Legenda cerita rakyat sumatra utara legenda putri ular simalungun

4
http://agathanicole.blogspot.com May 27, 2014 LEGENDA CERITA RAKYAT Provensi Sumatra Utara Indonesia ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ Sebelum kita mulai membaca ceritanya ada baiknya kita tahu sedikit tentang Kabupaten Simalungun di Provensi Sumatra Utara, Indonesia. Suku Batak Simalungun merupakan penduduk asli dari kabupaten ini. Bupatinya saat ini adalah Dr. Jopinus Ramli Saragih, S.H , M.M yang sedang bertugas untuk masa bakti 2010–2015 sedangkan Wakil Bupatinya adalah Hj. Nuriaty Damanik, S.H. Ibu kota kabupaten telah resmi berpindah ke Raya (Raya adalah nama sebuah daerah yang banyak dimukimi oleh marga SinagaSimalungun (berbeda dengan Sinaga Batak Toba walaupun saat ini ditoleransikan sama), dan Marga Saragih (Kalau di Batak Toba adalah Saragi) pada tanggal 23 Juni 2008 dari Kota Pematangsiantar yang telah menjadi daerah otonom. Suku Bangsa di Simalungun masih didominasi oleh Suku Batak Simalungun, dan sukusuku pendatang seperti Suku Jawa, dan Suku Melayu. Sedangkan agama yang dianut oleh masyarakat Simalungun adalah Islam (56,6 %), Kristen (37,1 %), Katolik (6,1 %), Buddha (0,06 %), Hindu (0,05 %), dan sisasisanya adalah agamaagama lain seperti Parmalim (Parmalim adalah suatu kepercayaan adat tradisional seperti di Jawa ada kepercayaan Kejawen). Kabupaten ini memiliki 31 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Hatonduhan dengan luas 33.626 ha, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi dengan luas 3.897 ha. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 345 desa/nagori dan 22 kelurahan. Selama tahun 2012, Kabupaten Simalungun menghasilkan antara lain 440.992 ton padi, 383.813 ton jagung, dan 336.555 ton ubi kayu yang menjadikan Kabupaten Simalungun sebagai penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara.[3] Produksi tanaman pangan lainnya yang cukup besar dari kabupaten ini adalah kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar. Tanaman perkebunan rakyat yang memberikan kontribusi sebesar 25,41% terhadap PDRB Simalungun antara lain karet, kelapa sawit, kopi, aren, vanili, kelapa, cokelat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada, dan pinang. Lambang Kabupaten Simalungun: Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambang hijau lahan. Bagian atas lambang digambarkan hiou Surisuri dengan warna hitam yang bersuat (bersifat) putih dan pada hiou Surisuri tertulis nama "Simalungun" dengan warna putih. Pada petak tengah dengan latar belakang warna kuning emas terdapat gambar rumah balai adat dengan susunan galang 10, 7 anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima, dan pada rabung atas terdapat gambar kepala kerbau dengan warna atap hitam dan galang warna putih. Pada petak kiri atas dengan latar belakang warna merah darah terdapat gambar daun teh sebanyak 8 helai berwarna hijau. Pada petak kanan atas dengan latar belakang warna putih terdapat gambar Bukit Barisan berpuncak dan dua buah puncak di tengah lebih tinggi daripada di sampingnya berwarna biru dan sebelah bawah gelombang danau empat baris berwarna biru muda. Pada petak kiri bawah dengan latar belakang warna putih terdapat gambar setangkai padi dengan jumlah padi 17 butir berwarna kuning emas. Pada petak kanan bawah dengan latar belakang warna merah darah terdapat gambar bunga kapas 5 kuntum berwarna putih dan kelopak bunga berwarna hijau. Garis batasbatas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou Surisuri ditambah dengan garis putih.

description

Sang putri sangat tertekan. Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk di kepalanya. Hatinya pun semakin bingung. Ia tidak ingin membuat malu dan kecewa kedua orang tuanya. Namun, ia tidak mampu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya. Ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi, selain menyesali nasibnya yang malang itu. Sang putri pun jadi putus asa. Sambil menangis, ia menengadahkan kedua tangannya ke atas, lalu berdoa: “Ya, Tuhan! Hukumlah hambamu ini yang telah membuat malu dan kecewa orang tuanya!” doa sang putri dengan mata berkaca-kaca. Baru saja doa itu terucap dari mulut sang putri, tiba-tiba petir menyambar-nyambar sebagai tanda doa sang putri didengar oleh Tuhan. Beberapa saat kemudian, tubuh sang putri mengalami perubahan yang sangat mengejutkan. Kakinya yang putih mulus tiba-tiba mengeluarkan sisik. Sisik tersebut semakin merambat ke atas. Dayang-dayangnya pun tersentak kaget saat melihat peristiwa itu. Ketika sisik itu mencapai dada, sang putri segera memerintahkan seorang dayang-dayangnya untuk memberi tahu ayah dan ibunya di dalam istana.

