LBM 1

54
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tonsilofaringitis akut merupakan faringitis akut dan tonsillitis akut yang ditemukan secara bersamaan. (Efiaty,2002). Tonsilofaringits adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil dan faring (Muscari, 2005). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tonsilofaringitis merupakan peradangan pada faring atau tonsil ataupun keduanya yang disebabkan oleh bakteri dan juga oleh virus. Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptococcus berupa nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai suhu 40˚C, beberapa jam terdapat nyeri tenggorokan. Gejala seperti rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus (Suardi, 2010). B. Tujuan 1. Tujuan Umum LBM 1 Page 1

description

LBM 1

Transcript of LBM 1

Page 1: LBM 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tonsilofaringitis akut merupakan faringitis akut dan tonsillitis akut yang

ditemukan secara bersamaan. (Efiaty,2002). Tonsilofaringits adalah infeksi

(virus atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil dan faring (Muscari, 2005). Dari

beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tonsilofaringitis

merupakan peradangan pada faring atau tonsil ataupun keduanya yang

disebabkan oleh bakteri dan juga oleh virus.

Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptococcus berupa nyeri

tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala

yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia 2 tahun adalah nyeri kepala,

nyeri perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat

mencapai suhu 40˚C, beberapa jam terdapat nyeri tenggorokan. Gejala seperti

rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh

virus (Suardi, 2010).

B. Tujuan

1.   Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami tentang kelainan atau penyakit pada saluran

nafas.

2.   Tujuan Khusus

Mempelajari lebih dalam mengenai fisiologi pernafasan dan dan kelainan-

kelainannya.

C. Manfaat

1. Untuk menambahan wawasan keilmuan tentang pernafasaan bagi penulis.

2. Sebagai sumber bacaan bagi pembaca untuk membuat karya tulis serupa.

LBM 1Page 1

Page 2: LBM 1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sekenario

Tenggorokanku Sakit

Seorang anak laki-laki umur 11 tahun datang ke puskesmas dengan

keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan sejak lima hari yang

lalu,awalnya pasien mengeluh pilek namun beberapa hari kemudian pasien

mengeluh nyeri tenggorokan,batuk juga dikeluhkan oleh pasien namun tidak

berdahak,sesak disangkal oleh pasen,pada pemeriksaan fisik didapatkan

tekanan darah didapatkan 100x/70 mmHg,frekuensi nafas didapatkan

24x/m,dan nadi didapatkan 90x/m,dan suhu 37,8 derajat celcius.

Pemeriksaan rongga mulut ditemukan didinding faring posterior

hiperemis,tonsil : T3-T3

B. Terminologi

1. Hiperemis

2. Tonsil

C. Permasalahan

1. Jelaskan Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan

2. Histologi Saluran Pernafasan

3. Interpretasi Skenario

4. Diagnosa Banding pada Skenario

5. Diagnosa Penyakit pada Skenario

D. Pembahasaan

1. Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan

LBM 1Page 2

Page 3: LBM 1

Hidung Luar

Menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas;

struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas,

kubah tulang, yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah

kartilago yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah

lobulus hidung yang mudah digerakkan. Belahan bawah apertura

piriformis hanya kerangka tulangnya saja, memisabkan hidung luar

dengan hidung dalam. Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar

berupa prosesus maksila yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung,

semuanya disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu

bagian lamina perpendikularis tulang etmoidalis. Spina nasalis anterior

merupakan bagian dari prosesus maksilaris medial embrio yang meliputi

premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai bagian dari hidung luar.

Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan,

dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang sating berfusi di garis

tengah serta berfusi pula dengan tepi atas kartilago septum

kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung,

LBM 1Page 3

Page 4: LBM 1

dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus

menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebe]ah medial oleh kolumela,

di lateral oleh ala nasi, dan anterosuperior oleh Ujung hidung (Gbr. 10-4)

Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah, gerakan

mengendus, dan bersin. Otot ekspresi wajah yang terletak subkutan di

atas tulang hidung, pipi anterior, dan bibir atas menjamin mobilitas

lobulus. Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung

luar. Jaringan lunak di antara hidung luar dan dalam dibatasi di sebclah

inferior olch krista piriformis dengan kulit penutupnya, di medial oleh

septum nasi, dan tepi bawah kartilago lateralis superior sebagai baths

superior dan lateral. Struktur tersempit dari seluruh saluran pernapasan

atas adalah apa yang disebut sebagai limen nasi atau os internum oleh

ahli anatomi, atau sebagai katup hidung Mink oleh ahli faal. Istilah

"katup" dianggap tepat karena struktur ini bergerak bersama, dan ikut

menga1ur pernapasan.

Hidung Dalam

Struktur ini membentang dari os internum di sebclah anterior

hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari

nasofaring. Septum nasi merupakan struktur tulang di garis tengah,

secara anatomi mcmbagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada

LBM 1Page 4

Page 5: LBM 1

dinding lateral hidung terdapat pula konka dengan rongga udara yang tak

teratur di antaranyameatus superior, media dan inferior (Gbr. 10-2).

Sementara kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti

dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam

cenderung bervariasi tebalnya, jugs mengubah resistensi, dan akibatnya

tckanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang

berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa,

perubahan badan vaskular yang dapat mengembang pada konka dan

septum atas, dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa.

LBM 1Page 5

Page 6: LBM 1

Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus inferior di bagian

anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus

frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel- sel sinus

etmoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus

sfenoidalis bermuara pada resesus sfenoetmoidalis (Gbr. 10-3).

Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada

bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah

hidung. Deformitas struktur demikian pula penebalan atau edema mukosa

berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai daerah

olfaktorius, dan, dengan demikian dapat sangat mengganggu penghiduan.

Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum

(kuadrangularis) di sebelah anterior, lamina perpendikularis tulang

etmoidalis di sebelah atas, vomer dan rostrum sfenoid di posterior dan

suatu krista di sebelah bawah, terdiri dari krista maksial dan krista

palatina (Gbr. 10-4). Krista dan tonjolan yang terkadang perlu diangkat,

tidak jarang ditemukan. Pembengkokan septum yang dapat terjadi karena

faktor-faktor pertumbuhan ataupun trauma dapat hebatnya sehingga

mengganggu aliran udara dan perlu dikorcksi secara bedah. Konka di

dekatnya umumnya dapat mcngkompensasi kelainan septum (bila tidak

terlalu berat), dengan memperbesar ukurannya pada sisi yang konkaf dan

mengecil pada sisi lainnya, sedemikian rupa agar dapat mempertahankan

lebar rongga udara yang optimum. Jadi, meskipun septum nasi bengkok,

aliran udara masih akan ada dan masih normal. Daerah jaringan erektil

pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam berbagai

kondisi atmosfer yang berbeda.

