Lepra

49
Pemberantasan Penyakit Lepra Dengan Pendekatan Pelayanan Dokter Keluarga Anthony Hadi Wibowo Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana NIM 102010012 / Kelompok C7 2 July 2013 Jl. Krendang Timur Gang 6, RT 08 / RW 03 No. 156, 11260, Jakarta Barat No. Handphone: 08999311660. Email: [email protected] Pendahuluan Lepra (morbus Hansen) adalah penyakit infeksi kronis yang melibatkan sistem saraf pusat, kulit, mata, dan membran mukosa. Penyakit ini endemis dibanyak negara di Asia, Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Latin, selatan Eropa, dan Timur Tengah. Sekuele mayor dari lepra adalah deformitas fisik yang melibatkan ekstremitas, wajah, dan mata karena kerusakan saraf sensorik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae dan reaksi imun timbul karena organisme tersebut. Deformitas yang 1

description

Lepra

Transcript of Lepra

Page 1: Lepra

Pemberantasan Penyakit Lepra Dengan Pendekatan Pelayanan

Dokter KeluargaAnthony Hadi Wibowo

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

NIM 102010012 / Kelompok C7

2 July 2013

Jl. Krendang Timur Gang 6, RT 08 / RW 03 No. 156, 11260, Jakarta Barat

No. Handphone: 08999311660. Email: [email protected]

PendahuluanLepra (morbus Hansen) adalah penyakit infeksi kronis yang melibatkan sistem saraf

pusat, kulit, mata, dan membran mukosa. Penyakit ini endemis dibanyak negara di Asia,

Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Latin, selatan Eropa, dan Timur Tengah. Sekuele mayor

dari lepra adalah deformitas fisik yang melibatkan ekstremitas, wajah, dan mata karena

kerusakan saraf sensorik yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae dan reaksi imun

timbul karena organisme tersebut. Deformitas yang terbentuk berlanjut setelah infeksi

menjadi inaktif dan pasiennya tidak lagi infeksius.

Setiap penyakit menular memiliki ciri yang sama dimana secara epidemiologi

didapatkan determinan agent, host, dan lingkungan. Promosi, pencegahan, pengobatan,

proteksi, dan rehabilitasi dengan pendekatan dokter keluarga yang baik sangat diperlukan

untuk memutuskan penularan akibat pasien tersebut dan dampak pada lingkungannya. Oleh

karena itu, pencarian kasus dan penatalaksanaan yang komprehensif, kolaboratif, kontinu,

koordinatif, mengutamakan pada pencegahan, berorientasi pada keluarga dan masyarakat,

serta dengan evidence based medicine sangat diperlukan.1

1

Page 2: Lepra

EpidemiologiMasalah epidemiologi penyakit lepra masih belum terpecahkan, cara penularan belum

diketahui pasti berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang

lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M leprae (agent) masih hidup

beberapa hari dalam droplet. Masa tunasnya sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun,

rata-rata 3-5 tahun. Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai

tersebar di seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi

penyakit tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia,

diperkirakan terbawa oleh orang-orang Cina. Distribusi penyakit ini tiap-tiap negara maupun

dalam satu negara sendiri ternyata berbeda-beda. Demikian pula penyakit kusta menurun atau

menghilang pada suatu negara sampai saat ini belum jelas.

M. leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan

oleh sarjana dari norwegia GH Armauer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan

asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikro, lebar 0,2 – 0,5 mikro, biasanya

berkelompok dan ada yang tersebar satu – satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang

bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat

menyebabkan infeksi sistemik pada binatang armadilo.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah pathogenesis kuman penyebab, cara

penularan, keadaan social-ekonomi dan lingkungan, varian genetic yang berhubungan dengan

kerentanan, perubahan imunitas dan kemungkinan adanya reservoir di luar manusia. Penyakit

kusta masa kini lain dengan kusta tempo dulu, tetapi meskipun demikian masih banyak hal-

hal yang belum jelas diketahui sehingga masih merupakan tantangan yang luas bagi para

ilmuwan untuk pemecahannya. Belum ditemukan medium artifisial, mempersulit dalam

mempelajari sifat-sifat M leprae. Sebagai sumber infeksi hanyalah manusia, meskipun masih

dipikirkan adanya kemungkinan di luar manusia. Penderita yang mengandung M leprae jauh

lebih banyak ( sampai 1013 per gram jaringan) dibandingkan dengan penderita yang

mengandung 107 , daya penularannya hanya tiga sampai sepuluh kali lebih besar.

Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,

kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak

mengandung M leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak

selalu menjadi lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada

orang dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun didapatkan kurang

lebih 11,39%, tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan

2

Page 3: Lepra

penderita dibawah usia 1 tahun penting dilakukan untuk dicari kemungkinan ada tidaknya

kusta kongenital. Frekuensi tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 25-35 tahun.

Kusta terdapat dimana-mana terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah tropis

dan subtropics, serta masyarakat yang social ekonominya rendah. Makin rendah social

ekonomi, makin berat penyakitnya, sebaliknya faktor social ekonomi tinggi sangat membantu

penyembuhan. Ada variasi reaksi terhadap infeksi M leprae yang mengakibatkan variasi

gambaran klinis (spectrum dan lain-lain) di pelbagai suku bangsa. Hal ini juga disebabkan

oleh faktor genetic yang berbeda.

Pada tahun 1991 Wold Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta

sebagai program kesehatan msyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan prevalensi kusta

menjadi dibawah 1 kasus per 10.000 penduduk. Di Indonesia hal ini dikenal sebagai Eliminasi

kusta tahun 2000 (EKT 2000). Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir

ini telah menurun tajam di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Kasus yang terdaftar

pada permulaan tahun 2009 tercatat 213.036 penderita yang berasal dari 121 negara,

sedangkan jumlah kasus baru tahun 2008 baru tercatat 249.007. Di Indonesia jumlah kasus

kusta yang tercatat akhir tahun 2008 adalah 22.359 orang dengan kasus baru tahun 2008

sebesar 16.668 orang. Distribusi tidak merata, yang tertinggi antara lain di pulau Jawa,

Sulawesi, Maluku dan Papua. Prevalensi pada tahun 2008 per 10.000 penduduk adalah 0,73

Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat terjadi

ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja

tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya. Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang

ireversibel di wajah dan ekstremitas, motoric dan sensorik, serta dengan adanya kerusakan

yang berulang-ulang pada daerah anestetik disertai paralisis dan atrofi otot.

Transmisi. M.leprae dipercaya ditularkan melalui orang ke orang dengan kontak

dekat. Tetapi, masih diperdebatkan bagaimana transmisi yang sebenarnya terjadi. Hanya 15-

30% pasien dengan gejala klinik lepra yang hidup di area endemik mempunyai riwayat kontak

dekat dengan orang dan barang-barang rumah tangga orang yang terkena lepra.

Bagaimanapun karena masa inkubasi yang panjang dan indolen, pajanan ini sulit dikenali.

Kebalikannya dengan tuberkulosis, tempat primer infeksi di traktus respiratorius

belum pernah didokumentasikan. Akan tetapi banyak ahli percaya bahwa infeksi terbanyak

ditularkan melalui kontak dengan sekresi hidung. Akhir-akhir ini peneliti menggunakan PCR

untuk mengamplifikasi M.leprae, mengkonfirmasi kehadiran organisme di sekret hidung dan

peralatan rumah tangga kasus-kasus lepra.

3

Page 4: Lepra

Kebalikannya dengan penemuan ini, organisme tidak ditemukan di epidermis dari

kulit yang intak, walaupun dapat ditemukan di lesi ulserasi, biasanya jauh lebih rendah

jumlahnya daripada yang ditemukan di sekret hidung. Organisme ini juga ditemukan dalam

konsentrasi tinggi didalam darah pada kasus lepra dan di ASI pasien dengan penyakit aktif.

Beberapa peneliti berspekulasi bahwa M.leprae mungkin infeksius oleh kontak kulit

langsung. Kemunculan paling umum dari lesi inisial lepra pada kulit yang terekspos kadang di

ambil sebagai bukti untuk jalan masuk organisme. Bagaimanapun, karena organisme ini

diketahui tumbuh lebih baik pada kulit yang terekspos dan suhunya lebih rendah, dapat

mempengaruhi distribusi dari lesi pada kondisi tersebut. Ada beberapa laporan tentang

inokulasi M.leprae melalui injeksi tato dan BCG, yang mengarah pada gejala klinik lepra di

tempat inokulasi beberapa tahun kemudian.

