Leri hardian (tugas prak.komputer & adm perpajakan)
-
Upload
lerihardiansaputra -
Category
Education
-
view
299 -
download
4
description
Transcript of Leri hardian (tugas prak.komputer & adm perpajakan)
Tugas Individu
PRAKTIKUM KOMPUTER DAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PENAGIHAN PAJAK
OLEH :
LERI HARDIAN SAPUTRA (1201120030)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKJURUSAN ADMINISTRASI BISNIS
UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU
2013
1
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 3
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Penagihan Pajak ............................................................................................ 6
2.2 Dasar Penagihan Pajak ................................................................................................... 6
2.3 Pengertian Wajib Pajak danPenanggung Pajak .............................................................. 7
2.4 Landasan Hukum Penagihan Pajak ................................................................................ 9
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................19
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan adanya sistem self assessment, telah diberikan kepercayaan penuh kepada
masyarakat Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan
pajaknya sendiri. Tetapi dalam kenyataannya, terdapat cukup banyak masyarakat yang dengan
sengaja atau dengan berbagai alasan tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya
sesuaiketetapan pajak yang diterbitkan sehingga terjadi tunggakan pajak. Penagihan pajak dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu penagihan aktif dan penagihan pasif.
3
1.1.1 Penagihan Pasif
Penagihan pasif dilakukan melalui Surat Tagihan Pajakatau Surat Ketetapan Pajak.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.28 Tahun 2007 Pasal 9 Ayat (3), Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajakyang harus dibayar bertambah, harus
dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
Dan pada pasal 9 ayat (3a) dijelaskan Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di
daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang
paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak dilunasi maka akan dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga 2% perbulan, dan bagian bulan dihitung penuh satu bulan,
sebagaimana disebutkan dalam UU KUP Pasal 19 ayat (1), Apabila Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali,
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo
pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa,
yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal
diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Selain
dengan penagihan pasif, dapat pula dilanjutkan dengan penagihan aktif atau yang lebih dikenal
dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4
1.1.2 Penagihan Aktif
Penagihan pajak aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan diatur dalam
Undang-Undang No.19 tahun 1997 sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-Undang
No.19 tahun 2000. Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat
tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang. Dalam pembahasan berikutnya yang dimaksud penagihan pajak
adalah penagihan aktif atau penagihan pajak dengan Surat Paksa.
5
BAB 2
PEMBAHASAN
PENGERTIAN DAN LANDASAN HUKUM PENAGIHAN PAJAK
2.1 Pengertian Penagihan Pajak
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 angka 9 UU No. 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000,
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika
dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Sedangkan Utang Pajak adalah
pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan
yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. (pasal 1 angka 8 UU No.19 Tahun 2000).
2.2 Dasar Penagihan Pajak
Adapun dasar penagihan pajak sebagaimana dijelaskan dalam UU KUP pasal 20 ayat (1)
yaitu :
- STP
- SKPKB
- SKPKBT
- SK Pembetulan
- SK Keberatan
- Putusan Banding
6
- Putusan PK
Yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh
Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3)
dan (3a) UU KUP. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dasar penagihan pajak adalah sebagai berikut:
- Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB)
- Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT)
- Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(STB)
- Surat Keputusan Pembetulan
- Surat Keputusan Keberatan
- Putusan Banding
- Putusan Peninjauan Kembali
Yang menyebabkan jumlah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang harus dibayar
bertambah, kurang ayau tidak dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima
oleh Wajib Pajak.
2.3 Pengertian Wajib Pajak dan Penanggung Pajak Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU KUP
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Selanjutnya, UU KUPmencantumkan pengertian
badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
7
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU PPSP Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau
badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak
dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan Termasuk "wakil" yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak.
Dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UU KUP yaitu sebagai berikut : (1)
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal :
a. badan oleh pengurus
b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
c. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan
d. badan dalam likuidasi oleh likuidator
e. suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya
atau yang mengurus harta peninggalannya; atau
f. anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.
