LO

24
Khansa Haura (1102010144) LO. 1. Memahami dan menjelaskan makro dan mikro usus halus, usus besar dan hepar manusia LI. 1.1. Anatomi USUS HALUS Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar beberapa bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Karena tidak mempunyai mesenterium ma duodenum disebut juga Intestinum Tenue non Mesenteriale dan jejunum serta ileum yang mempunyai mesenterium disebut Intestinum Tenue Mesenteriale. Duodenum disebut juga usus dua belas jari yaitu 12 jari (panjang kira-kir bagian usus setelah pilorus sampai pada permulaan jejunum, berbentuk sepatu kuda, dan kep mengelilingi kepala pankreas.Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalamduodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika, atau ampu sepuluh sentimeter dari pilorus. Duodenum inisebagianbesar letaknya secundair Retro Peritoneal (semasa fetus muda letaknya Intra peritoneal kemudian pada fetus lebih tua letaknya beralih melekat belakang abdomen) letaknya rapat pada dinding abdomen belakang kanan dan didepannya dilap oleh peritoneum viscerale. Duodenum terdiri dari empat bagian : Pars Superior Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) yang berjalan horizontal. Bagian permulaanny (setelah pilorus) disebut Bulbus duodeni, sebab berbentuk membesar dan meluas. mempunyai mesenterium, pada bagian belakang abdomen tiba-tiba membelok 90 deraj bawah secara vertikal. Di depan pars superior ini terdapatLigamentum HepatoDuo dibelakangnya berjalan V. Cava Inferior Pars Descendens Duodeni(panjang kira-kira 8 cm) berada rapat pada dindingbelakang abdomen; sebelah kanan belakang terdapat ginjal kanan, dan masuk Ductus Choledocus dan Ductus Pancreaticus serta ductus Wirsungi. Di depan Bagian ini berjalan Transversum. Pars Inferior (horizontal) Duodeni (panjang kira-kira 7.5 cm) berjalan horizontal kekiri pada l L-3. Didepan duodenum ini terbentangmesenterium yang didalamnya terdapat arteri dan V. Mesenterica Superior, serabut-serabut syaraf dan pembuluh limfe. Di belakangbagianini berjalan V. Kava Inferior dan Aorta Abdominalis serta Pankreasdiatasnya. Akhir bagian ini membelok ke atas depan menjadi Pars Ascendens Doudeni. Pars Ascendens Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) sampai level L-2 dan berlanjut sampai jej Sambungan duodenum dengan jejunum disebut flexura duodeno jejunalis. Permukaan dalam duodenum dilapisis mukosa. Permukaan mukosa pada bulbus tinggi mencapai 1 cm dan sa sama lainnya berjarak 0.5 cm. Pada pertengahan duodenum pars desendens di bagian kiri ter muara bersama duktus choledochus (saluran empedu) dan ductus wirsungi (saluran pankreas). Bagian-bagian duodenum yang dilapisi peritoneum adalah duodenum pars superior ditut seluruhnya oleh peritonium viscerale. Duodenum pars desscendens, hanya bagian depan yang dilapisi peritonium. Duodenumpars horizontal, hanya bagian depan yang dilapisi peritoneum. Duodenum pars ascendens, seluruhnya dilapisi peritoneum. Alat-alat disekitar duodenum adalah ginjal kanan dan ureter berada di belakangduodenum pars descendens.

Transcript of LO

Khansa Haura (1102010144) LO. 1. Memahami dan menjelaskan makro dan mikro usus halus, usus besar dan hepar manusia LI. 1.1. Anatomi USUS HALUS Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar dan dibagi dalam beberapa bagian yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Karena tidak mempunyai mesenterium maka duodenum disebut juga Intestinum Tenue non Mesenteriale dan jejunum serta ileum yang mempunyai mesenterium disebut Intestinum Tenue Mesenteriale. Duodenum disebut juga usus dua belas jari yaitu 12 jari (panjang kira-kira 25 cm) yaitu bagian usus setelah pilorus sampai pada permulaan jejunum, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalamduodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula vateri, sepuluh sentimeter dari pilorus. Duodenum ini sebagian besar letaknya secundair Retro Peritoneal (semasa fetus muda letaknya Intra peritoneal kemudian pada fetus lebih tua letaknya beralih melekat pada dinding belakang abdomen) letaknya rapat pada dinding abdomen belakang kanan dan didepannya dilapisi oleh peritoneum viscerale. Duodenum terdiri dari empat bagian : Pars Superior Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) yang berjalan horizontal. Bagian permulaannya (setelah pilorus) disebut Bulbus duodeni, sebab berbentuk membesar dan meluas. Bagian ini mempunyai mesenterium, pada bagian belakang abdomen tiba-tiba membelok 90 derajat ke bawah secara vertikal. Di depan pars superior ini terdapatLigamentum HepatoDuodenale dan dibelakangnya berjalan V. Cava Inferior Pars Descendens Duodeni (panjang kira-kira 8 cm) berada rapat pada dinding belakang abdomen; sebelah kanan belakang terdapat ginjal kanan, dan masuk Ductus Choledocus dan Ductus Pancreaticus serta ductus Wirsungi. Di depan Bagian ini berjalan Colon Transversum. Pars Inferior (horizontal) Duodeni (panjang kira-kira 7.5 cm) berjalan horizontal kekiri pada level L-3. Didepan duodenum ini terbentangmesenterium yang didalamnya terdapat arteri dan V. Mesenterica Superior, serabut-serabut syaraf dan pembuluh limfe. Di belakang bagian ini berjalan V. Kava Inferior dan Aorta Abdominalis serta Pankreasdiatasnya. Akhir bagian ini membelok ke atas depan menjadi Pars Ascendens Doudeni. Pars Ascendens Duodeni (panjang kira-kira 5 cm) sampai level L-2 dan berlanjut sampai jejunum. Sambungan duodenum dengan jejunum disebut flexura duodeno jejunalis. Permukaan dalam duodenum dilapisis mukosa. Permukaan mukosa pada bulbus tinggi mencapai 1 cm dan satu sama lainnya berjarak 0.5 cm. Pada pertengahan duodenum pars desendens di bagian kiri terdapat muara bersama duktus choledochus (saluran empedu) dan ductus wirsungi (saluran pankreas). Bagian-bagian duodenum yang dilapisi peritoneum adalah duodenum pars superior ditutupi seluruhnya oleh peritonium viscerale. Duodenum pars desscendens, hanya bagian depan yang dilapisi peritonium. Duodenum pars horizontal, hanya bagian depan yang dilapisi peritoneum. Duodenum pars ascendens, seluruhnya dilapisi peritoneum. Alat-alat disekitar duodenum adalah ginjal kanan dan ureter berada di belakangduodenum pars descendens.

