Listeria Monocytogenes

18
MIKROBA PATOGEN Kajian terhadap Listeriosis pada manusia yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes, salah satu bakteri patogen pada Daging By Nining Arini, Kesmavet IPB PENDAHULUAN Daging adalah bagian dari hewan yang dipotong dan lazim dikonsumsi manusia, termasuk otak serta isi rongga dada dan rongga perut. Hewan potong yang dimaksud adalah ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing), kuda, dan unggas (ayam, itik, entok, burung dara, kalkun, angsa, burung puyuh, dan belibis). Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena memiliki kadar air yang tinggi (68 – 75 %), nitrogen, mineral untuk pertumbuhan mikroba, dan mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba lain. Perlakuan ternak sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang masa istirahatnya cukup. Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, berbau busuk, rasa tidak enak sehingga daya simpannya menurun. Hal tersebut menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi. Kontaminasi mikroba pada daging dapat pula terjadi melalui permukaan daging pada saat pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran.

description

BAKTERI PATOGENBAKTERI PADA MAKANANBAKTERI BAKTERI

Transcript of Listeria Monocytogenes

Page 1: Listeria Monocytogenes

MIKROBA PATOGEN

Kajian terhadap Listeriosis pada manusia yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes, salah satu bakteri patogen pada Daging

By Nining Arini, Kesmavet IPB

PENDAHULUAN

Daging adalah bagian dari hewan yang dipotong dan lazim dikonsumsi manusia, termasuk otak serta isi rongga dada dan rongga perut. Hewan potong yang dimaksud adalah ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing), kuda, dan unggas (ayam, itik, entok, burung dara, kalkun, angsa, burung puyuh, dan belibis). Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena memiliki kadar air yang tinggi (68 – 75 %), nitrogen, mineral untuk pertumbuhan mikroba, dan mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba lain. Perlakuan ternak sebelum pemotongan akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat dalam daging. Ternak yang baru diangkut dari tempat lain hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang masa istirahatnya cukup. Daging yang tercemar mikroba melebihi ambang batas akan menjadi berlendir, berjamur, berbau busuk, rasa tidak enak sehingga daya simpannya menurun. Hal tersebut menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi. Kontaminasi mikroba pada daging dapat pula terjadi melalui permukaan daging pada saat pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan, pembuatan produk daging olahan, pengawetan, pengepakan, penyimpanan, dan pemasaran.

Pencemaran daging oleh mikroba dapat terjadi sebelum dan setelah hewan dipotong. Sesaat setelah dipotong, darah masih bersirkulasi ke seluruh anggota tubuh hewan sehingga penggunaan pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam darah. Pencemaran daging dapat dicegah jika proses pemotongan dilakukan secara higienis.

Pencemaran mikroba terjadi sejak di peternakan sampai ke meja makan. Sumber pencemaran tersebut antara lain: hewan (kulit, kuku, isi jeroan), pekerja/manusia yang mencemari produk ternak melalui pakaian, rambut, hidung, mulut, tangan, jari, kuku, alas kaki, peralatan (pisau, alat potong/talenan, pisau, boks), bangunan (lantai), lingkungan (udara, air, tanah), dan kemasan.

Page 2: Listeria Monocytogenes

Listeria monocytogenes merupakan salah satu bakteri patogen pada hewan dan manusia. Bakteri tersebut berperan penting sebagai agen penyebab foodborne disease yaitu penyakit yang ditularkan melalui makanan. Penyakit yang disebabkan oleh Listeria disebut listeriosis. L. monocytogenes dapat ditemukan di tanah, silase, pada pembusukan tanaman dan feses ternak (Ariyanti 2010). Bakteri Listeria juga dapat hidup pada suhu rendah bahkan beberapa bakteri diantaranya masih didapatkan setelah perlakuan pemrosesan. Bakteri tersebut juga ditemukan pada bermacam macam makanan mentah seperti daging yang tidak dimasak, susu mentah, susu pasteurisasi, keju lunak, cokiat susu, hot dog, sayuran, dan seafood (CDC 2010, Churchil et al. 2006 dalam Ariyanti 2010). Kontaminasi tersebut dapat terjadi di peternakan, tempat pemotongan ternak, pengolahan produk peternakan, pemrosesan makanan siap santap, pengawetan makanan, penyimpanan maupun selama transportasi (Abdelgadir et al. 2009, Esteban et al. 2009 dalam Ariyanti 2010).