Sinus Paranasalis

Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan

bagian lateral rongga udara hidung; jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri

bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang

wajah dan diberi nama yang sesuai: sinus maksilaris, sfenoidalis,

LBM 1Page 6

Page 7: LBM 1

frontalis dan etmoidalis (Gbr. 10-3 dan 10-5). Yang terakhir biasanya

berupa kelompok-kelompok sel etmodialis anterior dan pos¬terior yang

saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam

hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang

mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia,

sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus

terutama berisi udara.

Sinus maksilaris rudimenter, atau antrum umumnya telah

ditemukan pada saat lahir. Sinus paranasalis lainnya timbul pada masa

kanak-kanak dalam tulang wajah. Tulang-tulang ini bertumbuh melebihi

kranium yang menyangganya. Dengan teresorpsinya bagian tengah yang

keras, maka membran mukosa hidung menjadi tersedot ke dalam rongga-

rongga yang baru terbentuk ini

2. Struktur Histologi dari Saluran Pernafasan

a. Hidung

Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang

berfungsi menghirup udara pernafasan, menyaring

udara,menghangatkan udara pernafasan, juga berperan dalam

resonansi suara.

Rongga hidung (cavum nasi) memiliki sepasang lubang

didepan untuk masuk udara, disebut nares; dan sepasang lubang di

belakang untuk menyalurkan udara yang dihirup masuk ke

tenggorokan, disebut choanae. Rongga hisung sepasang kiri kanan,

dibatasi di tengan oleh sekat yang dibina atas tulang rawan dan

tulang.

Dinding rongga ditunjang oleh tulang rawan dan tulang.

Lantai, di depan terdiri dari tulang langit-langit, di belakang berupa

langit-langit lunak. Atap juga ditunjang oleh tulang rawan sebagian

dan sebagian lagi oleh tulang. Dari tiap dinding ada tiga tonjolan

tulang ke rongga hidung, disebut conchae.

LBM 1Page 7

Page 8: LBM 1

Rongga hidung dibagi atas 4 daerah :

1. Vestibula.

2. Atrium.

3. Daerah pembauan.

4. Daerah pernapasan.

Vestibula adalah bagian depan rongga, atrium adalah bagian

tengah. Daerah pembauan berada pada conchae yang atas,

sedangkan daerah pernapasan terletak pada dua conchae yang

bawah.

Rongga hisung dilapisi oleh tunica mukosa. Kecuali di bagian

depan vestibula sampai ke nares. Di sini dilapisi oleh kulit yang

strukturnya sama dengan kulit wajah. Epidermis dibina atas jaringan

epitel berlapis menanduk, ada bulu, kelenjar minyak bulu, dan

kelenjar peluh. Pada vestibula itu ada bulu yang keras, disebut

vibrissae.

Tunica mukosa sendiri dibina atas jaringan epitel berlapis semu

bersilia. Di daerah pembauan epitel bersilia itu memiliki struktur dan

fungsi khusus, yaitu sabagai indera bau. Diantara sel epitel batang

bersilia tersebar banyak sel goblet. Pada lamina propria banyak

terdapat simpul vena, simpul limfa dan kelenjar lendir. Tak ada bulu,

kelenjar minyak bulu maupun kelenjar peluh. Kelenjar lendir itu di

sebut kelenjar Bowman. Tunica mukosa melekat ketat ke

periosteum atau perichondrium di bawahnya.

Sekeliling rongga hidung ada empat rongga berisi udara yang

berhubungan dengannya, disebut sinus paranasal. Keempat sinus itu

berada pada tulang-tulang berikut : 1). Frontal; 2). Maxilla; 3).

Ethmoid; 4) sphenoid. Sinus dilapisi oleh tunica mucosa juga, seperti

LBM 1Page 8

Page 9: LBM 1

yang melapisi rongga hidung. Hanya saja lebih tipis dan sel-selnya

lebih kecil-kecil serta sedikit mengandung kelenjar lendir. Lamina

propria tidak terliahat dengan jelas.

b. Tekak ( pharynx )

Daerah simpangan saluran napas dan saluran makan. Dibedakan atas

tiga daerah

Daerah hidung (naso-pharynx)

Merupakan bagian pertama pharynx kebawah, dilanjutkan dengan

bagian oral organ ini yaitu oro-pharynx.

Daerah mulut (oro-pharynx)

Daerah jakun (laryngeo-pharynx)

Di daerah mulut lapisan muscularis-mucosa dari tunica mucosa

digantikan oleh serat elastis yang rapat dan tebal. Tunica

submucosa hanya ada didinding daerah hidung dan dekat ke

kerongkongan. Di tempat lain tunica mukosa melekat langsung ke

gumpal otot lurik sekitar leher. Lapisan serat elastis yang ada

pada bagian bawah tunica mucosa itu berpaut rapat dan berjalin

dengan jaringan interstisial otot.

Lamina propria tunica mucosa terdiri dari jaringan ikat rapat yang

berisi jala serat elastis yang halus. Di daerah mulut dan jakun

tunica mukosa dilapisi oleh jaringan epitel berlapis banyak dan

mengelupas, sedang atapnya dibina atas jaringan epitel batang

berlapis bersilia, dengan banyak sel goblet. Pada lamina propria,

dibawah lapisan serat elastis, banyak terdapat kelenjar lendir.

c. Jakun ( Larynx )

Gerbang trakea ini ditunjang oleh beebrapa keping tulang

rawan hialain dan elastis, jaringan ikat, serat otot lurik, dan dilapisi

LBM 1Page 9

Page 10: LBM 1

sebelah kelumen oleh tunica mucosa. Tunica mucosa itu memiliki

kelenjar lendir.

Keping tulang rawan yang menunjang jakun ialah:

1. Tiroid

2. Krikoid tunggal

3. Epiglotis

4. Aritenoid

5. Kornikulat sepasang

6. Kuneiform

Permukaan depan dan sebelah belakang epiglotis dan pita

suara diselaputi epitel berlapis mengelupas. Didaerah lain yaitu dasar

epiglotis, trakea dan bronkhus, epitel itu bersilia.