Transcript of Legenda cerita rakyat sumatra utara legenda putri ular simalungun

Page 1: Legenda cerita rakyat sumatra utara legenda putri ular simalungun

http://agathanicole.blogspot.com  

May 27, 2

014 LEGENDA CERITA RAKYAT 

Provensi Sumatra Utara ‐ Indonesia ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 

 

 

Sebelum kita mulai membaca  ceritanya ada baiknya kita  tahu  sedikit  tentang Kabupaten 

Simalungun  di  Provensi  Sumatra  Utara,  Indonesia.  Suku  Batak  Simalungun  merupakan 

penduduk asli dari kabupaten ini. Bupatinya saat ini adalah Dr. Jopinus Ramli Saragih, 

S.H , M.M yang sedang bertugas untuk masa bakti 2010–2015 sedangkan Wakil Bupatinya 

adalah Hj. Nuriaty Damanik, S.H.  

Ibu kota kabupaten telah resmi berpindah ke Raya (Raya adalah nama sebuah daerah yang 

banyak  dimukimi  oleh  marga  Sinaga‐Simalungun  (berbeda  dengan  Sinaga  Batak  Toba 

walaupun  saat  ini ditoleransikan  sama), dan Marga Saragih  (Kalau di Batak Toba adalah 

Saragi) pada tanggal 23 Juni 2008 dari Kota Pematangsiantar yang telah menjadi daerah otonom.  

Suku Bangsa di Simalungun masih didominasi oleh Suku Batak Simalungun, dan suku‐suku pendatang seperti Suku 

Jawa, dan Suku Melayu. Sedangkan agama yang dianut oleh masyarakat Simalungun adalah Islam (56,6 %), Kristen 

(37,1 %), Katolik  (6,1 %), Buddha  (0,06 %), Hindu  (0,05 %), dan  sisa‐sisanya adalah agama‐agama  lain  seperti 

Parmalim (Parmalim adalah suatu kepercayaan adat tradisional seperti di Jawa ada kepercayaan Kejawen). 

 

Kabupaten  ini memiliki 31 kecamatan dengan  luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera 

Utara. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Hatonduhan dengan luas 33.626 ha, sedangkan yang paling 

kecil adalah Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi dengan  luas 3.897 ha. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 345 

desa/nagori dan 22 kelurahan. Selama tahun 2012, Kabupaten Simalungun menghasilkan antara lain 440.992 ton 

padi, 383.813 ton jagung, dan 336.555 ton ubi kayu yang menjadikan Kabupaten Simalungun sebagai penghasil 

padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara.[3] Produksi tanaman pangan lainnya yang cukup besar dari 

kabupaten ini adalah kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar. 

Tanaman perkebunan rakyat yang memberikan kontribusi sebesar 25,41% terhadap PDRB Simalungun antara lain 

karet, kelapa sawit, kopi, aren, vanili, kelapa, cokelat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada, dan pinang.  

 

Lambang Kabupaten Simalungun:  Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambang hijau lahan. 

Bagian atas lambang digambarkan hiou Suri‐suri dengan warna hitam yang bersuat (bersifat) putih dan 

pada hiou Suri‐suri tertulis nama "Simalungun" dengan warna putih. 

Pada petak tengah dengan latar belakang warna kuning emas terdapat gambar rumah balai adat dengan 

susunan galang 10, 7 anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima, dan pada rabung atas terdapat 

gambar kepala kerbau dengan warna atap hitam dan galang warna putih. 

Pada petak kiri atas dengan  latar belakang warna merah darah terdapat gambar daun teh sebanyak 8 

helai berwarna hijau. 

Pada petak kanan atas dengan latar belakang warna putih terdapat gambar Bukit Barisan berpuncak dan 

dua  buah  puncak  di  tengah  lebih  tinggi  daripada  di  sampingnya  berwarna  biru  dan  sebelah  bawah 

gelombang danau empat baris berwarna biru muda. 

