Latar Belakang Pbpab Baruu

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota menuntut adanya perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Hal ini terjadi karena perkembangan masyarakat secara sosial, ekonomi, dan pendidikan akan menimbulkan pola pikir baru mengenai pemenuhan kebutuhan hidup atau dengan kata lain, masyarakat akan selalu menuntut perbaikan dalam kualitas maupun intensitas pemenuhan kebutuhannya (Purhadi, 2004). Pelayanan kesehatan merupakan salah satu tuntutan hidup masyarakat kota. Karenanya, suatu kota membutuhkan Rumah Sakit (RS) dimana pada tempat tersebut pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dipusatkan (Purhadi, 2004). Rumah Sakit sebagai bentuk instansi kesehatan sangat diharapkan dapat menangani masalah kesehatan masyarakat dengan baik. Dalam aktifitasnya rumah sakit menghasilkan berbagai macam jenis limbah, oleh karena itu diperlukan suatu bentuk penanganan yang sebaik mungkin agar tidak membahayakan masyarakat sekitar (Prihayuninta, 2006). Begitupula dengan Rumah Sakit “SEMBUH” yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Rumah sakit ini menghasilkan limbah cair non medis dan limbah cair medis yang merupakan campuran dari berbagai unit yang terdapat di RS “SEMBUH”, antara lain, limbah cair pasien, limbah laboratorium, kegiatan dapur, laundry, kamar mandi serta unit-unit kegiatan lain (ruang UGD, ruang operasi, ruang poli dan lain-lain). Berdasarkan gambaran sumber buangan tersebut, maka dapat diketahui bahwa limbah cair yang ada memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Kandungan limbah cair rumah sakit mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan limbah domestik karena sebagian besar berasal dari buangan tubuh manusia dan berbagai kegiatan lain seperti dapur. (Purhadi, 2004 dalam Mara D, 1973). Namun terdapatnya sebagian kecil bahan beracun dan berbahaya yang bersifat infeksius karena kandungan mikroorganisme pathogen, bibit penyakit dan bahan kimia beracun lainnya perlu diperhatikan agar substansi tersebut tidak lolos dari pengolahan dan terbuang ke lingkungan. Seperti yang telah diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, diperlukan pengolahan lebih lanjut agar dihasilkan air buangan yang sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

Transcript of Latar Belakang Pbpab Baruu

Page 1: Latar Belakang Pbpab Baruu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan kota menuntut adanya perbaikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya. Hal ini terjadi karena perkembangan masyarakat secara sosial, ekonomi, dan pendidikan akan menimbulkan pola pikir baru mengenai pemenuhan kebutuhan hidup atau dengan kata lain, masyarakat akan selalu menuntut perbaikan dalam kualitas maupun intensitas pemenuhan kebutuhannya (Purhadi, 2004).

Pelayanan kesehatan merupakan salah satu tuntutan hidup masyarakat kota. Karenanya, suatu kota membutuhkan Rumah Sakit (RS) dimana pada tempat tersebut pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dipusatkan (Purhadi, 2004). Rumah Sakit sebagai bentuk instansi kesehatan sangat diharapkan dapat menangani masalah kesehatan masyarakat dengan baik. Dalam aktifitasnya rumah sakit menghasilkan berbagai macam jenis limbah, oleh karena itu diperlukan suatu bentuk penanganan yang sebaik mungkin agar tidak membahayakan masyarakat sekitar (Prihayuninta, 2006).

Begitupula dengan Rumah Sakit “SEMBUH” yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Rumah sakit ini menghasilkan limbah cair non medis dan limbah cair medis yang merupakan campuran dari berbagai unit yang terdapat di RS “SEMBUH”, antara lain, limbah cair pasien, limbah laboratorium, kegiatan dapur, laundry, kamar mandi serta unit-unit kegiatan lain (ruang UGD, ruang operasi, ruang poli dan lain-lain).