Taksonomi L. monocytogenes

Pertama kali Listeria dideskripsikan pada tahun 1926 setelah terjadi infeksi spontan pada kelinci dan babi di laboratorium. Pada awalnya organisme yang diisolasi dan diberi nama Bacterium monocytogenes karena infeksi yang terjadi menunjukkan gejala khas berupa monositosis. Kemudian, seorang peneliti bernama Pine berhasil mengisolasi bakteri yang serupa dari hati seekor gerbile (sejenis hewan percobaan di laboratorium) yang terinfeksi dan diberi nama Listeralla hepatolytica. Pada tahun 1940, Pine mengusulkan nama umum untuk bakteri tersebut adalah Listeria. Nama bakteri tersebut dipilih sebagai penghargaan kepada seorang ahil bedah dan antiseptis terkenal di Inggris bernama Lord Lister. Berdasarkan sifat biokimiawi dan studi hibridisasi DNA, Listeria spp. selanjutnya dibedakan menjadi 7 macam spesies, yaitu: L. monocytogenes, L. innocua, L. welshimeri, L. seeligeri, L. ivanovii, L. grayi dan L. murrayi (Sutherland 1998). Listeria monocytogenes adalah spesies yang bersifat patogen pada hewan dan manusia. L. ivanovii bersifat patogen hanya pada hewan terutama domba dan kambing, spesies lainnya hidup bebas sebagai saprofit (Jay 2000).

Berdasarkan uji serologi dan teknik molekuler, bakteri Listeria spp. dapat dibagi menjadi 15 serovar dengan variasi antigen somatik I-XV dan 4 macam antigen flagella yaitu a, b, c, dan d. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tipe 1 dan 4 adalah serovar Listeria yang berkaitan dengan terjadinya wabah foodborne disease. Terdapat 13 serotipe L. monocytogenes dan ada 4 serotipe (1/2 a, 1/2 b, 1/2 c dan 4b) yang menyebabkan kasus listeriosis pada manusia. Abdelgadir et al. (2009) dalam Ariyanti (2010) melaporkan bahwa serotipe S 1/2a merupakan strain yang paling sering ditemukan pada makanan.

Page 3: Listeria Monocytogenes

Klasifikasi:

Kingdom : Bacteria

Phyllum : Firmicutes

Classis : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Listeriaceae

Genus : Listeria

Species : Listeria monocytogenes

Aktivitas hemolitik pada darah digunakan sebagai indikator yang membedakan Listeria monocytogenes dengan spesies Listeria yang lain, tetapi bukan kriteria yang pasti dalam klasifikasi.

Karakteristik L. monocytogenes

Bakteri L. monocytogenes merupakan bakteri Gram-positif. L. monocytogenes merupakan bakteri berbentuk batang rantai pendek, kadang ditemukan dalam bentuk tidak beraturan, bentuk Y ataupun kokus (Allerberger 2003; Garbutt 1997). Menurut Anonimus (2005), bentuk L. monocytogenes kadang ditemukan dalam bentuk kokus sehingga mirip dengan Streptococcus spp, dan bentuk sel kadang tampak memanjang mirip dengan Corynebacterium spp. Bakteri ini berukuran kecil (1,0-2,0 μm x 0,5 μm), tidak berspora dan merupakan bakteri patogen intraseluler yang dapat ditemukan dalam monosit dan netrofil (Baek 2000; Donnelly 2001; Forsythe dan Hayes 1998) serta dalam lekosit susu tercemar (Doyle et al. 1987).

Flagela peritrikus merupakan alat gerak L. monocytogenes yang dihasilkan pada suhu 20 – 25 oC. Bakteri tersebut tidak menghasilkan flagela pada suhu 37 oC. Filamen-aktin (F-aktin), yang merupakan alat gerak yang tumbuh pada salah satu ujung bakteri, berpengaruh terhadap keganasan bakteri ini ketika menyerang sel induk semang (Anonimus 2005). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-10 % manusia mungkin memiliki L. monocytogenes dalam ususnya. Bakteri ini telah ditemukan setidaknya 37 spesies pada mamalia, baik hewan piaraan maupun hewan liar, serta 17 spesies pada burung, dan mungkin pada beberapa spesies ikan dan kerang. Bakteri ini dapat diisolasi dari tanah, silage (pakan ternak yang dibuat dari daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi), dan sumber-sumber alami lainnya. L. monocytogenes memiliki mekanisme yang tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan, pengeringan, dan pemanasan.

