Makalah legenda sangkuriang
-
Upload
dimaz-xball -
Category
Education
-
view
1.268 -
download
52
Transcript of Makalah legenda sangkuriang
MAKALAHLEGENDA SANGKURIANG
“TANGKUBAN PERAHU”Diajukan untuk Memenuhi salah satu Syarat Tugas
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Nama Anggota Kelompok :
1. Anisya Febriana
2. Lusiana Ade Putri
3. Bella Agustina
4. Aldito Surya W
5. Syulisy Yaa’sin
SMP NEGERI 3 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016
i
Lembar pengesahanKarya Tulis ini disahkan disetujui pada :
Hari / Tanggal : ……………………………………..
Tahun Ajaran : …………………………………….
Wali Kelas
HASTIN EKA ISTIYANI, S.PdNIP. 19761109 20701 2 007
Pembimbing,
DYAH RATNA MURNIATI,S.PdNIP. 19640319 198602 2 005
Mengetahui,
Kepala SMP Negeri 3 Karanganyar
SUSENO HARY PRASETYO, S.Pd.M.PdNIP. 19610410 198103 1 004
ii
PersembahanKarya tulis ini kami persembahkan untuk :
1. Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Karanganyar Yaitu Bp. Suseno Hary Prasetyo,
S.Pd, M.Pd yang telah memberikan waktu pada kami untuk dapat menyusun karya
tulis ini.
2. Wali kelas VIII G yaitu Ibu Hastin Eka Istiyani.S.Pd yang telah membantu kami
dalam menyusun karya tulis ini.
3. Guru pemimbig Ibu Dyah Ratna Murniati,S.Pd yang telah membantu dan
meimbimbing kami.
4. Teman – teman yang membantu kami
5. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan partisipasi pada kami.
6. Para pembaca yang telah menyempatkan diri untuk memabca karya tulis kami ini.
iii
MOTTO HIDUP“Be as yourself as you want”
Jadilah dirimu sebagaimana yang kau inginka
“Success needs a process.”
Kesuksesan itu membutuhkan suatu proses.
“Courage take distance higher than Inteligent.”
Kesuksesan itu jauh lebih tinggi dibandingkan Kecerdasan
“Eat Failure, and you will know the taste of success.”
Anda tidak akan mengetahui apa itu kesuksesan sebelum merasakan kegagalan.
“Think as big as galaxy!”
Berpikirlah luas!
“Success is not a final, only an achievement.”
Kesuksesan itu bukanlah akhir segalanya, tetapi hanya sebuah pencapaian.
“Work hard, Play hard”
Bekerja Keraslah!
“As ant do a million step to get sugar”
Berusahalah dalam melakukan sesuatu
“When action is equivalent to success”
Kesuksesan berbanding lurus pada tindakan yang dilakukan
“Mistakes teach how to get the key.”
Kesalahan mengajakkan kita untuk lebih baik
“A happiness can not bought by money.”
Uang bukanlah segalanya
“One leave is better than one gold”
Kemakmuran itu bukan hanya soal uang
“Intelligence is not the measurement, but intelligence support all!
Kecerdasan bukanlah tolak ukur kesuksesan, tetapi dengan menjadi cerdas kita bisa
menggapai kesuksesan.
“Elementary student bought car, college student drive a car”
Latar belakang pendidikan bukanlah tolak ukur kesuksesan seseorang.
“Baby can learn what mom speaks, Adults break the law.”
Hiduplah disiplin.
“One rice can give 1000 of life”
Memberi itu lebih baik dari pada menerima.
iv
KATA PENGANTARPuji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan taufik dan hidayahnya
dan memberi kenikmatan yang tiada henti, baik nikmat jasmani dan nikmat rohani, sehingga
penulis dapat menyusun makalah ini yang insyaalah sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam penuliasan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, guru-guru dan teman-teman yang sudah memberi
dukungan dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam
pemahaman atau penulisan, sangat besar harapan penulis ada saran atau kritik dari guru-guru
di sekolah SMP Negeri 3 Karanganyar, teman-teman dan pembaca yang bersifat membangun
demi perbaikan penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfa’at bagi
pembaca, terutama bagi penulis, Amin.
