Morbus Hansen Lepra

48
MORBUS HANSEN I. SINONIM Lepra,Kusta 1 , 7,8 II. DEFINISI Penyakit Morbus hansen adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang pertama menyerang saraf perifer,selanjutnya dapat menyerang kulit,mukosa mulut,saluran napas bagian atas,sistem retikuloendotelial,mata, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat. 6 Penyakit Morbus hansen juga dapat mengenai mukosa hidung, konka, nasofaring dan laring. 13 III. ETIOLOGI Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1873 yang sampai sekarang belum dapat dibiakkan dalam media artifisial. Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8, lebar 0,2-0,5 biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu- satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi sistemik pada hewan Armadilo. Masa belah diri kuman 106

description

laporan kasus kulit kelaminilmu kesehatan kulit

Transcript of Morbus Hansen Lepra

Page 1: Morbus Hansen Lepra

MORBUS HANSEN

I. SINONIM

Lepra,Kusta1,7,8

II. DEFINISI

Penyakit Morbus hansen adalah penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang pertama menyerang saraf

perifer,selanjutnya dapat menyerang kulit,mukosa mulut,saluran napas

bagian atas,sistem retikuloendotelial,mata, otot, tulang dan testis, kecuali

susunan saraf pusat.6

Penyakit Morbus hansen juga dapat mengenai mukosa hidung,

konka, nasofaring dan laring.13

III. ETIOLOGI

Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae ditemukan oleh

G.A Hansen pada tahun 1873 yang sampai sekarang belum dapat dibiakkan

dalam media artifisial. Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang

dengan ukuran 1-8, lebar 0,2-0,5 biasanya berkelompok dan ada yang

tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin

dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat

menyebabkan infeksi sistemik pada hewan Armadilo. Masa belah diri

kuman ini memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan

kuman lain yakni 12-21 hari.Oleh karena itu masa tunas menjadi lama yaitu

2-5 tahun.9

Hewan perantara yang biasa menularkan penyakit Morbus hansen

antara lain ditemukan dalam 3 spesies yaitu armadillos, simpanse dan

monyet mangabay.2

106

Page 2: Morbus Hansen Lepra

Mycobacterium leprae

IV. EPIDEMIOLOGI

Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan karena cara

penularannya belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan

yang klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat.

Anggapan kedua ialah secara inhalasi,sebab M. leprae masih dapat hidup

beberapa hari dalam droplet.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas kuman

penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian

genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan-perubahan

imunitas dan kemungkinan adanya reservoir luar manusia. Belum

ditemukannya medium artifisial mempersulit untuk mempelajari sifat-sifat

Mycobacterium Leprae.7

Angka kejadian penyakit kusta di dunia dilaporkan mencapai 5.5 juta

kasus, kebanyakan penyakit menginfeksi penduduk yang hidup di daerah

tropis dan sub tropis. Secara keseluruhan 80 % kasus didapatkan di 5

negara, diantaranya India, Myanmar, Indonesia, Brazil dan Nigeria.

Di Amerika penyakit kusta ditemukan di negara bagian seperti

Florida, Loisiana, Texas sebanyak 112 kasus pada awal tahun 1995.2

Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat akhir maret 1997

adalah 31.699 orang, distribusi juga tidak merata yang tertinggi antara lain

di Jawa timur, Jawa barat dan sulawesi selatan. Prevalensi di Indonesia per

10.000 penduduk ialah 1,57.2

107

Page 3: Morbus Hansen Lepra

Penyakit kusta jarang menyebabkan kematian, tatapi penyakit ini

sering menyebabkan kecacatan yang signifikan, pada penderita kusta tipe

LL 70-75% mengalami kecacatan pada mata, tangan dan kaki.Berdasarkan

suatu penelitian angka kejadian dari gangguan fungsi saraf pada daerah yang

endemik tercatat 1,7 per 100 pasien pertahun pada kusta tipe paubasiler dan

12 per 100 pasien pada kusta tipe multibasiler.Frekuensi angka kejadian lesi

saraf baru selama penderita mendapatkan pengobatan adalah 2% pada kusta

tipe PB dan 11 % pada kusta tipe MB.Pada penelitian secara luas

komplikasi okular pada penyakit kusta ditemukan kebutaan akibat penyakit

kusta sekitar 10 % penderita.9

Kusta dapat terjadi pada semua ras di dunia, pada orang afrika

dilaporkan insiden kusta bentuk tuberkuloid lebih tinggi.Orang kulit putih

dan penduduk cina lebih sering terkena kusta tipe leprosa.3

Pada orang dewasa kusta tipe lepromatosa lebih sering pada laki-

laki dengan perbandingan 2 : 1. Pada anak-anak bentuk tuberkuloid pre

dominan dan tidak ada perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan.2

Di Indonesia penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun 13 %,

tetapi anak dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi pada

kelompok umur antara 25-35 tahun.Faktor sosial ekonomi memegang

peranan,makin rendah sosial ekonominya makin subur penyakit kusta.9

108

Page 4: Morbus Hansen Lepra

V. PATOGENESIS

Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum

diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa

yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang

bersuhu dingin dan melalui mucosa nasal. Pengaruh M. leprae terhadap

kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M.

leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat

kuman yang avirulen dan nontoksis.9

M. leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama

terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada

dermis atau sel schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk

dalam tubuh dan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit

darah,sel mononuclear, histiosit)6

Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di

samping itu sel schwann berfungsi sebagai dieliminasi dan hanya sedikit

fungsinya sebagai fagositosis. Jadi bila terjadi gannguan imunitas tubuh

dalam sel schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya

aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan yang progresif.9

Infeksi M. Lepra tergantung pada Status Imunitas Sistem Imun Seluler (SIS)

yang dapat diketahui melalui kadar CMI, kemampuan hidup M. Lepra pada

suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama bersifat avirulen dan

nontoksik.