Pada petak kiri bawah dengan latar belakang warna putih terdapat gambar setangkai padi dengan jumlah 

padi 17 butir berwarna kuning emas. 

Pada petak kanan bawah dengan  latar belakang warna merah darah  terdapat gambar bunga kapas 5 

kuntum berwarna putih dan kelopak bunga berwarna hijau. 

Garis batas‐batas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou Suri‐suri ditambah dengan 

garis putih. 

Page 2: Legenda cerita rakyat sumatra utara legenda putri ular simalungun

http://agathanicole.blogspot.com  

May 27, 2

014 

Pita  sebelah  bawah  perisai  berwarna  putih  dengan  tepi  berwarna  hitam.  Di  pita  tersebut  tertulis 

semboyan  lambang,  yaitu  "HABONARON  DO  BONA",  kata  dalam  bahasa  Simalungun  yang  berarti 

kebenaran itu adalah pokok. 

 

Makna gambar‐gambar pada lambang: 

Lambang berbentuk perisai menggambarkan kekuatan dan pertahanan membela kepentingan daerah dan 

negara. 

Bilangan‐bilangan pada bagian‐bagian  lambang adalah simbol yang menggambarkan kesetiaan kepada 

Negara Republik Indonesia. 

Padi dan Kapas adalah kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan. 

Daun teh adalah hasil utama dari Daerah Simalungun. 

Gunung dan danau menggambarkan keindahan alamnya. 

Gelombang danau menggambarkan dinamika masyarakat. 

Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat, kebudayaan, dan kesenian daerah. 

 

* * * 

 

Nah….. setelah kita  tahu sedikit, sekarang kita  lanjut 

ke cerita legendanya. 

Dikisahkan,  di  suatu  negeri  di  kawasan  Simalungun, 

Sumatera  Utara,  berdiri  sebuah  kerajaan  yang 

dipimpin  oleh  seorang  raja  yang  arif  dan  bijaksana. 

Sang Raja memiliki seorang putri yang kecantikannya 

sungguh  luar  biasa.  Berita  tentang  kecantikan  putri 

raja  itu  tersebar  ke  berbagai  pelosok  negeri.  Berita 

tersebut  juga didengar oleh seorang raja muda yang 

memerintah di  sebuah  kerajaan  yang  letaknya  tidak 

jauh dari kerajaan ayah sang Putri. 

Mendengar kabar tersebut, Raja Muda yang tampan 

itu  berniat  untuk  melamar  sang  Putri.  Sang  Raja 

kemudian  mengumpulkan  para  penasehat  kerajaan 

untuk memusyawarahkan keinginannya tersebut. 

 

“Wahai,  para  penasehatku!  Apakah  kalian  sudah 

mendengar  berita  kecantikan  putri  itu?”  tanya  sang 

raja kepada penasehatnya. 

“Sudah, Tuan!” jawab para penasehat serantak. 

“Bagaimana menurut  kalian,  jika  sang  putri  itu  aku 

jadikan sebagai permaisuri?” sang Raja kembali bertanya. 

“Hamba setuju, Tuan!” jawab salah seorang penasehat. 

“Iya, Tuan! Hamba kira, Tuan dan Putri adalah pasangan yang sangat serasi. Tuan seorang raja muda yang tampan, 

sedangkan sang putri seorang gadis yang cantik jelita,” tambah seorang penasehat. 

“Baiklah kalau begitu. Segera persiapkan segala keperluan untuk meminang sang putri,” perintah sang raja. 

“Baik, Baginda!” jawab seluruh penasehat serentak. 

 

Keesokan harinya, tampak rombongan utusan raja muda meninggalkan istana menuju negeri tempat tinggal sang 

putri. Sesampainya di  sana, mereka disambut dan dijamu dengan baik oleh ayah  sang putri. Usai perjamuan, 

utusan sang raja muda pun menyampaikan maksud kedatangan mereka. 

 

“Ampun, Baginda! Maksud kedatangan kami ke sini adalah hendak menyampaikan pinangan Raja kami,” jawab 

salah seorang utusan yang bertindak sebagai juru bicara. 

Page 3: Legenda cerita rakyat sumatra utara legenda putri ular simalungun

http://agathanicole.blogspot.com  

May 27, 2

014 

“Kami menerima  pinangan  Raja  kalian  dengan  senang  hati,  karena  kedua 

kerajaan akan bersatu untuk mewujudkan masyarakat yang makmur, damai 

dan sejahtera,” jawab sang raja. 