Karanganyar, 9 Januari 2016
Penulis
v
Daftar Isi
Halaman Judul...................................................................................................................i
Halaman Pengesahan........................................................................................................ii
Halaman Persembahan.....................................................................................................iii
Moto ................................................................................................................................... iv
Kata Pengantar.................................................................................................................. v
Daftar Isi............................................................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Maslah........................................................................................................ 1
Rumusan Masalah................................................................................................................ 2
Tujuan Penulisan Makalah.................................................................................................. 2
Manfaa Penulisan Makalah................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
Latar Belakang Tentang Materi........................................................................................... 3
Isi Materi.............................................................................................................................. 3
1. Pengertian Heremneutik.......................................................................................... 3
2. Asal Usul Cerita Legenda Sangkuriang................................................................... 3
3. Makna Legenda Gunung Tangkuban Perahu Dengan Segala Aspek Yang
Dikandungnya.......................................................................................................... 7
Manfaat Materi....................................................................................................................10
Makna Bagi Siswa Tentang Materi..................................................................................... 11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................................... 12
Saran.................................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka................................................................................................................... 13
Lampiran ........................................................................................................................... 14
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mitos sebagai acuan pandangan hidup. Berbincang tentang mitos akan berkaitan erat
dengan legenda, cerita, dongeng semuanya termasuk kelompok folklore. Mengenai mitos
C.A.van Peursen mengatakan sebagai sebuah cerita (lisan) yang memberikan pedoman dan
arah tertentu kepada sekelompok orang. Inti dari mitos adalah lambang-lambang yang
menginformasikan pengalaman manusia purba tentang kebaikan-kejahatan, perkawinan dan
kesuburan, dosa dan proses katarsisnya. Sedangkan Rene Wellek & Austin Warren
menyebutnya sebagai cerita anonim mengenai penjelasan tentang asal mula sesuatu, nasib
manusia, tingkah laku dan tujuan hidup manusia serta menjadi alat pendidikan moral bagi
masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Mengacu kepada pendapat di atas, ternyata mitos yang dikandung dalam legenda
adalah sumber pengetahuan mengenai kehidupan manusia pada masa lampau dalam segala
aspeknya. Disusun dalam bentuk cerita sastra (sastra lisan) sebagai alat transformasinya;
sebab bentuk cerita lisan mempunyai pola struktur dan alur yang cukup ajeg. dalam
menuntun ingatan orang sehingga mudah untuk seseorang menuturkannya kembali.
Kegiatan manusia tidak terlepas dari kemampuan untuk menafsirkan terhadap apa
pun yang dialaminya. Hasilnya adalah didapatkannya arti dan makna dari yang
ditafsirkannya. Arti adalah hubungan antara sesuatu dengan yang melingkunginya, hubungan
teks dengan konteks). Adapun makna adalah hubungan arti dengan nilai esensial yang
dikandungnya.
Kemampuan mengartikan dan memaknai sesuatu, dalam budaya Sunda disebut
dengan kemampuan memanfaatkan Panca Curiga (lima senjata/ilmu), yaitu kemampuan
untuk menafsirkan secara: silib, yaitu memaknai sesuatu yang dikatakan tidak langsung
tetapi dikiaskan pada hal lain (allude); sindir yaitu penggunaan susunan kalimat yang
berbeda (allusion); simbul yaitu penggunaan dalam bentuk lambang (symbol, icon,
heraldica); siloka adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang
berbeda (aphorisma) dan sasmita adalah berkaitan dengan suasana dan perasaan hati (depth
aporisma).
Dalam tulisan ini pun penulis menggunakan konsep hermeneutika (panca curiga)
untuk mencoba menarik arti dan makna yang dikandung dalam legenda Gunung
Tangkubanparahu dengan segala aspek yang dikandungnya. Kaidah lain untuk melakukan
analisis, penulis memanfaatkan leksikografi (cara menuliskan kata); etimologi (tentang asal-
usul kata), semantik (tentang arti kata) dan semiotika ( tentang arti dan makna lambang).
B. Rumusan Masalah
1
1. Apakah yang dimaksud dengan hermeneutika ?
2. Bagaimanakah asal usul serita legenda sangkuriang ?
3. Bagaimanakah makna legenda gunung tangkuban parahu dengan segala aspek yang
dikandungnya ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Ingin mengetahui pengertian hermeneutika.
2. Ingin mengetahui asal usul cerita legenda sangkuriang.
3. Ingin mengetahui makna legenda gunung tangkuban parahu dengan segala aspek
yang dikandungnya.
D. Manfaat Penulisan Makalah
Dalam penulisan makalah ini diharapkan manfaat yang diperoleh adalah:
1. Bagi penulis, bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususunya pengetahuan
tentang legenda sangkuriang.