VI. KLASIFIKASI

Jenis Klasifikasi yang umum

A. Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953)

Indeterminate ( I )

Tuberkuloid ( T )

Borderline – Dimorphous ( B )

Lepromatosa ( L )

109

Page 5: Morbus Hansen Lepra

B. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley – Jopling

(1962)

Tuberkuloid ( TT )

Borderlne Tuberkuloid ( BT )

Mid- borderline ( BB )

Borderlne Lepromatous ( BL )

Lepromatosa ( LL )

C. Klasifikasi untuk kepentingan Program Kusta : Klasifikasi WHO

(1981) dan modifikasi WHO (1988)

Paubasilar ( PB )

Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA

negatif menurut Kriteri Ridley dan Jopling atau tipe I dan T

menurut klasifikasi Madrid.

Multibasiler ( MB )

Termasuk Kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut

criteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan

semua tipe kusta dengan BTA positif.6

Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan diklasifikasikan sebagai

berikut :

1. Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap diobati sebagai MB

apapun hasil pemeriksaan BTA nya saat ini.

2. Bila awalnya di diagnosis tipe MB harus dibuat klasifikasi baru

berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.

Selain Klasifikasi diatas juga di dapatkan :

Kusta tipe neural

Yaitu penyakit kusta yang ditandai oleh hilangnya fungsi sensoris pada

daeerah sepanjang distribusi sensoris batang saraf yang menebal (dapat

disertai paralysis motoris maupun tidak), tanpa ditemukannya bercak

pada kulit.

Kusta Histoid

110

Page 6: Morbus Hansen Lepra

Pada kusta Histoid didapatkan lesi kulit berupa nodula-nodula dengan

kulit sekitarnya normal,secara klinis didapatkan nodula-nodula licin

berkilat,padat,eritematosa,bentuk bulat atau oval dengan ukuran

penampang bervariasi 1 – 20 mm.4

VII. MANIFESTASI KLINIS

KUSTA MULTIBASILER

Sifat Lepromatosa

( LL)

Borderline

Lepromatosa (BL)

Mid Borderline

( BB )

Lesi

Bentuk

Makula, Infiltrat

difus,papul,nodul

Macula, Plakat,

papul

Plakat,Dome-

shaped

(kubah),Punched-

out

Jumlah Tak

terhitung,praktis

tidak ada kulit

yang sehat

Sukar

dihitung,masih

ada kulit sehat

Dapat dihitung,

kulit sehat jelas

ada

Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris

Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar,agak

berkilat

Batas Tak jelas Agak jelas Agak jelas

Anestesia Tak ada sampai

tak jelas

Tak jelas Lebih jelas

BTA

Lesi kulit

Sekret hidung

Banyak (ada

globus)

Banyak (ada

globus)

Banyak

Biasanya negative

Agak banyak

Negatif

Tes Lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif

111

Page 7: Morbus Hansen Lepra

KUSTA PAUBASILER

Sifat Borderline

Tuberkuloid (BT)

Tuberkuloid ( TT ) Indeterminate ( I )

Lesi

Bentuk

Makula dibatasi

infiltrat,infiltrat

saja

Makula

saja,makula

dibatasi infiltrat

Hanya makula

Jumlah Beberapa atau satu

dengan satelit

Satu dapat

beberapa

Satu atau beberapa

Distribusi Masih asimetris Asimetris Variasi

Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus agak

berkilat

Batas Jelas Jelas Dapat jelas atau

dapat tidak jelas

Anesthesia Jelas Jelas Tak ada sampai

tak jelas

BTA Negatif atau + 1 Negatif Negative

Tes lepromin Positif lemah Positif kuat ( 3+) Dapat positif

lemah atau negatif

Perbedaan tipe PB dan MB

No PB MB

1. Bercak :

1. Jumlah

2. Ukuran

3. Batas

4. Permukaan

5. Mati rasa

6. Kehilangan

kemampuan

berkeringat, bulu

1-6

kecil dan besar

tegas

kering dan kasar

selalu ada dan jelas

biasanya ada

Banyak

Kecil

Tidak tegas

Halus dan berkilat

Biasanya tidak jelas

Biasanya tidak ada

112

Page 8: Morbus Hansen Lepra

rontok

7. Distribusi unilateral/bilateral,

asimetris

Bilateral dan simetris

2. Infiltrat

1. Kulit

2. Mukosa (hidung

tersumbat, perdarahan

hidung)

Tidak ada, kadang ada

Tidak pernah ada

Ada, kadang tidak ada

Ada, kadang tidak ada

3. Nodulus Tidak ada Ada

4. Ciri-ciri khusus Penyembuhan di bag.

Tengah bercak (central

healing)

Ginekomastia,

madarosis, suara parau

5. Penebalan saraf Jumlah sedikit, unilateral,

lebih sering terjadi dini

Jumlah banyak, bilateral,

pada fase lanjut

6. Deformitas (cacat) Biasanya terjadi dini,

asimetris

Pada fase lanjut, simetris

7. Hapusan kulit BTA (-) BTA (+)

Ridley-Jopling

Gambaran Klinis organ tubuh lain yang dapat diserang :