Berdasarkan gambaran sumber buangan tersebut, maka dapat diketahui bahwa limbah cair yang ada memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Kandungan limbah cair rumah sakit mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan limbah domestik karena sebagian besar berasal dari buangan tubuh manusia dan berbagai kegiatan lain seperti dapur. (Purhadi, 2004 dalam Mara D, 1973). Namun terdapatnya sebagian kecil bahan beracun dan berbahaya yang bersifat infeksius karena kandungan mikroorganisme pathogen, bibit penyakit dan bahan kimia beracun lainnya perlu diperhatikan agar substansi tersebut tidak lolos dari pengolahan dan terbuang ke lingkungan. Seperti yang telah diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, diperlukan pengolahan lebih lanjut agar dihasilkan air buangan yang sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

Terkait dengan permasalahan diatas, maka perlu dilakukan perencanaan desain IPAL yang sesuai dengan kapasitas buangan dan karakteristik buangan di RS “SEMBUH”. Perencanaan desain IPAL ini sangat diperlukan guna mengantisipasi dampak buruk limbah yang dihasilkan sehingga tidak membahayakan penduduk di sekitar lokasi rumah sakit untuk jangka waktu ke depan.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam tugas ini adalah:

1. Bagaimanakah perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS “SEMBUH” yang sesuai dengan kapasitas dan karakteristik buangan yang dihasilkan?

2. Bagaimana perhitungan Bill of quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS “SEMBUH”?

1.3 Tujuan

Tujuan dari tugas ini adalah:

Page 2: Latar Belakang Pbpab Baruu

1. Merencanakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS “SEMBUH” yang sesuai dengan kapasitas dan karakteristik buangan yang dihasilkan.

2. Menghitung Bill of quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya dari perencanaan instalansi pengolahan air limbah (IPAL) RS “SEMBUH”.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari tugas ini adalah:

1. IPAL ini direncanakan berlokasi di RS “SEMBUH” Propinsi Jawa Timur yang merupakan rumah sakit bertipe BI.

2. Effluent air limbah dari RS “SEMBUH” ini direncanakan memenuhi klasifikasi mutu air kelas satu berdasarkan SK Gub Jatim No.45 tahun 2002.

3. Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut diantaranya berupa:- Karakteristik air limbah dari RS “SEMBUH”- Jumlah bed/tempat tidur pasien dan jumlah karyawan

4. Perencanaan IPAL yang meliputi :- Pemilihan alternatif pengolahan yang sesuai dengan karakteristik air limbah RS

“SEMBUH”.- Perhitungan dimensi setiap unit pengolahan limbah cair dari rangkaian pengolahan

yang telah dipilih.- Gambar desain perencanaan - Perhitungan mass balance- Profil hidrolis- Bill of Quantity (BOQ)- Rencana Anggaran Biaya (RAB)

1.5 Kepustakaan

Prihayuninta, Adisthi. 2006. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD Teluk Wondama Irian Jaya Barat. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Purhadi, Decky. 2004. Perencanaan Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit (RSI) Siti Hajar Sidoarjo. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Page 3: Latar Belakang Pbpab Baruu

BAB II

DASAR-DASAR PERENCANAAN

2.1 Kriteria Kualitas Air Limbah

2.1.1 Berbagai Kualitas Air Limbah Dari Berbagai Aktifitas

a. Limbah Rumahtangga (Domestik) Limbah rumahtangga adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumahtangga

atau pemukiman termasuk didalamnya adalah yang berasal dari kamar mandi, tempat cuci, WC serta tempat memasak. Sumber utama air limbah rumahtangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan. Adapun sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta daerah fasilitas rekreasi. (Sugiharto, 1987)

Tabel 2.1 Komposisi Air Limbah RumahtanggaParameter Konsentrasi (mg/l)

Antara Rata-rataFisik:

Zat padat, jumlah 300 – 1200 700Mudah mengendap 50 – 200 100Tercampur 100 – 400 220Tercampur, volatile 70 – 300 150Terlarut 250 – 850 500Terlarut, volatile 100 – 300 150

Kimia: Karbon Organik;