Pada tunica mucosa banyak sel goblet. Kelenjar lendir disini

tergolong jenis tubulo-acinus. Sedikit kuncup rasa terdapat tersebar

pada bagian bawah epiglotis.

Pita suara berisi ligamen tiro-aritenoid, yang mengandung serat

elastis dan dibagian sisisnya silengkapi serat otot lurik tiro-aritenoid.

Ditengah ditutup dengan tunica mucosa yang tipis dari epitel berlapis

mengelupas.

d. Tenggorok ( Trakhea )

Saluran nafas ini menghubungkan larynx dengan paru.

Histologi dinding tenggorok dapat dibedakan atas tiga lapis, yaitu

tunica mucosa, tunica muscularis, tunica adventitia.

Permukaan kelumen diselaputi tunica mucosa, dengan epitel

batang berlapis semu dan bersilia, menumpu pada lamina basalis

yang tebal. Pada selaput epitel banyak terdapat sel goblet. Lamina

LBM 1Page 10

Page 11: LBM 1

propria berisi banyak serat elastis dan kelenjar lendir yang kecil-

kecil. Kelenjar terletak sebelah atas lapisan serat elastis. Dibagian

posterior tenggorok kelenjar itu menerobos masuk tunica muscularis.

Pada lamina propria terdapat pula pembuluh darah dan pembuluh

limfa. Tunica muscularis sendiri sangat tipis dan tidak terlihat

dengan jelas.

Tunica adventitia juga tidak terlihat secara jelas, dan

berintegrasi dengan jaringan penunjang yang terdiri dari tulang

rawan dibawahnya.

Tulang rawan di bawah tunica adventitia itu tersusun dalam

bentuk cincin-cincin hialin bentuk huruf C. Cincin inilah yang

menunjang tenggorok pada sebelah samping dan ventral. Sedangkan

dibagian dorsal tenggorok, ditempat itu adalh bagian terbuka cincin,

terdapat serat otot polos yang susunannnya melintang terhadap poros

tenggorok. Serat otot itu melekat kepada kedua ujung cincin, dan

berfungsi untuk mengecilkan diameter tenggorok. Jika otot kendur,

diameter tenggorok kembali sempurna.

Diantara cincin bersebelahan terdapat serat fibroelastis.

Dengan struktur cincin yang tak bulat penuh ini maka tenggorok

dapat meregang (membesar) untuk menyalurkan lebih banyak udara

ke dalam paru. Di sebelah luar cincin terdapat jaringan ikat yang

berisi banyak serat elastis dan retikulosa.

e. Cabang Tenggorok

Ini adalah percabangan tenggorok menuju paru kiri-kanan,

disebut bronkhus. Tiap bronkhus bercabang membentuk cabang

kecil, dan tiap cabang bronkhus ini membentuk banyak ranting.

Histologi dinding bronkhus sama dengan trachea, yaitu terdiri

dari : tunica mucosa, tunica muscularis, tunica adventitia. Cabang

yang sudah berada dalam jaringan paru histologi dindingnya banyak

berubah. Cincin tulang rawan hilang, digantikan oleh keping tulang

LBM 1Page 11

Page 12: LBM 1

rawan, yang susunannya tidak teratur dan menunjang seluruh

keliling saluran.

Tunica mucosa pada cabang dan ranting bronkhis yang besar,

memiliki epitel bentuk batang bersilia, sedangkan pada ranting yang

kecil epitel berubah jadi kubus dan tak bersilia. Ada lamina basalis

tebal, membatasi jaringan epitel dari lamina propria terkandugng

banyak serat elastis, dan sedikit serat kolagen dan retikulosa. Di

bawah lamina propria erdapat tunica muscularis-mucosa. Kelenjar

lendir terkandung dalam tunica mucosa dan tunica submucosa.

Tunica adventitia mengandung serat jaringan ikat, sedikit

jaringan lemak, dan dibawahnya terdapat keping tulang rawan yang

susunannya tak teratur. Lapis terluar terdiri dari mesothelium,

sebagai penerusan selaput dalam pleura.

f. Paru

Cabang bronkhi masuk ke dalam paru (pulmo). Paru ada

sepasang kiri-kanan, terdiri dari lima lobi. Tiap lobus oleh septa

yang terdiri dari jaringan ikat terbagi-bagi atas banyak lobulli.

Masing-masing lobulus dimasuki oleh satu bronkhiolus. Di

dalamnya bronkhiolus bercabang-cabang kecil berbentuk

bronkhiolus ujung, dan berakhir pada bronkhiolus pernapasan.

Dalam lobulli terkandung pula pembuluh darah, pembuluh limfa,

urat saraf, dan jaringan ikat. Pada banyak tempat sepanjang cabang

dan ranting bronkhus terdapat nodus limfa menempel pada dinding.

Sebelah luar arah ke rongga pleura paru diselaputi oleh

penerusan selaput dalam pluera.

g. Bronkhiolus

Bronkhus bercabang berkali-kali sampai jadi ranting kecil.

Ranting bronkhus itu bercabang halus berbentuk bronkhiolus .

Bronkhiolus bercabang lagi membentuk ranting, disebut bronkhiolus

ujung. Bronkhiolus ujung ini berakhir pada bronkhiolus pernapasan.

LBM 1Page 12

Page 13: LBM 1

Tunica mucosa pada bagian ini memiliki epitel kubus yang tak

bersilia.

Di bawah tunica adventitia tidak ada lagi keping tulang rawan.

Lapisan ini mengandung mesothelium sebagai penerusan selaput

dalam pleura.

Bronkhiolus Pernapasan

Ini adalah bagian ujung bronkhiolus, saluran pendek yang dilapisi

sel epitel bersilia. Sel itu di pangkal bentuk batang, makin ke ujung

makin rendah sehingga menjadi kubus dan siliapun hilang. Di bawah

lapisan epitel ada serat kolagen bercampur serat elastis dan otot polos. Di

sini tak ada lagi keping tulang rawan maupun kelenjar lendir. Lendir di

sini dihasilkan oleh sel goblet yang hanya terdapat dibagian pangkal

bronkhiolus. Sebagai gantinya ada sel Clara berbentuk benjolan yang

menonjol ke lumen. Sel ini menggetahkan surfaktan untuk melumasi

permukaan dalam saluran.

Bronkhiolus pernapasan bercabang-cabang secara radial

membentuk saluran alveoli.

Saluran alveoli

Ini adalah saluran yang tipis dan dindingnya terputus-putus.

