LP ASKEP PTERIGIUM.doc
-
Upload
yan-ghayut -
Category
Documents
-
view
3.861 -
download
318
description
Transcript of LP ASKEP PTERIGIUM.doc
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN PTEREGIUM
OLEH :
Ni Putu Manik Suari Widanti
PO7120010033
II.2 Reguler
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN PTERIGIUM
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau
konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena
biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea,
sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika
sampai menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium
merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering
kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea.
Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak
begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya
sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah
lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi
merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses
cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun
pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan
hilangnya penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan menentukan
tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung dari banyaknya
pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan bahwa tidak ada efek samping
dari pengobatan dan perawatan yang diberikan.
B. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga merupakan suatu
neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka
yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan banyak terkena panas terik
matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak
terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab
paling umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara panas)
yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini. Selain itu dapat pula
dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen, kimia dan zat pengiritasi lainnya.
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang-orang yang tinggal di
dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak.
C. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epithelium, Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila dicat
dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan
elastic akan tetapi bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-kadang
berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea menarik dan pada
daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat degenerasi stauma yang
berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang penuh pembulih darah. Degenerasi ini
menekan kedalam kornea serta merusak membran bauman dan stoma kornea bagian
atas.
PATWAYS
Sinar Ultra Violet Angin Asap Debu
Semua alergi menuju ke bagian nasal orbita
Meatus nasi inferior
Tenjadi iritasi
Penebalan dan pertumbuhan
Konjungtiva bulbi
Menjalar ke kornea
Perubahan rasa nyaman Menutupi kornea(Rasa kemeng di mata,Sensasi benda asing)
Pandangan kabur
Dilakukan tindakan operatif
Terjadi trauma jaringan (luka)
Risiko cidera
Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing di
mata) Perubahan persepsi sensori
Ansietas
Nyeri
Risiko InfeksiPerubahan persepsi sensori
Risiko Cidera
D. Manifestasi Klinis
1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke kornea (Zone
Optic).
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat kering) dan garis
besi yang terletak di ujung pteregium.
E. Klasifikasi Dan Grade
1. Klasifikasi Pterygium:
a. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
b. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.
2. Grade pada Pterygium :
a.Grade 1:
Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva sklera
masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
b.Grade 2:
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
c.Grade 3:
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah kambuh.
d.Grade 4:
Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
F. Pemeriksaan Dan Penegakan Diagnostik
1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan, faktor risiko
seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta memeriksa visus
pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan lanjut. Anamnesa positif
terhadap faktor risiko dan paparan serta pemeriksaan fisik yang menunjang
anamneses cukup untuk membuat suatu diagnosa pterygium.
3. Pemeriksaan Slit Lamp
Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk memastikan
bahwa lesi adalah pterygium dan untuk menyingkirkannya dari diagnosa banding
lain. Pemeriksaan slit lamp dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari
lensa pembesar dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola
mata dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh bagian luar
untuk terlihat dengan jelas.
G. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila
pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan.
Pengobatan pterygium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau
pterygium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan udara kering
dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan
bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat delen (lekukan kornea) beri air mata
buatan dalam bentuk salep. Bila diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu
kontrol 2 minggu dan bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan bila
pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat tumbuh menutupi seluruh
permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk mengangkat
pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi penglihatan atau secara
tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi biasanya akan diberikan terapi lanjut
seperti penggunaan sinar radiasi B atau terapi lainnya.
H. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan memberi
kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah otot rektus umumnya
menyebabkan diplopia pada pasien dengan pterygium yang belum dilakukan
pembedahan. Pada pasien dengan pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan
focal kornea mata akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitreous, atau retinal detachment.
Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium
adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian dari kasus ini dapat
memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan pterygium adalah :
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat,
Pendidikan.
2. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada matanya, penglihatan
kabur.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada
pasien dengan pterygium adalah penurunan ketajaman penglihatan. Sejak kapan
dirasakan, sudah berapa lama, gambaran gejala apa yang dialami, apa yang
memperburuk atau memperingan, apa yang dilakukan untuk menyembuhkan
gejala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti DM,
hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya
memicu resiko pterygium.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.
6. Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual
a. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya
atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur /
tidak jelas.
c. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah sekali,
pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur.
d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya maumun
tindakan operatif yang akan dijalaninya.
e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji riwayat
keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji
riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,
steroid / toksisitas fenotiazin.
7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang tumbuh
abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke kornea.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan adanya
penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat diskontinuitas
jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post
operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtifa bulbi yang menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa nyaman, dan
dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
Pasien merasa nyaman.
Pasien dapat rileks
Intervensi Rasional
1) Kaji dan dokumentasikan keluhan
pasien.
2) Beri pemahaman kepada pasien
tentang penyakitnya.
3) Beri penjelasan kepada pasien
mengenai tindakan yang dapat
membantu pasien agar merasa lebih
nyaman seperti: memakai kaca mata
gelap pada siang hari, beerusaha
1) Untuk mengetahui penyebab penyakit
pasien.
2) Agar pasien paham dan mengerti
dengan penyakitnya sehingga mampu
menjalani pengobatan sesuai saran
dokter.
3) Untuk mengurangi pemaparan sunar
ultraviolet maupun debu pada mata.
memperkecil kemunginan kontak
dengan angin, asap, debu, dan sinar
matahari.
4) Sarankan kepada pasien agar segera
berkonsultasi dengan dokter bila
terjadi perubahan yang signifikan
pada matanya.
5) Sarankan kepada pasien untuk
memakai obat yang telah diresepkan
oleh dokter.
6) Kolaborasi dalam pelaksanaan
eksterpasi pterygium.
4) Untuk mengetahui perkembangan
penyakit mata yang pasien alami.
5) Untuk mempercepat proses
penyembuhan.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman penglihatan,
kemudian catat apakah satu atau
dua mata terlibat dan observasi
tanda-tanda disorientasi.
2) Orientasikan klien tehadap
lingkungan.
3) Perhatikan tentang suram atau
penglihatan kabur dan iritasi mata,
dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
4) Ingatkan klien menggunakan
1) Penemuan dan penanganan awal
komplikasi dapat mengurangi
resiko kerusakan lebih lanjut.
2) Meningkatkan keamanan mobilitas
dalam lingkungan.
3) Cahaya yang kuat menyebabkan
rasa tak nyaman setelah
penggunaan tetes mata dilator.
4) Membantu penglihatan pasien.
kacamata.
3. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
a.Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
b.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb).
Intervensi Rasional
1) Orientasikan pasien dengan
lingkungannya.
2) Awasi pasien selama proses
pemeriksaan berlangsung.
3) Bimbing pasien berjalan selama
pemeriksaan bila pengelihatannya
sangat kabur.
4) Bersihkan jalan yang dilewati
pasien dan yakinkan ruangan
dalam keadaan terang.
5) Libatkan keluarga dalam
pengawasan pasien sehari-hari.
6) Anjurkan untuk menjauhkan
benda-benda yang berbahaya di
sekitar lingkungan pasien.
7) Anjurkan untuk menghindari
pasien melintasi lantai licin.
1) Agar pasien terbiasa dan hafal
dengan situasi disekelilingnya.
2) Mencegah terjadinya risiko cidera
pada pasien.
3) Agar pasien merasa aman dan
mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
4) Untuk menghindari risiko cidera, dan
lebih memperjelas penglihatan
pasien.
5) Mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
6) Mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
7) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
pada pasien.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan kecemasan pasien
berkurang.
b. Kriteria Evaluasi
Pasien tidak cemas
Pasien tampak rileks
Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat ansietas, derajat
pengalaman nyeri/ timbulnya gejala
tiba-tiba dan pengetahuan kondisi
saat ini.