1. Mata : Iritis,Iridosiklitis, gangguan visus sampai

kebutaan

2. Hidung : Epistaksis, hidung pelana.

3. Tulang dan sendi : Absorbsi,mutilasi, arthritis

4. Lidah : ulkus, nodus

5. Testis : ginekomastia,epididmis akut, orkitis, atrofi

6. Kelenjar Limfe : Limfadenitis

7. Rambut : Alopesia, Madarosis

8. Ginjal : Glomerulonefritis, amilodosis ginjal,

113

Page 9: Morbus Hansen Lepra

piolonefritis,nefritisinterstisial

Predileksi Lesi Kulit

Bagian tubuh yang relatif lebih dingin,misalnya pada muka, hidung,

(mukosa), telinga, anggota tubuh dan bagian tubuh yang terbuka.6

Predileksi kerusakan Saraf tepi

Kuman ini lebih sering mengenai saraf tepi yang lebih superfisial dengan

suhu yang relatif lebih dingin.Saraf tepi yang terkena akan menunjukan

berbagai kelainan yaitu :

N.Fasialis : Lagoftalmus,mulut mencong

N.Trigeminus : anestesi kornea

N. aurikularis magnus : anestesi daun telinga

N. Radialis : Tangan lunglai (drop wrist)

N. Ulnaris : Anestesi dan paresis/paralysis otot

tangan jari V dan sebagian jari IV.Kerusakan N. Ulnaris dan N.

Medianus menyebabkan jari kiting (claw Toes) dan tangan cakar

(claw hand)

N. Peroneus komunis : Kaki samper (drop foot)

N. Tibialis posterior : Mati rasa telapak kaki dan jari

kiting.

Manifestasi penyakit yang menunjukan bahwa penyakit kusta masih aktif

adalah :

Kulit : Lesi membesar, jumlah bertambah, ulserasi,

eritematosa, infiltrat atau nodus.

Saraf : Nyeri, gangguan fungsi bertambah, jumlah saraf

yang terkena bertambah.

Tanda sisa penyakit kusta :

114

Page 10: Morbus Hansen Lepra

Kulit : Atrofi, keriput, non-repigmentasi dan bulu

hilang

Saraf : Mati rasa persisten, paralysis, kontarktur dan

atrofi otot.9

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis Penyakit kusta di dasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda

utama), yaitu

1. Bercak kulit yang mati rasa

Bercak hipopgmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau

meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja

terhadap rasa raba, rasa suhu, rasa nyeri.

2. Penebalan Saraf Tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gannguan

fungsi saraf yang terkena, yaitu :

a. Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa

b. Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis

c. Gangguan fungsi otonom :kulitkering,retak,edema,tempat

pertumbuhan rambut terganggu

3. Ditemukan kuman tahan asam

Bahan pemeriksaan adalah apusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada

bagian yang aktif. Kadang-kadang diperoleh dari biopsi di kulit atau

saraf.11

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus

ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan

maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu

diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat

ditegakkan atau disingkirkan.9

Gejala prodormal penyakit kusta biasanya tidak terlihat dan

penyakit ini tidak dikenali sampai didapatkan erupsi pada kulit. Pada 90%

115

Page 11: Morbus Hansen Lepra

pasien menunjukan gejala kehilangan sensasi rasa beberapa tahun lebih

dulu sebelum lesi pada kulit tampak. Rangsang suhu adalah sensasi yang

pertama hilang, pasien sulit memebedakan rasa panas dan dingin,

selanjutnya pasien baru kehilangan sensasi raba dan nyeri.Kehilangan

sensasi ini terutama pada tangan dan kaki.2

IX. PEMERIKSAAN PASIEN

1. Anamnesis

a. Keluhan pasien

b. Riwayat kontak dengan pasien

c. Latar belakang keluarga,misalnya keadaan sosial ekonomi

2. Inspeksi

Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga

kerusakan kulit.

3. Palpasi

a. Kelainan kulit : nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada

tangan dan kaki

b. Kelainan saraf : Pemeriksaan saraf dengan teliti, N. Aurikularis

magnus, N.Ulnaris dan N.Peroneus. Harus dicatat adanya nyeri tekan

dan penebalan saraf, pemeriksaan harus simetris .

Pemeriksaan saraf tepi :

Bandingkan saraf bagian kiri dan kanan

Membesar atau tidak

Pembesaran regular (smooth) atau irreguler,bergumpal

Perabaan keras atau kenyal

Nyeri atau tidak

4. Tes fungsi saraf

a. Tes Sensoris, dengan menggunakan kapas, jarum serta tabung reaksi

berisi air hangat dan dingin.

b. Tes otonom, berdasarkan adnya gangguan berkeringat di makula

anestesi.

116

Page 12: Morbus Hansen Lepra

Tes dengan pensil tinta (tes Gunawan)

Pensil tinta digoriskan mulai dari bagian tengah lesi yang

dicurigai terus sampai kedaerah kulit normal.