Saluran ini bercabang-cabang, tiap cabang berujung pada kantung

alveoli. Dinding saluran alveoli pada mulutnya kekantung alveoli dibina

atas berkas serat elastis, kolagen dan otot polos.

Kantung alveoli dan alveolus

Kantung alveoli berpangkal pada saluran alveoli. Tiap kantung

memiliki dua atau lebih alveoli.

Alvelus adalah unit terkecil paru-paru, berupa gembungan bentuk

polihedral, terbuka pada satu sisi, yaitu muara ke kantung alveoli.

Dindingnya terdiri dari selapis sel epitel gepeng yang tipis sekali.

LBM 1Page 13

Page 14: LBM 1

Dinding alveolus dililit pembuluh kapiler yang bercabang-cabang dan

yang beranastomosis. Di luar kapiler ada anyaman serat retikulosa dan

elastis.

Antara alveoli bersebelahan ada sekat. Sekat itu terdiri dari dua

lapis sel apitel dari kedua sel epitel terdapat serat elastis, kolagen,

kapiler, dan fibroblast.

Epitel alveolus dibatasi dari endotel kapiler oleh lamina basalis

yang tipis. Ada pula sel epitel yang berbentuk bundar atau kubus, berada

pada dinding alveolus, disebut sel sekat atau sel alveolus besar.

Diperkirakan sel ini mensekresikan lendir. Ia memiliki mikrovilli

dan mebentuk kompleks pertautan dengan sel epitel alveolus yang

gepeng dan yang lebih kecil. Sel alveolus gepeng itulah dengan endotel

kapiler yang melilitnya yang membina membaran pernapasan.

Membran pernapasan berarti disusun atas : membran sel epitel

alveolus, sitoplasma sel epitel elveolus, membran sel alveolus, lamina

basalis, membarab sel endotel kapiler, sitoplasma sel endotel kapiler,

membran sel endotel kapiler. Yang tujuh lapis ini sangat tipis. Karena itu

kaluar-masuk gas pernapasan antara lumen alveolus dan lumen kapiler

sangat mudah dan cepat.

Di dinding alveoli sering ditemukan fagosit atau makrofag. Karena

lazimnya sel ini berisi butiran maka disebut dengan sel debu. Sel ini

banyan di temukan pada perokok.

3. Interpretasi Skenario

a. Kenapa pasien diskenario mengeluhkan nyeri tengggorokan dan

nyeri saat menelan ?

Penyebab sakit tenggorokan susah menelan diakibatkan

karena bakteri streptokokus, yakni adalah penyebab dari terjadinya

sakit tenggorokan dan amandel. Dimana di dalam tenggorokan sudah

LBM 1Page 14

Page 15: LBM 1

mengalami inflamasi yang disebabkan oleh bakteri, tanda-tanda

inflamasi sebagai berikut :

Nyeri (karena bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang

rusak).

Bengkak atau Edema (karena masuknya cairan ke dalam wilayah

yang rusak).

Kemerahan (karena vasodilatasi-pelebaran pembuluh darah dan

perdarahan di sendi atau struktur).

Panas (karena peningkatan aliran darah ke daerah tersebut).

Hilangnya fungsi (karena pembengkakan meningkat dan nyeri).

b. Kenapa suhu pasien di scenario mengalami peningkatan ?

Karena demam yang berkaitan dengan bakteri coccus pada

kasus Diatas Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur

keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Dalam

keadaan normal thermostat di hipotalamus selalu diatur pada set

point sekitar 370 C. Hipotalamus anterior mengatur suhu tubuh

dengan cara mengeluarkan panas melalui vasodilatasi kulit dan

menambah produksi keringat. Sedangkan hipotalamus posterior

bertugas mengurangi pengeluaran panas dengan vasokontriksi kulit

dan pengurangan produksi keringat sehingga suhu tubuh tetap

dipertahankan tetap. Setelah informasi tentang suhu diolah

dihipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran

panas sesuai dengan perubahan set point. Umumnya peninggian suhu

tubuh terjadi akibat peningkatan set point. Infeksi bakteri

menimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel

PMN untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin-1,

interleukin 6 atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di

hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk

protaglandin, selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point

hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti oleh

LBM 1Page 15

Page 16: LBM 1

pelepasan pryogens (antipiretik endogen) yang ikut memodulasi

peningkatan suhu tubuh.

4. Diagnosis Banding

Abses Peritonsil

a. Definisi

Abses peritonsil (quinsy) adalah termasuk salah satu abses leher

dalam. Selain abses peritonsil termasuk juga abses parafaring, abses

retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s angina), atau abses

submandibula. Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial

di antara fascia leher dalam sebagai akibat perjalaran infeksi dari

berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorokan, sinus paranasal,

telinga tengah dan leher. Penjalaran infeksi disebabkan oleh

perembesan peradangan melalui kapsula tonsil. Peradangan akan

mengakibatkan terbentuknya abses dan biasanya unilateral. Gejala

dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan

menunjukkan lokasi infeksi.

Nyeri tenggorokan dan demam yang disertai gangguan berupa

terbatasnya gerak mandibula dan leher kemungkinan disebabkan

oleh abses leher dalam. Abses peritonsil ialah abses diluar kapsul

atau selubung tonsil, antara kedua lapisan paltum molle. Penyakit ini

merupakan komplikasi dari tonsilofaringitis akut yang membentuk

abses pada jaringan longgar sekitar tonsil.

b. Etiologi

Abses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut

atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas

tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab

tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang

lebih tua dan dewasa muda.

LBM 1Page 16

Page 17: LBM 1

Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat

aerob maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling

sering menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus

pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus

aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob

yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas,

Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan

abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara

organisme aerobik dan anaerobik.

c. Epidemiologi

Angka kejadian padapenyakit abses peritonsilberdasarkan usia

banyakmenyerang pada usia 15 tahunsampai dengan 35

tahun,berdasarkan jenis kelamin belumada literatur

yangmenggambarkan adanyaperbedaan jumlah kejadian

absesperitonsil pada laki-laki dan perempuan. Di Amerika

Serikatditemukan 30 kasus absesperitonsil dari 100.000 penduduk

pertahun mewakili sekitar 45.000kasus baru tiap tahunnya.

DiIndonesia belum ada data tentangjumlah abses peritonsil

secarapasti.

d. Patofisiologi

Abses peritonsil adalah infeksi yang biasanya didahului oleh

terjadinya tonsilitis. Infeksi di daerah sekitar tonsil terdapat ruang

potensial peritonsil yang diisi oleh jaringan ikat longgar. Daerah

yang tersering menjadi abses peritonsil adalah daerah superior dan

lateral fossa tonsil sehingga saat terjadi infeksi pada daerah tersebut

palatum molle tampak membengkak. Walaupun sangat jarang, abses

peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior.