Menurut Donnelly (2001), L. monocytogenes memfermentasi rhamnosa dan glukosa tanpa menghasilkan gas. Listeria tersebut dapat dibedakan dengan spesies Listeria lainnya dengan reaksi biokimiawi, seperti reduksi nitrat menjadi nitrit, β-hemolisis, produksi asam dari gula manitol, L-rham L. monocytogenes termasuk golongan bakteri fakultatif anaerobik dan psikrotrofik yang tumbuh pada kisaran suhu 1 – 44 oC dengan pertumbuhan optimal pada suhu 35 – 37 oC (Ray 2001). Bakteri ini

Page 4: Listeria Monocytogenes

mampu tumbuh dan berkembangbiak dalam pangan yang disimpan pada suhu 4 oC selama 12 minggu. Oleh karena itu listeriosis selalu dihubungkan dengan konsumsi susu, daging atau sayuran yang telah disimpan pada suhu refrigerator dalam waktu lama (Anonimus 2005).

Kemampuan L. monocytogenes bertahan hidup pada lingkungan sekitar dipengaruhi oleh pembentukan lapisan biofilm pada permukaan benda. Biofilm adalah koloni bakteri yang melekat pada permukaan benda atau lingkungan dan berlindung dalam matriks extracellular polymeric substances (EPS) (Donlan dan Costerton 2000). Biofilm tahan terhadap desinfektan dan dapat mencemari pangan. Menurut Koutsoumanis et al. (2003), L. monocytogenes sebenarnya tidak bersifat tahan asam dan tidak dapat tumbuh pada pH < 4,5–4,6. Akan tetapi, karena adanya cekaman lingkungan mengakibatkan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup pada suasana asam yang semakin meningkat.

Virulensi L. monocytogenes

L. monocytogenes masuk ke dalam sel inang melalui suatu proses fagositosis. Salah satu sel yang bersifat fagositik adalah makrofag yang bekerja dengan menelan sel bakteri cara lain memasuki sel host adalah melalui sel-sel non-fagosit. Sel-sel tersebut biasanya tidak memakan bakteri, tetapi Listeria-lah yang aktif mengeluarkan protein permukaan (Doyle 2001). Protein permukan inilah yang menjadi faktor penyebab virulensi L. monocytogenes terhadap host. Protein permukaan yang dikenal adalah internalin A dan internalin B. Internalin A pertama kali diidentifikasi sebagai protein permukaan pada Listeria yang diperlukan untuk penetrasi L. monocytogenes ke dalam sel non-fagositik host misalnya epitel. Internalin B berperan dalam invasi hepatosit dalam hati. Internalin A pada permukaan sel listeria mengikat E-kaderin yaitu protein permukaan epitel host. Interaksi ini ternyata merangsang fagositosis L. monocytogenes oleh makrofag. Protein permukaan lain yang diproduksi L. monocytogenes antara lain:

1. Protein permukaan P104, berperan dalam adhesi sel usus.

Listeriolysin O (LLO), ketika L. monocytogenes dimakan oleh makrofag, mereka dikurung di dalam sebuah vakuola yang dikelilingi oleh membran. Makrofag segera memulai membunuh listeria tersebut dalam vakuola, dan kelangsungan hidup L. monocytogenes tergantung pada kemampuan listeria

Page 5: Listeria Monocytogenes

melepaskan diri dari vakuola. L. monocytogenes memproduksi listeriolysin O (LLO), yaitu sebuah toksin bakteri yang mampu melisiskan membran vakuola dan memungkinkan L. monocytogenes untuk melarikan diri ke dalam sitoplasma. Aktivitas LLO ditingkatkan oleh pH asam dalam vakuola. Listeria yang tidak

1. menghasilkan listeriolysin dapat bertahan hidup dalam vakuola tetapi tidak berkembang biak dan menginfeksi sel-sel lain karena mereka tidak bisa lepas dari vakuola. Jika LLO melisiskan membran vakuola maka hal tersebut akan berbahaya bagi L. monocytogenes karena bakteri tidak lagi dilindungi dari serangan antibodi sel host. Analisis terhadap molekul LLO menjelaskan bahwa protein tersebut berisi serangkaian 27 asam amino pada satu ujung dan urutan ini sangat mirip dengan urutan yang sering ditemukan pada protein manusia dan hewan.

2. Protein Act A. Setelah L. monocytogenes berhasil meloloskan diri dari vakuola dan masuk ke dalam sitoplasma, bakteri tersebut kemudian bereplikasi. Agar Listeria ini bisa berpindah ke sel lain, maka diproduksi protein Act A. Protein tersebut menginduksi polimerisasi molekul aktin yang tadinya berbentuk globular menjadi filamen aktin terpolarisasi. Sel bakteri bergerak sepanjang filamen menuju membran sel dan membentuk tonjolan keluar. Tonjolan membran disebut listeriopod.