(2) Wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara
renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan
8
meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka dalam kedudukannya benar- benar tidak
mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
2.4 Landasan Hukum Penagihan Pajak
Landasan hukum penagihan pajak dengan surat paksa adalah · Pasal 20 – 24 UU Nomor
28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan · UU Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
1. Latar Belakang
Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pajak sebagai sumber utama
penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan
dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat
di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif
masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan
perundangundangan perpajakan. Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun,
dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya
utang pajak sebagaimana mestinya. Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu
menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum
dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di
bidang pajak semakin meningkat.
Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang
mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak
merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian
9
terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu
mendapatkan perhatian. Sebagaimana dikemukakan di atas, di dalam sistem self assessment yang
berlaku sekarang ini maka penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan
berkesinambungan merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan kepatuhan yang
menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak. Tindakan penagihan pajak yang selama ini
dilaksanakan adalah berdasarkan pada Undang- undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dengan undang-undang penagihan pajak yang demikian
itu diharapkan dapat memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan
masyarakat Wajib Pajak dan kepentingan negara. Keseimbangan kepentingan dimaksud berupa
pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah atau tidak
memihak, adil, serasi, dan selaras dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta
memberikan kepastian hukum.
Sejalan dengan perkembangan perekonomian Indonesia saat ini dan didukung dengan
semangat reformasi, perlu kiranya dilakukan pembaharuan undang-undang penagihan pajak,
dengan dilandasi pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1. Memperhatikan ketentuan perundang-undangan lain, seperti Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
2. Menegakkan keadilan
3. Memberikan perlindungan hukum, baik kepada Penanggung Pajak maupun pihak ketiga
berupa hak untuk mengajukan gugatan; dan Melaksanakan law enforcement secara
konsisten dengan berdasar pada jadwal waktu penagihan yang telah ditentukan.
10
Beberapa pokok perubahan yang menjadi perhatian dalam pembaharuan undangundang
penagihan pajak ini adalah sebagai berikut:
1. Mempertegas proses pelaksanaan penagihan pajak dengan menambahkan ketentuan
penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan dan surat lain yang sejenis sebelum Surat
Paksa dilaksanakan
2. Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif
3. Mempertegas pengertian Penanggung Pajak yang meliputi juga komisaris, pemegang
saham, pemilik modal
4. Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka menjaga
kelangsungan usaha Penanggung Pajak
5. Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan dari lelang
6. Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas prosentase tertentu
dari hasil penjualan
7. Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh Wajib Pajak
tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak
8. Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai barang yang
diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi
9. Memperjelas hak Penanggung Pajak untuk memperoleh ganti rugi dan pemulihan nama
baik dalam hal gugatannya dikabulkan
10. Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak.
2. Peraturan Pelaksana
11
Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Berikut ini adalah peraturan
pelaksana UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa:
a. Umum 1) KMK Nomor 562/KMK.04/2000 Tentang Syarat- Syarat, Tata Cara
Pengangkatan Dan Pemberhentian Jurusita Pajak
b. Surat Paksa dan Sita 1) PP No.135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam
Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 2) PMK Nomor 23/PMK.03/2006 tentang
perubahan atas KMK Nomor 85/KMK.03/2002 Tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan
Penanggung Pajak Berupa Piutang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
3) PMK Nomor 24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan
Surat Paksa DanPelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus 4) Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP - 459/PJ./2002 Tentang Tata Cara Penyitaan Kekayaan
Penanggung Pajak Berupa Piutang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
5) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 08/PJ.75/2000 Tentang Tata Cara
Penerbitan Ulang Surat Teguran, Penerbitan Surat Paksa Pengganti, Dan Pembetulan
Atau Penggantian Surat-Surat Dalam Rangka Pelaksanaan Penagihan Pajak
c. Lelang 1) PP Nomor 136 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penjualan Barang Sitaan Yang
Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa
d. Pencegahan dan Penyanderaan 1) PP Nomor 137 Tahun 2000 Tentang Tempat Dan
Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, Dan Pemberian
Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 2) Keputusan Bersama
Menteri Keuangan Republik Indonesia Dan Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 294/ KMK.03/2003, M-02.Um.09.01 Tahun 2003 Tentang
12
Tata Cara Penitipan Penanggung Pajak Yang DisanderaDi Rumah Tahanan Negara
Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 3) Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor Kep - 218/ PJ/2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyanderaan Dan
Pemberian Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak Yang Disandera 4) Surat Direktur
Jenderal Pajak Nomor S - 158/ PJ.75/2006 Tentang Permintaan Usulan Pencegahan
WP/PP Bepergian Ke Luar Negeri 5) Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor
S-240/PJ.04/2009 Tentang Penyanderaan Atas Penanggung Pajak Dalam Rangka
Penagihan Pajak 6) Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Nomor S-43/PJ.045/2007
Tentang Tata Cara Permintaan Pencegahan, Perpanjangan, Dan Pencabutan Bepergian
Ke Luar Negeri
e. Pemblokiran 1) KMK Nomor 563/KMK.04/2000 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan
Harta kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -
109/PJ./2007 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Harta
Kekayaan Penanggung Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa 3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 627/PJ
Tentang Tata Cara Pelaksanaan PemblokiranDan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung
Pajak Yang Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
4) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 05/PJ.04 Tentang Pengantar
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ/2007 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pemblokiran Dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak Yang
13
Tersimpan Pada Bank Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 5) Peraturan
Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian
Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank 6) Surat Bank Indonesia Nomor
8/3/DGS/DPNP Perihal Pemblokiran Dalam Rangka Penagihan Pajak 7) Surat Bank
Indonesia Nomor 2/35/DpG/DHk/ Tahun 2000 Perihal Penyitaan Terhadap Kekayaan
Penanggung Pajak Yang Disimpan di Bank 8) Surat Bank Indonesia Nomor
7/9/GBI/DHk/ Tahun 2005 Perihal Evaluasi Pelaksanaan Pemblokiran DanPenyitaan
Rekening Bank 9) Surat Bank Indonesia Nomor 7/6/Dhk Tahun 2005 Perihal Penjelasan
Bank Berkenaan Dengan Perintah Membuka Rahasia Bank Untuk
KepentinganPerpajakan.
f. Angsuran dan Penundaan 1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
80/PMK.03/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/
PMK.03/2007 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran
Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran
Dan Pelaporan Pajak,Serta Tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak
2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 Tentang
Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat
Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta
Tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak 3) Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER - 38/ PJ/2008 Tentang Tata Cara Pemberian Angsuran Atau
Penundaan Pembayaran PajakDirektur Jenderal Pajak 4) Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE - 14/PJ.33/1998 Tentang Pembatalan SK Pemberian Angsuran Atau
Penundaan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak Yang Mengajukan Keberatan/Banding
14
g. Penghapusan 1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
565/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan
Besarnya Penghapusan 2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
539/KMK.03/2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/
KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya
Penghapusan 3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 625/PJ./2001 Tentang
Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang
Pajak 4) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 15/PJ./2004 Tentang Tata
Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Pajak
h. Kebijakan Penagihan 1) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 08/PJ.75/2002
Tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak (Delinquency Audit) 2) Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 05/PJ.04/2008 Tentang Kebijakan Penagihan
Pajak 3) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 03/PJ.04/2009 Tentang
Kebijakan Penagihan Pajak 4) Kesepakatan Bersama Direktorat Jenderal Pajak dan
Kepolisian Republik Indonesia Nomor Kep-24/ PJ./2004 Dan No.Pol: B/146/I/2004