Pada stadium permulaan yang terjadi adalah selulitis peritonsil

(stadium infiltrasi) dan belum terbentuk pus. Selulitis ini terjadi dari

berkembangnya infeksi yang terjadi pada tonsil atau faring. Setelah

LBM 1Page 17

Page 18: LBM 1

proses berlanjut maka terjadi supurasi sehingga daerah tersebut

menjadi lunak. Pembengkakan akan mendorong uvula ke arah

kontralateral. Bila proses berlangsung terus peradangan jaringan

akan menyebabkan iritasi m.pterigoid interna sehingga menimbulkan

trismus.

e. Gejala Klinis

Gejala klinis berupa rasa sakit di tenggorok yangterus menerus

hingga keadaan yang memburuk secaraprogresif walaupun telah

diobati. Rasa nyeri terlokalisir,demam lemah dan mual.

Odinofagidapat merupakan gejala menonjol dan pasien

mungkinmendapatkan kesulitan untuk makan bahkan menelanludah.

Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi

hipersalivasi dan ludah seringkalimenetes keluar . Keluhan lainnya

berupa mulut berbau(foetor ex ore), muntah (regurgitasi) sampai

nyeri alih ketelinga (otalgi). Trismus akan muncul bila infeksi

meluasmengenai otot-otot pterigoid. Penderita mengalami kesulitan

berbicara, suaramenjadi seperti suara hidung, membesar

sepertimengulum kentang panas (hot potato’s voice) karenapenderita

berusaha mengurangi rasa nyeri saat membukamulut.

f. Diagnosis Kerja

Abses peritonsil (quinsy) adalah termasuk salah satu abses leher

dalam. Selain abses peritonsil termasuk juga abses parafaring, abses

retrofaring, dan angina ludavici (Ludwig’s angina), atau abses

submandibula. Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatuinfeksi

akut yang diikuti dengan terkumpulnya pus padajaringan ikat

longgar antara m.konstriktor faring dengantonsil pada fosa tonsil.

Infeksi ini menembus kapsultonsil (biasanya pada kutub atas). Abses

peritonsilmerupakan infeksi pada tenggorok yang

seringkalimerupakan komplikasi dari tonsilitis akut.Abses per itonsil

merupakan infeksi pada kasuskepala leher yang sering ter jadi pada

orang dewasa.Timbulnya abses peritonsil dimulai dari infeksisuper

LBM 1Page 18

Page 19: LBM 1

fisial dan berkembang secara progresif menjadi peritonsilar selulitis

lalu menjadi abses peritonsil.

g. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tentunya dimulai dari inspeksi pasien secara

umum, lalu melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital untuk menilai

suhu, nadi, tekanan darah, dan pernafasan pasien. Pada pasien abses

peritonsil biasanya ditemukan adanya peningkatan suhu. Selanjutnya

yang paling penting adalah melakukan pemeriksaan pada orofaring.

Perlu diperhatikan karena sering terdapat trismus maka terkadang

agak sulit untuk melihat jelas orofaring. Pada inspeksi tampak

palatum mole membengkak pasa satu sisi umumnya dan menonjol ke

depan. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil

bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah

tengah, depan, dan bawah. Jika dilakukan palpasi pada palatum

molle maka dapat teraba fluktuasi. Pada perabaan KGB

submandibula dapat ditemukan pembesaran.

h. Pemeriksaan Penunjang

Hitung darah lengkap (complete blood count) ditumukan

leukositosis sebagai tanda terjadinya infeksi.

Pemeriksaan radiologi berupa fotorontgen polos, ultrasonografi

dan tomografi komputer.Saat ini ultrasonografi telah dikenal dapat

mendiagnosis abses peritonsil secara spesifik danmungkin dapat

digunakan sebagai alternatif pemeriksaan. Mayoritas kasus yang

diperiksamenampakkan gambaran cincin isoechoic dengangambaran

sentral hypoechoic.

Gambaran tersebut kurang dapat dideteksi bilavolume relatif

pus dalam seluruh abses adalah kurangdari 10% pada penampakan

tomografi komputer .Penentuan lokasi abses yang akurat,

membedakan antaraselulitis dan abses peritonsil ser ta

menunjukkangambaran penyebaran sekunder dari infeksi

inimerupakan kelebihan penggunaan tomografi komputer.Khusus

LBM 1Page 19

Page 20: LBM 1

untuk diagnosis abses peritonsil di daerah kutubbawah tonsil akan

sangat terbantu dengan tomografikomputer.Ultrasonografi juga dapat

digunakan di ruangpemer iksaan gawat darurat untuk

membantumengidentifikasi ruang abses sebelum dilakukan aspirasi

dengan jarum.

Gambar 1. USG intraoral.

i. Penatalaksanaan

Pada stadium infiltrasi, diberikan anibiotika dosis tinggi,

penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin 3-4 x

250-500 mg atau sefalosforin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x

250-500 mg. Juga obat simtomatik berupa analgesik antipiretik

paracetamol 3 x 500 mg, anjuran berkumur dengan antiseptik/air

hangat, dan kompres dengan air dingin.

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses,

kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di

daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis

yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir

pada sisi yang sakit. Setelah selesai pasien diminta berkumur dengan

antiseptik. Bila terdapat trismus, diberikan analgetik lokal untuk

nyeri dengan menyuntikkan silokain atau novokain 1% di ganglion

sfenopalatinum. Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi

LBM 1Page 20

Page 21: LBM 1

tonsilektomi. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi

tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.

j. Komplikasi

Komplikasi segera yang dapat terjadi berupadehidrasi karena

masukan makanan yang kurang.Pecahnya abses secara spontan

dengan aspirasi darahatau pus dapat menyebabkan pneumonitis atau

absesparu. Pecahnya abses juga dapat menyebabkanpenyebaran

infeksi ke ruang leher dalam, dengankemungkinan sampai ke

mediastinum dan dasartengkorak.

Perluasan Infeksi ke daerah parafaring dapatmenyebabkan ter

jadinya abses parafaring, penjalaranselanjutnya dapat masuk ke

mediastinum sehingga dapat terjadi mediastinitis.