Khansa Haura (1102010144) Colon transversum berjalan melintang di depan pars descendens dan di atas pars horizontalis. Pankreas terdapat di sebelah kiri dari duodenum pars descendens. Hepar lobus kanan terdapat di depan duodenum pars superior dan duodenum pars descendens. Arteri dan vena mesenterica superior berada di depanduodenum pars horizontalis (pars inferior). V. cava inferior danaorta abdominalis berada di belakang duodenum. Jejunum adalah usus halus lanjutan duodenum yang panjangnya kira-kira meter, penampangnya berkisar 25-35 mm. Jejunum berkelok-kelok dan berada di bawah colon transversum dan ditutupi oleh omentum mayus. Permulaannya pada flexura duodeno jejunalis (level L2) dan berakhir pada sacro iliaca junction kanan. Penampang permulaan 33.5 cm dan makin ke kaudal makin kecil 2.5 cm. Jejunum mempunyai mesenteriumlengkap; permukaan mukosa jejunum memperlihatkan Plicae Mucosa Circulare yang pada apangkalnya agak tinggi (kirakira 5 cm) dan jarang, makin ke kaudal lebih rendah (kira-kira 2 cm) dan lebih rapat. Disini terdapat limfonodi solitaris (sebesar kepala jarum pentul). Ileum adalah usus halus lanjutan jejunum yang menempati rongga perut kawasan hypogastrica, panjang ileum ini berkisar 2-2.5 meter dengan lumen permulaan 25 mm danlumen kaudal 20 mm. Ileum ini warnanya agak kemerahan sebab mempunyai banyak kapiler. Absorpsi makanan terutama terjadi pada usus ini. Ileum mempunyai mesenterium lengkap. Permukaan mukosa memperlihatkan plicae mucoase semisircularis agak rendah (kira-kira 2 mm) dan rapat, pada bagian kaudal plika lebih lengkap. Disini terdapat limfonodi aggregati (peyer plexus). Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan serosa) dibentuk oleh peritonium. Peritonium mempunyai lapisan viiseral dan parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritonium. Peritonium melipat dan meliputi hampir seluruh viscera abdomen. Nama-nama khusus telah diberikan pada lipatanlipatanperitonium. Mesenterium merupakan lipatan peritonium lebar yang menyerupai kipas yang menggantung jejunum dan ileumdari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah dan limfe yang menyuplai ke usus. Omentum mayusmerupakan lapisan ganda peritonium yang menggantung darikurvatum mayor lambung dan berjalan turun di depan visera abdomen menyerupai celemek. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari kurvatura minor lambung dan bagian atasduodenum, menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale. Salah satu fungsi penting peritonium adalah mencegah gesekan antara organ-organ yang berdekatan sebagai pelumas. Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan : lapisan luar terdiri atas serabutserabut longitudinal yang lebih tipis; dan lapisan dalam terdiri dari serabut-serabut sirkular. Lapisan submukosa terdapat antara otot sirkuler dan lapisan yang terdalam yang merupakan perbatasannya. Dinding submukosa ini terdiri atas jaringan aerolar dan berisi banyak pembuluh darah, saluran limfe, kelenjar dan pleksus saraf yang disebut pleksus Meissner. Di dalam duodenum terdapat ebberapa kelenjar khas yang dikenal sebagai kelenjar Brunner. Kelenjar ini dalah jenis kelenjar tandan yang mengeluarkan sekret cairan kental alkali yang bekerja untuk melindungi lapisan duodenum dari pengaruh isi lambung yang asam. Dinding mukosa dalam yang menyelaputi sebelah dalamnya disusun berupa kerutan tetap seperti jala, yang disebutvalvulae koniventes, yang memberi kesan anyaman halus. Lipatan ini menambah luas permukaan sekresi dan absorpsi. Dengan ini juga dihalangi agar isinya tidak terlalu

Khansa Haura (1102010144) cepat berjalan melalui usus, dengan demikian memberi kesempatan lebih lama pada getah pencernaan untuk bekerja atas makanan. Lapisan mukosa berisi banyak lipatan Lieberkuhn berupa kelenjar sederhana yang diselimuti epitelium silinder yang bermuara di atas permukaan di tengahtengah vili. Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka. Arteria ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri gastroduodenalisdan cabangnya, arteria pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta. Usus halus dipersyarafi oleh cabang-cabang sistem saraf otonom. Rangsangan parasimpatis merangsang aktifitas sekresi dan motilitas, dan rangsangan simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis merngatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik berjalan melalui pleksus Aurbach yang terletak di dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa. CAECUM APPENDIX Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah posteromedial secum. Penentuan letak pangkal dan ujung appendix yang normal adalah sebagai berikut : Menurut garis Monroe Pichter

Garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus. Pangkal appendix terletak pada 1/3 lateral dari garis ini (titik Mc Burney). Menurut garis Lanz

Diukur dari SIAS dextra sampai SIAS sinistra. Ujung appendix adalah pada titik 1/6 lateral dextra. Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic. Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. thoracalis X. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior.