3. Phospholipase C. Dua buah phospholipase C yang berbeda disintesis oleh L. monocytogenes yaitu phosphatidylinositol-spesific fosfolipase C (PI-PLC) dan fosfatidilcholine-specific fosfolipase C (PC-PLC). Keduanya berperan dalam invasi dan penyebaran L. monocytogenes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen salah satu atau keduanya yang mengkode fosfolipase menunjukkan bahwa PI-PLC membantu dalam pelarian L. monocytogenes dari vakuola, sementara PC-PLC aktif selama penyebaran bakteri dari sel ke sel. PC-PLC merusak membran vakuola beberapa jenis sel, seperti sel-sel epitel, dan dapat menjadi pengganti LLO. PC-PLC juga berfungsi dalam penyebaran sel-sel listeriae ke dalam otak selama listeriosis otak.

4. Metalloprotease. PI-PLC disintesis dalam bentuk aktif sedangkan PC-PLC diproduksi sebagai prekursor tidak aktif. Sebuah bakteri zinc-dependent metalloprotease dan sistein protease sel inang diperlukan untuk menghentikan pembelahan bagian dari prekursor dan mengaktifkan fosfolipase.

6. Clp protease dan ATPase. Pada umumnya bakteri memiliki protein pendamping untuk beradaptasi dengan lingkungan yang buruk (pH tinggi atau rendah, suhu, kondisi osmotik). Protein tersebut membantu dalam refolding protein atau perakitan subunit protein dan protease yang memproses protein sehingga tidak dapat diubah bentuknya. Beberapa Clp (caseinolytic protein) grup protein, yang bertindak baik sebagai pendamping ataupun sebagai enzim proteolitik, telah diidentifikasi memiliki peran dalam patogenesis L. monocytogenes. Clp P dan ATPase adalah protein stres yang membantu

Page 6: Listeria Monocytogenes

dalam mengganggu membran vakuola untuk kelangsungan hidup Listeriae intraseluler. Clp P juga memodulasi ekspresi protein Act A dan internalin yang bekerja pada tingkat transkripsi. ATPase dan Clp E juga berperan dalam patogenesis Listeria. Clp P serin protease diperlukan untuk pertumbuhan dalam kondisi stres dan terbukti membantu aktivitas listeriolysin O dalam melepaskan diri dari vakuola.

7. Protein P60. Protein P60 adalah enzim murein hidrolase yang mengkatalisis reaksi selama tahap akhir pembelahan sel L. monocytogenes.

Tahap-tahap virulensi L. monocytogenes :

(a) bakteri menyerang mukosa saluran pencernaan dan berlekatan dengan sel usus dibantu oleh D-galaktosa yang ada pada permukaan sel bakteri. Bakteri kemudian menginvasi makrofag (sel parenkim) dan

(b) terperangkap dalam vakuola yang disebut fagosom,

(c) selanjutnya bakteri tersebut menghasilkan toksin LLO, C(PIPLC) dan C(PC-PLC) yang mempunyai kemampuan sitolitik untuk merusak fagosom agar dapat masuk ke dalam sitoplasma. Ketiga toksin tersebut juga mencegah pencernaan bakteri oleh enzim hidrolitik yang dihasilkan oleh lisosom,

(d) secara cepat bakteri berkembang biak di dalam sitoplasma dan membentuk F-aktin,

(e) bakteri akan menginvasi sel lain dengan bantuan F-aktin, mengakibatkan kerusakan sel dan septikemia, Setelah berhasil menginvasi sel lain, bakteri berada dalam vakuola dengan membran ganda dan

(f) melanjutkan siklus hidupnya dengan terus menginvasi sel lain.

Lima hari hingga tiga minggu setelah tertelan, bakteri ini menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan kerusakan pada sistem syaraf, jantung, mata, organ lain dan fetus. Infeksi pada sistem syaraf dapat menimbulkan meningitis, ensefalitis dan abses dengan tingkat fatalitas hingga 70%. Pada wanita hamil, bentuk ini mengakibatkan aborsi dan kematian bayi saat dilahirkan dengan rata-rata tingkat kematian sebesar 80% (Lovett dan Twedt 2004; Pelczar dan Chan 2005).