“Terima kasih, Baginda! Berita gembira ini segera kami sampaikan kepada Raja 

kami.  Akan  tetapi…,  Raja  kami  berpesan  bahwa  jika  lamaran  ini  diterima 

pernikahan akan dilangsungkan dua bulan lagi,” ujar utusan tersebut. 

“Kenapa begitu lama?” tanya sang Raja tidak sabar. 

“Raja kami ingin pernikahannya dilangsungkan secara besar‐besaran,” jawab 

utusan itu. 

“Baiklah kalau begitu, kami siap menunggu,” jawab sang Raja. 

 

Usai  berunding,  utusan  Raja  Muda  berpamitan  kepada  sang  Raja  untuk 

kembali ke negeri mereka. Setibanya di sana, mereka  langsung melaporkan 

berita gembira itu kepada Raja mereka, bahwa pinangannya diterima. Sang Raja Muda sangat gembira mendengar 

berita itu. 

“Kalau begitu, mulai saat  ini kita harus menyiapkan segala keperluan untuk upacara pernikahan  ini!” seru Raja 

Muda. 

“Baiklah, Tuan! Segera kami kerjakan,” jawab seorang utusan. 

 

Sementara itu, setelah para utusan Raja Muda kembali ke negeri mereka, ayah sang Putri menemui putrinya dan 

menyampaikan berita pinangan itu. 

“Wahai, putriku! Tahukah engkau maksud kedatangan para utusan itu?” tanya sang Raja kepada putrinya. 

“Tidak, ayah! Memangnya ada apa, yah?” sang putri balik bertanya. 

“Ketahuilah, putriku! Kedatangan mereka kemari untuk menyampaikan pinangan raja mereka yang masih muda. 

Bagaimana menurutmu?” tanya sang Ayah.  

“Jika ayah senang, putri bersedia,” jawab sang Putri malu‐malu. 

“Ayah sangat bangga memiliki putri yang cantik dan penurut sepertimu, wahai putriku!” sanjung sang Ayah. 

“Putriku,  jagalah  dirimu  baik‐baik!  Jangan  sampai  terjadi  sesuatu  yang  dapat membatalkan  pernikahanmu,” 

tambah sang ayah. 

“Baik, ayah!” jawab sang putri. 

 

Menjelang hari pernikahannya, sebagaimana biasa, setiap pagi sang putri pergi mandi dengan ditemani beberapa 

orang dayangnya di sebuah kolam yang berada di belakang istana. Di pinggir kolam disiapkan sebuah batu besar 

untuk tempat duduk sang putri. Usai berganti pakaian, sang putri segera masuk ke dalam kolam berendam sejenak 

untuk menyejukkan sekujur tubuhnya. Setelah beberapa saat berendam, sang putri duduk di atas batu di tepi 

kolam. Sambil menjuntaikan kakinya ke dalam air, sang putri membayangkan betapa bahagianya saat pernikahan 

nanti, duduk bersanding di pelaminan bersama sang suami, seorang Raja Muda yang gagah dan tampan. 

Di  tengah‐tengah sang putri asyik mengkhayal dan menikmati kesejukan air kolam  itu,  tiba‐tiba angin bertiup 

kencang. Tanpa diduga, sebuah ranting pohon yang sudah kering mendadak jatuh tepat mengenahi ujung hidung 

sang putri. 

“Aduuuh, hidungku!” jerit sang putri sambil memegang hidungnya. Dalam sekejap, tangan putri yang malang itu 

penuh  dengan darah.  Sambil menahan  rasa  sakit,  sang  putri menyuruh  dayang‐dayangnya  untuk  diambilkan 

cermin. Betapa  terkejut dan kecewanya  sang putri  saat melihat wajahnya di  cermin. Hidungnya yang  semula 

mancung itu tiba‐tiba menjadi sompel (hilang sebagian) tertimpa ranting pohon yang ujungnya tajam. Kini wajah 

sang putri tidak cantik lagi seperti semula. Ia sangat sedih dan air matanya pun bercucuran keluar dari kelopak 

matanya. 

“Celaka! Pernikahanku dengan raja muda akan gagal. Ia pasti akan mencari putri lain yang tidak memiliki cacat. 

Jika aku gagal menikah dengan raja muda, ayah dan ibu pasti kecewa dan malu di hadapan rakyatnya,” pikir sang 

putri. 