Khansa Haura (1102010144) USUS BESAR Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter ususbesar sekitar 6.5 cm (2.5 inchi), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan alirankimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatikadan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan mebentuk lekukan berbentukS. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian utama dari usus besar yang terakhir disebut sebagirektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara bagian keluar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebutkanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus daninternus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5.9 inci). Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang ditemukan pada bagian usus lain. Lapisan otot longitusinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli. Taenia bersatu padasigmoid distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan otot longitusinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek dari pada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritonium yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kripte Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet dibandingkan usus halus. Usus besar secara klinis dibagi menjadi bagian kiri dan kanan berdasarkan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior mendarahi bagian kanan (sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) danarteria mesenterica inferior mendarahi belahan kiri (sepertigadistal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan aorta abdominalis. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika superior, vena mesenterika inverior, danvena hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferiormengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Persyarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dansaraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pascaganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsang parasimpatis mempunyai efek berlawanan

Khansa Haura (1102010144) LI.1.2. Histologi USUS HALUS - Usus halus halus relatif panjang rata-rata 5 m - Terdiri dari 3 segmen : 1. Duodenum 2. Jejunum 3. Ileum - Usus halus berfungsi: a. Mengangkut bahan makanan (chyme) dari lambung ke usus besar b. Menyelesaikan pencernaan dengan sekret enzim yang berasal dari dinding dan kelenjar pelengkapnya c. Menyerap hasil akhir pencernaan ke dalam pembuluh darah dan limf pada dindingnya d. Mensekresi hormon-hormon tertentu. - Bangunan bangunan khusus pada mukosa Plika sirkularis kerckring Merupakan lipatan permanen yang berjalan spiral atau melingkar terdiri atas seluruh tebal mukosa dengan submukosa di bagian tengahnya. Tiap lipatan dapat melingkari 2/3 atau lebih lumen usus, tetapi jarang melingkari seluruh lumen usus. Berkembang secara maksimal pada akhir duodenum dan pada bagian proksimal jejunum, setelah itu berkurang dan menghilang pada setengah bagian distal ileum.

Vilus dan Kriptus Vilus, merupakan tonjolankecil mirip jari atau daun pada membran mukosa Panjangnya 0,5 1,5 mm da hanya terdapat pada usus kecil Kontraksi sel-sel otot polos di tengah vili menyebabkan vili dapat mengkerut dan memendek, jadi membantu aliran limf. Pada umumnya vili memendek bila usus mengembang. Kriptus Lieberkuhn, bangunan-bangunan berbentuk tabung bermuara di antara dasar vili.

Khansa Haura (1102010144) Susunan kriptus tidak serapat kelenjar-kelenjar lambung, ruang-ruang di antaranya terisi oleh jaringan ikat lamina propria.

Villus intestinal

Kriptus lieberkuhn

Mikrovili Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus yang memberi gambaran kabur. Selubung filamen ini mengisi ruang ruang antar mikrovili dan ujung-ujungnya , membentuk suatu lapisan permukaan yang tidak terputus-putus, mengandung glikoprotein, dan tahan terhadap bahan proteolitik dan mukolitik.

Khansa Haura (1102010144)

-

Epitel mukosa usus merupakan epitel silindris, tetapi berbeda dengan epitel permukaan lambung, oleh karena terdapat lebih dari satu jenis sel. Sel silindris ( sel absorptif) Terletak di atas lamina basal Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (striated border) atau berbentuk sikat (brush border) yang terdiri atas mikrovili berjajar dan berhimpitan. Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan mengandung enzim-enzi, pencernaan seperti disakarida dan dipeptidase yang memecah gula dan peptida Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan enterokinase yang terdapat pada lapisan permukaan. Sel goblet Tersebar di antara sel-sel silindris Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum. Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti. Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butir-butir sekret mukus. Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk selnya makin menyerupai piala, dan dilepaskan diujung vilus.

o o o o o

o o o o o o

Khansa Haura (1102010144)

Sel enteroendokrin o Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan sekresi lambung, motilitas intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi kandung empedu. o Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet: Sel gastrinintestinal pada vili dan kriptus Sel penghasil somastatin (sel D) sepanjang usus halus Sel penghasil cholecystokinine (sel I) crypti duodenum dan jejunum Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L) pada mucosa jejunum dan ileum Sel enterochromaffin sel EC1) sepanjang mukosa usus halus , penghasil serotonin dan substan P Sel K paling sering terlihat pada crypti duodenum dan jejunum, mengahsilkan gastric inhibitory peptide.

Khansa Haura (1102010144) o o o o o o o Sel paneth Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit Sel paneth menghasilkan lisozim suatu enzim yang mencerna dinding sel bakteri tertentu , dan agaknya berkemampuan memfagositosis bakteri tertentu. Walaupun fungsinya belum diketahui dengan pasti, ia mungkin mengatur flora mikrobial usus. Sel paneth dewasa mengandung banyak granula dan terletak di dasar kriptus Sel yang kurang dewasa terletak agak tinggi pada kriptus Pergantian sel paneth lebih lambat (30-40 hari) dibanding dengan sel silindris atau sel goblet.

Sel paneth

Lamina propria terdapat diantara kelenjar intestinal dan di tengah vilus. Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid. Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar, lonjong, dan pucat, limfosit, makrofag dan sel plasma. Terdapat pula sejumlah besar folikel solietr atau noduli limfatisi yang menyendiri, jumlahnya semakin banyak pada bagian distal usus. Membentuk agregrat besar terdiri dari 20 atau lebih lympho nodulus disebut plaque payeri. Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel limfosit dan makrofag sebagai sawar antara tubuh dan antigen, mikroorganisme dan bahan asing lainnya yang selalu ada di dalam lumen usus.

Khansa Haura (1102010144) Gambar: ileum

plaque peyeri

T.serosa

T. mukosa T. submukosa

-

Kelenjar submukosa duodenum (Brunner) terdiri atas sel kubis tinggi dengan inti gelap, gepeng, terletak di basal sel dan sitoplasmanya jernih bervakuola. Kelenjar Brunner menghasilkan mukus basa Sekret asam lambung dapat menyebabkan erosi pada mukosa duodenum, dan sekresi kelenjar submukosa mencegah hal tersebut dengan mukusnya. Sifat alkalinya diduga disebabkan oleh kapasitas bufer bikarbonat. Sel kelenjar Brunner mengandung urogastrone, suatu peptida yang menghambat sekresi asam hidroklorida di dalam lambung.