Patogenesis

Terdapat dua bentuk gejala klinis yang diakibatkan oleh infeksi L. monocytogenes yaitu listerial gastroenteritis/gastrointestinal illness (bentuk saluran pencernaan) dan invasive listeriosis (bentuk invasif). Pada listerial gastroenteritis, gejala klinis ditandai dengan mual, muntah, kram perut dan diare yang akan tampak setelah tertelannya bakteri selama lebih dari 12 jam (Dalton etal. 1997; Lovett dan Twedt 2004). Perubahan keasaman lambung akibat

Page 7: Listeria Monocytogenes

penggunaan obat-obatan antasida dan cimetidine dapat meningkatkan kepekaan terhadap infeksi Listeria. Manusia yang menelan sejumlah 1.000 sel L. monocytogenes akan menimbulkan gejala klinis seperti flu (rasa tidak enak badan, demam ringan) dan diare. Dilaporkan antara 1 – 10% manusia terinfeksi tanpa menunjukkan gejala klinis, namun dapat melepaskan L. monocytogenes melalui feses.

Data epidemiologi menunjukkan bahwa invasive listeriosis dapat terjadi sebagai kasus sporadik dan epidemi. Kematian jarang terjadi pada manusia dewasa dengan kondisi baik.

L. monocytogenes yang mencemari pangan dapat mengakibatkan wabah listeriosis (Swaminathan 2001 dalam Doyle 2001). Penyebaran melalui pangan merupakan penyebaran utama penyakit ini. Namun infeksi listeriosis dapat pula disebarkan secara vertikal (ibu ke anak) melalui plasenta, zoonotik melalui kontak langsung antara tangan yang terluka dengan bahan infeksi dan melalui infeksi di rumah sakit (infeksi nosokomial).

Kasus Listeriosis pada Manusia

Kasus Listeriosis pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tentara yang menderita meningitis di akhir Perang Dunia ke-1. Semenjak itu, listeriosis diketahui merupakan penyakit yang ditularkan melalui pangan (foodborne disease) dan mendapat perhatian khusus dalam kesehatan masyarakat. Tingkat kematian penyakit ini lebih dari 25% pada kelompok beresiko, seperti wanita hamil dan individu dewasa dengan status kekebalan rendah. Tingkat kematian dapat mencapai 50% pada bayi. Tingkat fatalitas dilaporkan sekitar 20-30% (Allerberger 2003; Anonimus 2005; Gilbert et al. 1989).

Namun angka kematian 50% dapat terjadi pada manusia dewasa dengan kekebalan rendah, kelahiran bayi atau remaja (Lovett dan Twedt 2004).

Kemampuan L. monocytogenes untuk menimbulkan septikemia tergantung beberapa faktor, seperti jumlah bakteri yang tertelan, status kekebalan tubuh induk semang dan keganasan galur bakteri yang menginfeksi. Dilaporkan bahwa tertelannya sejumlah 100 cfu/g.

Janin serta bayi baru lahir dan ibu hamil sangat rentan terhadap bakteri ini. Listeriosis pada ibu hamil yang terjadi pada awal kehamilan biasanya menyebabkan keguguran. Bakteri ini bisa melewati plasenta (ari-ari). Listeriosis pada akhir kehamilan bisa menyebabkan kelahiran mati atau kematian bayi dalam beberapa jam setelah lahir. Sekitar 50% janin yang terinfeksi pada akhir kehamilan akan meninggal.

Selama tiga dekade terakhir, di beberapa negara industri dilaporkan terjadi peningkatan masalah keamanan pangan. Setiap tahun dilaporkan hingga 10% atau lebih populasi manusia terjangkit foodborne disease. Hal yang sama berlaku juga di negara berkembang dan menjadi serius bila diakhiri

Page 8: Listeria Monocytogenes

kematian. Perkembangan industri diikuti peningkatan urbanisasi telah merombak sistem pengiriman pangan yang mengakibatkan peningkatan produksi pangan. Beredarnya pangan melalui perdagangan internasional meningkatkan resiko penyebaran penyakit menular. Selain itu tingginya jumlah produksi yang tidak sebanding dengan lingkungan dan pengetahuan yang kurang dalam penanganan pangan dapat meningkatkan cemaran pada bahan pangan. Pengawasan ketat pada titik kendali kritis bagian pengolahan dan pengemasan pangan merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan terjadinya foodborne disease (Kaferstein 1997).

Pada manusia, listeriosis merupakan penyakit yang timbul secara sporadik, namun dilaporkan epidemi di beberapa negara. Data FoodNet Amerika Serikat menunjukkan bahwa Listeria merupakan bakteri patogen kedua setelah Salmonella yang menyebabkan foodborne disease. Diperkiraan jumlah kasus di Amerika Serikat sebesar 28% per tahun.