Tes Pilocarpin

Daerah kulit pada makula dan perbatasannya disuntikan

pilokarpin subkutan setelah beberapa menit tampak daerah kulit

normal berkeringat,sedangkan daerah lesi tetap kering.

c. Tes motoris

Voluntary Muscle Test

( VMT )

5. Mencari komplikasi9

X. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pemeriksaan Bakterioskopis (sayatan kulit)

Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif. Tempat yang paling

sering diambil adalah cuping telinga,lengan,pungung,bokong dan paha

atau bisa juga dari sekret hidung. Dengan cara membuat kerokan pada

kulit dengan menggunakan skapel kemudian hasil kerokan diletakan pada

gelas obyek, dapat dibuat beberapa apusan dari tempat yang

berbeda.Preparat apusan dipulas dengan Ziehl-nielsen atau modifikasi

dengan Kinyoun menurut prosedurnya.7

Indeks Bakteri ( IB ) :

1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP

2+ Bila 1-10 BTA dalam 10 LP

3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP

4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Pemeriksaan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak

emersi. Hasil yang lebih akurat dan reliabel adalah dengan menghitung

indeks bakteri pada lesi kulit dengan indeks logaritma biopsi. Indeks ini

117

Page 13: Morbus Hansen Lepra

dapat mengetahui pasien terinfeksi pada awal pengobataan dan

progresifitasnya.2

Indeks Morfologi (IM)

Indeks morfologi dikalkulasi dengan menghitung kuman batang yang solid

pada pewarnaan tahan asam,basil lepra yang diwarnai dengan karbol

fuchsin yang solid merupakan bakteri yang viabel,basil yang terwarna

irreguler mungkin karena mati dan berdegenerasi.4

2. Biopsi Kulit

Biopsi kulit dapat digunakan untuk menunjukan indeks morfologi, yang

berguna untuk evaluasi pengobatan pasien yaitu jumlah bakteri yang

viabel per 100 bakteri pada jaringan lepra.5

3. Tes Lepromin

Lepromin adalah suspensi yang berisi M.Lepra yang dimatikan diambil

dari manusia yang terinfeksi dan jaringan Armadillo. Setelah terjadi

inokulasi intradermal,akan timbul reaksi cepat (48 jam, reaksi Fernandez)

juga reaksi lambat (3-4 minggu,reaksi mitsuda).Reaksi Mitsuda

merupakan respon granulomatosis terhadap antigen adalah lebih

tepat.Pasien-pasien dengan kusta tipe TT atau BT mempunyai respon

positif kuat (> 5 mm) akan tetapi pasien dengan tipe LL tidak ada

respon.Tes ini merupakan petunjuk untuk mengetahui fungsi sistem

imunitas seluler seseorang. Respon imunitas seluler terhadap M.Leprae

juga dapat dilihat dengan menggunakan Lymphocite Transformation Test

(LTT) dan Lymphocyte Migration Inhibition Test (LMIT). Dasar test ini

adalah untuk mendeteksi antibodi atau antigen M.Leprae.4

4. Tes-tes Serologis

Tes serologi mayor meliputi Fluorescent Antibody absorbtion test (FLA-

ABS),Radioimunoassay (RIA),ELISA, Passive Hemaglutination Assay

(PHA),Serum Antibody Compettion Test (SACT) dan Particle

agglutination assay (PAA).

118

Page 14: Morbus Hansen Lepra

5. Analisa Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR bisa untuk mendeteksi dan mengidentifikasi M.Leprae.

Tehnik ini sering digunakan ketika basil tahan asam telah ditemukan

tetapi gambaran klinis atau gambaran histopatologinya atipikal.Test

ini tidak berguna saat basil tahan asam tidak ditemukan dengan

mikrosakop cahaya.4

6. Pemeriksaan Histopatologi

Pada tipe TT didapatkan bangunan epiteloid granuloma dalam

papiladermis,disekitarnya di dapatkan struktur

neovaskuler.Granuloma tertangkap oleh Limfosit yang meluas ke

epidermis dan kadang terbentuk sel datia langhans. Nervus pada

dermal dihancurkan atau mengalami pembengkakan karena adanya

granuloma,tidak didapatkan basil tahan asam.

Pada tipe LL epidermis normal,daerah yang tidak patologik

memisahkan epidermis dari reaksi granulomatous difus dengan

makrofag,sel busa histiosit yang besar (Virchow atau sel lepra)dan

didapatkan banyak basil tahan asam yang bergabung membentuk

globi.Sel epiteloid dan sel datia tidak ditemukan.Granuloma banyak

terdapat di sekitar pembuluh darah,saraf dan kulit kadang ditemukan

banyak sel plasma.Saraf kulit dapat terlihat dengan mudah.

Tipe BT, Granuloma terdiri dari epiteloid dan limfosit,saraf pada kulit

kebanyakan sudah rusak,basil mungkin ditemukan atau tidak ada.

Tipe BB,granuloma terdiri dari epiteloid, saraf kulit mungkin masih

ada dan basil terlihat lebih banyak dari tipe BT.

Tipe BL, granuloma dibangun oleh histiosit,saraf kulit masih ada dan

basil ditemukan lebih banyak dari tipe lainya.3

XI. KOMPLIKASI

Reaksi Kusta

Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan

mengenai berbagai gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta,yang

dapat dianggap sebagai kelaziman pada perjalanan penyakit atau bagian

119

Page 15: Morbus Hansen Lepra

komplikasi penyakit kusta.Seluruh komplikasi penyakit kusta yang

dimaksud meliputi :

Komplikasi jaringan akibat invasi massif M.leprae

Komplikasi akibat reaksi

Komplikasi akbat imunitas yang menurun

Komplikasi akibat kerusakan saraf

Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat antikusta

Penyebab pasti dari reaksi kusta belum diketahui dengan

pasti,kemungkinan reaksi ini menggambarkan reaksi hipersensitifitas

akutterhadap antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan

imunitas yang telah ada.

Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi

kusta antara lain :

Setelah pengobatan antikusta yang intensif

Infeksi rekuren

Pembedahan

Stress fisik

Imunisasi

Kehamilan

Saat-saat setelah melahirkan

Ada 2 tipe reaksi menurut hipersensitivitas yang menyebabkannya,yaitu:

1. Reaksi lepra tipe 1, yang disebabkan oleh hipersensitivitas seluler

2. Reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral

3. Fenomene Lucio atau reaksi kusta tipe 3,yang merupakan lanjutan

dari reaksi tipe 2.9

Raksi Kusta tipe I

120

Page 16: Morbus Hansen Lepra

Menurut Jopling reaksi kusta tipe 1 adalah delayed hypersensitivity

reaction.Antigen yang berasal dari basil yang telah mati akan bereaksi

dengan limfosit T disertai perubahan sistem imunitas seluler yang

cepat.Jadi pada dasarnya reaksi kusta tipe 1 ini terjadi akibat perubahan

keseimbangan antar imunitas seluler dan basil maka hasil akhir reaksi

tersebut dapat terjadi upgrading/reversal apabila menuju ke arah

tuberkuloid (terjadi peningkatan SIS) atau down grading apabila menuju

kebentuk lepromatosa (terjadi penurunan SIS).2

Secara garis besar manifestasi dari reaksi kusta tipe 1 dapat

digolongkan sebagai berikut :

Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat

Kulit Lesi kulit yang telah ada

menjadi lepromatosa

Lesi yang telah ada

menjadi eritematosa.

Timbul lesi baru kadang-

kadang disertai panas dan

malaise.

Saraf Membesar tidak nyeri

fungsi tidak terganggu.

lesi kurang dari 6 minggu

Mrmbesar,nyeri,fungsi

terganggu berlangsung

lebih dari 6 minggu

Kulit dan saraf bersama-

sama

Lesi yang telah ada

menjadi lebih

eritematosa,nyeri saraf

berlangsung kurang dari

6 minggu

Lesi kulilt yang

eritematosa disertai

ulserasi atau edema pada

tangan/kaki dan

fungsinya

terganggu,berlangsung >

6 mg

Reaksi Kusta tipe II

Reaksi kusta tipe 2 ini dikenal dengan nama Eritema Nodusum

Leprosum (ENL).Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III

menurut comb dan Gell, antigen berasal dari produk kuman yang telah

121

Page 17: Morbus Hansen Lepra

mati dan bereaksi dengan antibody membentuk kompleks Ag-Ab yang

mengaktivasi komplemen sehingga terjadi ENL.Jadi ENL merupakan

reaksi humoral yang merupakan manifestasi sindrom komplek

imun.Terutama terjadi pada bentuk LL dan kadang-kadang pada bentuk

BL,biasanya terjadi gejala sistemik.

Baik Reaksi tipe 1 maupun tipe 2 ada hubungannya dengan

pemberian pengobatan antikusta hanya saja reaksi tipe 2 tidak lazim

terjadi pada 6 bulan pertama pengobatan, tetapi justru terjadi pada akhir

pengobatan karena basil telah menjadi granular.Selain itu pada reaksi ini

tidak terlihat gambaran perubahan lesi kusta.

Manifestasi reaksi lepra tipe 2 dapat sebagai berikut :

Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksiberat

Kulit Timbul sedikit nodus

yang beberapa

diantaranya terjadi

ulserasi.Disertai demam

ringan dan malaise

banyak nodus yang nyeri

dan mengalami ulserasi

disertai demam tinggi dan

malaise

Saraf Saraf membesar tetapi

nyeri dan fungsinya tidak

terganggu

Saraf membesar ,nyeri

dan fungsinya terganggu.

Mata Tidak ada gangguan Nyeri,penurunan visus

dan merah disekitar

limbus

Testis Lunak,tidak nyeri Lunak,nyeri dan

membesar

Kulit,saraf,mata dan

testis bersama-sama

Gejalanya seperti tersebut

diatas

Gejalanya seperti tersebut

diatas disertai keadaan

sakit yang keras dan

nyeri yang sangat.

122

Page 18: Morbus Hansen Lepra

Fenomena Lucio

Lucio leprosy (diffuse non-nodular type of leprosy ) yang

ditetapkan pertama kali oleh Lucio dan Alvarado pada tahun 1852 di

mexico adalah salah satu tipe dari kusta dengan gambaran klinik kusta

tipe muiltibasiler.Gambaran klinis lcio leprosy umumnya status generalis

tidak ditemukan kelainan, kulit terlihat eritem yang menebal dan

mengkilat, kerontokan rambut, penebalan kelopak mata sehingga

penderita terlihat mengantuk dan melankolik.Penurunan sensoris terjadi

biasanya setelah kelainan kulit menghilang. Sama seperti pada kusta tipe

lepromatosa dapat terjadi edema dan ulkus pada kedua tungkai.

Ulserasi juga dapat terjadi pada mukosa hidung menyebabkan

gejala-gejala hidung dan epistaksis, mengenai laring sehingga suara

menjadi serak dan iktiosis pada fase lanjut. Namun demikian tidak

terdapat nodul, kelemahan motorik, kontraksi jari-jari dan kerusakan

mata.

Pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan anemia normokrom

normositer ringan dan pada pemeriksaan bubur jaringan kulit dengan

pewarnaan Zeihl Neelsen ditemukan banyak basil tahan asam. Kerusakan

akibat kusta dapat menyebabkan ulserasi, selulitis, skar da destruksi

tulang.Kerusakan pada mata dapat terjadi lagoftalmus, ectropion dan

entropion.12

Klasifikasi Cacat

123

Page 19: Morbus Hansen Lepra

Cacat pada tangan dan kaki

Tingkat 0:

Tidak ada gangguan sensibilitas,tidak ada kerusakan atau deformitas yang terlihat

Tingkat 1:

Ada gangguan sensibilitas tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihat

Tingkat 2:

Terdapat kerusakan atau deformitas

Cacat pada mata

Tingkat 0 :

Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta;tidak ada gannguan penglihatan

Tingkat 1 :

Ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan penglihatan

Tingkat 2 :

Gangguan penglihatan berat (visus < 6/60;tidak dapat menghitung jari pada jarak

6 meter

XII. DIAGNOSIS BANDING

Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosis banding :

Ada macula hipopigmentasi

Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam

Ada daerah anestesi

Ada pembengkaan saraf tepi atau cabang-cabangnya.

Tipe I ( Makula hipopigmentasi ) :

o Tinea versikolor

o Vitiligo

o Ptiriasis Rosea

o Dermatitis seboroika

o Liken simplek kronik

Tipe TT ( Makula eritematosa dengan pinggir meninggi )

o Tinea Corporis

124

Page 20: Morbus Hansen Lepra

o Psoriasis

o Lupus eritematosus tipe discoid

o Ptiriasis rosea

Tipe BT,BB,BL (Infiltrat merah tak berbatas tegas)

o Selulitis

o Erisipelas

o Psoriasis

Tipe LL ( Bentuk nodula )

o Lupus eritematosissistemik

o Dermatomiositis

o Erupsi obat

XIII. PENATALAKSANAAN

Tujuan farmakoterapi pada penderita Morbus hansen adalah untuk

mengurangi morbiditas, mencegah komplikasi dan menghilangkan

penyakit ini nantinya.9

Manajemen paenatalaksanaan penderita mencakup terapi

medikamentosa diantaranya kemoterapi untuk menghentikan proses

infeksi, penatalaksanaan untuk meminimalkan deformitas berupa

rehabilitasi fisik,sosial dan psikologi. Deformitas potensial dapat dicegah

dengan memberi edukasi pada pasien tentang adanya kerusakan saraf

dengan perawatan diri untuk mengurangi kerusakan yang lain.

Mengetahui perjalanan penyakit pasien sangat penting untuk

mengetahui kepatuhan pasien dalam berobat, memonitor resistensi

terhadap obat dan reaksi yang timbul akibat obat.

A. MEDIKAMENTOSA

Progaram Multi Drug Terapi (MDT) dimulai pada tahun 1981 yaitu

ketika kelompok studi kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan

rekomendasi pengobatan kusta dengan kombinasi yang selanjutnya dikenal

125

Page 21: Morbus Hansen Lepra

sebagai rejimen MDT-WHO.Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obatan

Dapson, Rifampisin dan klofasimin. Kombinasi obat-obatan ini dapat

membunuh bakteri patogen dan menyembuhkan pasien.

MDT adalah suatu terapi yang aman, efektif dan mudah didapatkan

oleh penderita yang kurang mampu.

Obat-obat pada rejimen MDT-WHO

1.Dapson (DDS, 4,4 diamino difenil sulfon). Obat ini bersifat

bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase. Jadi

tidak sperti pada kuman lain, dapson bekerja sebagai anti metabolit

PABA.Resistensi terhadap dapson timbul sebagai akibat kandungan

enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta. Dapson

biasanya diberikan dalam dosis tunggal, yaitu 50-100 mg/hari untuk

dewasa atau 2 mg/kg BB untuk anak-anak. Indeks morfologi kuman

pada penderita LL yang diobati dengan dapson biasanya menjadi 0

setelah 5 sampai 6 bulan. Obat sangat murah, efektif dan relatif

aman.Efek samping yang mungkin timbul antara lain : erupsi obat,

Anemia hemolitik, leukopenia, insomnia neuropati, nekrosis

epidermal toksik,hepatitis dan methemoglobinemia. Namun efek

samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim.

2.Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta dan

bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim.Rifampisin bekerja dengan

menghambat enzim polimerase RNA yang berikatan secara

irreversibel. Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kg bb) mampu

membunuh kuman kira-kira 99,9 % dalam waktu beberapa

hari.Pemberian seminggu sekali dengan dosis tinggi ( 900-1200 mg)

dapat menimbulkan gejala yang disebut flu like syndrom.Pemberian

600 mg atau 1200 mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek

samping yang harus diperhatikan adalah :

hepatotoksik,nefrotoksik,gejala gastrointestinal dan erupsi kulit. Obat

ini harganya mahal dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi.

126

Page 22: Morbus Hansen Lepra

3. Klofazimin (lamprene –CIBA GEIGY : B-663). Obat ini

merupakan turunan zat warna iminofenazine dan mempunyai efek

bakteriostatik sama dengan dapson. Bekerjanya mungkin melalui

gangguan metabolisme radikal oksigen.Di samping itu obat ini juga

mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan

reaksi kusta khususnya : ENL.Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari

atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1mg/kg

BB/hari.Selain itu dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan

untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan 2. Kekurangan obat ini harganya

mahal di samping itu menyebabkan pigmentasi kulit yang sering

merupakan masalah pada ketaatan penderita.Efek sampingnya hanya

terjadi pada dosis tinggi,berupa gangguan gastrointestinal (Nyeri

abdomen, diare, anoreksi dan vomitus).