Reservoir. M.leprae hidup dapat ditemukan dari serangga seperti nyamuk dan kutu

busuk yang habis menghisap darah dari pasien lepra, akan tetapi transmisi melalui serangga

tidak penting. Organisme juga bisa masuk melalui traktus digestivus, akan tetapi tidak ada

bukti dari jalan masuk ini yang sudah dipublikasikan.

Manusia yang infeksius hampir pasti merupakan satu-satunya reservoir M.leprae

untuk infeksi manusia. Bagaimanapun ada laporan tentang isolasi dari mycobacteria yang

menyerupai M.leprae dari beberapa unsur alam, termasuk tanah, lumut, dan duri; dan juga

infeksi lepra endemik pada armadillo liar.

Prevalensi dan Insidensi. Prevalensi dari lepra bervariasi sekitar 0,01- 2,0% di

daerah endemis. Walaupun lepra dapat timbul di bayi dan anak-anak, sangat jarang terjadi

dibawah usia 7 tahun; hal ini disebabkan karena periode inkubasi yang panjang antara pajanan

dan onset dari gejala klinis. Periode inkubasi diperkirakan melalui personel milliter dan

misionaris yang kembali dari daerah endemis. Data ini mengidentifikasikan bahwa periode

inkubasi lebih panjang untuk lepra (8-12 tahun) daripada tuberculosis (2-5 tahun). Melalui

penelitian ini, dapat diperkirakan bahwa hanya sekitar 5% populasi orang dewasa yang rentan.

Insidens puncak dari lepra antara 10-29 tahun. Kasus baru terjadi 5-10 kali lebih tinggi

pada orang yang mempunyai kontak dekat dalam rumah tangga. Kecepatan insidensi lepra

jarang melebihi 2/1000 orang pertahun, kecuali pada orang yang berkontak dekat dengan

kasus aktif. Penelitian prospektif di Malawi yang terakhir menemukan insidens sekitar

1,2/1000 per tahun dan sedikit lebih tinggi pada orang yang belum mendapatkan vaksinasi

BCG.

4

Page 5: Lepra

Lingkungan yang padat dan status ekonomi populasi yang rendah adalah faktor

penting transmisi M.leprae dan perkembangan gejala klinisnya. Penelitian prospektif di

Malawi yang terakhir menemukan bahwa insidens lepra lebih rendah pada orang yang tidak

tinggal didaerah padat dan mempunyai level edukasi yang lebih tinggi. Meningkatkan standar

kehidupan mungkin berperan penting dalam hilangnya lepra dari beberapa negara, seperti

Norwegia, dimana lepra endemis pada abad 19 dan awal abad 20.

Mungkin kerentanan genetik merupakan salah satu faktor penting yang

berkontribusi pada resiko dan tipe lepra yang timbul setelah pajanan. Beberapa penelitian

tentang distribusi human lymphocyte antigen (HLA) pada pasien lepra ditemukan asosiasi

yang signifikan dengan haplotipe HLA yang pasti. Beberapa penelitian mengubungkan

kerentanan lepra dengan gen NRAMP1.

Tergantung pada lokasi geografisnya, prorporsi dari kasus lepra multibasiler dan

pausibasiler pada populasi berbeda sangat bervariasi. Proporsi yang tinggi dari kasus tipe

lepromatosa di temukan pada Asia Tenggara daripada Afrika, dimana kebanyakan kasusnya

bertipe tuberkuloid. Apakah perbedaan ini disebabkan karena perbedaan host (seperti faktor

genetik atau nutrisi), faktor epidemiologi yang mempengaruhi rute atau umur saat pajanan,

ukuran dari inokulum, atau karena perbedaan strain dari M.leprae di area berbeda di dunia

belum diketahui. Bagaimanapun strain M.leprae, hanya punya sedikit perbedaan genetik.

Ketidakmampuan untuk mengkultur organisme dan kurangnya model binatang yang baik

yang mengembangkan penyakit yang mirip dengan yang ada di manusia telah mengalami

investigasi dari pertanyaan ilmiah yang penting tadi.1-3

SurveilansData tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil

dari system pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini

penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami

kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industry, pemukiman

transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.

Pengamatan epidemiologis penyakit menular ialah kegiatan yang teratur

mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk

mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran

dan mengurangi atau memberantas penyebarannya. Setiap kasus harus dilaporkan dengan

jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai timbulnya gejala, dan variable demografi seperti

5

Page 6: Lepra

nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah,

tempat kerja, dan lain – lain).

Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai informasi

tentang peyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan daerah penyebaran,

kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis kelamin, suku, agama,

sosial ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Pengamatan

epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara aktif dan pasif.

Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk

mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relative singkat dan dilakukan oleh petugas

kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau

tidaknya kasus baru penyakit tersebut.

Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana

pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang

berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan – perubahan yang terjadi, dan

kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.

Jadi, yang dimaksud dengan pengamatan epidemiologis adalah kegiatan yang

dilakukan secara rutin dan teratur berupa pencatatan lengkap hasil pengamatan tentang ada

tidaknya kasus baru penyakit tertentu atau adanya peningkatan jumlah kasus baru untuk

memantau perubahan yang terjadi pada penyakit yang mempunyai risiko menimbulkan

wabah. Umumnya, pengamatan epidemiologis dilakukan pada : penyakit yang dapat

menimbulkan wabah, penyakit kronis, penyakit endemis, penyakit baru yang dapat

menimbulkan masalah epidemiologis, dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemic ulang.

Secara garis besar, tujuan pengamatan epidemiologi adalah untuk mengetahui

distribusi geografis penyakit endemis dan penyakit yang dapat menimbulkan epidemic

(malaria, gondok, kolera, dan campak), mengetahui periodisitas suatu penyakit, untuk

menentukan apakah peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi disebabkan kejadian

luar biasa atau karena periodisitas penyakit tersebut, mengetahui situasi penyakit tertentu,

memperoleh gambaran epidemiologis tentang penyakit tertentu, melakukan pengendalian

penyakit, mengetahui adanya letusan ulang penyakit yang pernah menimbulkan epidemic, dan

khusus untuk influenza adalah untuk mendeteksi adanya tipe baru virus influenza karena ada

dugaan timbulnya pandemic influenza dengan virus influenza tipe baru.4,5

Untuk surveilans epidemiologi penyakit kusta, agar dapat berjalan dengan baik, maka

diperlukan pengetahuan klinis mengenai penyakit kusta, dimana cardinal signnya adalah: 4,5

6

Page 7: Lepra

1. Kelainan pada kulit, berupa bercak yang berwarna putih (hipopigmentasi) yang tak

berasa atau kemerahan (eritematosus) yang mati rasa.

2. Penebalan syaraf tepi.

3. Gejala pada kulit, penderita kusta adalah pada kulit terjadi benjol – benjol kecil

berwarna merah muda atau ungu. Benjolan kecil ini menyebar berkelompok dan

biasanya terdapat pada mata dan mungkin juga timbul di hidung hingga menyebabkan

perdarahan.

4. Gejala pada saraf, berkurangnya perasaan pada anggota badan atau bagian tubuh yang

terkena. Kadang – kadang terdapat radang syaraf yang nyeri. Adakalanya kaki dan

tangan berubah bentuknya. Jari kaki sering hilang akibat serangan penyakit ini.

Penderita merasa demam akibat reaksi penyakit tersebut.

5. Penyakit kusta terdapat dalam bermacam – macam bentuk. Bentuk leproma

mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Bentuk ini

menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman.

6. Ada juga bentuk tuberkuloid yang mempunyai kelainan pada jaringan syaraf yang

mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya

mengandung sedikit kuman. Di antara bentuk leproma dan tuberkuloid ada bentuk

peralihan yang bersifat stabil dan mudah berubah – ubah.