2. Bagi pembaca, memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang cerita legenda
sangkuriang.
3. Bagi guru, menembah wawasan pengetahuan dalam pengajaran bahasa Indonesia
terutama tentang cerita legenda sangkuriang.
BAB II
2
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Tentang Materi
Dalam penulisan makalah ini akan dibahas tentang bagaimana asal usulnya cerita
legenda sangkuriang dan bagaimana makna legenda gunung tangkuban parahu dengan segala
aspek yang dikandungnya. Pada dasarnya sebuah cerita-cerita seperti legenda adalah cerita
yang berkaitan dengan hal-hal bersifat mitos, akan tetapi pada jaman sekarang kebanyakan
orang tidak peduli terhadap cerita yang bersifat mitos, mungkin hanya sebagian dari sekian
bnyak orang yang masih percaya akan hal tersebut.
Kalau dikaji lebih dalam, pada dasarnya sebuah cerita akan mengajarkan kita arti
kehidupan dan kita bisa mengambil pesan moral yang ada dalam sebuah cerita tersebut. Jadi,
sebenarnya tidak usah mempedulikan cerita tersebut bersifat mitos atau tidak, yang penting
kita bisa tahu apa makna dan pesan yang terkandung dalam sebuah cerita tersebut atau dalam
legenda sangkuriang. Untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan beberapa hal yang
berkaitan denga legenda sangkuriang.
B. Isi Materi
1. Pengertian Hermeneutik
Seperti ditulis pada awal wacana, hermeunetika adalah ilmu menafsirkan tentang
sesuatu agar mempunyai arti dan makna, sehingga dapat dipetik manfaatnya. Karena itu
sangat bersifat subyektif dan inklusif, tetap terbuka bagi siapa pun untuk memasukkan
tafsirannya secara pribadi. Boleh-boleh saja dan itu akan besar manfaatnya dalam membentuk
masyarakat bermartabat yang madani mardotillah. Mungkin perlu ada kesepakatan bersama
yaitu mengenai visi akhir yang ingin dicapai dari pemaknaan heumanetika tersebut, yaitu
kesadaran untuk menampakkan kandungan moral atau ahklak kemanusiaannya. Humisnis
yang religius. Itulah dasar kesepakatan para penafisr nilai moral budaya bangsa yang
terkandung dalam folkolor atau folkway.
2. Asal Usul Cerita Legenda Sangkuriang
Sangkuriang adalah legenda yang berasal dari tataran Sunda. Legenda tersebut
berkisah tentang terciptanya danau Bandung, gunung Tangkuban Perahu, gunung
Burangrang, dan gunung Bukit Tunggul.
Dari legenda tersebut, kita dapat menentukan sudah berapa lama orang Sunda hidup
di dataran tinggi Bandung. Dari legenda tersebut yang didukung dengan fakta geologi,
diperkirakan bahwa orang Sunda telah hidup di dataran ini sejak beribu tahun sebelum
Masehi.
Legenda Sangkuriang awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai
legenda ini ada pada naskah Bujangga Manik yang ditulis pada daun palem yang berasal dari
akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskah tersebut ditulis bahwa
3
Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran Bujangga Manik atau Ameng Layaran mengunjungi
tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan pulau Bali pada akhir abad ke-15.
Setelah melakukan perjalanan panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang sekarang
menjadi kota Bandung. Dia menjadi saksi mata yang pertama kali menuliskan nama tempa
legendanya. Laporannya adalah sebagai berikut:
Leumpang aing ka baratkeun (Aku berjalan ke arah barat)
Datang ka Bukit Patenggeng (kemudian datang ke gunung Patenggeng)
Sakakala Sang Kuriang (tempat legenda Sang Kuriang)
Masa dek nyitu Ci tarum (Waktu akan membendung Citarum)
Burung tembey kasiangan (tapi gagal karena kesiangan).
a. Ringkasan Cerita
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang
Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi
hutan betina bernama Wayung yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni
tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke
keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Banyak para raja yang
meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas
permitaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu
Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun
kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir
dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin
laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada
Dayang Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki diberi nama Sangkuriang.
Ketika Sangkuriang berburu di dalam hutan disuruhnya si Tumang untuk mengejar
babi betina Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, lalu dibunuhnya. Hati si Tumang
oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah
Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, kemarahannya
pun memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan senduk yang terbuat dari
tempurung kelapa sehingga luka.
Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke
arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat
Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang
ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Terminological kisah kasih di antara kedua
insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah puteranya,
dengan tanda luka di kepalanya. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk
menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga
4
(danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang
menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul atau
pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah
barat dan menjadi gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun hampir
selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar
maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain
putih hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang
menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro
dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma
menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang
dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi
gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di gunung
Putri dan berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di
sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung akhirnya menghilang ke alam gaib
(ngahiyang).
b. Kesesuaian Dengan Fakta Geologi
Legenda Sangkuriang sesuai dengan fakta geologi terciptanya danau Bandung dan
gunung Tangkuban Perahu. Penelitian geologis mutakhir menunjukkan bahwa sisa-sisa danau
purba sudah berumur 125 ribu tahun. Danau tersebut mengering 16.000 tahun yang lalu.
Telah terjadi dua letusan gunung Sunda purba dengan tipe letusan Plinian masing-
masing 105.000 dan 55.000-50.000 tahun yang lalu. Letusan plinian kedua telah
meruntuhkan kaldera gunung Sunda purba sehingga menciptakan gunung Tangkuban Perahu,
gunung Burangrang (disebut juga gunung Sunda), dan gunung bukit Tunggul.
Sangat mungkin bahwa orang Sunda purba telah menempati dataran tinggi Bandung
dan menyaksikan letusan Plinian kedua yang menyapu pemukiman sebelah barat citarum
(utara dan barat laut Bandung) selama periode letusan pada 55.000-50.000 tahun yang lalu
saat gunung Tangkuban Perahu tercipta dari sisa-sisa gunung Sunda Purba. Masa ini adalah
masanya homo sapiens, mereka telah teridentifikasi hidup di Australia selatan pada 62.000
tahun yang lalu, semasa dengan Manusia Jawa (Wajak) sekitar 50.000 tahun yang lalu.
c. Sangkuriang dan Falsafah Sunda
Menurut Hidayat Suryalaga, legenda atau sasakala Sangkuriang dimaksudkan sebagai
cahaya pencerahan (Sungging Perbangkara) bagi siapa pun manusianya (tumbuhan cariang)
yang masih bimbang akan keberadaan dirinya dan berkeinginan menemukan jatidiri
kemanusiannya (Wayungyang). Hasil yang diperoleh dari pencariannya ini akan melahirkan
kata hati (nurani) sebagai kebenaran sejati (Dayang Sumbi, Rarasati). Tetapi bila tidak
disertai dengan kehati-hatian dan kesadaran penuh atau eling (teropong), maka dirinya akan
5
dikuasai dan digagahi oleh rasa kebimbangan yang terus menerus (digagahi si Tumang) yang
akan melahirkan ego-ego yang egoistis, yaitu jiwa yang belum tercerahkan (Sangkuriang).
Ketika sang nurani termakan lagi oleh kewaswasan (Dayang Sumbi memakan hati si
Tumang) maka hilanglah kesadaran yang hakiki. Rasa menyesal yang dialami sang nurani
dilampiaskan dengan dipukulnya kesombongan rasio sang ego (kepala Sangkuriang dipukul).
Kesombongannya pula yang memengaruhi “sang ego rasio” untuk menjauhi dan
meninggalkan sang nurani. Ternyata keangkuhan sang ego rasio yang berlelah-lelah mencari
ilmu (kecerdasan intelektual) selama pengembaraannya di dunia (menuju ke arah Timur).
Pada akhirnya kembali ke barat yang secara sadar maupun tidak sadar selalu dicari dan
dirindukannya yaitu sang nurani (pertemuan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi).