2) Berikan informasi yang akurat dan
jujur. Diskusikan kemungkinan
bahwa pengawasan dan pengobatan
dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan.
3) Dorong pasien untuk mengakui
masalah dan mengekspresikan
perasaan.
4) Jelaskan dengan jujur mengenai
prosedur tindakan operatif yang
akan dijalaninya.
5) Identifikasi sumber/ orang yang
menolong.
1) Factor ini mempengaruhi persepsi
pasien terhadap ancaman diri,
potensial siklus ansietas, dan dapat
mempengaruhi upaya medic untuk
mengontrol TIO.
2) Menurunkan ansietas sehubungan
dengan ketidaktahuan/harapan yang
akan datang dan memberikan dasar
fakta untuk membuat pilihan
informasi tentang pengobatan.
3) Memberikan kesempatan untuk
pasien menerima situasi nyata,
mengklarifikasi salah konsepsi dan
pemecahan masalah.
4) Pasien mengerti tentang prosedur
operasi sehingga kecemasan pasien
akan berkurang.
5) Memberikan keyakinan bahwa pasien
tidak sendiri dalam menghadapi
masalah.
Post operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan.
a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang atau
terkontrol.
b. Kriteria hasil :
Pasien mengeluh tidak nyeri
Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan.
Intervensi Rasional
1) Monitor TTV pasien
2) Kaji tingkat nyeri yang dialami
oleh klien.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan kepada klien tekhnik
distraksi / relaksasi.
5) Anjurkan pasien untuk tidak
melakukan aktifitas yang dapat
meningkatkan vasokontraksi,
seperti mengedan dan batuk
beruntun.
6) Ciptakan tempat tidur yang
nyaman.
7) Kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian analgetik
1) Mengetahui keadaan umum
pasien.
2) Untuk mengetahui tingkat nyeri
pasien.
3) Membantu pasien untuk rileks.
4) Untuk mengurangi rasa nyeri.
5) Vasokontraksi dapat
meningkatkan tekanan bola mata
sehinggan dapat meningkatkan
nyeri yang dirasakan.
6) Memberikan kenyamanan pada
pasien
7) Mengurangi nyeri secara
farmakokinetik.
2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif) bedah.
a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien.
b. Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor, fungsiolaesa.
Intervensi Rasional
1) Kaji karakteristik luka, pantau
adanya tanda infeksi (rubor,
kalor, dolor, tumor, dan
fungsiolaesa).
2) Gunakan tehnik aseptik dalam
perawatan post operatif.
3) Beri tahu klien tentang
pentingnya kebersihan dan cara
mencuci tangan yang baik.
Yaitu cuci tangan dibawah air
mengalir dan gunakan 6 langkah
cuci tangan yang baik dan benar.
Informasikan untuk melakukan
cuci tangan yg benar sebalum
dan sesudah menyentuh daera
mata.
4) Ajarkan untuk membersihkan
mata dengan kapas yang
dibasahi dengan air hangat-
hangat kuku bila mata tersa
gatal.
5) Kolaborasi dalam pemberian
antibiotika.
1) Mengetahui keadaan umum luka
dan mengidentifikasi adanya
tanda-tanda infeksi.
2) Untuk mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap mikroba
3) Mencegah terjadinya infeksi.
Bila tangan yang menyentuh
daerah mata kotor maka akan
mempermudah jalan masuknya
mikrooorganisme pathogen ke
dalam luka.
4) Air hangat-hangat kuku dapat
membunuh beberapa jenis
mikroorganisme pathogen
5) Membantu membunuh
mikroorganisme patogen.
3. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan luka post
operasi.
a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu,
mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman penglihatan.
2) Orientasikan klien pada
lingkungan, staf, orang lain di
sekitar.
3) Letakkan barang yang sering
diperlukan dalam jangkauan .
4) Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi nutrisi yang
bergizi, misalnya buah-buahan
yang berwarna kuning, seperti
pepaya, wortel dan lain-lain.
5) Berikan obat-obatan sesuai terapi.
1) Mengetahui tingkat ketajaman
pengeliatan pasien.
2) Memudahkan pasien
berkomunikasi dengan orang
disekitar.
3) Memudahkan pasien
mengambil barang-barang yang
sering digunakan.
4) Buah-buahan yang berwarna
kuning memiliki kandungan
vit. A yang tinggi dan baik
untuk mata. Dan asupan nutrisi
yang baik dapat mempercepat
proses penyembuhan luka.
5) Mempercepat penyembuhan
secara farmakokinetik.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan pengelihatan.
c.Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera.
d.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores, tertusuk, dsb).
Intervensi Rasional
1) Orientasikan pasien dengan
lingkungannya.
2) Bimbing pasien berjalan selama
pemeriksaan bila pengelihatannya
sangat kabur.
3) Bersihkan jalan yang dilewati pasien
dan yakinkan ruangan dalam
keadaan terang.
4) Anjurkan pasien tidak melakukan
aktifitas yang dapat meningkatkan
tekanan pada bola mata seperti
menunduk, mengedan, dan batuk
beruntun.
5) Anjurkan pasien agar tidak miring
kearah mata yang sakit/ luka pada
saat tidur.
6) Anjurkan pasien untuk makan
makanan tinggi serat (sayur-sayuran
dan buah-buahan) agar pencernaan
menjadi lancar.
7) Libatkan keluarga dalam
pengawasan pasien dan membantu
pasien memenuhi kebutuhan sehari-
hari.
8) Anjurkan keluarga untuk
menciptakan lingkungan yang aman
bagi pasien misalnya menjauhkan
benda-benda yang berbahaya di
sekitar lingkungan pasien dan
gunakan tempat tidur yang rendah
1) Agar pasien terbiasa dan hafal
dengan situasi disekelilingnya.
2) Agar pasien merasa aman dan
mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
3) Untuk menghindari risiko cidera,
dan lebih memperjelas penglihatan
pasien.
4) Peningkatan tekanan pada bola mata
yang terdapat luka berisiko
memperparah cidera pada mata yang
luka.
5) Tidur kearah mata yang sakit dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan
pada bola mata yang sakit, sehingga
berisiko menyebabkan cidera/
pendarahan pada luka.
6) Pencernaan yang lancar mengurangi
kemungkinan pasien mengedan saat
BAB, sehingga mengurangi risiko
cidera.
7) Mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
8) Mencegah terjadinya cidera pada
pasien.
9) Mencegah terjadinya cidera/jatuh
pada pasien
dengan pagar pengaman di tepi
tempat tidur untuk pasien.
9) Anjurkan untuk menghindari pasien
melintasi lantai licin
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai
perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan pasien mengetahui tentang
penyakitnya.
b. Kriteria hasil: pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya dan cara
perawatannya.
Intervensi Rasional
1) Berikan penjelasan mengenai
kondisi penyakit, proses
sebelumnya dan sesudah dilakukan
pembedahan.
2) Jelaskan dan ajarkan perawatan
secara teratur di pelayanan
kesehatan terdekat.
3) Libatkan orang terdekat klien dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan
sehari-hari.
1) Menambah pengetahuan pasien
tentang penyakitnya.
2) Menambah pengetahuan pasien
tentang cara perawatannya.
3) Memudahkan dalam membantu
pasien dalam melakukan ADL.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus,
dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E. EVALUASI
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2. Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3. Pasien tidak mengalami cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Salim S Anissa (2005), Asuhan Keperawatan pada Pasien Pterigium,
www.google.com,
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Pembimbing Praktik,
NIP
Denpasar, 23 Mei 2012
Mahasiswa,
Ni Putu Manik Suari Widanti
NIM. PO7120010033
Mengetahui
Pembimbing Akademik,
NIP.