7. Penyakit ini ditularkan melalui kontak erat dari kulit ke kulit dalam waktu yang cukup

lama. Namun ada dugaan bahwa penyakit ini juga dapat ditularkan melalui udara

pernapasan dari penderita yang selaput hidungnya terkena. Tidak semua orang yang

berkontak dengan kuman penyebab akan menderita penyakit kusta. Hanya sedikit saja

yang kemudian tertulari, sementara yang lain mempunyai kekebalan alami.

Masa inkubasi penyakit ini dapat sampai belasan tahun. Gejala awal penyakit ini

biasanya berupa kelainan kulit seperti panau yang disertai hilangnya rasa raba pada kelainan

kulit tersebut. 4,5

Dokter KeluargaUntuk dapat mewujudkan keadaan sehat banyak upaya yang harus dilaksanakan. Salah

satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting adalah

penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Secara umum pelayanan kesehatan dibagi menjadi 2,

yaitu pelayanan kesehatan personal atau pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan

7

Page 8: Lepra

masyarakat. Pelayanan kedokteran keluarga adalah termasuk dalam pelayanan kedokteran di

mana pelayanan kedokteran keluarga ini memiliki karakteristik tertentu dengan sasaran

utamanya adalah keluarga. Menurut Leave dan Clark, kedua bentuk pelayanan kesehatan

tersebut memiliki ciri – ciri tersendiri. Jika pelayanan kesehatan ditujukan untuk

menyembuhkan penyakit (curative) dan memulihkan kesehatan (rehabilitative) disebut

dengan nama pelayanan kedokteran. Sedangkan jika pelayanan kesehatan tersebut ditujukan

untuk meningkatkan kesehatan (promotive) dan mencegah penyakit (preventive) disebut

dengan nama pelayanan kesehatan masyarakat. Sasaran kedua bentuk pelayanan ini juga

berbeda, pada pelayanan kedokteran, sasaran utamanya adalah perseorangan dan keluarga.

Sedangkan pada pelayanan kesehatan masyarakat adalah kelompok dan masyarakat.

Pelayanan kedokteran yang sasaran utamanya adalah keluarga disebut juga dengan nama

pelayanan dokter keluarga (family practice).

Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang

memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter

terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien

juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang

dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat

kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi

sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif

mengunjungi penderita atau keluarganya.

Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu

kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat

pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu esatuan individu, keluarga dan

masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya.

Beberapa tahun yang lalu terbentuk WONCA, yaitu organisasi federasi perkumpulan

dokter keluarga sedunia yang didukung WHO. WHO menganjurkan agar dokter keluarga

merupakan pemberi pelayanan kesehatan strata primer. WHO juga mencanangkan konsep five

star doctor sesuai konsep dokter keluarga yang mencakup kompetensi dokter untuk mampu

bertindak sebagai Care Provider, Decision Maker, Communicator, Community Leader, dan

Manager.

Di Indonesia, kebijakan dalam bidang kesehatan yaitu SKN telah menetapkan dokter

keluarga sebagai pemberi pelayanan dokter strata pertama karena pembangunan kesehatan

dikaitkan dengan pembangunan keluarga. Juga karena keluarga merupakan unit terkecil

8

Page 9: Lepra

masyarakat yang sangat penting fungsinya dan strategis sekali dalam pembangunan sosial.

Dalam SKN tahun 2004 disebutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan individu

menerapkan konsep dokter keluarga kecuali di daerah yang sangat terpencil yang masih

dipadukan dengan pelayanan puskesmas.

Paradigma baru pembangunan kesehatan, yaitu paradigma sehat sangat membutuhkan

model pendekatan pelayanan dokter keluarga. Hal itu karena paradigm sehat menekankan

upaya pemeliharaan kesehatan yang mengutamakan pelayanan kesehatan promosi dan

preventif agar keluarga dan anggotanya dapat terus terjaga kesehatannya serta mengurangi

beban sosial ekonomi yang dikeluarkan untuk berobat.6-14

Dokter keluarga ialah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan dengan ciri – ciri

sebagai berikut : 6-14

1. Pelayanan kesehatan lini pertama

Artinya memberikan pelayanan pada strata pertama, yaitu di tengah – tengah pemukiman

masyarakat sehingga mudah dicapai.

2. Pelayanan kesehatan/ medis yang bersifat umum

Artinya memberikan pelayanan untuk masalah kesehatan atau penyakit yang tergolong

umum dan bukan spesialistik.

3. Bersifat holistic dan komprehensif

Holistic artinya tidak dibatasi pada maslah biomedis pasien saja tetapi juga dengan

melihat latar belakang social budaya pasien yang mungkin berkaitan dengan penyakitnya.

Komprehensif artinya tidak hanya terbatas pada pelayanan pengobatan atau kuratif saja,

tetapi meliputi aspek lainnya mulai dari promotif-preventif hingga rehabilitative.

4. Pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan

Artinya pelayanan kesehatan dilakukan terus menerus kepada pasien maupun

keluarganya guna memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain,

hubungan dokter – pasien lebih kontinu.

5. Pendekatan keluarga

Artinya lebih menekankan keluarga sebagai unit sasaran pelayanan kesehatan daripada

perorangan.

Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali. Jika

disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam : 6-14

1. Kegiatan yang dilaksanakan

9

Page 10: Lepra

Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat

pokok yaitu pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical services).

Karakteristik cmc :

- Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan kedokteran

yang dikenal di masyarakat.

- Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun terputus-

putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan

(continu).

- Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak

memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang

disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya.

- Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi saja,

melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik,

mental dan sosial (secara holistik).

2. Sasaran Pelayanan

Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah keluarga sebagai suatu unit. Pelayanan dokter

keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai satu

kesatuan, harus memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang dihadapi terhadap

keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang

dihadapi oleh setiap anggota keluarga.

5 Levels of preventionsUsaha pencegahan penyakit dalam 5 tingkatan yang dapat dilakukan pada masa

sebelum sakit dan pada masa sakit. Leavell dan clark dalam bukunya “Preventive Medicine

for the doctor in his community”15

Usaha-usaha pencegahan itu adalah : 15

A. Masa sebelum sakit

1. Mempertinggi nilai kesehatan (Health promotion)

2. Memberikan perlindungan khusus terhadap sesuatu penyakit (Specific protection).

B. Pada masa sakit

3.      Mengenal dan mengetahui jenis pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan yang

tepat dan segera. (Early diagnosis and treatment).

10

Page 11: Lepra

4.      Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan

bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (Disability limitation).

5.      Rehabilitasi (Rehabilitation).

Untuk penyakit kusta, materi penyuluhan (Health promotion) meliputi :8

1. Pengertian yang tepat dan benar mengenai penyakit kusta :

Penyakit kusta tidaklah sangat menular

Penyakit kusta dapat disembuhkan dengan berobat teratur

Penderita kusta adalah anggota masyarakat yang kebetulan menderita sakit

Penyakit kusta adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman kusta dan bukan

karena kutukan Tuhan dan bukan penyakit keturunan atau karena ilmu gaib (black

magic).

2. Kepada penderita kusta diberikan penjelasan tentang penyakit kusta, sehingga penderita

mau berobat secara teratur, mencegah komplikasi – komplikasinya (kecacatan) dan

menghilangkan rasa rendah diri di dalam jiwa penderita itu.

3. Kepada keluarga penderita diberikan penjelasan tentang penyakit kusta sehingga

penderita kusta dapat diterima secara baik di dalam keluarganya dan membantu untuk

pengawasan pengobatan, memeriksakan dirinya dan mampu unutk memelihara kesehatan

di dalam keluarga tersebut.

4. Kepada masyarakat diberikan penjelasan tentang penyakit kusta sehingga dapat

membantu pengawasan pengobatan, melaporkan kasus – kasus yang dicurigai, menerima

penderita kusta di lingkungannya dan membantu petugas puskesmas.

5. Kepada petugas kesehatan diberikan pengetahuan tentang penyakit kusta sehingga dapat

melaksanakan program pemberantasan penyakit kusta dengan baik.

Pencatatan dan pelaporan semua kasus dan kegiatan yang dilaksanakan dilaporkan sesuai

dengan pedoman pelaporan yang berlaku.