BOD5 100 – 400 250COD 200 – 1000 500TOD 200 – 1100 500TOC 100 – 400 250

Nitrogen:Total (sebagai N) 15 – 90 40Organik 5 – 40 25

Page 4: Latar Belakang Pbpab Baruu

Amoniak 10 – 50 25NitritNitrat

Fosfor:Total (sebagai P) 5 – 20 12Organik 1 – 5 2Anorganik 5 – 15 10Ph 7 – 7,5 7Kalsium 30 – 50 40Klorida 30 – 85 50Sulfat 20 – 60 15

Sumber: Donal W. Sundstrom & H.E. Klei, 1979 dalam Sugiharto, 1987

b. Air Limbah Di Perusahaan Pengolah SusuAir limbah yang berasal dari perusahaan susu sebenarnya tidak berbeda dengan air

limbah yang berasal dari perusahaan makanan lainnya, akan tetapi air limbah yang berasal dari perusahaan susu ini mempunyai suatu yang istimewa yaitu kerentanannya terhadap serangan bakteri. Dengan demikian air limbah dari perusahaan ini sangat mudah mengalami proses pembusukan.

Air limbah yang berasal dari perusahaan pengolah susu dibagi menjadi 3 kategori antara lain:a. Buangan industrib. Buangan rumah tanggac. Buangan yang takterkontaminer

Air buangan/limbah industri berasal dari pembuangan bahan baku yang komposisinya dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Komposisi Bahan yang Biasa Terdapat pada Pabrik Penghasil Susu No. Parameter Pabrik pengolahan susu

Susu kental manis yang telah dipisahkan

Mentega susu Cheddar keju

1 Mentega lemak 0,3 0,5 35,52 Protein 10,4 3,4 26,63 Susu gula 16,8 4,3 1,54 Tambah gula 40 0 05 Abu 2,5 0,7 3,56 Keasaman sbg.

Lact- 0,6 -

7 Jumlah zat padat

70,0 9,5 67,1

8 Organis padat 67,5 8,8 63,69 BOD 50,2 7,2 60,0

Semua angka yang ada adalah dalam persen (perseratus)Sumber: C. Fred Gurnham, 1965 dalam Sugiharto, 1987

Dengan demikian limbah perusahaan susu adalah berisikan kandungan yang tidak banyak berbeda dengan kandungan bahan bakunya. Air buangan industri ini dapat dipisahkan menjadi:

a. Air cucian dan bilasan dari kaleng, tangki, juga peralatan tangki pipa produksi dan lantai.b. Air tumpahan kebocoran dari kerusakan peralatan atau kurang cermatnya waktu kerja.c. Air buangan yang berasal dari dadih, mentega yang rusak.d. Air buangan dari bahan baku yang telah rusak.

Page 5: Latar Belakang Pbpab Baruu

Sedangkan buangan rumah tangga adalah air limbah dari dapur, kamar mandi, WC seperti layaknya air limbah rumah tangga lainnya.

Adapun yang tergolong dalam buangan yang tidak terkontaminer adalah jenis air pendingin yang dipergunakan setelah pasteurisasi. Air limbah ini tidak mengandung bahan susu sama sekali. Banyaknya air limbah yang dibuang oleh perusahaan dipengaruhi oleh tersedianya sumber asal air dan pola penggunaan air. (Sugiharto, 1987)

c. Limbah Rumah SakitData hasil pemeriksaan kualitas air limbah di RSUD Nganjuk yang telah dilakukan tahun

2003 diketahui bahwa kadar BOD, COD, TSS dan MPN Coliform yang terkandung dalam air limbah RSUD Nganjuuk masih melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan berdasarkan SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999.