Khansa Haura (1102010144) USUS BESAR - Panjangnya 180 cm - Terdiri dari : Sekum berhubungan dengan ileum melalui katup ileosekal Apendiks suatu divertikulum kecil dari sekum Kolon mulai dari sekum dan dibagi dalam bagian ascenden, transversa dan descenden Rektum saluran anus - Fungsi usus besar : Absorpsi cairan Mensekresi mukus pelumasan menjadi lebih penting karena cairan diabsorpsi dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak mukosa menjai lebih besar. Pencernaan yang dilakukan oleh enzim yang ada di dalam makanan. Pembusukan oleh bakteri yang selalu ada di dalam usus besar. - Usus besar tidak mempunyai plika dan vili - Epitel permukaan tampak lebih rata daripada yanga ada di usus kecil - Sel goblet jumlahnya lebih banyak. - Batas ileosekal o Terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatn anterior dan posterior menjadi dua daun katup. o Terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh massa otot polos melingkar Apendiks Panjangnya 25 cm Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas yang tidak teratur. Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak teratur Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan striated border dan sel gobletnya sedikit, Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin. Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga sukar mendapatkan apendiks yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan neutrofil dalam lamina propria dan submukosa. Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan adanya infeksi menahun dan infeksi akut.

Khansa Haura (1102010144)

HEPAR Secara mikroskopik terdiri dari Capsula Glisson dan lobulus hepar. Lobulus hepar dibagi-bagi menjadi: Lobulus klasik

Lobulus portal Asinus hepar

Lobulus-lobulus itu terdiri dari Sel hepatosit dan sinusoid. Sinusoid memiliki sel endotelial yang terdiri dari sel endotelial, sel kupffer, dan sel fat storing. Lobulus klasik: Berbentuk prisma dengan 6 sudut. Dibentuk oleh sel hepar yang tersusun radier disertai sinusoid.

Khansa Haura (1102010144) Pusat lobulus ini adalah v.Sentralis Sudut lobulus ini adalah portal area (segitiga kiernann), yang pada segitiga/trigonum kiernan ini

ditemukan:

Cabang a. hepatica Cabang v. porta Cabang duktus biliaris Kapiler lymphe

Lobulus portal: Diusulkan oleh Mall cs (lobulus ini disebut juga lobulus Mall cs) Berbentuk segitiga Pusat lobulus ini adalah trigonum Kiernann Sudut lobulus ini adalah v. sentralis

Asinus hepar: Diusulkan oleh Rappaport cs (lobulus ini disebut juga lobulus rappaport cs) Berbentuk rhomboid Terbagi menjadi 3 area Pusat lobulus ini adalah sepanjang portal area Sudut lobulus ini adalah v. Sentralis

Ilustrasinya:

Mikroskopi sel hepatosit: Berbentuk kuboid Tersusun radier

Khansa Haura (1102010144) Inti sel bulat dan letaknya sentral Sitoplasma:

Mengandung eosinofil Mitokondria banyak Retikulum Endoplasma kasar dan banyak Apparatus Golgi bertumpuk-tumpuk Berbatasan dengan kanalikuli bilaris Berbatasan dengan ruang sinusoid Berbatasan antara sel hepatosit lainnya

Batas sel hepatosit :

Mikroskopi sinusoid: Ruangan yang berbentuk irregular

Ukurannya lebih besar dari kapiler Mempunyai dinding seluler yaitu kapiler yang diskontinu Dinding sinusoid dibentuk oleh sel hepatosit dan sel endotelial

Ruang Disse (perivascular space) merupakan ruangan antara dinding sinusoid dengan sel parenkim hati, yang fungsinya sebagai tempat aliran lymphe Sel endothelial pada sinusoid: Sel endothelial: Berbentuk gepeng Paling banyak Sifat fagositosisnya tidak jelas Letaknya tersebar

Sel Kupffer: Berbentuk bintang (sel stellata)

Khansa Haura (1102010144) Inti sel lebih menonjol Terletak pada bagian dalam sinusoid Bersifat makrofag Tergolong pada RES (reticuloendothelial system) Sitoplasma Lisozim banyak dan apparatus golgi berkembang baik

Sel Fat Storing: Disebut juga Sel Intertitiel oleh Satsuki Disebut juga Liposit oleh Bronfenmeyer Disebut juga Sel Stelata oleh Wake Terletak perisinusoid Mampu menyimpan lemak Fungsinya tidak diketahui

Sistem duktuli hati (sistem saluran empedu), terdiri dari: A. kanalikuli biliaris cabang terkecil sistem duktus intrahepatik letak intralobuler diantara sel hepatosit dibentuk oleh sel hepatosit pada permukaan sel terdapat mikrovili pendek

B. kanal hering Termasuk apparatus excretorius hepatis: Vesica fellea: Gambaran mikroskopisnya: Tunica mucosa-nya terdiri dari epitel selapis kolumnair tinggi Lamina propria-nya memiliki banyak pembuluh darah, kelenjar mukosanya tersebar, dan jaringan

ikat jarang Tidak ada muscularis mucosa Tunica muscularis terdiri dari lapisan otot polos tipis Tunica serosa: merupakan jaringan ikat berisi pembuluh darah dan lymphe, permukaan luar

dilapisi peritoneum Sinus rockitansky aschoff Merupakan sinus yang terbentuk karena invaginasi epitel permukaan yang menembus ke lapisan otot dan sampai ke lapisan jaringan ikat perimuskuler.