Prevention selanjutnya adalah:15

1. Imunisasi dengan BCG (Spesific Protection)

2. Deteksi awal dan pengobatan (Early Diagnosis and Prompt Treatment) yang diawasi

untuk kasus aktif.

3. Pengobatan preventif untuk kontak rumah tangga, terutama anak, pada kasus yang

infektif.

11

Page 12: Lepra

Pencarian kasus aktif sangat penting untuk mengontrol lepra dimana penyakitnya

endemik. Yang paling penting adalah skrining periodik dan follow up, kontak rumah tangga

dari kasus baru yang didiagnosis. Didaerah endemik, sangat penting untuk melatih penyedia

kesehatan professional untuk mengenali dan mengobati lepra. Fasilitas kesehatan seperti

klinik umum dan klinik penyakit kulit bisa menyediakan skrining dan terapi lepra yang tepat.

Profilaksis dengan dapsone, 50 mg/hari selama 3 tahun, sudah direkomendasikan

untuk umur kurang dari 25 tahun yang mempunyai kontak rumah tangga dengan pasien lepra

multibasiler aktif. Anak-anak dengan kontak dekat dengan seorang lepra pausibasiler

memiliki risiko yang meningkat; jadi mereka harus diperiksa tiap 6-12 bulan selama beberapa

tahun setelah pajanan ini, dan biopsi harus didapatkan dari lesi yang mencurigakan untuk

mendeteksi dan mengobati segera setelah penyakit klinis timbul. Insidens lepra pada anggota

rumah tangga setelah 10 tahun kontak dekat dengan seorang lepra lepromatosa yang tidak

diobati, dilaporkan sekitar 11%. Perbedaan persentase didapatkan pada kasus lepra

tuberkuloid yaitu hanya sekitar 0,5%. Bagaimanapun, hanya 15% kasus lepra yang muncul

pada mereka yang mempunyai kontak rumah tangga. Penelitian tentang profilaksis dapsone,

menggunakan dosis 50mg/hari selama 3 tahun dengan kontak rumah tangga, ditemukan

pengurangan kejadian lepra sekitar 52,5%.

Bukti eksperimental awal untuk kemanjuran preventif vaksin BCG dilaporkan oleh

Shepard pada tahun 1966. Dia menemukan bahwa tikus yang divaksin dengan BCG,

mencegah inokulasi M.leprae hidup dari bantalan kaki. Setelah itu beberapa percobaan

random dari BCG pada populasi manusia dilakukan. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut

menganjurkan bahwa BCG memberikan proteksi yang signifikan tetapi tidak komplet untuk

melawan lepra di beberapa populasi. Akan tetapi vaksin yang disiapkan dari heat-killed

M.leprae tidak begitu manjur.

Beberapa tahun ini, penggunaan multidrug therapy yang efektif dibawah pengawasan

langsung. Diagnosis yang lebih awal, pengurangan gejala klinik yang khas, dan penggunaan

rutin BCG di banyak negara endemik lepra berujung pada penurunan dari kasus baru lepra.

Beberapa ahli cukup optimis hal ini akan terus berlanjut dan kepentingan kesehatan

masyarakat dari lepra akan terus menurun, selama usaha untuk mengontrol penyakit ini terus

menerus dilakukan. Dampak jangka panjang yang terlihat untuk mengontrol lepra sebagai

sebuah masalah kesehatan masyarakat cukup baik selama upaya prevensi yang efektif terus

diupayakan. Bagaimanapun beberapa ahli khawatir bahwa upaya mengontrol lepra mungkin

12

Page 13: Lepra

akan diakhiri ketika prevalence rate dibawah 1/10000 populasi yang menunjukan bahwa lepra

telah di eliminasi sebagai masalah kesehatan masyarakat. 6-15

Disability Limitation and Rehabilitation.

Prinsip yang penting pada perawatan sendiri untuk pencegahan cacat kusta adalah:2

- Pasien mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat risiko terjadinya luka

- Pasien harus melindungi tempat risiko tersebut (dengan kaca mata, sarung tangan, sepatu,

dll)

- Pasien mengetahui penyebab luka (panas, tekanan, benda tajam, dan kasar)

- Pasien dapat melakukan perawatan kulit (merendam, menggosok, melumasi) dan melatih

sendi bila mulai kaku

- Penyembuhan luka dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan membersihkan luka,

mengurangi tekanan pada luka dengan cara istirahat.

- Bila ada kelemahan otot maka perlu latihan secara aktif; tetapi bila kekuatan otot sudah

tidak ada atau hampir hilang, dapat dilakukan latihan secara pasif.

- Pertahankan ROM (range of movement) sendi –sendi tangan dengan latihan ROM baik

pasif maupun aktif. Bila telah timbul kontraktur harus dilakukan latihan peregangan.

Gambar 1. Pencegahan Kecacatan pada Penderita Kusta15

13

Page 14: Lepra

Gambar 2. Perawatan Mata, Tangan,

dan Kaki pada Penderita Kusta15

14

Page 15: Lepra

Gambar 3. Perawatan Luka pada Penderita Kusta15

15

Page 16: Lepra

Program rehabilitasi:2,15

1. Rehabilitasi medis

Penderita kusta yang terlambat di diagnosis dan tidak mendapat MDT mempunyai risiko

tinggi untuk terjadinya kerusakan saraf. Selain itu, penderita dengan reaksi kusta, terutama

reaksi reversal, lesi kulit multiple dan dengan saraf yang membesar atau nyeri juga memiliki

risiko tersebut.

Kerusakan saraf terutama berbentuk nyeri saraf, hilangnya sensibilitas dan

berkurangnya kekuatan otot. Penderitalah yang mula-mula menyadari adanya perubahan

sensibilitas atau kekuatan otot. Keluhan berbentuk nyeri saraf atau luka yang tidak sakit,

lepuh kulit atau hanya berbentuk daerah yang kehilangan sensibilitasnya saja. Juga ditemukan

keluhan sukarnya melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya memasang kancing baju,

memegang pulpen atau mengambil benda kecil, atau kesukaran berjalan. Semua keluhan

tersebut harus diperisksa dengan teliti dengan anamnesis yang baik tentang bentuk dan

lamanya keluhan, sebab pengobatan dini dapat mengobati, sekurangnya mencegah kerusakan

menjadi berlanjut.

Cara terbaik untuk melaksanakan pencegahan cacat atau prevention of disabilities

(POD) adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta, pemberian pengobatan MDT yang

cepat dan tepat. Selanjutnya dengan mengenali gejala dan tanda reaksi kusta yang disertai

gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan kortikosteroid sesegera mungkin. Bila

terdapat gangguan sensibilitas, penderita diberi petunjuk sederhana misalnya memakai sepatu

untuk melindungi kaki yang telah terkena, memakai sarung tangan bila bekerja dengan benda

yang tajam atau panas dan memakai kacamata untuk melindungi matanya. Selain itu diajarkan

pula cara perawatan kulit sehari-hari. Hal ini dimulai dengan memeriksa ada tidaknya memar,

luka atau ulkus, setelah itu tangan dan kaki direndam, disikat dan diminyaki agar tidak kering

dan pecah.

Fisioterapi dengan alat gerak artificial dan bedah rekonstruksi membantu dalam

mengembalikan fungsi biologik pasien agar dapat tetap berproduksi sehat dalam hidupnya.

2. Rehabilitasi sosial

Rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi penderita. Hal ini

sangat sulit dicapai oleh penderita sendiri tanpa partisipasi aktif dari masyarakat di sekitarnya.

Rehabilitasi sosial bukanlah bantuan sosial yang harus diberikan secara terus menerus,

melainkan upaya yang bertujuan untuk menunjang kemandirian penderita.

Upaya ini dapat berupa:

16

Page 17: Lepra

1. Memberikan bimbingan sosial.

2. Memberikan peralatan kerja.

3. Memberikan alat bantu cacat, misalnya kursi roda, tongkat jalan.

4. Memberikan bantuan penempatan kerja yang lebih sesuai dengan keadaan cacatnya.

5. Membantu membeli / memakai hasil – hasil usaha mereka.

6. Membantu pemasaran hasil – hasil usaha mereka.

7. Memberi bantuan kebutuhan pokok, misalnya pangan, sandang, papan, jaminan kesehatan,

dan sebagainya.