Tabel 2.3 Data Hasil Pengujian Kualitas Air Limbah RSUD Nganjuk Tahun 2003.No. Tanggal SK. Gub No. 61 Tahun 1999

BOD30 mg/l

COD80 mg/l

TSS30 mg/l

MPN Coliform4000/100ml

1 15 Juni 2004 58 135 0,5 16.0002 16 Juni 2004 48 138 0,1 16.0003 17 Juni 2004 56 128 0,1 9.2004 18 Juni 2004 62 138 0,1 9.2005 19 Juni 2004 50 118 0,1 3.5006 20 Juni 2004 45 113 0,1 3.5007 21 Juni 2004 50 120 0,1 16.000

Rata-rata 52,71 127,14 0,16 10.486

Sumber: RSUD Nganjuk Tahun 2003 dalam Rahmawati dan Azizah, 2005

Hasil pemeriksaan kadar BOD pada air limbah sebelum pengolahan menunjukkan nilai rata-rata 52,71 mg/l. Untuk kadar COD nilai rata-rata 127,14 mg/l. Kadar TSS dari hasil pemeriksaan nilai rata-ratanya sebesar 0,16 mg/l. Sedangkan untuk MPN Coliform hasil pemeriksaan nilai rata-rata 10.486 koloni per 100 ml air limbah.

2.1.2 Peraturan yang Berkaitan dengan Baku Mutu Air Limbah

Peraturan yang mengatur tentang limbah cair di rumah sakit meliputi peraturan tentang baku mutu limbah cair rumah sakit di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut antara lain:

1. Kep. MENKES RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang pedoman penyuluhan standar pelayanan minimal rumah sakit yang wajib dilaksanakan daerah.

2. Kep. MenLH No. Kep-58/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit di Indonesia.

3. SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 (berlaku pada 1 Januari 2000) tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Pada peraturan ini terdapat 10 parameter ukur.

4. SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri atau Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur.

Di bawah ini merupakan perbandingan antara baku mutu yang telah ditetapkan oleh SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 melalui beberapa parameter yang akan dipakai dalam perencanaan ini:

Tabel 2.4 Perbandingan Baku Mutu antara SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002

No . Parameter Satuan SK. Gub Jatim SK. Gub Jatim

Page 6: Latar Belakang Pbpab Baruu

No. 61 Tahun 1999

No. 45 Tahun 2002

1 pH 6-9 6-92 Suhu oC - 353 BOD5 Mg/l 30 304 COD Mg/l 80 805 TSS Mg/l 30 1006 NH3 bebas Mg/l 0,1 0,57 PO4 Mg/l 2 -8 Mikrobiologi MPN 4.000 -

Sumber: SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai untuk beberapa parameter. Parameter tersebut adalah TSS dan NH3 bebas. Nilai parameter TSS untuk SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 adalah 30 mg/l dan untuk SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 adalah 100 mg/l. Sedangkan pada parameter NH3 bebas berturut-turut menurut Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 dan untuk SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 2002 adalah 0,1 mg/l dan 0,5 mg/l. Dari perbandingan kedua SK Gub Jatim tersebut, pada dua parameter didapatkan bahwa yang memiliki nilai terendah yaitu terdapat pada SK Gub Jatim No.61 tahun 1999 sehingga perencanaan IPAL di RS “SEMBUH” Propinsi Jawa Timur ini digunakan peraturan SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 sebagai dasar baku mutu limbah cair untuk mendesain IPAL tersebut.

2.1.3 Kajian Tentang Parameter Dari Peraturan Yang Diacu Dalam Perencanaan Ini

Dari karakteristik air limbah RS “SEMBUH” ini kemudian akan diolah sesuai dengan unit pengolahan air yang sesuai. Effluen air limbah yang dihasilkan harus memenuhi kriteria mutu air yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Timur. Kriteria mutu air yang dipakai adalah SK. Gub Jatim No. 61 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Menurut SK Gub Jatim No. 61 tahun 1999, terdapat 10 parameter yang terbagi atas parameter fisik dan kimia dalam menentukan karakteristik buangan cair dari suatu rumah sakit. Akan tetapi dalam perencanaan ini hanya 8 parameter yang akan menentukan karakteristik air buangan tersebut. Parameter kualitas air limbah yang dipakai dari perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) RS “SEMBUH” ini adalah sebagai berikut:

1. pHpH merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi ion H+

dalam suatu badan air. Konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas darii air maupun dari air limbah. Adapun kadar yang baik adalah kadar di mana masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya. (Sugiharto, 2008). Proses biologis umumnya terjadi pada rentang pH antara 6-9. pH diluar rentang tersebut dapat terjadi gangguan metabolisme pada makhluk hidup. Rentang pH yang diperbolehkan dalam SK Gub Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 adalah 6-9.