Khansa Haura (1102010144)

LO. 2. Memahami dan menjelaskan faal hepar Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar yaitu : 1. Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu pyruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs). 2. Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak Hepar tidak hanya membentuk / mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen : 1. Senyawa 4 karbon KETON BODIES 2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) 3. Pembentukan cholesterol 4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi cholesterol. Di mana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid 3. Fungsi hepar sebagai metabolisme protein Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hepar juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hepar memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ yang membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga dibentuk di limpa dan

Khansa Haura (1102010144) sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam hepar. Albumin mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000 4. Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. 5. Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K 6. Fungsi hepar sebagai detoksikasi Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. 7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai immune livers mechanism. 8. Fungsi hemodinamik Hepar menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hepar yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hepar. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah. LO. 3. Memahami dan menjelaskan Entamoeba histolyrica LI. 3.1. Definisi Domain Filum Kelas Ordo Genus Spesies

Eukaryota Amoebazoa Archamoebae Amoebida Entamoeba E.histolitica

Nama Binominal : Entamoeba histolytica LI. 3.2. Morfologi Ameba ini memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi: 1. ukuran 10-60 m

Khansa Haura (1102010144) 2. sitoplasma bergranular dan mengan-dung eritrosit, yang merupakan pe-nanda penting untuk diagnosisnya 3. terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai de-ngan karyosom padat yang terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebardi pinggiran inti 4. bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar,disebut pseudopodia. Kista Entamoeba histolytica memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut: 1. bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 m 2. kista matang memiliki 4 buah inti entamoba 3. tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sito-plasma 4. kista yang belum ma-tang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun biasanya meng-hilang setelah kista matang. Dalam peralihan bentuk trofozoit menjadi kista, ektoplasma memendek dan di dalam sitoplasma tidak dijumpai lagi eritrosit. Bentuk ini dikenal dengan istilah prekista (dulu disebut minuta). Bentuk prekista dari Entamoeba histolytica sangat mirip dengan bentuk trofozoit dari Entamoeba coli, spesies lainnya dari ameba usus. LI. 3.3. Siklus hidup

Siklus hidup dimulai dari manusia menelan makanan/minuman yang terkontaminasi olehparasit tersebut, di lambung parasit tersebut tercerna, tinggal bentuk kista yang berinti empat (kista masak) yang tahan terhadap asam lambung masuk ke usus. Disini karena pengaruh enzym usus yang bersifat netral dan sedikit alkalis, dinding kista mulai melunak, ketika kista mencapai bagian bawah ileum atau caecum terjadi excystasi menjadi empat amoebulae. Amoebulae tersebut bergerak aktif, menginvasi jaringan dan membuat lesi di usus besar kemudian tumbuh menjadi trophozoit dan mengadakan multiplikasi disitu, proses ini terutama terjadi di caecum dan sigmoidorectal yang menjadi tempat habitatnya. Dalam pertumbuhannya amoeba ini mengeluarkan enzym proteolytic yang melisiskan jaringan disekitarnya kemudian jaringan yang mati tersebut diabsorpsi dan dijadikan makanan oleh amoeba tersebut. Amoeba yang menginvasi jaringan

Khansa Haura (1102010144) menjalar dari jaringan yang mati ke jaringan yang sehat, dengan jalan ini amoeba dapat memperluas dan memperdalam lesi yang ditimbulkannya, kemudian menyebar melalui cara percontinuitatum, hematogen ataupun lymphogen mengadakan metastase ke organ-organ lain dan menimbulkan amoebiasis di organ-organ tersebut. Metastase tersering adalah di hepar terutama lewat hematogen. Setelah beberapa waktu oleh karena beberapa keadaan, kekuatan invasi dari parasit menurun juga dengan meningkatnya pertahanan dan toleransi dari host maka lesi mulai mengadakan perbaikan. Untuk meneruskan kelangsungan hidupnya mereka lalu mengadakanen c ystas i, membentuk kista yang mula-mula berinti satu, membelah menjadi dua, akhirnya menjadi berinti empat kemudian dikeluarkan bersama-sama tinja untuk membuat siklus hidup baru bila kista tersebut tertelan oleh manusia. LI. 3. 4. Epidemiologi Disentri amebic (Entamoeba histolytica) adalah lazim di dunia, lebih banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis, tetapi di daerah dingin, dan bahkan Lingkaran Kutub Utara, ada juga yang prevalensi infeksi dan amuba. prevalensi dan tingkat sanitasi di seluruh negara ekonomi dan terkait erat dengan kebiasaan makan, diperkirakan bahwa sekitar 10% dari penduduk dunia terinfeksi, tingkat infeksi di beberapa tempat dapat setinggi 50%. LO. 4. Memahami dan menjelaskan Amebiasis LI. 4.1. Definisi Amebiasis merupakan suatu infeksi Entamoeba histolytica pada manusia dapat terjadi secara akut dan kronik . Manusia merupakan penjamu dari beberapa spesies amuba, yaitu Entamoeba histolytica, A. coli, E. ginggivalis, Dientamoeba frigilis, Endolimax nana, Iodamoeba butclii. Diantara beberapa spesies amuba, hanya satu spesies yaitu Entamoeba histolytica yang merupakan parasit patogen pada manusia.E. histolytica bersama Giardia lamblia, Criptosporidium, Balantidium coli,Blastocystis hominis dan Isospora sp merupakan protozoa yang sering menyebabkan infeksi usus pada anak. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan per oral melalui kontaminasi feses pada air atau makanan. Pada manusia E. histolytica mengadakan invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke dalam traktus intestinalis, misalnya ke dalam duodenum, gaster, esofagus atau ekstraintestinalis, yaitu hepar (terutama), paru, perikardium, peritonium, kulit dan otak. LI. 4.2. Etiologi Entamoeba histolytica terdapat dalam dua bentuk, yaitu sebagai kista dan tropozoit. Infeksi amoeba pada amubiasis terjadi melalui kista parasit yang tertelan yang mengkontaminasi makanan atau minuman. Sedangkan tertelannya bentuk tropozoit tidak menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung. LI. 4.3. Epidemiologi Prevalensi infeksi amuba di seluruh dunia bervariasi dari 5% sampai 81% dengan frekuensi tertinggi terutama ada di daerah tropis yang mempunyai kondisi lingkungan yang buruk, sanitasi perorangan yang jelek, dan hidup dalam kemiskinan. Manusia adalah penjamu alamiah (natural