8. Memberi permodalan bagi usaha wiraswasta.

9. Memberi bantuan pemulangan ke daerah asal.

10. Memberikan bimbingan mental / spiritual.

11. Memberikan pelatihan ketrampilan / magang kerja dan sebagainya.

Dari segala upaya tersebut, sangat diharapkan peran serta masyarakat dalam

menunjang keberhasilan resosialisasi mereka (Community based Rehabilitation). Semua akan

dapat terlaksana dengan baik apabila stigma dan leprofobi dapat ditekan hingga seminimal

mungkin. Dengan demikian kehadiran mereka dapat diterima oleh masyarakat, hasil karya

dan usaha mereka mau dibeli serta dipakai oleh masyarakat. Tanpa partisipasi ini, maka

segala usaha tersebut tidak akan berhasil.

3. Rehabilitasi karya

Tidak semua penderita kusta bila sembuh dapat kembali bekerja pada pekerjaan

semula, apalagi bila penderita telah terlanjur mengalami cacat fisik. Walaupun telah

diupayakan rehabilitasi medis dan dinyatakan sembuh dari penyakitnya, mantan penderita

tidak dapat melakukan pekerjaan yang sama seperti sediakala. Dalam banyak hal adanya

stigma dan leprofobi akan menyebabkan penderita / mantan penderita kerap kali menghadapi

kendala sosial, sehingga perlu mengganti jenis pekerjaan untuk memungkinkan mencari

nafkah bagi diri dan keluarganya. Adanya hilang rasa (anestesi) pada palmar dan plantar

menyebabkan pekerjaan tertentu harus dihindari.

Upaya rehabilitasi karya ini dilakukan agar penderita yang sudah terlanjur cacat dapat

kembali melakukan pekerjaan yang lama (setelah mendapat terapi okupasi), atau dapat

melatih diri terhadap pekerjaan baru sesuai dengan tingkat cacat, pendidikan, dan pengalaman

bekerja sebelumnya.

Di samping itu penempatan di tempat kerja yang aman dan tepat akan mengurangi

risiko berlanjutnya cacat pada penderita kusta.

17

Page 18: Lepra

Program pemasyarakatan merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi, dimana penderita

dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok tersendiri.

Rumah Sehat

Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan

setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja

seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun

kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus

berwujud rumah mewah dan besar, namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah

yang sehat dan layak dihuni. Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah

dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat

kesehatan yang optimal. Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi

lingkungan sekitar, menyatukan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan

setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia. Kesehatan adalah faktor utama

sebagai parameter penilaian kelayakan sebuah hunian, sebelum faktor bentuk dan gaya

arsitektur dari sebuah rumah. Ada yang mengatakan bahwa rumah adalah tujuan akhir

manusia. Penilaian terhadap rumah sebagai tujuan akhir dari manusia ini tentunya sangat

dipengaruhi oleh kesehatan. Rumah yang sehat akan mampu mendukung kesehatan

penghuninya, begitulah hubungannya. Dikarenakan manusia adalah makhluk biopsikososial,

rumah yang sehat harus mampu memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Seluruh fungsi dari

rumah sehat haruslah berjalan semestinya. Berikut akan kita bahas bagaimana syarat – syarat

rumah yang menjadikan kesehatan penghuninya terdukung. Kita akan melihatnya dari segi

fisiologis (bio/fisik), psikologis, dan sosiologis.16-17

Fisiologis

Sebuah rumah tentunya harus memiiki manfaat bagi penghuninya. Hal pertama yang

harus dilindungi adalah dari segi fisik, baik melindungi penghuni dari kecelakaan maupun

penyakit yang mengganggu kesehatannya. Sekarang marilah kita lihat syarat rumah yang

harus meningkatkan kesehatan fisik penguninya. Kita akan melihatnya dari 4 sisi, yaitu

bangunan rumah itu, ruangan rumah, ekologinya (lingkungan), dan fasilitas yang ada di

rumah itu. 16-17

1. Bangunan

18

Page 19: Lepra

Perkembangan pembangunan dewasa ini ditandai dengan peningkatan macam -

macam bahan bangunan dan munculnya bahan bangunan baru. Keadaan tersebut

memungkinkan berbagai ragam alternatif pemilihan bahan bangunan guna

mengkonstruksikan gedung. Maraknya penemuan bahan bangunan baru juga ditandai

dengan kesadaran terhadap ekologi lingkungan dan fisika bangunan. Membangun berarti

suatu usaha untuk menghemat energi dan sumber daya alam. Teknologi bangunan yang

baru menuntut para ahli supaya mereka terbuka terhadap perkembangan tersebut, karena

tidak jarang teknologi baru menyimpang dari cara pertukangan tradisional. Kajian ilmu

bahan bangunan yang cukup sederhana dan formal selama ini kiranya perlu diubah sesuai

dengan pandangan pembangunan yang menyeluruh. Ilmu bahan bangunan biasanya

menggolongkan bahan bangunan seperti tabel berikut. 16-17

Tabel 1. Penggolongan Bahan Bangunan16

Golongan Bahan bangunan Contoh bahan

Bahan bangunan alam Anorganik: batu alam, tanah liat,

tras, dsb.

Batu kali, kerikil, pasir, kapur, tras

Organik; kayu, bambu, dedaunan,

serat, rumput, dsb.

Bermacam – macam kayu bambu,

rumbia, jiuk, alang – alang

Bahan bangunan buatan Bahan yang dibakar Batu merah, genting

Bahan yang dilebur Kaca

Bahan yang dikempa/diperes Conblock, batako

Bahan kimia dan petrokimia Plastik, bitumen, kertas, cat

Bahan bangunan logam Logam mulia Emas, perak

Logam setengah mulia Air raksa, nikel, kobalt

Logam besi Besi, baja

Logam non - besi Aluminium, kuningan, perunggu

Bahan bangunan alam yang tradisional seperti batu alam, kayu, bambu, tanah liat,

dan sebagainya tidak mengandung zat kimia yang mengganggu kesehatan. Lain halnya

dengan bahan bangunan modern seperti tegel keramik, pipa plastik, cat-cat yang beraneka

macam warnanya, perekat, dan sebagainya.

Selain itu, bahan untuk pembuatan bangunan tidak boleh terbuat dari bahan yang

dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain: debu total

tidak lebih dari 150 µg m3, asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam, timah hitam

19

Page 20: Lepra

tidak melebihi 300 mg/kg. Bangunan juga tidak boleh terbuat dari bahan yang dapat

menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

Selain bangunan tidak boleh menimbulkan zat – zat berbahaya bagi tubuh,

pembuatan bangunan juga harus kokoh sehingga mampu melindungi penghuninya dari

kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain, posisi

garis sempadan jalan, kontruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,

melindungi dari gempa, tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir, dan lain

sebagainya. Tentu saja manfaat bangunan juga harus dapat melindungi penghuni dari

hujan, panas, dingin, pencemaran udara, kebisingan, dan penyakit menular. Bangunan

harus bisa menjadi tempat berlindung yang aman.

Sedikit informasi untuk atap, atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah

perkotaan maupun di pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis

juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.

Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu maka atap

daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan, walaupun sebenarnya tidak

memenuhi syarat secara penuh. Pembuatan atap dengan atap rumbai dan daun kelapa harus

dapat melindungi dengan baik, jadi buatlah secara tebal, tertata rapi, dan baik. Atap seng

maupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan

suhu panas di dalam rumah.

Bahan dinding bangunanpun haruslah yang mampu mengalirkan uap air. Makin

kecil pori-pori bahan bangunan makin besar daya mengisap air, dan makin besar pori-pori

makin mudah dapat diisi dengan air. Hal ini berarti bahwa air bisa masuk ke dalam bahan

bangunan melalui gravitasi (misalnya oleh atap yang bocor), oleh tekanan angin (misalnya

pada tepi dinding atau atap yang terekena angin kencang), oleh kapilaritas (pada retak

plesteran dinding atau kelembapan tanah yang tidak kedap air). Bahan bangunan yang

higroskopis (misalnya batu merah) kadang-kadang dapat mengikat banyak air. Air yang

ada di dinding ini harus mudah menguap. Kelebihan kelembapan apapun dalam iklim

tropis lembap, akan menumbuhkan cendawan kelabu (aspergillus) yang mempengaruhi

kesehatan penghuni karena mengakibatkan alergi bronkitis dan asma.