2. Suhu

Suhu tidak dapat digunakan secara langsung dalam mengevaluasi air minum atau air limbah. Tetapi, parameter suhu merupakan salah satu parameter paling penting dalam sistem air permukaan. Suhu ini juga merupakan dampak yang terjadi akibat adanya reaksi kimia dalam sistem sungai alami. (Peavy dkk, 1986).

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi selain itu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misal O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995 dalam Alamsyah, 2007). Selain itu

Page 7: Latar Belakang Pbpab Baruu

juga, peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003 dalam Alamsyah, 2007).

3. BOD5

BOD5 adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu diperlukan waktu 100 hari pada suhu 20oC. akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5 hari sehingga dikenal dengan BOD5. (Sugiharto, 2008)

BOD5 merupakan indikator tingkat pencemaran badan air terhadap bahan organik, dalam hal ini bahan organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme alami. (Purhadi, 2004). BOD mengukur menentukan konsumsi oksigen dari tempat sample di botol kedap udara dan menyimpan dalam lingkungan yang terjaga untuk periode waktu tertentu. (Peavy dkk, 1986). Dalam peraturan yang dipakai, kandungan maksimum yang diperbolehkan adalah 30 mg/l dengan beban maksimum 0,0135 Kg/tempat tidur terhuni/hari.

4. CODCOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter yang

dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi. (Sugiharto, 2008). COD merupakan indikator kandungan seluruh beban organik yang terdapat dalam limbah cair. Kandungan yang diperbolehkan adalah 80 mg/l dengan beban maksimum 0,036 Kg/ tempat tidur terhuni/hari.

5. TSSTSS (Total Suspended Solid) adalah besaran total dari seluruh padatan dalam

cairan atau banyaknya partikel yang berukuran lebih besar dari 1 μm yang tersuspensi dalam suatu kolom air (Anderson, 1961 dalam Alamsyah, 2007). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air ( BAPPEDA, 1997 dalam Rahmawati, 2005).Kandungan yang diperbolehkan adalah 30 mg/l dengan beban maksimum 0,0135 Kg/tempat tidur terhuni/hari.

6. NH3 bebasAmmonia di perairan berasal dari hasil dekomposisi nitrogen organik (protein dan

urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur.

Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Jika kadar ammonia bebas lebih dari 0,2 mg/l perairan bersifat toksik pada beberapa jenis ikan. (Effendi, 2003 dalam Alamsyah, 2007). Kandungan maksimum yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/l dengan beban maksimum 0,00004 Kg/tempat tidur terhuni/hari.

7. PO4

Setiap senyawa fosfat terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat dalam sel organisme dalam air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. (Saragih, 2009). Secara alami fosfat juga diproduksi dan dikeluarkan oleh manusia/binatang dalam bentuk air seni dan tinja,

Page 8: Latar Belakang Pbpab Baruu

sehingga fosfat juga akan terdeteksi pada air limbah yang dikeluarkan rumah sakit (Suriawiria, 2003 dalam Alamsyah, 2007). Baku mutu limbah cair rumah sakit untuk parameter Fosfat Total adalah maksimum 2 mg/l

8. MikrobiologiMikroorganisme pathogen merupakan mikroba yang dapat menimbulkan infeksi

bila mengkontaminasi manusia sehingga perlu dilakukan pembatasan terhadap kandungan mikroba tersebut. Mikroba indikator yang digunakan adalah bakteri Koliform. Bakteri ini terdapat dalam buangan makhluk hidup sehingga diasumsikan bahwa dengan adanya bakteri ini maka telah terjadi kontaminasi bakteri pathogen. (Purhadi, 2004).