Saat ini belum ada laporan mengenai gejala penyakit yang disebabkan oleh L. monocytogenes di Indonesia. Hasil survei di Malaysia menunjukkan 43 % tercemar L. monocytogenes setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 234 contoh pangan mentah dan siap saji (Arumugaswamy et al. 1994). Data tersebut dapat menjadi gambaran bahwa bakteri ini dimungkinkan dapat masuk dan mencemari makanan di Indonesia. Iklim dan kebiasaan makan penduduknya hampir sama dengan di Indonesia.

Gejala-gejala penyakit

Secara klinis, suatu penyakit disebut listeriosis apabila L. monocytogenes diisolasi dari darah, cairan cerebrospinal (cairan otak dan sumsum tulang belakang), atau dari tempat lain yang seharusnya steril (misalnya plasenta, janin). Gejala listeriosis termasuk septicemia (infeksi pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan selaputnya), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada leher rahim pada wanita hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya diawali dengan gejala-gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan. Dilaporkan bahwa gejala-gejala pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare dapat merupakan

bentuk awal dari listeriosis yang lebih parah, namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi. Secara epidemiologi, gejala pada saluran pencernaan berkaitan dengan penggunaan antasida atau cimetidine (antasida dan cimetidine merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau mengurangi produksi asam lambung). Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih parah tidak diketahui, tetapi mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga minggu. Awal munculnya gejala pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi mungkin lebih dari 12 hari.

Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi menurut strain dan kerentanan korban. Dari kasus yang disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses pasteurisasinya kurang benar, diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan penyakit pada orang-orang yang rentan. L. monocytogenes dapat menyerang epithelium (permukaan dinding) saluran pencernaan. Sekali

Page 9: Listeria Monocytogenes

bakteri ini memasuki sel darah putih (tipe monocyte , macrophage , atau polymorphonuclear) dalam tubuh korbannya, bakteri ini masuk ke aliran darah (septicemia) dan dapat berkembang biak. Keberadaannya di dalam sel fagosit memungkinkannya memasuki otak, dan pada wanita hamil, mungkin masuk ke janin melalui plasenta. Sifat patogenik L. monocytogenes berpusat pada kemampuannya untuk bertahan dan berkembang biak di dalam sel fagosit korbannya.

Sumber Cemaran Listeria monocytogenes pada Daging

L. monocytogenes dapat ditemukan pada lingkungan, seperti debu, tanah, air laut dan tawar, tanaman, hewan liar dan domestik, makanan hewan termasuk silase, limbah rumah potong hewan, selokan dan sedikit ditemukan pada feses (Donnelly 2001; Garbutt 1997). L. monocytogenes juga ditemukan pada buah-buahan, susu mentah, keju, daging, produk daging, hot dog yang tidak dimasak, ikan, rennet, daging unggas, ayam masak yang disimpan pada suhu dingin, ayam masak siap saji, susu pasteurisasi dan produk susu lainnya (Garbutt 1997). Hewan ternak terinfeksi L. monocytogenes dengan menunjukkan gejala listeriosis akan melepaskan L. monocytogenes melalui susu, darah dan fesesnya.

Faktor-faktor Pendukung Pertumbuhan Listeria monocytogenes

Berikut ini merupakan faktor-faktor dalam produk pangan yang tidak mendukung pertumbuhan L. monocytogenes (Henning dan Cutter 2001):

1. Water activity (aw) minimum 0,92.

2. pH kurang dari 4,39 pada suhu 75 0F.

3. aw 0,85 dan pH 4,6 yang selalu berpengaruh pada kestabilan produk namun tidak merupakan batas pertumbuhan untuk L. monocytogenes.

4. Pangan dalam kemasan tertutup yang disucihamakan secara komersial dan disimpan dalam refrigerator (aseptik) pada pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan adanya pertumbuhan L. monocytogenes.

L. monocytogenes memiliki toleransi terhadap garam dan dapat tumbuh dalam kadar larutan NaCl hingga 10%. Menurut Sutherland dan Porritt (2003) mikroba ini mempunyai kemampuan bertahan hingga delapan minggu dalam 20% NaCl.