Walau demikian ternyata penyatuan antara sang ego rasio (Sangkuriang) dengan sang
nurani yang tercerahkan (Dayang Sumbi), tidak semudah yang diperkirakan. Berbekal ilmu
pengetahuan yang telah dikuasainya Sang Ego Rasio (Sangkuriang) harus mampu membuat
suatu kehidupan sosial yang dilandasi kasih sayang, interdependency – silih asih-asah dan
silih asuh yang humanis harmonis, yaitu satu telaga kehidupan sosial (membuat Talaga
Bandung) yang dihuni berbagai kumpulan manusia dengan bermacam ragam perangainya
(Citarum). Sementara itu keutuhan jatidirinya pun harus dibentuk pula oleh sang ego rasio
sendiri (pembuatan perahu). Keberadaan sang ego rasio itu pun tidak terlepas dari sejarah
dirinya, ada pokok yang menjadi asal muasalnya (bukit Tunggul, pohon sajaratun) sejak dari
awal keberada-annya (timur, tempat awal terbit kehidupan). sang ego rasio pun harus pula
menunjukkan keberadaan dirinya (tutunggul, penada diri) dan pada akhirnya dia pun akan
mempunyai keturunan yang terwujud dalam masyarakat yang akan datangd dan suatu waktu
semuanya berakhir ditelan masa menjadi setumpuk tulang-belulang (gunung Burangrang)
Betapa mengenaskan, bila ternyata harapan untuk bersatunya sang ego rasio dengan
sang nurani yang tercerahkan hampir terjadi perkawinan Sangkuriang dengan Dayang Sumbi,
gagal karena keburu hadir sang titik akhir, akhir hayat dikandung badan (boeh rarang atau
kain kafan). Akhirnya suratan takdir yang menimpa sang ego rasio hanyalah rasa menyesal
yang teramat sangat dan marah kepada dirinya. Maka ditendangnya keegoisan rasio dirinya,
jadilah seonggok manusia transendental tertelungkup meratapi kemalangan yang menimpa
dirinya (gunung Tangkuban Perahu).
Walau demikian lantaran sang ego rasio masih merasa penasaran, dikejarnya terus
sang nurani yang tercerahkan dambaan dirinya (Dayang Sumbi) dengan harapan dapat luluh
bersatu antara sang ego rasio dengan Sang Nurani. Tetapi ternyata sang nurani yang
tercerahkan hanya menampakkan diri menjadi saksi atas perilaku yang pernah terjadi dan
dialami sang ego rasio (bunga Jaksi).
Akhir kisah yaitu ketika datangnya kesadaran berakhirnya kepongahan rasionya
(Ujung berung). Dengan kesadarannya pula, dicabut dan dilemparkannya sumbat dominasi
keangkuhan rasio (gunung Manglayang). Maka kini terbukalah saluran proses berkomunikasi
6
yang santun dengan siapa pun (Sanghyang Tikoro atau tenggorokan; bahasa Sunda: Hade ku
omong goreng ku omong) dan dengan cermat dijaga benar makanan yang masuk ke dalam
mulutnya agar selalu yang halal bersih dan bermanfaat.
3. Makna Legenda Gunung Tangkuban Parahu Dengan Segala Aspek Yang
Dikandungnya
Seperti pada awal tulisan, bahwa legenda bukanlah kisah historis (a-historis), tetapi
berupa mitos yang menjadi acuan hidup masyarakat pendukung kebudayaannya. Demikian
pula yang terjadi pada legenda Gunung Tangkuban parahu. Di bawah ini saya susun kembali
nama dan tempat serta aspek lainnya yang terdapat dalam legenda tersebut. sebagai kata
kunci heurmanetika, yaitu:
a. Sungging Perbangkara,
b. cariang
c. babi hutan Si Wayungyang,
d. Dayang Sumbi atau Rarasat
e. anjing Si Tumang,
f. Sangkuriang,
g. taropong (torak),
h. Wetan (Timur)
i. Kulon (Barat)
j. Citarum,
k. Sanghyang Tikoro,
l. Guriang
m. Gunung Putri,
n. Gunung Manglayang,
o. Ujungberung,
p. kembang Jaksi,
q. boeh rarang,
r. Gunung Bukit Tungggul,
s. Gunung Burangrang
t. Gunung Tangkuban Parahu, dan
u. Talaga Bandung.
Telah disinggung di atas, bahwa banyak penulis yang memberi arti dan makna
terhadap legenda ini. Pada kesempatan sekarang penulis mencoba untuk membuat
penafsiran arti dan makna menurut konsep nilai-nilai intrinsik pandangan hidup “urang
Sunda” yang terkandung dalam alur cerita dan arti-makna dari setiap kata-kata kunci. Di
bawah ini disertakan deskripsi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan legenda
gunung Tangkuban perahu.
7
a. Sungging Perbangkara.
Artinya : Sungging = ukiran, ornamen. Perbangkara (Prabhangkara) = Prabha =
cahaya. > ‘ng > sang = penanda hormat, honorifik. > kara = matahari. Maknanya “ Penanda
dari kebaikan/ kebenaran sebagai cahaya pencerahan bagi yang menyimaknya”.
b. Cariang.