2. Ruang

Selain bangunan yang harus dapat melindungi, ruangan di dalam rumah harus

dapat mencegah penularan penyakit dan mendukung kesehatan penghuninya. Kita akan

20

Page 21: Lepra

melihat syarat ruang yang baik dimulai dari komponen, kemudian ventilasi, pencahayaan,

luas bangunan rumah, dan tata ruangnya. 16-17

a. Komponen

Komponen rumah yang mudah untuk dirawat sangatlah penting. Sebab, semakin

sering dan mudah kita merawat dan membersihkannya, maka sumber penyakit tidak

akan ada di rumah itu. Untuk lantai, saat ini ada berbagai jenis lantai rumah. Lantai

rumah dari semen atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa yang dipadatkan. Syarat

yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada

musim hujan. Lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai yang basah dan

berdebu merupakan sarang penyakit. Selain lantai, dinding dan langit – langit serta

ruang dapur juga harus diperhatikan. Dinding di kamar mandi dan tempat cuci harus

kedap air dan mudah dibersihkan. Langit – langit harus mudah dibersihkan dan

komponennya kuat sehingga tidak rawan kecelakaan. Sedangkan ruang dapur harus

memiliki sarana pembuangan asap karena dapur menghasilkan asap pembakaran dari

proses memasak.

b. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga

agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2

yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat

racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Namun, perhatikan bahwa udara yang

masuk ke dalam rumah tidaklah berasal dari tempat pembuangan dan pembakaran

limbah serta kamar mandi/WC.

Kurangnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan

naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban

akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri

penyebab penyakit). Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara

ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran

udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.

Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam

kelembaban (humidity) yang optimum. Luas ventilasi alamiah yang permanen

minimal haruslah 10% dari luas lantai.

21

Page 22: Lepra

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara

alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan

sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan karena juga

merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk

itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk

tersebut.

Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan

udara tersebut, misalnya kipas angin dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini

tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Perlu diperhatikan disini bahwa

sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak mandeg atau membalik

lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan

keluarnya udara.

c. Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu

banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya

matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik

untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak

cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata.

Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:

Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh

bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu,

rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya

jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15-20 % dari luas lantai

yang terdapat dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela

diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak

terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini disamping sebagai ventilasi

juga sebagai jalan masuk cahaya. Lokasi penempatan jendela pun harus

diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan

menyinari dinding). Jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan

genteng kaca.

22

Page 23: Lepra

Cahaya buatan yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu

minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

d. Luas bangunan rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,

artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya.

Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan

perjubelan (overcrowded). Hal ini berdampak kurang baik terhadap kesehaan

penghuninya, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah

satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain.

e. Tata ruang

Untuk mendapatkan ruang yang baik, diperlukan kesatuan bagian – bagian dalam

ruang. Kesatuan ini dapat diperoleh dengan pengaturan yang baik dan pandangan yang

serasi. Kegunaan suatu susunan harus merupakan kesatuan harmonis dengan tuntutan

tata ruang yang sesuai dan juga tidak membahayakan keselamatan seseorang. Susunan

suatu ruang pertama – tama harus sesuai tujuannya. Maksudnya adalah bahwa

penggunaan dan penyusunan perabot ditentukan oleh kebutuhan hidup penghuninya.

Untuk itu, harus diperhatikan keselarasan antara perabot – perabot, ruang gerak, dan

ruang pemersatu. Misalnya, di dalam kamar tidur, ada pisau atau gunting yang

digantung. Hal ini tentunya sangat membahayakan si pengguna kamar tidur. Fungsi

perabotan ini tidaklah selaras dengan fungsi ruang tidur. Akan lebih baik bila

perabotan itu diletakkan di ruang dapur, dan mengambilnya ketika diperlukan saja.

Bayangkan bila ada anak kecil yang bermain ke kamarnya dan ada pisau atau gunting

yang bisa dimainkannya.

Peletakkan ruang juga harus diperhatikan. Jangan mendekatkan ruang yang

tertutup, dapur, atau ruang makan dengan ruang yang bersumber penyakit. Hal ini

akan memungkinkan si penghuni rentan akan terjangkitnya penyakit. Bayangkan

apabila kamar mandi atau tempat pembuangan sampah tepat di sebelah ruang makan.

Bakteri – bakteri atau virus yang berasal dari WC akan dengan mudahnya mencemari

makanan yang akan kita makan, baik melalui udara maupun melalui binatang, yang

kemudian akan membuat tubuh kita terjangkit penyakit tersebut. Apabila di dekat

23

Page 24: Lepra

ruang tertutup, bakteri akan hidup tenteram berkembang biak dan menjadi sumber

penyakit.

3. Ekologis

Pembangunan rumah juga harus mempertimbangkan masalah ekologisnya. Rumah

yang dibangun harus memiliki sumber air bersih di dekatnya, memiliki penghijauan di

sekitar rumahnya, tidak terlalu jauh dari pusat pendidikan, pasar, telah terjangkau jaringan

listrik PLN, dan tempat – tempat sumber kebutuhan pokok manusia lainnya.

Lingkungan sekitar rumah juga harus bersih, tidak dekat tempat pembuangan

kotoran/sampah, dan hal – hal merugikan lainnya. 16-17

4. Fasilitas

Tentu selain ketiga hal di atas, fasilitas merupakan hal penting yang mendukung

kesehatan penghuninya. Namun, fasiitas yang dipakai dan cara penggunaannya juga harus

benar. Yang terpenting adalah penyediaan air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan

sampah, dan penyediaan listrik. Ada pula fasiitas tambahan lainnya seperti kandang ternak

dan fasilitas – fasilitas untuk alat rumah tangga. Berikut penjelasannya.

Pada dasarnya setiap rumah harus disediakan air minum dan memenuhi

persyaratan. Berkenaan dengan itu maka air yang akan dipergunakan untuk air minum agar

dimintakan rekomendasi dari PDAM atau instansinya yang berwenang. Pengambilan

contoh air hendaknya dilakukan oleh instansi yang menyelidiki kualitas airnya bukan oleh

pihak developer, dan keterangan ini harus tercantum dalam surat statement yang mereka

terbitkan. Untuk menyediakan air minum dengan jumlah yang cukup, dapat diambil

sumber dari : Sumur Pantek/Gali, sumur artesis, PDAM/PAM, mata air, penyaringan dari

air-air sungai/rawa dsb. 16-17

a. Sumur Pantek/Gali

- Dalam hal penyediaan air minum/air bersih diambil dari sumur pantek/gali, maka untuk

setiap sumur gali/pantek, hanya diperbolehkan mensupply maksimum 4 (empat) unit

rumah.

- Dalam pipa/sumur gali harus dibuat sedemikian rupa sehingga sumur tersebut selalu

dapat menyediakan air dengan jumlah yang cukup, walau-pun pada musim kemarau

(tinggi air minimal 2 m)

24

Page 25: Lepra

- Jarak sumur pantek/gali terhadap pembuangan air kotor biasa, lebih-lebih septic tank

harus lebih besar dari 8 m). Untuk sumur gali jarak tersebut agar diambil/diukur dari

dinding sumur ke dinding bagian luar septic tank.

- Pemeriksaan mutu air, cukup dilakukan satu sumur saja pada lokasi yang diperkirakan

terjelek.

b. Sumur Artesis

- Debit air harus dapat mensupply kebutuhan setiap penghuni rumah dengan cukup.

Tersedia sentral/pusat reservoir dengan ketinggian yang cukup (≥4m dari kran rumah

yang tertinggi) dan volume minimal 20% dari kebutuhan untuk air bersih seluruh rumah

per hari dari rumah-rumah yang disupply oleh sumur tersebut. Bak reservoir air ini

direncanakan/dihitung oleh tenaga ahli (konstruktur) agar aman dan kuat.