Pengaruh listerisidal dari pengawetan sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, kandungan garam, aw dan tipe serta kandungan makanan tambahan dalam pangan. Kemampuan potassium sorbat dalam mencegah pertumbuhan L. monocytogenes sangat tergantung pada suhu penyimpanan dan pH media. Semakin rendah suhu penyimpanan dan pH media, semakin tinggi efektifitas potassium sorbat menghambat pertumbuhan L. monocytogenes. Sodium benzoat mempunyai daya hambat lebih besar dibandingkan potassium sorbat atau sodium propionat. Hambatan dan inaktivasi L. monocytogenes

Page 10: Listeria Monocytogenes

pada bahan pangan oleh sodium benzoat dipengaruhi beberapa faktor, seperti suhu, kadar larutan asam benzoat dan

pH. Efektifitas asam benzoat dalam menghambat pertumbuhan L. monocytogenes semakin tinggi bila diinkubasi pada suhu yang lebih tinggi. Kandungan asam benzoat yang tinggi juga akan mempercepat proses inaktivasi bakteri bila dibandingkan dengan kandungan yang rendah. Sedangkan proses inaktivasi oleh asam benzoat akan semakin cepat pada pH rendah, seperti penggunaan asam untuk menyesuaikan media pertumbuhan (Ryser 1999).

Di Indonesia tingkat kontaminasi L. monocytogenes belum banyak dilaporkan seperti di negara-negara maju. Kemungkinan hal ini disebabkan Listeria termasuk bakteri "baru" yang selama ini belum banyak diteliti. Walaupun demikian badan standarisasi Indonesia (SNI 7388-2009) telah menetapkan batasan minimum pada sosis masak (tidak dikalengkan, siap konsumsi) bahwa Listeria monocytogenes harus negatif/25 g.

Harsojo dan Andini (2002) melaporkan beberapa isolat L. monocytogenes yang berasal dari daging yang diperoleh dari pasar swalayan dan tradisional daerah Jakarta (tabel 1).

Tabel 1 Sumber isolat dan lokasi ditemukannya L. monocytogenes (Harsojo dan Andini 2002)

Nama isolat

Sumber

Keterangan

SH-1

G-4

P-1

Daging sapi

Udang

Daging babi

Pasar swalayan

Impor dari Jepang

Pasar tradisional

Berdasarkan tabel 2 sumber isolat L. monocytogenes SH-1 dan P-1 merupakan hasil isolasi dari daging yang dijual di pasaran Jakarta. Isolat SH-1 diisolasi dari daging sapi yang dibeli di pasar swalayan, sedang P-1 diisolasi dari daging babi yang dibeli di pasar tradisional. Isolat G-4 diperoleh dari Jepang yang merupakan hasil isolasi dari udang impor. Data tersebut memperlihatkan bahwa L. monocytogenes tidak

Page 11: Listeria Monocytogenes

hanya ditemukan di pasar tradisional yang tidak menggunakan pendingin, akan tetapi di pasar swalayan yang mempunyai alat pendingin juga ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut mempunyai kisaran suhu pertumbuhan yang cukup besar.

Harsojo dan Andini (2002) juga melaporkan pertumbuhan L. monocytogenes pada daging kambing. Dalam laporannya dikatakan bahwa pertumbuhan L. monocytogenes pada daging kambing terlihat pada kontaminasi awal sebesar 39,5 x 105 koloni/g dan terus meningkat hingga 13,2 x 107 koloni/g selama 3 dan 6 hari penyimpanan pada suhu 10° C. Sedangkan pada suhu 2°C pertumbuhannya relatif stabil yaitu 28,8 x 105 koloni/g sampai hari ke-6.

Messina et al. (1988) dalam Yulistiani (2008), melaporkan bahwa semua produk asap cair yang diuji efektif dalam menghambat pertumbuhan kultur murni Listeria monocytogenes. Metoda pencelupan dan penyemprotan membuktikan keefektifan produk CharSol-10 dalam mengontrol pertumbuhan L. monocytogenes pada frankfurter yang terkontaminasi setelah pengisian. Lindner (1991) dalam Yulistiani (2008), juga telah meneliti bahwa asap cair dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes yang diinokulasikan pada produk daging.

Efek antimikrobia asam organik lemah dihasilkan dari kayu saat pengasapan cair. Efek antimikrobia yang diakibatkan oleh molekul yang tidak terdisosiasi secara langsung dapat mengasamkan sitoplasma, merusak tegangan permukaan membran dan hilangnya transport aktif makanan melalui membran sehingga menyebabkan destabilisasi bermacam-macam fungsi dan struktur komponen sel (Ray dan Sandine 1993 dan Ray 1996 dalam Yulistiani 2008). Efek antimikrobia asam organik lemah yang diakibatkan oleh molekul yang

terdisosiasi (memnghasilkan H+ dan anion) menyebabkan penurunan pH lingkungan hidup bakteri dan dapat kontak dengan dinding sel bakteri, membran sel, ruang periplasmik dan permukaan luar sitoplasma atau membran sebelah dalam sel sehingga menyebabkan efek perusakan dari sel bakteri. Pada pH lingkungan hidup yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan denaturasi enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membran sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hidup sel bakteri (Ray and Sandine 1993 dalam Yulistiani 2008).