Artinya: pohon keladi hutan (taleus leuweung) yang tumbuh subur dan bergetah
sangat gatal. Maknanya: Manusia-manusia yang hidup di tengah hutan kehidupan dengan
bermacam dorongan nafsunya.
c. Babi Hutan Wayungyang.
Artinya: Wayungyang > w(b)ayeungyang = perasaan yang tidak tenteram, gundah
gula. Maknanya: Seseorang yang masih berada dalam sifat kehewanan tetapi telah mulai
bimbang dan menginginkan menjadi seorang manusia seutuhnya (berperi-kemanusiaan).
d. Dayang Sumbi (Danghyang) atau Rarasati
Artinya : > Dang = penanda hormat, honorific. Yang < Hyang = gaib. > Sumbi = 1)
tendok = alat untuk menusuk hidung kerbau agar menurut. 2) Bagian ujung terdepan dari
perahu sebagai penunjuk arah dalam berlayar agar tidak rersesat. Maknanya: Fitrah manusia
yang bersifat gaibiah yang memberi petunjuk dan kendali dalam menentukan arah
kehidupan. Bisa dimaknai pula sebagai kata hati, nurani yang mendapat pencerahan hidayah
Allah Swt. Rarasati nama lain dari Dayang Sumbi. Artinya : 1) > Raras = perasaan yang
sangat halus. > ati = hati, qalbu. Maknanya: Raras Ati = Hati atau qalbu yang penuh dengan
kehalusan budi karena mendapat pancaran sinar Ilahi. 2) Rara = gadis > sati (santa) = suci,
pengorbanan, tenang. Maknanya: Rara Sati = Kesucian yang tenang penuh pengorbanan.
e. Si Tumang.
Artinya: > tumang = 1) Peti yang tertutup (b. Kawi), 2) mangmang = sumpah
(b.Kawi) tu-mang-mang = orang yang terkena sumpah karena waswas. Maknanya: karakter
seseorang yang selalu asal bersumpah, waswas, akhirnya termakan sumpahnya sendiri,
hatinya seperti peti yang tertutup rapat tidak mendapat pencerahan.
f. Sangkuriang.
Artinya: > 1) Sang = penanda hormat, honorifik. > Kuriang < kuring = saya, ego. 2)
Sang = penanda hormat, honorific. > Kuriang < guru + hyang = ego yang gaib. Maknanya:
Sangkuriang = Jiwa (ego) non material yang menjadi dasar tumbuhnya kesadaran mental
manusia yang selalu mendapat cobaan dan ujian kualitas dirinya.
g. Taropong
Artinya : 1) Alat bertenun dari sepotong bambu kecil (tamiang) tempat benang pakan
(torak); 2) Alat untuk melihat sesuatu agar lebih jelas (teropong). Maknanya: Kegiatan
(semangat) manusia dalam menata perilaku kehidupan agar terusun tertib sesuai dengan
kualitas dirinya serta mampu melihat dengan jelas alur (visi) kehidupannya.
h. Wetan
8
Artinya : timur, tempat matahari terbit; wetan > wiwitan = asal mula, harapan.
Maknanya : Menuju ke wetan (timur) , mencari yang diharapkan yang dicarinya sejak awal
mula keberadaan manusia.
i. Kulon
Artinya : Barat, tempat matahari tenggelam. Maknanya : Sampai di arah barat =
sampai di batas waktu, waktu terakhir, akhir kehidupan
j. Citarum
Artinya: > Ci < cai = air. > Tarum = sejenis tumbuhan, daunnya untuk memberi
warna indigo tua (hampir hitam) pada kain atau benang tenun. Maknanya: Kehidupan adalah
seperti air mengalir dalam perjalanannya akan mengalami beragam celupan kehidupan,
kebahagiaan, keprihatinan dan juga hal-hal negatif lainnya sebagai ujian keteguhan hatinya.
k. Sanghyang Tikoro
Artinya: > Sang = penanda hormat, honorifik. > Hyang = gaib. >Tikoro = saluran di
leher untuk bernafas dan berbicara (tenggorokan) atau saluran di leher untuk makan
(kerongkongan). Maknanya: Kemampuan manusia dalam berbicara tentang apa pun yang
baik atau pun yang jelek serta sering dilalui makanan entah yang halal atau yang haram.
l. Guriang
Artinya > Guru = Yang memberi petunjuk, ilmu; > hyang = gaib. Maknanya :
Guriang = orang yang mengajari ilmu pengetahuan, fasilitator.