- Lokasi sumur artesis inipun harus jauh dari lokasi pembuangan air kotor (≥ 25 m).

c. PDAM (PAM) Mengenai kualitas air dan debitnya sudah diatur oleh PAM. Rumah yang

dianggap telah tersedia air PAM dengan baik yaitu bila penyambungan pipa beserta

meterannya telah terpasang. Konstruksi bangunan air maupun jaringan distribusinya

supaya dibenarkan oleh persyaratan untuk air minum. Untuk keperluan tersebut perlu

adanya testing secara periodik terhadap alat penyaring maupun hasil air yang telah

disaring. Debit airnya harus mampu untuk didistribusikan ke seluruh rumah dengan

baik, maka persyaratan bak reservoir seperti pada sumur artesis harus tetap dipenuhi.

Tiap rumah agar dipasang meteran air, dan jaringan instalasi distribusinya harus

dilegalisir oleh PAM setempat.

Air limbah yang berasal dari kamar mandi, dapur, dan pembuangan lainnya tidak

boleh dibuang langsung pada saluran yang sama. Masing – masing limbah ini harus

dibuang dengan saluran tersendiri, dan hasil pembuangan ini harus ditampung dalam

sebuah bak yang disebut septic tank. Perencanaan saluran juga harus tepat agar saluran

tidak tersumbat. Septic tank haruslah terbuat dari bahan yang tidak tembus air agar limbah

tidak mencemari lingkungan. Selain itu, jarak septic tank dengan sumur penyerapan adalah

minimal 9-10 meter agar sumur tidak tercemar.

Jaringan listrik, bila penyambungan listrik tidak termasuk dalam KPR BTN maka

tanah untuk lokasi trafo harus disediakan dengan luas yang mencukupi. Jaringan listrik

25

Page 26: Lepra

sangatlah penting sebagai sumber energi pendukung aktivitas manusia. Ingat juga untuk

bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan

penangkal petir.

Untuk pembuangan sampah Setiap rumah harus disediakan atau dilengkapi dengan

tempat pengumpulan sampah. Volume bak sampah minimal 100 liter. Apabila memakai

drum/tong yang dapat ditumpahkan, volume minimumnya dapat diambil 50 liter.

Di samping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan

tersendiri untuk rumah pedesaan adalah kandang ternak. Oleh karena ternak adalah

merupakan bagian hidup para petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam

rumah. Hal ini tidak sehat karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula.

Maka sebaiknya, demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal atau dibuatkan

kandang tersendiri.

Fasilitas lainnya adalah perabotan rumah tangga. Setiap rumah seharusnya

memiliki beberapa ruangan dimana ruangan itu memiliki perabotan yang menjadi standar

minimumnya hingga ruang itu memiliki suatu nama tersendiri. Berikut adalah macam

ruangan dan standar minimum perabotannya: 16-17

1) Ruang duduk/keluarga: kursi duduk, sofa, meja.

2) Ruang makan: kursi makan, meja makan, lemari makan.

3) Ruang tidur : tempat tidur, lemari pakaian (ruang tidur orangtua dan anak lebih baik

dipisahkan).

4) Ruang kerja : meja tulis dan kursi.

8) Ruang tamu/makan: meja makan, kursi makan,kursi tamu,meja tamu lemari pendek.

9) Ruang dapur:

- Alat dapur: meja ranik, almari, pisau, sendok, garpu, piring

- Memasak : bahan bakar kayu, minyak, arang, alat pembakar (tungku, kompor, anglo),

alat memasak (wajan, sendok pengaduk, panci, teko)

- Mencuci : bak cuci, sikat, lap, sabun

Apabila tidak ada ventilasi bisa diberi alat sirkulasi udara, misalnya exhaust fan.

10) Ruang mandi dan kakus: bak air, pelat jongkok, gantungan pakaian/handuk, tempat

sabun mandi.

11) Ruang Cuci/Kerja Seterika: bak cuci (ember), papan cuci, rak/lemari.8

26

Page 27: Lepra

Psikologis dan Sosiologis

Selain rumah dapat memberikan kesehatan secara fisik (bio), rumah juga dapat

memberikan kesehatan penghuninya secara psikologis dan sosiologis. Rumah yang sehat

secara psikologis dan sosiologis adalah rumah yang baik menurut kaidah perilaku dalam

arsitektur, dapat meningkatkan perasaan psikologis manusia, aman, nyaman, dan selaras

dengan lingkungan, serta mampu meningkatkan kemampuan sosialiasi manusia itu sendiri.

Apabila psikis dan sosialisasinya terganggu, maka aktivitas dan produktivitasnya pun ikut

terganggu. Psikologis dan sosiologis ini juga dipengaruhi oleh 4 faktor yang sama seperti

fisiologis, yaitu sebagai berikut. 16-17

1. Bangunan

Bangunan yang telah dibuat dengan kokoh dan sesuai persyaratan, akan

memunculkan rasa nyaman dan aman bagi penghuninya. Bayangkan bila bangunan

mudah roboh atau sangat mudah terbakar. Si penghuni akan merasa was – was bila cuaca

sedang buruk. Kemudian bila bangunan mudah bocor juga akan membuat penghuninya

khawatir bila ada hujan deras. Apalagi bila sedang tidur, maka mereka akan terpaksa

bangun dan membereskan kekacauan akibat bocor tersebut. Apabila bahan bangunan itu

menghasilkan zat- zat berbahaya atau berpotensi menimbulkan penyakit pada

penghuninya, secara psikis mereka juga akan merasa takut dan tidak aman hidupnya.

Semua orang tentu tidak ingin sakit. Dengan keadaan rumah yang seperti ini, mereka

akan merasa malu dan tidak percaya diri untuk memperlihatkan rumah mereka pada tamu

yang datang. Hal ini tentu akan mengganggu sosialisasinya juga secara tidak langsung.

2. Ruang

Adanya pembagian ruang yang berjalan sesuai fungsinya dapat mempengaruhi

psikis dan sosialisasi seseorang. Hubungan antar – ruang untuk ruang – ruang pribadi

(privat) dan ruang bersama (publik); antara kamar orang tua dan kamar anak; antara

daerah gerak, kerja, suasana ramai, dan tenang harus diselaraskan dengan baik.

Peletakkan tata ruang yang baik juga berpengaruh. Misalnya di depan jendela ruang

kamar menghadap dapur atau tempat cuci baju, maka hal itu akan membuat pemandangan

mata merasa jenuh dan tidak menyenangkan. Sebaliknya apabila di depan jendela kamar

tidur terlihat langsung taman/kebun rumah, maka perasaan orang itu akan lebih nyaman

dan damai. Luas ruangan yang terlalu kecil untuk keluarga beraktivitas juga membuat

mereka menjadi tidak nyaman. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang akan membuat

27

Page 28: Lepra

keluarga malas beraktivitas karena keadaan yang tidak mendukung sekaligus tidak juga

merasa nyaman. Begitu pula dengan komponen ruangan yang tidak mendukung, misalnya

dinding atau lantai yang menyerap air. Hal itu membuat jijik dan terlihat kotor.

3. Ekologis

Banyak orang masih melihat kualitas rumah sebagai faktor utama pemilihan rumah.

Namun, penelitian membuktikan bahwa tuntutan mutu lingkungan akan menjadi

pertimbangan utama sebelum pemikiran kualitas rumah. Keterangan tentang kelengkapan

fasilitas umum menjadi penting bagi kredibilitas suatu perumahan dan menjadi patokan

masyarakat dalam menentukan rumah untuk dihuni. Kualitas perumahan yang penting

untuk suatu daerah permukiman bukan hanya penampilan visual alam sekitarnya,

melainkan juga fasilitas umum seperti ruang bermain anak, sekolah, taman kanak –

kanak, tempat belanja yang dekat, hubungan lalu – lintas yang baik, fasilitas kesehatan,

kemungkinan untuk mengadakan kontak sosial melalui sarana rekreasi, adanya daerah

hijau tempat wisata, dan lain – lain yang dapat meningkatkan rasa kenyamanan si

penghuni rumah untuk tinggal di daerah situ. Dengan hal seperti itu, kebutuhan untuk

bersosialisasi dan rasa nyaman serta aman menjadi terpenuhi.