Khansa Haura (1102010144) host) dan reservoir utama E. histolytica, meskipun pernah dilaporkan terdapat juga pada anjing, kucing, babi dan ikan. Diduga bahwa 12% dari populasi seluruh dunia terinfeksi E. histolytica (sekitar 480 juta orang). Infeksi ini disertai dengan 50 juta kasus penyakit simtomatik di seluruh dunia dan mortalitas 70.000-100.000 kematian per tahun; amubiasis adalah penyebab ketiga kematian karena infeksi parasit secara global. Disentri amuba yang disebabkan oleh invasi mukosa usus terjadi pada fraksi yang lebih kecil dan menetap dari individu yang terinfeksi dan jarang pada anak dibandingkan orang dewasa, demikian juga dengan penyebarannya. Disentri amuba terjadi kira-kira 1-17% dari subyek yang terinfeksi. Walaupun sangat endemik di Afrika, Amerika latin, India dan Asia Tengara, amubiasis tidak semata-mata terbatas pada daerah tropik. Di Amerika Serikat, amubiasis telah diperkirakan terjadi dengan prevalensi 1-4 % pada kelompok risiko tinggi tertentu, termasuk orang-orang yang diasramakan dengan lama (penyakit invasif jarang pada AIDS), anak dengan retardasi mental, pekerja yang berpindah-pindah, imigran (terutama Meksiko), laki-laki homoseksual dan kelompok sosioekonomi rendah di Amerika serikat selatan serta yang telah berpergian dari daerah endemik. Sebagian besar anak yang terinfeksi dengan E. histolytica masuk kedalam kelompok resiko ini. Pola infeksi bervariasi di berbagai bagian dunia. Misalnya, infeksi yang terdapat di India, Meksiko, atau Durban, Afrika Selatan tampak lebih virulen daripada infeksi dari lokasi lain. Namun definisi virulensi, strain geografis atau patogenisitas berbagai amuba tetap harus ditentukan. Makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan kista E. histolytica dan kontak langsung fekaloral adalah cara infeksi yang paling sering. Air yang tidak diolah dan tinja manusia yang digunakan sebagai pupuk merupakan sumber infeksi penting. Pedagang makanan yang mengidap kista amuba, dapat memainkan peran terhadap penyebaran infeksi. Kontak langsung dengan tinja yang terinfeksi juga dapat menyebabkan penularan dari orang ke orang. LI. 4.4. Patofisiologi Amubiasis dimulai dengan tertelannya bahan yang mengandung kista E. histolytica, kolonisasi oleh tropozoit terjadi di seluruh kolon, terutama di sekum dan kolon asendens, tetapi kurang pada rektosigmoid. Kolon transversum dan kolon desendens terkena bila semua kolon terkena infeksi. Sesudah periode waktu yang bervariasi dari beberapa hari sampai 30 tahun dapat terbentuk tropozoit yang berukuran 50 mm. Lesi pertama biasanya merupakan ulkus kecil dengan diameter 1 mm, yang meluas hanya pada mukosa muskularis. Stadium berikutnya ialah pembentukan ulkus yang lebih dalam, dapat berdiameter sampai 1 cm dan meluas ke submukosa. Kadang-kadang terjadi perforasi melalui serosa dengan akibat terjadinya peritonitis. Nekrosis dapat meluas tetapi biasanya sedikit sekali peradangan. Edema lebih intensif, tetapi muksa di antara ulkus relatif normal, dan ini kontas terhadap enteritis karena bakteri dengan respons peradangan yang mencolok. Jika ulserasi lebih ekstensif, maka edema di sekeliling ulkus menjadi bersatu (confluent) dan mukosa menyerupai gelatin. Jarang suatu respons peradangan berbentuk jaringan granulasi tanpa fibrosis. Ini yang disebut ameboma. Kadang-kadang ameboma akan mengisi lumen menimbulkan striktura atau obstruksi. Patogenisitas E. histolytica diyakini tergantung pada dua mekanisme- kontak sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung kontak oleh tropozoit meliputi perlengketan (adherence), sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa kolon. Juga telah dirumuskan bahwa amuba dapat mengeluarkan protein pembentuk pori yang

Khansa Haura (1102010144) membentuk saluran pada membran sel-sasaran hospes. Bila tropozoit E. histolytica mengivasi sel mukosa usus, mereka menyebabkan penghancuran jaringan (tukak) dengan sedikit respon radang lokal karena kapasitas sitolitik organisme. Organisme memperbanyak diri dan menyebar ke lateral di bawah epitel usus untuk menimbulkan ulkus bergaung yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada sekum, kolon transversum, dan kolon sigmoid. Amuba dapat menghasilkan lesi litik yang serupa jika mereka mencapai hati (ini biasanya disebut abses walaupun mereka tidak mengandung granulosit). E. histolyticakadang-kadang menyebar ke tempat-tempat ekstraintestinal lain seperti paru dan otak. Perbedaan mencolok antara luas penghancuran jaringan oleh amuba, tidak adanya respon radang lokal hospes, dan gambaran (antibodi) humoral sistemik dan reaksi selular (cellmediated) terhadap organisme tetap merupakan teka-teki ilmiah utama. Penyulit lain amubiasis usus akibat eksistensi ulkus. Dapat mengenai kulit di daerah perianal atau lesi pada penis, vulva, vagina atau serviks. Amuba menyebar ke hati yang terjadi pada 50% kasus amubiasis fulminan. Penyebaran ke organ lain langsung dari usus biasanya tidak terjadi, tetapi penyebaran dari hati ke paru, jantung, otak, limpa, skapula, laring, lambung dan aorta. Abses amuba hati terjadi lebih sering pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 16:1. Ini lebih sering terjadi pada orang dewasa, tetapi pernah dilaporkan terjadi pada anak umur 4 bulan. Abses bervariasi dari lesi mikroskopik sampai nekrosis yang masif pada 90% bagian hati. Abses selalu bebas dari kontaminasi bakteri. Tidak ada sel radang, jadi cairan tidak dapat disebut sebgai pus. Cairan bersifat asam dengan pH bervariasi antara 5,2-6,7. Amuba didapatkan pada dinding abses dan jarang didapatkan cairan. Lobus hati bagian kanan terkena abses amuba 6 kali lebih sering daripada lobus kiri. Abses pada lobus bagian kanan dapat mengalami perforasi dan menyerang diafragma atau rongga toraks. Abses pada lobus kiri dapat menimbulkan efusi perikardial yang lebih jarang dari pada efusi pleura. LI. 4.5. Diagnosis dan Diagnosis banding Diagnosis Diagnosis secara umum didasari oleh adanya organisme dalam tinja, apusan yang didapat secara sigmoidoskopi, contoh biopsi jaringan, atau yang jarang dilakukan dengan aspirasi dari abses hepar. Diagnosis pasti amubiasis ditentukan dengan adanya tropozoit atau kista dalam feses atau trofozoit di dalam pus hasil aspirasi atau dalam spesimen jaringan. Semua penderita tersangka amubiasis sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses 3-6 kali untuk menemukan tropozoit atau kista. Pemeriksaan tropozoit sebaiknya dilakukan maksimum dalam 1 jam sejak feses diambil, bila tidak memungkinkan maka sebaiknya disimpan di dalam lemari es. Identifikasi tropozoitEntamoeba histolytica memerlukan tenaga yang berpengalaman, karena tropozoit kadang-kadang tidak ditemukan dalam feses. Leukosit dan makrofag yang telah memfagosit eritrosit dapat dikelirukan dengan tropozoit. Pada penderita dengan amubiasis intestinal yang invasif diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya ulkus yang khas dengan sigmoidoskopi. Kerokan dari eksudat ulkus dapat diperiksa secara parasitologik. Pada saat ini dapat juga diambil jaringan untuk biopsi, yang dilakukan bila pada pemeriksaan feses berulang hasilnya negatif. Pada pemeriksaan dari spesimen feses sebanyak 3 kali, tropozoit dan kista dalam feses akan ditemukan pada 55-95% kasus amubiasis intestinalis. Sayangnya beberapa obat dan zat kontras dapat mengaburkan gambaran tropozoit dan kista dalam feses. Obat tersebut ialah antimikroba, antiprotozoa, antihelmintiasis, bismth, barium, kaolin, magnesium hidroksida, sabun dan cairan garam hipertonis. Zat ini dapat mengaburkan gambaran