4. Etionamid dan protionamid, Kedua obat ini merupakan obat

antituberkulosis dan hanya sedikit dipakai pada kusta. Dahulu dipakai

sebagai pengganti klofazimin, pada kasus-kasus yang keberatan

karena pigmentasinya obat ini bekerja bakteriostatik tetapi karena

cepat tiombul resistensi, lebih toksik harganya mahal serta efek

hepatotoksiknya, maka sekarang tidak dianjurkan lagi pada rejimen

pengobatan kusta.

Skema Rejimen MDT-WHO

Rejimemen MDT-WHO baku terdiri atas kombinasi obat-obatan dapson,

Rifampisin dan klofazimin dengan skema menurut WHO sebagai berikut :

1. Rejimen PB untuk kusta PB, terdiri atas Rifampisin 600 mg

sebulan sekali, di bawah pengawasan ditambah dapson 100

mg/hr (1-2 mg/kgBB) selama 6 bulan

2. Rejimen MB untuk kusta MB, terdiri atas kombinasi

Rifampisisn 600 mg sebulan sekali di bawah pengawasan,

dapson 100 mg/hari swakelola, ditambah klofazimin 300 mg

sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari swakelola. Lama

127

Page 23: Morbus Hansen Lepra

pengobatan minimal 2 tahun dan juga mungkin sampai BTA

negatif. Dosis tersebut merupakan dosis dewasa untuk anak-

anak disesuaikan dengan berat badan

Obat dan dosis Rejimen MDT-PB

Obat Dewasa Anak

BB< 35 kg BB > 35 kg 10-14 tahun

Rifampisin 450 mg/bln

(diawasi)

600 mg/bln

(diawasi)

450 mg/bln

(diawasi)

Dapson

(swakelola)

50 mg/hr (1-2

mg/kg BB/hr)

100mg/hr 50 mg/hr

1-2 mg/kgBB/hari)

Obat kusta dalam Rejimen MDT MB

Obat Dewasa Anak

BB<35 kg BB . 35 kg 10-14 tahun

Rifampisin 450mg/bln

(diawasi)

600mg/bulan

(diawasi)

450 mg/bln

(12-15

mg/kgBB/bl)

(diawsi

Klofazimin 300 mg/bln

diawasi dan

diteruskan 50

mg/hr

200 mg/bln

diawasi

diteruskan 50 mg

selang sehari

128

Page 24: Morbus Hansen Lepra

swakelola

Dapson

swakelola

50 mg/hr

(1-2 mg/kg

BB/hari)

100mg/hari 50 mg/hari

Obat Kusta baru

Dalam pelaksanaanya program MDT WHO masih ada beberapa

masalah yang timbul, yaitu adanya persisten, resistensi, rifampisin dan

lamanya pengobatan terutama untuk kusta MB. Untuk penderita kusta PB

rejimen MDT-PB juga masih menimbulkan beberapa masalah antara lain:

masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan pengobatan dan late reversal

Reaction yang timbul setelah MDT. Oleh karena itu diperlukan obat-obat

baru dengan mekanisme bakterisidal yang berbeda dengan obat-obat

rejimen MDT saat ini, obat-obat kusta baru yang ideal memiliki syarat

antara lain : bersifat bakterisidal kuat terhadap M.Leprae, tidak antagonis

dengan obat yang sudah ada aman dan akseptabilitas penderita baik dapat di

berikan per oral dan sebaiknya diberikan tidak lebih dari sekali sehari.Obat-

obatan yang dipakai yaitu :

1. Ofloksasin 400 mg/hari diberikan bersama rifampisin 600mg/hari

selama 1 bulan baik untuk penderita kusta MB atau PB

2. Minosiklin 100 mg/hari

3. Klaritromisin 500 mg/hari untuk penderita kusta tipe MB.3

B. NON MEDIKAMENTOSA

Edukasi :

- Pasien harus diberi penjelasan tentang diagnosis dan prognosis

penyakitnya.

129

Page 25: Morbus Hansen Lepra

- Pasien harus diberitahu bagaimana tentang hilangnya sensasi rasa

yang terjadi, pasien harus berhati-hati dan mencegah terjadinya

trauma dengan menggunakan alas kaki.

- Mengetahui kapan terjadinya anestesi pada anggota tubuh dan

kelemahanya serta kerusakan pada matanya.

- Pasien harus mempelajari bagaimana mengenal timbulnya reaksi

kusta dan ia harus mendapatkan pengobatan secepatnya jika hal ini

terjadi.

- Deforrmitas yang potensial kemungkinan biasa dicegah jika

penderita dapat mengatasi kerusakan saraf sejak dini dan berlatih

untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut.

- Kemungkinan pasien membutuhkan konsultasi psikologi dalam

menghadapi penyakitnya untuk mengatasi stigma yang beredar di

masyarakat.

- Fisio terapi dan terapi okupasi dibutuhkan sebagai rehabilitasi.

- Penggunaan obat sesuai aturan dan memperhatikan cara pemakaian,

jangan terlalu berlebihan karena dapat menyebabkan iritasi.2

130

Page 26: Morbus Hansen Lepra

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr.dr. H. Muh. Dali Amiruddin. Penyakit Kusta. Dalam : Marwali

Harahap, Prof., Dr.(Ed), Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta. 2000 : 260-

76

2. Anonim. Leprosy. Available from : http//www.e medicine.com. 2005.

3. WHO Media Centre. Leprosy. Available from: http//www. whoint.co.id

4. Sidharta. What is Leprosy ?. Available from : http//www.medline.com

5. Anonim. MorbusHansen from

http//www.cdc.gov/ncidod/damd/diesinfo/Hansen.2003

6. Rea, L Modlin. Leprosy. In : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.

6th ed. Vol. I, Mc Graw Hill, New York, 2003 : 1962-1972

7. Djuanda A. Kusta. Dalam : Kosasih, I made Wisnu, Syamsoe- Daili, Menaldi.

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2002 ;

173-80.