Tanggal 23 Januari 2004 Tentang Penegakan Hukum di Bidang Perpajakan 5) Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 08/ PJ/2009 Tentang Pedoman Akuntansi Piutang Pajak
i. Penagihan PBB/BPHTB 1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP -
503/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi Dan
Bangunan Dan Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan 2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP - 45/PJ.6/1996 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan Piutang Pajak Bumi
Dan Bangunan Dan Penetapan Besarnya Penghapusan 3) Keputusan Direktur Jenderal
15
Pajak Nomor KEP - 13/PJ.6/1999 Tentang Perubahan Sebagian Atas Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-45/ PJ.6/1996 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan
Piutang Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Penetapan Besarnya Penghap 4) Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 02/PJ.6/2001 Tentang Usulan Penghapusan Piutang
PBB 5) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 48/PJ.6/2000 Tentang Tata
Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak PBB Dan Tata Cara Pelaksanaan Penagihan PBB
Dan BPHTB 6) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 48/PJ/2008 Tentang
Batas Waktu Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak
Pajak Bumi Dan Bangunan, Dan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan, Serta
Daluwarsa Penagihan Pajak Bumi Dan Bangunan 7) Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE - 73/PJ/2008 Tentang Kebijakan Perubahan Data
SIP/SIPMOD/SISMIOP
j. Formulir dan Surat dalam Pelaksanaan Penagihan 1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP - 474/PJ./2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-645/PJ./2001 Tentang Bentuk, Jenis, Dan Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan
Buku Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Keputusan Direktur Jenderal Pajak 2) Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP - 474/PJ./2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-645/ PJ./2001 Tentang Bentuk, Jenis, Dan Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan
Buku Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa
Keputusan Direktur Jenderal Pajak 3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
645/PJ./2001 Tentang Bentuk, Jenis, Dan Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan Buku Yang
Digunakan Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Keputusan Direktur
16
Jenderal Pajak 4) Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-645/PJ./2001 Tentang Bentuk, Jenis, Dan Kode Kartu, Formulir, Surat, Dan Buku
Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Keputusan
Direktur Jenderal Pajak 5) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-15/ PJ./2004
Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan Besarnya Penghapusan 6) Lampiran
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-15/PJ./2004 Tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak Dan Besarnya Penghapusan DAFTAR PUSTAKA · Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa · Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan.
17
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Penagihan adalah salah satu sub sistem dari sistem administrasi pemungutan pajak itu
sendiri yang dimulai dari sub sistem pendaftaran wajib pajak, sub sistem pembayaran, sub sistem
pelaporan, sub sistem pengawasan/pemeriksaan, sub sistem keberatan dan banding, kemudian di
akhiri dengan sub sistem penagihan. Sedangkan penagihan itu sendiri adalah serangkaian
tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Serangkaian
tindakan tersebut meliputi teguran, pemberitahuan SP, penagihan seketika dan sekaligus,
penyitaan/pemblokiran, pencegahan, penyanderaan dan penjualan barang sitaan/lelang.
Penagihan pajak adalah suatu proses, yaitu serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Penagihan merupakan langkah berikutnya dari
proses pemerikasaan atau penelitian. Pada prinsipnya saat dimulainya tindakan penagihan pajak
dimulai 7 hari setelah jatuh tempo. Pembayaran surat ketetapan pajak atau surat lain sejenis dan
belum dibayar lunas. Sehingga harus kita perhatikan kapan jatuh tempo pembayarannya itu.
Jatuh tempo pembayaran bergantung kepada apakah wajib pajak mengajukan keberatan atau
banding atau tidak. Kalau tidak maka jatuh temponya adalah 30 hari sejak tanggal penerbitan
syrat ketetapan. Tetapi kalau mengajukan keberatan dan banding maka jatuh temponya adalah
satu bulan sejak penerbitan SK keberatan atau putusan banding. Maka setelah 7 hari dari situ
barulah tindakan penagihan dilaksanakan, dan dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran.
18
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.2009.
Peraturan dan Kebijakan di Bidang Penagihan.Jakarta:Subdit Penagihan
Zqzakky.blogspot.com
Zulvina,Susi.2011.Bahan Ajar Pengantar Hukum Pajak,Tangerang Selatan:STAN ·
Zuraida,Ida.2010.Bahan Ajar Penagihan dan Sengketa Pajak.Tangerang Selatan:STAN
http://pajaktaxes.blogspot.com
http://pou-pout.blogspot.com
www.google.com
19