Khansa Haura (1102010144) tropozoit dan kista dalam feses dalam beberapa minggu. Feses segar harus segera diperiksa dalam waktu 30 menit setelah diambil dan diperiksa juga untuk motalitas tropozoit yang mengandung eritrosit. Kapan pun amubiasis dicurigai contoh tinja tambahan harus segera diambil dalam alkohol polivinil untuk pemeriksaan lebih lanjut. Endoskopi dan biopsi dari jaringan yang dicurigai harus segera dilakukan jika spesimen feses yang diambil hasilnya negatif, namun kecurigaan atas amubiasis tetap ada. Namun demikian, selain eritrosit yang terfagosit ditemukan, penemuan secara mikroskopis tidak dapat untuk membedakan antara E. histolytica dan E. dispar. Pasien dengan kolitis amubiasis yang invasif memiliki hasil pemeriksaan yang positif untuk tinja yang berdarah. Uji serologik akhir-akhir ini memegang peran penting dalam menegakkan diagnosis amubiasis. Uji serologik terutama dilakukan pada kasus abses hati amuba dan amubiasis ekstraintestinal lain, oleh karena tidak didapatkan tropozoit dan kista dalam feses. Beberapa uji serologik yaitu indirect hemaglutination (IHA), indiretimmunofluorence, countercurrent mmunoelectrophoresis, complement fixationdan agar gel diffusion. IHA merupakan uji serologik yang paling sensitif. Pada kasus abses amuba hati didapatkan 90-100% mempunyai titer 1:128 atau lebih. Uji serologik juga digunakan untuk diagnosis banding antara inflammatory bowel disease dengan amubiasis usus. Pada kolitis ulseratif dan enteritis regional hanya 1% yang mempunyai titer IHA 1:128 atau lebih. Titer antibodi biasanya kembali normal dalam 12 bulan (6 bulan-3tahun) sejak ditegakkan diagnosis dan pengobatan. Hasil serologis ditemukan positif dalam 95% dari pasien dengan gejala nyata dari penyakit yang telah berlangsung dalam 7 hari atau lebih dan pada kebanyakan karier asimptomatik dari strain patogenEntamoeba. E. dispar tidak menimbulkan respon humoral. Test serologis yang paling sensitif, indiret hemagglutination, memunculkan hasil yang positif bahkan setelah bertahuntahun infeksi invasif terjadi. Complement-fixation (CF) test positif pada 85% kasus amubiasis berat, 56% kasus amubiasis simtomatik, dan 58% kasus asimptomatik. Agar gel diffusion (AGD) test positif pada 86% amubiasis berat, 54% pada kasus simptomatik, dan 52% pada kasus asimptomatik. Latex agglutination (LA) test sedikit kurang sensitif daripada IHA.Indiret fluorecent antibody (IFA) test mengukur antibodi yang berbeda dari yang diukur oleh IHA dan positif hanya 2-6 bulan sesudah menderita penyakit. IFA tampaknya pengukur yang sensitif untuk penyakit aktif, sedangkan IHA merupakan uji yang sensitif untuk penelitian epidemiologi. Pada tahun 1974counterimmunoelectrophoresis (CIE) dievaluasi, dan sensitif seperti IHA, lebih simpel, dan lebih cepat, tetapi terbatas pada laboratorium yang lengkap. Deteksi antigen dalam tinja atau serum dapat menegakkan sebuah diagnosis sementara juga dapat membedakan E. dispar dari E. histolytica. Test deteksi antigen tidak secara rutin tersedia untuk pemeriksaan. Bila timbul gejala obstruksi dapat dilakukan barium enema untuk menentukan striktur atau ameboma. Barium enema tidak dapat dilakukan secara rutin, oleh karena pernah dilaporkan terjadi perforasi. Pada abses amuba hati, jumlah leukosit dapat meninggi (>15.000/mm3), LED meningkat SGOT dan SGPT sedikit meningkat. Pada anak tidak didapatkan peninggian alkali fosfatase. Dapat pula disertai penurunan albumin dan peninggian globulin. Pemeriksaan radiologik dapat pula membantu. Foto torak memperlihatkan peninggian diafragma kanan pada 56% kasus abses hati. Diagnosis Banding Kolitis amuba invasif dapat menyerupai kolitis ulserativa, chron disease of the colon, disentri basiler atau kolitis tuberkulosa. Semua pasien yang mengeluh feses berdarah harus dilakukan pemeriksaan