 

Page 4: Legenda cerita rakyat sumatra utara legenda putri ular simalungun

http://agathanicole.blogspot.com  

May 27, 2

014 

Sang putri sangat tertekan. Pikiran‐pikiran itu terus berkecamuk di kepalanya. 

Hatinya  pun  semakin  bingung.  Ia  tidak  ingin membuat malu  dan  kecewa 

kedua orang tuanya. Namun, ia tidak mampu mengatasi permasalahan yang 

sedang dihadapinya.  Ia  tidak dapat berbuat  apa‐apa  lagi,  selain menyesali 

nasibnya yang malang itu. 

Sang putri pun  jadi putus asa. Sambil menangis,  ia menengadahkan kedua 

tangannya ke atas, lalu berdoa: 

“Ya, Tuhan! Hukumlah hambamu ini yang telah membuat malu dan kecewa 

orang tuanya!” doa sang putri dengan mata berkaca‐kaca. Baru saja doa itu 

terucap dari mulut sang putri, tiba‐tiba petir menyambar‐nyambar sebagai 

tanda doa sang putri didengar oleh Tuhan. Beberapa saat kemudian, tubuh 

sang  putri mengalami  perubahan  yang  sangat mengejutkan.  Kakinya  yang 

putih mulus tiba‐tiba mengeluarkan sisik. Sisik tersebut semakin merambat 

ke atas. Dayang‐dayangnya pun tersentak kaget saat melihat peristiwa itu. Ketika sisik itu mencapai dada, sang 

putri segera memerintahkan seorang dayang‐dayangnya untuk memberi tahu ayah dan ibunya di dalam istana. 

 

“Ampun, Tuan!” hormat sang dayang kepada raja. 

“Ada apa, dayang‐dayang?” tanya sang raja. 

“Ampun, Tuan! Kulit tuan putri mengeluarkan sisik seperti ular,” lapor sang dayang. 

“Apa…? Anakku mengeluarkan sisik!” tanya sang raja tersentak kaget. 

“Benar, Tuan! Hamba sendiri tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi,” jawab sang dayang. 

 

Setelah mendengar laporan itu, sang raja dan permaisuri segera menuju ke kolam permandian. Sesampainya di 

tempat itu, mereka sudah tidak melihat tubuh sang putri. Yang tampak hanya seekor ular besar yang bergelung 

di atas batu yang biasa dipakai sang putri untuk duduk. 

“Putriku!”  seru  sang  raja kepada ular  itu. Ular  itu hanya bisa menggerakan kepala dan menjulurkan  lidahnya 

dengan  tatapan mata  yang  sayu.  Ia  seakan  hendak  berbicara,  namun  tak  satu  kata  pun  yang  terucap  dari 

mulutnya. 

“Putriku! Apa yang terjadi denganmu?” tanya permaisuri cemas. 

 

Meskipun permaisuri sudah berteriak memanggilnya, namun ular itu tetap saja tidak bisa berkata apa‐apa. Tak 

lama kemudian, ular besar penjelmaan sang putri pergi meninggalkan mereka dan masuk ke dalam semak belukar. 

Sang raja dan permaisuri beserta dayang‐dayang tidak bisa berbuat apa‐apa. Mereka sangat sedih dan menangis 

atas nasib malang yang menimpa sang putri. Peristiwa penjelmaan sang putri menjadi seekor ular adalah hukuman 

dari Yang Kuasa atas permintaannya sendiri, karena keputusasaannya. Ia putus asa karena telah membuat malu 

dan kecewa kedua orang tuanya. Ia tidak berhasil menjaga amanah ayahnya untuk selalu jaga diri agar tidak terjadi 

sesuatu yang dapat membatalkan pernikahannya dengan Raja Muda yang tampan itu. 

 

* * * 

Naaahh begitu deh cerita tentang Putri Ular dari Simalungun, Sumatera Utara. Cerita di atas termasuk cerita rakyat 

teladan yang mengandung pesan‐pesan moral. Salah satunya adalah akibat buruk dari sifat putus asa. Sifat  ini 

tercermin pada sikap sang putri yang memohon kepada Tuhan agar dirinya dihukum, dan akhirnya ia menjelma 

menjadi seekor ular besar. Seburuk apapun musibah yang menerpa kita, baiknya ambil hikmahnya dan menerima 

dengan tabah dan syukur, karena Tuhan memberikan cobaan kepada umatnya pasti ada maksud lain yang kita 

sebagai manusia tidak akan mengerti, karena itu adalah Rahasia Ilahi.