Pembengkakan yang timbul di daerah supraglotis dapat

menyebabkan obstruksi jalan nafas yangmemerlukan tindakan

trakeostomi. Keterlibatan ruangruangfaringomaksilar is dalam

komplikasi absesperitonsil mungkin memer lukan drainase dari

luarmelalui segitiga submandibular .

Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranialdapat

mengakibatkan thrombus sinus kavernosus,meningitis dan abses

otak. Pada keadaan ini, bila tidakditangani dengan baik akan

menghasilkan gejala sisaneurologis yang fatal.

k. Pencegahan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi

risiko terbentuknya abses peritonsil, antara lain dengan cara menjaga

kebersihan gigi dan mulut, serta tidak merokok.Jika terjadi tonsilitis,

terutama tonsilitis bakteri, maka infeksi perlu segera diobati sampai

tuntas untuk mencegah terjadinya abses.

l. Prognosis

Abses peritonsiler hampir selalu berulang bila tidak diikuti

dengan tonsilektomi., maka ditunda sampai 6 minggu berikutnya.

LBM 1Page 21

Page 22: LBM 1

Pada saat peradangan telah mereda, biasanya terdapat jaringan

fibrosa dan granulasi pada saat operasi.

Angina Ludwig

a. Definisi

Angina Ludwig atau ludovici didefinisikan sebagai selulitis

yang menyebar dengan cepat, potensial menyebabkan kematian,

yang mengenai ruang sublingual dan submandibular. Umumnya,

infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang menjadi

fasciitis, dan akhirnya berkembang menjadi abses yang

menyebabkan indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut,

dan elevasi serta perubahan letak lidah ke posterior.

Wilhelm Fredrick von Ludwig pertama kali mendeskripsikan

angina Ludwig ini pada tahun 1836 sebagai gangrenous cellulitis

yang progresif yang berasal dari region kelenjar submandibula.

b. Epidemiologi

Kebanyakan kasus Angina Ludwig terjadi pada individu yang

sehat. Kondisi yang menjadi faktor risiko yaitu diabetes mellitus,

neutropenia, alkoholisme, anemia aplastik, glomerulonefritis,

dermatomiositis, dan lupus eritematosus sistemik. Umunya, pasien

berusia antara 20-60 tahun, tetapi ada yang melaporkan kasus ini

terjadi pada rentang usia 12 hari sampai 84 tahun. Laki-laki lebih

sering terkena dibandingkan dengan perempuan dengan

perbandingan 3:1 atau 4:1.

c. Etiologi

Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi

yang berasal dari gigi geligi, tetapi dapat juga terjadi sebagai akibat

proses supuratif nodi limfatisi servikalis pada ruang submaksilaris.

Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik,

berasal dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai

akar yang berada di atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat

LBM 1Page 22

Page 23: LBM 1

menyebar ke ruang submandibular. Infeksi yang menyebar diluar

akar gigi yang berasal dari gigi premolar pada umumnya terletak

dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi diluar akar gigi yang

berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang submandibular.

Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus,

stafilokokus, atau bakteroides. Namun, 50% kasus disebabkan

disebabkan oleh polimikroba, baik oleh gram positif ataupun gram

negatif, aerob ataupun anaerob.

Penyebab lain dari angina Ludwig yaitu sialadenitis, abses

peritonsil, fraktur mandibula terbuka, kista duktus tiroglossal yang

terinfeksi, epiglotitis, injeksi intravena obat ke leher, bronkoskopi

yang menyebabkan trauma, intubasi endotrakea, laserasi oral, tindik

lidah, infeksi saluran nafas bagian atas, dan trauma pada dasar mulut.

d. Patofisiologi

Angina Ludwig merupakan suatu selulitis dari ruang

sublingual dan submandibular akibat infeksi dari polimikroba yang

berkembang dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian akibat

dari gangguan jalan nafas. Pada pemeriksaan bakteriologi ditemukan

polimikroba dan kebanyakan merupakan flora normal pada mulut.

Organism yang sering diisolasi pada pasien angina Ludwig

yaitu Streptokokus viridians dan Stafilokokus aureus. Bakteri

anaerob juga sering terlibat, termasuk bakteroides,

peptostreptokokus, dan peptokokus. Bakteri gram positif lainnya

yang berhasil diisolasi yaitu Fusobacterium nucleatum, Aerobacter

aeruginosa,spirochetes, and Veillonella, Candida, Eubacteria, dan

Clostridium species. Bakteri gram negative yang berhasil diisolasi

termasuk Neisseria species, Escherichia coli,Pseudomonas species,

Haemophilus influenzae, dan Klebsiella sp.

Angina Ludwig yang disebabkan oleh infeksi odontogenik,

berasal dari gigi molar kedua atau ketiga bawah. Gigi ini mempunyai

akar yang berada di atas otot milohioid, dan abses di lokasi ini dapat

LBM 1Page 23

Page 24: LBM 1

menyebar ke ruang submandibular1.Infeksi yang menyebar diluar

akar gigi yang berasal dari gigi premolar pada umumnya terletak

dalam sublingual pertama, sedangkan infeksi diluar akar gigi yang

berasal dari gigi molar umunya berada dalam ruang submandibular.

Sebuah infeksi dengan cepat menyebar dari ruang

submandibula,sublingual dan submental dan menyebabkan

pembengkakan dan elevasi lidah dan indurasi berotot dari dasar

mulut.Ruang potensial terjadinya peradangan selulitis atau Angina

Ludwig adalah Ruang suprahiod yang berada antara otot-otot yang

melekatkan lidah pada tulang hiod dan otot milohiodeus, peradangan

pada ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada

jaringan dasar mulut dan mendorong lidah keatas dan belakang dan

dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas secara

potensial.

e. Manifestasi Klinis

Pasien dengan angina Ludwig biasanya memiliki riwayat

ekstraksi gigi sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri

pada gigi. Gejala klinis yang ditemukan konsisten dengan sepsis

yaitu demam, takipnea, dan takikardi. Pasien bisa gelisah, agitasi,

dan konfusi. Gejala lainnya yaitu adanya pembengkakan yang nyeri

pada dasar mulut dan bagian anterior leher, demam, disfagia,

odinofagia, drooling, trismus, nyeri pada gigi, dan fetid breath.

Suara serak, stridor, distress pernafasan, penurunan air movement,

sianosis, dan “sniffing” position.

Pasien dapat mengalami disfonia yang disebabkan oleh

edema pada struktur vokalis.bau mulut, air liur berlebihan,disfagia,

odynophagia dan susah bernapasGejala klinis ini harus diwaspadai

oleh klinisi akan adanya gangguan berat pada jalan nafas.

