mengalami keseimbangan

Fluit manajemen:

1. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat)

Page 31: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

pengaturan melemah

cairan dan elektrolit.

Kriteria hasil:

Bebas dari edema anasarka, efusi

Suara paru bersih

Tanda vital dalam batas normal

2. Monitor tnada vital

3. Monitor adanya indikasi overload/retraksi

4. Kaji daerah edema jika ada

Fluit monitoring:

5. Monitor intake/output cairan

6. Monitor serum albumin dan protein total

7. Monitor RR, HR

8. Monitor turgor kulit dan adanya kehausan

9. Monitor warna, kualitas dan BJ urine

4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan askep …..jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan kriteria hasil

BB stabil

Tidak terjadi malnutrisi,

Tingkat energi adekuat

Masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

1. kaji pola makan klien

2. Kaji adanya alergi makanan.

3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien

Monitor Nutrisi

8. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

9. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

10. Monitor lingkungan selama makan.

11. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

12. Monitor adanya mual muntah.

13. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

Page 32: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

14. Monitor intake nutrisi dan kalori

6 Resiko infeksi b/d tindakan invasive, penurunan daya tahan tubuh primer

Setelah dilakukan askep ... jam risiko infeksi terkontrol dg KH:

Bebas dari tanda-tanda infeksi

Angka leukosit normal

Pasien mengatakan tahu tentang tanda-tanda dan gejala infeksi

Kontrol infeksi

1. Ajarkan tehnik mencuci tangan

2. Ajarkan tanda-tanda infeksi

3. laporkan dokter segera bila ada tanda infeksi

4. Batasi pengunjung

5. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat ps

6. Tingkatkan masukan gizi yang cukup

7. Anjurkan istirahat cukup

8. Pastikan penanganan aseptic daerah IV

9. Berikan PEN-KES tentang risk infeksi

Proteksi infeksi:

10. Monitor tanda dan gejala infeksi

11. Pantau hasil laboratorium

12. Amati faktor-faktor yang bisa meningkatkan infeksi

13. Monitor Vital Sign

6 Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya b.d. kurangnya sumber informasi

Setelah dilakukan askep … jam Pengetahuan klien / keluarga meningkat dg KH:

Pasien mampu:

Menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan

Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas

Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan

Pendidikan : proses penyakit

2. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya

3. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.

4. Jelaskan kondisi klien

5. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi

7. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya

8. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung

9. instruksikan kapan harus ke pelayanan

10. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan

Page 33: LP CKD+LUNG OEDEMA+HD

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000. Nursing care plans:

Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa:

Kariasa,I.M. Jakarta: EGC.

Fauci et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. United

States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.

Harun S dan Sally N. Edema Paru Akut. 2009. In: Sudoyo  AW, Setiyohadi B, Alwi

I, Simadibrata M, Setiati  S, editor.  Buku ajar ilmu penyakit  dalam. 5th Ed.

Jakarta:  Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. p. 1651-1653.

Lorraine et al. 2005. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med.;353:2788-96.

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media

Aeusculapius FKUI.

Nurko, Saul. 2006. Anemia in chronic kidney disease: Causes, diagnosis, treatment.

Cleveland Clinic Journal of Medicine. 73(3): 289-97

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2001. Brunner & Suddarth Textbook of

Medical Surgical Nursing 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-

proses Penyakit. Jakarta : EGC.