8. Siregar RS. Kusta. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC.

Jakarta. 1996. Hal : 179-186.

9. Djuanda A. Kusta Diagnosis dan Penatalaksanaan.Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1997.

131

Page 27: Morbus Hansen Lepra

10. Graham R, Tony Burns. Infeksi Bakteri dan Virus. Dalam : Lecture Notes

Dermatology. EMS. Edisi Kedelapan. Balai Penerbit Erlangga. Jakarta. 2002.

Hal : 23-25

11. Riddley S. The Pathogenesis Of A Skin Lession. In : Skin Biopsy in Leprosy

Histological interpretation and Clinical Application. Second Edition 1985.

CIBA-GEIGY Limited, Basle (Switzerland).Pp: 17-22

12. A.Haris L.,dkk.Lucio Leprosy .Dalam :Perkembangan penyakit kulit kelamin

di Indonesia menjelang Abad21.ErlanggaUniversity Pers.Surabaya.1999

132

Page 28: Morbus Hansen Lepra

STATUS RESPONSI

ILMUKESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Retno Dwi

I. ANAMNESIS

A. Identitas

Nama : Ny. I

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : Wanita

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Baran Jurang

Tanggal periksa : 26 November 2014

No rekam medik : 07620

B. Keluhan utama

Timbul bercak di seluruh tubuh berwarna kemerahan

C. Riwayat penyakit sekarang

Sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu timbul bercak kemerahan di di

kedua kaki tanpa gatal dan terasa tebal. Keluhan semakin lama semakin

membesar dan meluas ke tangan. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis

kulit dan dikatakan pasien menderita kusta dan disarankan melakukan

pengobatan ke Puskesmas Ambarawa. Pasien sudah berobat selama 1 bulan

dan teratur meminum obat tersebut.

D. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit serupa : disangkal

133

Page 29: Morbus Hansen Lepra

Riwayat alergi makanan : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat kontak dengan penyakit sejenis : disangkal

E. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit serupa : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat atopi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan

Pasien biasa mandi 2 kali sehari, dengan air sumur pompa. Ganti pakaian

dalam 2 kali sehari dan pakaian luar 2 kali sehari. Penderita makan tiga

kali sehari, dengan nasi dan sayur serta lauk pauk seperti telur, ayam,

tempe dan tahu.

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita sudah tidak lagi bekerja.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status generalis

Keadaan umum : baik, compos mentis

Vital sign : TD : 120/80 mmHg

HR : 88 x/ menit

RR : 16x/ menit

T : 36,8o C

Kepala : mesocephal, hidung pelana (+)

134

Page 30: Morbus Hansen Lepra

Mata : lagoftalmus (-), madarosis (+)

Mulut : dalam batas normal

Leher : lihat status dermatologi

Thorax Anterior : lihat status dermatologi

Thorax Posterior : lihat status dermatologi

Abdomen : lihat status dermatologi

Ekstremitas atas : lihat status dermatologi

Ekstremitas bawah : lihat status dermatologi

B. Status dermatologi

Tampak plak eritem anular multiple diskret. Bentuk punch out lesion

dengan batas tegas.

135

Page 31: Morbus Hansen Lepra

III. PEMERIKSAAN SARAF

A. Sensibilitas Lesi

Raba : anestesi

Tajam/tumpul : anestesi

Panas/dingin : anestesi

B. Pembesaran Saraf

N. Aurikularis magnus : -/-

N. Ulnaris : -/-

N. Peroneus Lateralis : -/-

N. Tibialis posterior : -/-

C. Pemeriksaan Sensorik

N. Ulnaris : hipoestesi/anestesi

N. Medianus : hipoestesi/hipoestesi

N. Tibialis Posterior : hipoestesi/hipoestesi

D. Pemeriksaan Motorik

N. Ulnaris : lemah/lemah

136

Page 32: Morbus Hansen Lepra

N. Medianus : normal/normal

N. Radialis : normal/normal

N. Tibialis Posterior : normal/normal

IV. DIAGNOSIS BANDING

Morbus hansen tipe multi basiler

Tinea korporis

Psoriasis gutata

Ptiriasis rosea

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Usul Pemeriksaan bakterioskopik:

Telinga kanan

Telinga kiri

Lesi di punggung

Usul pemeriksaan histopatologi

Usul pemeriksaan laboratorium darah

VI. DIAGNOSIS KERJA

Morbus hansen tipe multi basiler,

Reaksi kusta tidak didapatkan

VII. TERAPI

Non medikamentosa

1. Edukasi pasien tentang penyakitnya, cara meminum obat serta efek samping

pemakaian obat

2. Konsultasi ke bagian neurologi untuk menangani gangguan saraf

3. Edukasi pasien teratur mengambil obat MDT MB untuk pemantauan terapi

4. Memakai sandal atau pelindung kaki untuk mencegah terjadinya luka

5. Memakai sarung tangan jika akan memegang benda panas

6. Merawat kulit kaki agar tidak kering dan pecah

137

Page 33: Morbus Hansen Lepra

Medikamentosa

MDT MB

Diminum di depan petugas kesehatan : hari ke 1

Pengobatan harian: hari ke 2-28

1 blister untuk 1 bulan

Lama pengobatan: 12 blister diminum selama 12-18 bulan

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

Ad kosmetikam : dubia ad malam

138