Khansa Haura (1102010144) feses, proktoskopi, dan serologik. Abses amuba hati harus dibedakan dari abses piogenik dan neoplasma. Jumlah leukosit dan biakan darah dapat membedakan abses piogenik dan abses amuba, tetapi pada banyak anak denganabses hati piogenik sering didapatkan hasil biakan darah yang negarif. Neoplasma dapat diketahui dengan pemeriksaan USG. LI. 4.6. Pemeriksaan Penunjang LI.4.7. Tata laksana Umum Isolasi, pemberian cairan yang adekuat, pengobatan penyulit, monitor pemeriksaan feses 3 kali untuk memastikan apakah infeksi sudah dapat dieradikasi. Spesifik Dua jenis obat digunakan untuk mengobati infeksi dengan E. histolytica. Golongan luminal yang dapat membunuh amuba, seperti iodoquinol, paromomycin dan diloksanid furoat, secara primer efektif di dalam lumen usus. Metronidazol atau nitroimidazol lainnya, klorokuin dan dihidroemetin efektif dalam pengobatan dari amubiasis invasif. Semua individual dengan tropozoit atau kista dari E. histolytica dalam tinjanya harus juga diobati. 1. Infeksi usus asimtomatik Diloksanid furoat (furamid) 7-10Mg/kgBB/hari dalam tiga dosis, atau iodokuinol (diiodohidroksi kuinin) 10 mg/kgBB/hari selama 3 dosis atau paromomisin (humatin) 8 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis. Obat-obat tersebut harus diberikan selama 7-10 hari. 2. Infeksi usus ringan sampai sedang Metronidazol (flagyl) 15 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral atau intravena, selama 10 hari, atau dehidroemetin 0,5-1 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis intramuskular selama 5 hari, maksimal 90 mg/hari. Dapat menimbulkan aritmia jantung, nyeri dada dan selulitis pada tempat suntikan. Klorokuin fosfat 10 mg/kgBB/hari diberikan secara oral dalam 3 dosis untuk 21 hari, maksimum 600 mg/hari, efektif untuk abses hati amuba, tetapi tidak untuk amubiasis usus. Dapat terjadi gatal, muntah, kerusakan kornea mata, tetapi efek samping yang paling serius ialah kerusakan retina yang reversibel. 3. Infeksi usus berat dan abses amuba hati Iodoquinol adalah obat lini pertama untuk mengobati karier kista asimptomatik, besarnya regimen yang dianjurkan sebanyak 30-40 mg/kgBB/ 24 jam dibagi dalam 3 dosis (maksimum 650 mg/dosis) diberikan secara oral untuk 20 hari. Paromomycin, sebuah aminoglikosida yang tidak dapat larut, adalah alternatif lainnya, regimen yang dianjurkan adalah 25-35 mg/kgBB/24 jam dibagi menjadi 3 dosis, diberikan secara oral untuk 7 hari. Diloksanid furoat hanya tersedia di beberapa pusat pengobatan yang besar saja. Toksisitasnya jarang terjadi namun sebaiknya tidak digunakan untuk anak-anak dibawah usia 2 tahun. Amubiasis invasif dari usus, hepar dan organ lainnya membutuhkan metronidazole, sebuah obat antiamuba. Tinidazol dan ornidazol tersedia dan telah banyak digunakan. Efek yang tidak diharapkan dari metronidazol termasuk mual, rasa tidak nyaman pada abdomen, dan rasa logam pada lidah, gejala ini tidak umum dan dapat hilang setelah terapi diselesaikan. Metronidazol juga termasuk amubisid luminal namun efektivitasnya kecil untuk tujuan ini dan harus diikuti dengan pemberikan golongan luminal. E. histolytica yang resisten metronidazol tidak banyak dilaporkan. Namun demikian pada kasus-kasus fulminan, beberapa ahli menyarankan untuk menambahkan dehidroemetin untuk beberapa hari pertama, diberikan dapat secara subkutan atau intramuskular

Khansa Haura (1102010144) (tidak melalui intravena) dalam dosis 1 mg/kgBB/24 jam. Pasien harus dirawat inap di rumah sakit jika obat ini diberikan. Jika didaptkan takikardi, depresi gelombang T, aritmia, atau berkembang menjadi proteinuria pemberian obat tersebut harus dihentikan. Klorokuin, yang terkonsentrasi di dalam hepar, dapat sangat bermanfaat untuk pengobatan abses hepar amubiasis. Aspirasi dari lesi yang besar atau dari abses lobus hepar kiri dapat dilakukan jika terjadi ruptur atau pasien hanya menunjukkan respon pengobatan yang minimal dalm 4-6 hari setelah pemberian obat antiamuba tersebut. Pemeriksaan tinja harus diulang setiap 2 minggu sampai hasilnya negatif setelah selesai terapi antiamuba untuk mengkonfirmasikan kesembuhan. LI.4.8. Manifestasi LI.4.9. Komplikasi LI.4.10. Prognosis Prognosis amubiasis usus baik bila tidak ada penyulit. Data statistik menunjukkan bahwa kematian amubiasis usus tanpa abses hati hanya 1-2%. Kematian ini biasanya akibat nekrosis atau perforasi usus, tindakan bedah sedini mungkin dapat menurunkan angka kematian karena penyulit ini dari 100% sampai 28%. Abses amuba hati terjadi pada 1% kasus amubiasis usus dan case fatality rate (CFR) nya sebesar 10-15%, bila terjadi ruptur ke dalam rongga pleura maka angka kematian menjadi 120%. Pada kasus abses amuba hati dapat terjadi penyulit perikarditis amuba (0,22,8% dengan CFR 40%). Amubiasis otak angka kematian 96%. LI.4.11. Pencegahan Pengendalian dari amubiasis dapat dicapai dengan penyediaan sarana yang bersih dan layak dan menghindari kontak secara fekal-oral. Pemeriksaan secara teratur dan pemeriksaan terhadap pasien yang sering menderita diare mungkin dapat menemukan sumber infeksi pada beberapa komunitas. Tidak ada obat profilaksis atau pun vaksin yang tersedia untuk pencegahan amubiasis ini.