Pengobatan dan Pencegahan

Tujuan pengobatan adalah meredakan infeksi melalui pemberian antibiotik, yaitu ampisilin intravena dengan gentamisin (atau trimetroprim-sulfametoksazol). Infeksi yang ditularkan melalui plasenta memiliki angka kematian sebesar 50% (Anonim 2002). Bayi yang bertahan hidup akan mengalami kerusakan saraf dan gangguan perkembangan.

Usaha untuk mencegah Listeriosis antara lain:

· bahan makanan mentah dari hewan seperti sapi, domba, babi atau unggas harus benar-benar masak.

· Mencuci sayur dan buah mentah baik-baik sebelum dimakan.

Page 12: Listeria Monocytogenes

· Memisahkan daging mentah dari sayur, makanan matang dan yang sudah siap santap.

· menggunakan talenan yang berlainan untuk daging mentah dan makanan yang sudah siap santap misalnya makanan yang sudah dimasak dan salada.

· Menghindari susu tanpa pasteurisasi atau makanan yang terbuat darinya misalnya keju lunak.

· Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyiapkan makanan.

· Mencuci pisau dan talenan setelah dipakai untuk makanan yang tidak dimasak.

· Mencuci tangan setelah menangani binatang.

· Makanan yang cepat rusak patut disimpan dalam lemari es (di bawah 5° C) serta dicuci dan segera dimakan.

SIMPULAN

L. monocytogenes merupakan salah satu bakteri patogen pada hewan/ternak dan hasil olahannya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Penyakit seringkali bersifat asimptomatik, namun dalam kondisi tertentu dapat menimbulkan gejala klinik yang serius bahkan dapat menimbulkan kematian. Pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan biosekuriti di lingkungan peternakan, dekontaminasi pada bahan pangan asal ternak maupun terhadap peralatan-peralatan yang dipergunakan hingga hasil olahan ternak siap disantap konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Allerberger F. 2003. Immunology and Medical Microbiology 35. Listeria: growth, phenotypic differentiation and molecular microbiology. Institute for Hygiene and Social Medicine, University of Innsbruck, Fritz-Pregl-Str. 3, 6020 Innsbruck, Austria. Hlm 183-189.

Anonim. 2002. Listeria monocytogenes dan Listeriosis, http://www.textbookofbacteriology.net/Listeria.html, diakses pada tanggal 15 Desember 2012

Anonimus. 2005. Listeria monocytogenes and Listeriosis. Kenneth Todar University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology. http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/ListeriaActin.jpg&imgrefur

Ariyanti T. 2010. Bakteri Listeria monocytogenes sebagai Kontaminan Makanan Asal Hewan (Foodborn Deseases). J. Wartazoa. 20: 93 – 101.

Page 13: Listeria Monocytogenes

Arumugaswamy RK, Ali GRR, Hamid SN. 1994. Prevalence of Listeria monocytogenes in Foods in Malaysia. Intern J Food Microbiol 23: 117-121. Baek SY. 2000. Incidence and Characterization of Listeria monocytogenes from Domestic and Imported

Foods in Korea. J of Food Protect 63: 86 -189.

Dalton CB, Austin CC, Sobel J, Hayes PS, Bibb WF, Graves LM, Swaminathan B, Proctor ME, Griffin PM. 1997. An outbreak of gastroenteritis and fever due to Listeria monocytogenes in milk. N Engl J Med 336 : 100–105.

Dewan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7388:2009 tentang Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Donnelly CW. 2001. Foodborne Disease Handbook : bacterial pathogens, Listeria monocytogenes. Ed ke-2. Marcel Dekker, Inc. Hlm 213 – 235.

Doyle MP. 2001. Virulence characteristics of Listeria monocytogenes. Food Research Institute. http//fri.wisc.edu/docs/pdf/virulencelmono/pdf.

Forsythe SJ, Hayes PS. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP. Ed ke-3. Gaithersburg, Maryland. Aspen Publisher, Inc. Hlm 14- 115.

Garbutt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. Great Britain. The Bath Press, Bath. Hlm 251.

Harsojo dan Andini L. 2002. Pengaruh Iradiasi dan Penyimpanan Listeria Monocytogenes yang Diinokulasi pada Daging Kambing. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Puslitbang. Teknologi Isotop dan Radiasi, Batan, Jakarta.