m. Gunung Putri
Artinya > Putri = gadis, wanita cantik jelita, bangsawan. Maknanya: Karakter
manusia yang dihiasi nilai keindahan dan cinta kasih. Dimaknai sebagai sifat kewanitaan
(feminim, jamalliyah, cinta kasih yang rohimmi) yang penuh rasa kasih sayang.
n. Gunung Manglayang
Artinya: > Manglayang = 1) ngalayang, melayang. 2) Mang-layang > palayangan =
Saluran untuk pembuangan air kolam/talaga. Maknanya : Kemampuan manusia untuk
menguras dan membersihkan dirinya dari karakter yang kotor.
o. Kembang Jaksi
Artinya: 1) Jaksi > bisa dimaknai jadi + saksi . Maknanya: 1) Segala sesuatu yang
dikerjakan seseorang akhirnya akan menjadi saksi pula bagi dirinya. 2) Jaksi = bunga
sejenis pohon pandan. Maknanya: Kesesuaian antara itikad/niat – ucapan dan perbuatan
(tekad – ucap – lampah)
p. Ujungberung
Artinya: > Ujung = akhir. >berung > ngaberung = menurutkan hawa nafsu.
Maknanya:Berakhirnya gejolak hawa nafsu yang negatif.
q. Boeh Rarang
9
Artinya : > Boeh = kain kafan. > rarang = suci, mahal. Maknanya: Semuanya akan
berakhir bila satu saat mau tidak mau harus memakai kain kafan yang suci, yaitu datangnya
waktu kematian mungkin secara fisik atau secara psikis.
r. Gunung Bukit Tunggul
Artinya : 1) > Bukit = Bentuk gunung yang lebih kecil. > Tunggul = pokok
pohon. Maknanya: Siapapun orangnya, kaya-miskin, pembesar atau pun rakyat kecil
semuanya mempunyai pokok sejarah dirinya (leluhur). 2) Tunggul > tutunggul = batu
nisan. Maknanya setiap orang mempunyai penanda jati dirinya, tentang apa dan siapa
dirinya.
s. Gunung Burangrang
Artinya > Burangrang > Bukit + rangrang. > rangrang = ranting. Maknanya : Siapa
pun orangnya tetap akhirnya akan ada sangkut pautnya dengan keturunan dan masyarakat.
yang pada gilirannya semuanya akan hilang ditelan masa (ngarangrangan).
t. Gunung Tangkuban Parahu
Artinya: >Tangkuban = tertelungkup, menelungkup. > Parahu = perahu. > Gunung
Tangkuban parahu = gunung yang bentuknya seperti perahu yang tertelungkup. Maknanya:
Dalam kosmologi Sunda, gunung dimaknai sebagai tubuh manusia. Gunung
Tangkubanparahu dimaknai sebagai manusia yang sedang menelungkupkan dirinya dan itu
menandakan suasana hati yang sedang bingung penuh penyesalan.
u. Talaga Bandung
Artinya: > talaga = danau, dimaknai sebagai kehidupan di dunia ini, >bandung = 1)
dua buah perahu atau dua buah rakit yang disatukan dan di atasnya dibuat tempat berteduh. 2)
bandung > bandung + an = memperhatikan, menyimak > silih bandungan – saling
memperhatikan dengan penuh perhatian. Maknanya: > Talaga Bandung = Dalam kehidupan
di dunia ini, kita ibarat perahu yang dirakit berpasangan dengan sesama makhluk lain,
seyogyanya dapat membangun kehidupan bersama, yaitu kehidupan yang saling
memperhatikan, silih asih, silih asah dan silih asuh, interdependency (saling ketergantungan
yang harmonis), equaliter (setara di depan hukum) dan egaliter (setara di dalam kehidupan)
C. Manfaat Materi
Dalam penulisan makalah ini dengan materi yang bertemakan legenda Sangkuriang,
pada umumnya manfaat yang bisa dipetik dalam kehidupan harus saling memperhatikan,
karena manusia merupakan makhluk sosial yang saling ketergantungan satu sama lain.
Karena kehidupan adalah ibarat seperti air mengalir dalam perjalanannya akan mengalami
beragam celupan kehidupan, kebahagiaan, keprihatinan dan juga hal-hal negatif lainnya
sebagai ujian keteguhan hati. Jadi, kita harus menciptakan suasana hidup yang harmonis,
damai, aman dan tentram baik di lingkungan masyarakat maupun di dalam keluarga.