4. Fasilitas

Keadaan rumah yang tidak memiliki sumber air bersih yang dekat akan membuat

mereka merasa malas untuk beraktivitas, karena nantinya akan kotor dan jauh lagi untuk

membersihkan tubuh. Dan apabila tubuh kotor namun jarang membersihkan karena

sumber air bersih yang sulit terjangkau, orang – orang akan menghindari kita untuk

bersosialisasi karena tubuh kita yang berbau tidak sedap dan kotor.

Tidak adanya listrik di perumahan akan melambankan produktivitas karena tidak

adanya energi pendukung dan pencahayaan, terutama saat malam hari. Seharusnya

mereka masih bisa beraktivitas saat malam hari pula. Mesin – mesin yang dipakai untuk

bekerja pun menjadi tidak berfungsi apabila listrik tidak ada. Kemudian apabila rumah

tidak memiliki tempat pembuangan sampah, maka keadaan rumah akan semakin kotor

dan berantakan. Bila pembuangan sampah ke luar rumah secara sembarangan, lingkungan

akan menjadi kotor. Pemandangan yang kotor akan mengurangi pandangan mata. Bila

sampah sudah timbul bau tidak sedap, maka orang akan malas beraktivitas di luar rumah.

Begitu pula halnya dengan kekurangan fasilitas – fasilitas lainnya di dalam rumah,

28

Page 29: Lepra

termasuk perabotan rumah tangga yang menjadi standar minimum walaupun

pengaruhnya tidak terlalu besar.

Perilaku Manusia

Perilaku baik yang dilakukan penghuni di rumah agar rumah tersebut menjadi sehat

sangat banyak, antara lain 1.) lakukan pembersihan terhadap barang – barang yang sudah

tidak terpakai secara berkala. Apabila debu dan kotoran sudah tersingkirkan serta barang –

barang tersusun sebagaimana mestinya maka ruangan akan terasa lebih luas dan nyaman, 2.)

pembersihan rutin diperlukan di areal dapur, lantai, dan sudut – sudut ruangan yang sering

berdebu ataupun ada sarang laba – laba, 3.) membersihkan kamar mandi dan jamban/WC, 4.)

menyapu halaman untuk membersihkan sampah agar tidak menjadi sumber penyakit dan

kecelakaan, 5.) menguras dan menyikat kamar mandi agar bersih dan tidak menjadi tempat

bertelur nyamuk, 6.) membuang sampah di tempat sampah yang tertutup agar tidak dapat

dihinggapi lalat, kecoa, tikus maupun hewan lainnya sebagai pembawa penyakit. Apabila

buang sampah sembarangan di luar rumah, akan merusak lingkungan, dan dampaknyaakan

sangat terasa ketika musim hujan dan banjir, 7.) membuka jendela diwaktu pagi sampai sore

hari agar udara bersih dan segar masuk ke dalam rumah akan mengurangi terjadinya sakit

pernapasan, 8.) tidur dengan menggunakan kelambu dapat menghindari gigitan nyamuk

sehingga dapat terhindar dari penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, 9.) memasang kawat

kasa nyamuk pada lubang angin atau ventilasi untuk mencegah masuknya nyamuk ke dalam

rumah, 10.) menjemur kasur dapat membunuh kuman yang menempel di kasur dan mengusir

atau mencegah bersarangnya kutu busuk, 11.) menyimpan makanan dan minuman ditempat

tertutup dapat mencegah masuknya kotoran debu ke dalam makanan serta mencegah

datangnya serangga seperti lalat dan kecoa serta tikus untuk hinggap atau makan makanan

yang disimpan, 12.) buang air besar dan kencing di jamban/WC akan mengurangi bau dan

menghindari penularan penyakit diare atau mencret, 13.) tidak merokok dalam rumah, 14.)

dan lain-lain. 16-17

29

Page 30: Lepra

Gambar 4. Orang – orang yang Membersikan Rumah16

Setelah membersihkan rumah seperti di atas, menjadikan orang yang berada di

dalamnya terasa nyaman dan senang untuk beraktivitas, hal ini akan membuat produktivitas

orang tersebut meningkat. Dengan meningkatnya produktivitas, tingkat ekonomi dan

kesehatan seseorang meningkat (banyak bergerak dan berpikir). Dengan meningkatnya

ekonomi seseorang, maka kesehatan orang itupun dapat ditingkatkan lagi, dan begitu

seterusnya.

Untuk menjadikan rumah sehat namun tingkat ekonominya tidak mendukung, jangan

berkecil hati, karena tahap terpenting adalah kemauan untuk menjadikan diri sehat. Jadilah

orang yang berperilaku sehat terhadap rumah dan lingkungan sekitarnya. Apabila setiap orang

berperilaku sehat, maka lambat laun lingkungan dan perumahan akan semakin sehat yang

akan meningkatkan produktivitas setiap orang. Dengan begitu, selain rumah menjadi sehat,

masalah ekonomi akan dengan sendirinya terbantu. Misalnya, rumahnya kecil sehingga meja

makan terpaksa berada di sebelah kamar mandi. Apabila si penghuni sangat rajin

membersihkan kamar mandinya, dan menutupnya ketika tidak sedang dipakai, maka makanan

di meja makan tidak akan terlalu bermasalah. Jadi semua itu dapat kita mulai dengan perilaku,

tidak sepenuhnya terpaku dengan ekonomi. 16-17

KesimpulanTimbulnya suatu penyakit dipengaruhi oleh banyak hal, begitu juga dengan penyakit

lepra. Kondisi lingkungan yang buruk, adanya reservoar dan host yang rentan membuat agent

penyakit menular ini mampu menginfeksi host yang rentan tersebut. Penemuan kasus,

controlling, pencatatan, pelaporan kasus yang ada di masyarakat, dan pelayanan kesehatan

yang menyeluruh seperti pada kedokteran keluarga yang baik mampu memutuskan rantai

penularan dan memberantas penyakit tersebut.

30

Page 31: Lepra

Daftar Pustaka1. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI; 2010.h.73-88.

2. Daili ESS, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H. Kusta. Jakarta: FKUI; 2003.h.1-127.

3. Nelson KE. Leprosy. In: Maxcy-Rosenau. Last public health & preventive medicine. 15th

ed. USA: the McGraw-hill Companies, 2008.p. 258-63.

4. Dudiarto E dan Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Ed.II. Jakarta : EGC, 2003.h. 100-

3.

5. Arias KM, Harkavy LM. Program surveilans rutin untuk fasilitas pelayanan kesehatan.

Dalam Aris KM. Investigasi dan pengendalian wabah di fasilitas pelayanan kesehatan.

Jakarta: EGC; 2010.h.25-54.

6. Azrul A. Pengantar pelayanan dokter keluarga. Jakarta : Yayasan Penerbit IDI, 1986.

7. World Organization of Family Doctors. The role of the general practitioners/family

physycyans in health care systems, WONCA, 1991.

8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas jilid III. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI, 1991.h.G-58.

9. Azwar, Azrul (1995): Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, PT.

Binarupa Aksara, Jakarta.

10. Azwar, Azrul, Justam, Judil dan Bustami, Nilda S (1983) : Bunga rampai, dokter

keluarga; Kelompok Studi Dokter Keluarga, Jakarta.

11. Azwar, Azrul (1995): Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan; Yayasan Penerbitan

IDI; Jakarta.

12. Departemen Kesehatan RI (1989): Sistem Kesehatan Nasional, DEPKES RI, Jakarta.

13. Departemen Kesehatan RI (1986): Survai Nasional Kesehatan Rumah Tangga tahun

1985/1986, DEPKES RI, Jakarta.

14. Sudjoko Kuswadji (1996), Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga, Widya Medika,

Jakarta.

15. Puskesmas Sukorejo Kabupaten Pacitan. Jangan ada kusta di antara kita. 16 Mei 2011.

Diunduh dari http://puskesmassukorejono1.wordpress.com/2011/05/16/jangan-ada-kusta-

diantara-kita/. 2 July 2013.

16. Ismaya B. Agar ruang berkesan luas. Jakarta: Penebar Swadaya; 2007.h.9-13.

17. Wicaksono AA. Kreasi, tipe, dan solusi menciptakan rumah sehat. Jakarta: Penebar

Swadaya; 2009.h.2-22.

31