Stridor, kesulitan mengeluarkan secret,kecemasan, sianosis,

dan posisi duduk merupakan tanda akhir dari adanya obstruksi jalan

LBM 1Page 24

Page 25: LBM 1

nafas yang lama dan merupakan indikasi untuk dipasang alat bantu

pernafasan.

f. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan oral, elevasi dari lidah, terdapat indurasi

besar di dasar mulut dan di anterior lidah, dan pembengkakan

suprahioid. Biasanya terdapat edema submandibular bilateral.

Pembengkakan pada jaringan anterior leher diatas tulang hyoid

sering disebut dengan bull’s neck appearance.

Kewaspadaan dalam mengenal tanda-tanda angina Ludwig

penting sangat penting dalam diagnosis dan manjemen kondisi yang

serius ini. Terdapat 4 tanda cardinal dari angina Ludwig, yaitu:

Keterlibatan bilateral atau lebih ruang jaringan dalam

Gangrene yang disertai dengan pus serosanguinous, putrid

infiltration tetapi sedikit atau tidak ada pus

Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai

struktur kelenjar

Penyebaran melalui ruang fasial lebih jarang daripada melalui

sistem limfatik

Adanya brawny induration di dasar mulut merupakan gejala

klinis sugestif bagi klinisi untuk melakukan tindakan stabilisasi jalan

nafas dengan secepatnya diikuti dengan konfirmasi diagnostik

selanjutnya.

Foto polos leher dan dada sering menunjukkan

pembengkakan soft-tissue, adanya udara, dan adanya penyempitan

saluran nafas. Sonografi telah digunakan untuk mengidentifikasi

penumpukan cairan di dalam soft-tissue. Foto panorama dari rahang

menunjukkan focus infeksi pada gigi.

Foto polos leher dan dada sering menunjukkan

pembengkakan soft-tissue, adanya udara, dan adanya penyempitan

saluran nafas. Sonografi telah digunakan untuk mengidentifikasi

LBM 1Page 25

Page 26: LBM 1

penumpukan cairan di dalam soft-tissue. Foto panorama dari rahang

menunjukkan focus infeksi pada gigi.

Gambar 3. Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan

supraglotik (tanda panah)

Setelah patensi jalan nafas diamankan, CT scan dapat

dilakukan untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan soft-

tissue, penumpukan cairan, dan gangguan jalan nafas. CT scan juga

dapat menentukan luas abses retrofaringeal dan dapat menolong

untuk menentukan kapan alat bantu pernafasan diperlukan. MRI

merupakan pemeriksaan lain yang dapat dipertimbangkan pada

beberapa pasien.

LBM 1Page 26

Page 27: LBM 1

Gambar 4. CT scan menunjukkan adanya pembengkakan

supraglotik dan adanya udara dalam soft-tissue

Tumor Nasofaring

a. Definisi

Tumor nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring

dengan predili difosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Tumor ini

tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga

mulut. Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma

nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma

nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih

tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya,

tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain

sekalipun.

LBM 1Page 27

Page 28: LBM 1

b. Etiologi

Terbagi menjadi beberapa macam :

1. Sering mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet,

termasuk makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan atau

diasap.

2. Sering mengonsumsi makanan dan minuman yang panas atau

bersifat panas dan merangsang selaput lendir, seperti yang

mengandung alkohol. Selain itu, sering mengisap asap rokok, asap

minyak tanah, asap kayu bakar, asap obat nyamuk, atau asap candu.

3. Sering mengisap udara yang penuh asap atau rumah yang

pergantian udaranya kurang baik.

4. Faktor genetik, yakni yang mempunyai garis keturunan penderta

kanker nasofaring.pernafasan.

c. Gejala Tumor Nasofaring 1. Pendarahan hidung (mimisan) atau gangguan saluran pernafasan

2. Dahak/Lendir yang bercampur darah

3. Gejala pada telinga, termasuk tersumbatnya telinga, suara berdengung,

berkurangnya pendengaran

4. Sakit kepala

5. Leher membengkak akibat pembesaran kelenjar getah bening

6. Kelopak mata menurun, penglihatan ganda, wajah kebas akibat

dari terjangkitnya saraf kranial

7. Gejala dari kanker stadium lanjut seperti kehilangan berat badan, cepat

letih, nyeri pada tulang

d. Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium

- Foto thorax

- Bone survey

- CT scan

- Bone scanning

- USG

LBM 1Page 28

Page 29: LBM 1

e. Terapi Sejauh ini, terapi radiasi masih merupakan pilihan pengobatan untuk

kanker nasofaring, disertai kemoterapi, baik secara terpisah ataupun

kombinasi. Yang perlu diperhatikan, terapi ini bisa menimbulkan efek

samping diantaranya mulut terasa kering, mual, demam, infeksi, jamuran

pada mulut, dan sariawan.

5. Diagnosa Penyakit Pada Skenario

Tonsilofaringitis

a. Definisi

Tonsilofaringitis atau radang tenggorokan adalah radang pada

tenggorokan yang terletak di bagian faring dan tonsil.

Tonsilofaringitis akut merupakan faringitis akut dan tonsillitis

akut yang ditemukan secara bersamaan. (Efiaty,2002).

Tonsilofaringits adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada

tonsil dan faring (Muscari, 2005). Dari beberapa pengertian di atas

dapat disimpulkan bahwa tonsilofaringitis merupakan peradangan

pada faring atau tonsil ataupun keduanya yang disebabkan oleh

bakteri dan juga oleh virus.

b. Etiologi

Penyebab utama pada faringitis adalah bakteri dan virus, baik

faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari

penyakit lain. Virus merupakan terbanyak terjadinya faringitis akut,

terutama pada anak berusia kurang lebih tiga tahun (prasekolah).

Streptococcus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab

terbanyak faringitis / tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup

15 – 30% dari penyebab faringitis akut pada anak.

Mikroorganisme penyebab tonsilofaringitis adalah:

LBM 1Page 29

Page 30: LBM 1

1. Bakteri

Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus

lainnya. Seperti mobile dan varisella atau komplikasi penyakit

kuman lain seperti pertusis atau pneumonia dan pneumococcus.

Streptococcus lebih banyak pada anak-anak dan bersifat progresif

resistensi terhadap pengobatan dan sering menimbulkan

komplikasi seperti abses paru, empiema, tension pneumotoraks.