D. Makna bagi Siswa Tentang Materi
10
Seperti yang sebelumnya sudah ditulis di awal, bahwa sebuah legenda hanya bersifat
mitos, akan tetapi bila dikaji lebih dalam lagi ceritanya, banyak hal-hal yang bisa dipetik.
Namun perlu adanya pemamahan yang benar, akurat, tepat, dan juga berpegang pada
pengetahuan dasar. Untuk mendukung pengetahuan tersebut bisa mencari dan
menggunakannya sumber-sumber tertentu yang berkaitan dengan cerita tersebut, agar tidak
adanya pemahaman yang salah.
Sangat penting sekali bagi siswa atau kaum pelajar sebagai generasi penerus yang ada
di seluruh Indonesia terutama siswa di SMP Negeri 3 Karanganyar , untuk mempelajari dan
mengkaji legenda Sangkuriang. Selain bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
pengalaman, banyak manfaat yang bisa diambil sebagai pedoman hidup.
BAB III
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam mengakaji legenda sangkuriang penulis akhirnya menarik kesimpulan tentang
apa yang ada dalam materi tersebut. Adapun kesimpulannya sebagai berikut :
1. Hermeunetika adalah ilmu menafsirkan tentang sesuatu agar mempunyai arti dan
makna, sehingga dapat dipetik manfaatnya. Karena itu sangat bersifat subyektif dan
inklusif, tetap terbuka bagi siapa pun untuk memasukkan tafsirannya secara pribadi.
2. Bila kita runut seluruh informasi di atas, maka akan ditemukan alur kearifan pandangan
hidup masyarakat Sunda yang terkandung dalam legenda Gunung Tangkuban parahu.
Kearifan yang dibungkus dengan cerita legenda ini dapat menjadi acuan hidup bagi
siapa pun dalam menjalani keberadaannya baik secara manusia lahiriah (fisik) maupun
manusia transendental (ruhi).
3. Setelah mengkaji legenda sangkuriang didapatkan nama dan tempat serta aspek lainnya
yang terdapat dalam legenda tersebut ialah; Sungging Perbangkara, cariang, babi
hutan Si Wayungyang, Dayang Sumbi atau Rarasati, anjing Si Tumang, Sangkuriang,
taropong (torak), Wetan (Timur), Kulon (Barat), Citarum, Sanghyang Tikoro,
Guriang, Gunung Putri, Gunung Manglayang, Ujungberung, kembang Jaksi, boeh
rarang, Gunung Bukit Tungggul, Gunung Burangrang, Gunung Tangkuban Parahu,
dan Talaga Bandung.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis hanya bisa menyarankan kepada pembaca,
khususunya bagi siswa SMP N 3 Karanganyar dapat membangun kehidupan bersama, yaitu
kehidupan yang saling memperhatikan, silih asih, silih asah dan silih asuh, kemudian
ciptakan suasana hidup yang harmonis, damai, aman dan tentram. Tidak lupa untuk terus
menggali ilmu pengetahuan di berbagai mata pelajaran, khususunya dalam mata pelajaran
bahasa Indonesia dan bisa mengkaji lebih dalam lagi sebuah cerita legenda Sangkuriang.
Daftar Pustaka
12
Danandjaja, James. 1986. Folkor Indonesia. Jakarta: Pustaka Grafitipress.
Ekadjati, Edi S. 2001. Kamus Bahasa Naskah dan Prasasti Sunda Abad.
Ekajati, Edi S. 1983. Naskah Sunda Lama Kelompok Babad. Bandung: Depdikbud.
Hidayat, Suryalaga. 1996. Racikan Budaya Sunda. Jabar : Depdikbud Prop.
Http://www.sundaNet.com.
LBSS. 1975. Kamus Umum Basa Sunda: Tarate.
Satjadibrata, R.1946. Dongeng-dongeng Sasakala. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyu Wibisana. 1992. Sangkuriang Kabeurangan. Bandung: Mangle No. 1373.
Wellek, Rene. Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.
Woyowasito, S. 1977. Kamus Kawi- Indonesia: CV. Pengarang.
LAMPIRAN
13
Letusan Gunung Tngkuban Perahu
Sumber :
http://www.voaindonesia.com/content/gunun
g-tangkuban-perahu-meletus/1617301.html
Gunung Tangkuban Perahu dari Jauh
Sumber :
www.google.com Images tangkuban perahu
Pintu Masuk
Sovenir
14