2. Virus

Lebih dari 200 virus dapat menyebabkan infeksi pada saluran

pernapasan bagian atas, diantaranya adalah :

Rhinovirus

Adalah salah satu jenis virus yang paling sering menjadi

penyebab infeksi pada saluran pernapasan bagian atas.

Meskipun pasien mendapat imunitas terhadap serotype virus

akan tetapi lebih dari 100 serotype virus telah dikenali.

Meningkatkan imunitas terhadap semua rhinovirus

membutuhkan waktu yang lama.

Syncytial

Sering dimulai pada bayi menyerang system pernapasan

bagian atas kemudian menginvasi saluran pernapasan bagian

bawah. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa secara

alami yang terinfeksi virus syncitial biasanya mempunyai

gejala pernapasan yang khas yang mungkin berakhir 2 minggu.

Masa inkubasi virus 2 – 7 hari setelah pajanan dan berlanjut

hingga 2 minggu.

c. Manifestasi klinis Tonsilofaringitis

Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptococcus berupa

nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam.

Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia 2 tahun

LBM 1Page 30

Page 31: LBM 1

adalah nyeri kepala, nyeri perut, dan muntah. Selain itu juga

didapatkan demam yang dapat mencapai suhu 40˚C, beberapa jam

terdapat nyeri tenggorokan. Gejala seperti rinorea, suara serak, batuk,

konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh virus (Suardi,

2010).

Pada pemeriksaan fisik, tidak semua penderita tonsilofaringitis

akut Streptococcus menunjukkan tanda infeksi Streptococcus, yaitu

eritema pada tonsil dan faring yang disertai dengan pembesaran tonsil.

Tonsilofaringitis akut Streptococcus sangat mungkin jika

dijumpai tanda dan gejala sebagai berikut:

1. Awitan akut, disertai mual dan muntah.

2. Terdapat nyeri pada tenggorokan

3. Nyeri ketika menelan

4. Kadang disertai otalgia (sakit telinga)

5. Demam tinggi

6. Anoreksia

7. Malaise

8. Kelenjar limfe leher membengkak

9. Pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan faring yang hiperemi,

pembesaran tonsil disertai hyperemia, kadang didapatkan bercak

kuning keabu-abuan yang dapat meluas membentuk seperti

membrane. Bercak menutupi kripta dan terdiri dari leukosit, sel

epitel yang sudah mati dan kuman pathogen (Ngastiyah, 2005).

Pada tonsilofaringitis akibat virus, dapat juga ditemukan ulkus

di palatum mole dan dinding faring serta eksudat di palatum dan

tonsil, tetapi sulit dibedakan dengan eksudat pada tonsilofaringitis

akibat Streptococcus. Gejala yang timbul dapat menghilang selama 24

jam, berlangsung 4-10 hari (Suardi, 2010).

d. Patofisiologi Tonsilofaringitis

Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas

bagian atas kanan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring

LBM 1Page 31

Page 32: LBM 1

kemudian menyebar melalui system limfa ke tonsil. Adanya bakteri

dan virus pathogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses

inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat

menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat

mengakibakan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya

eksudat berwarna putih aeabuan pada tonsil sehingga menyebabkan

timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi dan bau mlut

serta otalgia.

Faringitis Streptococcus beta hemolitikus grup A (SBHGA)

adalah infeksi akut orofaring dan atau nasofaring oleh SBHG. Infeksi

jarang terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, karena kurang

kuatnya SBGHA melekat pada sel-sel epitel. Infeksi pada toddlers

paling sering melibatkan nasofaring. Remaja biasanya telah

mengalami kontak dengan organisme beberapa klai sehingga

terbentuk kekebalan, oleh karena itu infeksi SBHGA lebih jarang pada

kelompok ini.

Faringitis akut jarang disebabkan oleh bakteri, diantara

penyebab bakteri tersebut, SBHGA merupakan penyebab terbanyak.

Streptococcus grup C dan D telah terbukti dapat menyebabkan

epidemic faringitis akut, sering berkaitan dengan makanan dan air

yang terkontaminasi. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan

glomerulonefritis akut (GNA). Organism ini lebih sering terjadi pada

usia dewasa.

Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa

faring yang kemudian menyebabkan respon peradangan local.

Rhinovirus menyebabkan respon peradangan local. Rhinovirus

menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal.

Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring, uvula dan palatum

mole. Perjalanan penyakitnya adalah terjadi inokulasi dari agen

infeksius di faring yang menyebabkan peradangan local, sehingga

menyebabkan eritema faring, tonsil, dan keduanya. Infeksi

LBM 1Page 32

Page 33: LBM 1

Streptococcus ditandai dengan invasi local serta pelepasan toksin

ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan

SBGHA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan secret hidung

dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa

inkubasi yang pendek yaitu 24-72 jam (Suardi, 2010).

e. Komplikasi Tonsilofaringitis

Komplikasi yang bisa timbul akibat penyakit tonsilofaringitis

yang tidak tertangani dengan baik adalah :

1. Otitits media akut

2. Abses peritonsil

3. Toksemia

4. Bronchitis

5. Miocarditis

6. Arthritis

f. Pemeriksaan Penunjang

1. Leukosit : terjadi peningkatan

2. Hemoglobin : terjadi penurunan

3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas

obat

g. Penatalaksanaan

Kompres dengan air hangat

Istirahat yang cukup

Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum air hangat

Kumur denga air hangat

Medikamentosa :

Antibiotic baik injeksi maupun oral.

Cefotaxim, penisilin, amoksisilin, eritromisin.

Antipiretik untuk menurunkan demam.

Parasetamol, ibu profen.

LBM 1Page 33

Page 34: LBM 1

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

LBM 1Page 34

Page 35: LBM 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Price,Syilvia A &,Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi : konsep

klinis proses-proses penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC. (HLM: 299).

2. Higler Boies adams. Boies buku ajar penyakit THT.Rongga mulut dan

faring.P 345-346.Penerbit buku kedokteran EGC 1997.jakarta.

3. Burton martin.Neck swelling.Hall and colman’s Disease of the

Ear,Nose, and throat..P 140.Churchill livingstone.Edinburgh.2000

4. Utama Hendra.2007.Buku ajaran ilmu keehataan THT.Penerbit Buku

Kedokteran.Jakarta

5. K. Lalwani.Anil. Antibacterial agent in Current Diagnosis &

Treatment in Otolaryngology—Head & Neck Surgery, 2nd

Edition.MC graw Hill Lange.New York.2007.

LBM 1Page 35