Bakteri coliform total merupakan perhitungan dari banyaknya koloni bakteri Escherichia, Citobacter, Klebsiella, dan Enterobacter yang terdapat pada membran filter setelah dibiakkan selama 18–24 jam di inkubator. Beberapa satuan jumlah yang digunakan untuk menentukan kuantitas bakteri adalah jumlah sel, MPN (Most Probable Number), dan PFU (Plaque-Forming Unit) (Yates, 1992 dalam Alamsyah, 2007). Kandungan maksimum yang diperbolehkan adalah 4.000 MPN populasi/100 ml.

2.1.4 Analisis kualitas air limbah

Untuk mendapatkan data karakteristik air limbah RS “SEMBUH” Propinsi Jawa Timur menggunakan data sekunder yang diambil selama satu minggu. Parameter-parameter yang akan dianalisa meliputi pH, suhu, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4, dan mikrobiologi. Data karakteristik ini nantinya akan diperlukan sebagai data dan bahan untuk melakukan perencanaan IPAL. Data kualitas air limbah RS “SEMBUH” Propinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.5 Karakteristik air limbah RS “SEMBUH”

Tanggal

Parameter

pH Suhu BOD5 COD TSSNH3

bebas PO4 Mikrobiologi

  (0C) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (MPN)

22 Agustus 2011 6,87 28 43 100 122 0,054 3,129 24x107

23 Agustus 2011 6,48 28 32,89 57,42 60 0,032 2,813 24x107

24 Agustus 2011 7,1 28 35,32 40,9 56 0,048 1,928 24x107

25 Agustus 2011 6,86 28 43,16 104,53 42 0,221 3,411 24x107

26 Agustus 2011 6,87 28 38,71 95,44 52 0,153 2,577 24x107

27 Agustus 2011 6,83 28 49 160 60 0,096 2,860 16x106

28 Agustus 2011 6,91 28 70 136 46 0,342 2,743 24x107

Karakteristik Air Limbah

Maksimum 7,1 28 70 160 122 0,342 3,411 24x107

Seperti yang terlihat dalam tabel 2.5 di atas, bahwa karakteristik air limbah RS “SEMBUH” sangat bervariasi. Maka karakteristik air limbah RS “SEMBUH” diambil dari nilai tertinggi (maksimum) tiap parameter. Dari hasil tersebut, apabila dibandingkan dengan SK. Gub Jatim No. 45 tahun 2002 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur pada tabel 2.6, maka dapat dilihat bahwa beberapa parameter effluent air limbah RS “SEMBUH” masih di atas baku mutu yang telah ditetapkan.

Tabel 2.6 Perbandingan karakteristik air limbah RS “SEMBUH” dengan Baku Mutu Air Limbah

No. Parameter Satuan Karakteristik Baku Mutu Air

Page 9: Latar Belakang Pbpab Baruu

Air Limbah Limbah (SK Gub Jawa Timur No. 61

th. 1999)1 pH 7,1 6-9

2 Suhu oC 28 ≤ 303 BOD5 Mg/l 70 30

4 COD Mg/l 160 80

5 TSS Mg/l 122 30

6 NH3 bebas Mg/l 0,342 0,1

7 PO4 Mg/l 3,411 2

8 Mikrobiologi MPN 24x107 4.000

Sumber: SK Gub Jatim No. 61 tahun 1999

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa perencanaan yang akan dilakukan tidak menggunakan seluruh parameter seperti yang tercantum dalam SK. Gub Jatim No. 45 Tahun 12002, tetapi hanya menggunakan 8 parameter yakni pH, suhu, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4, dan mikrobiologi. Tiap parameter yang digunakan akan diambil nilai tertinggi untuk dihitung seberapa besar removal yang harus dilakukan berdasarkan peraturan yang sesuai. Nilai tertinggi diambil untuk mengatasi beban air limbah yang maksimum.

Tabel 2.7 Beban Removal tiap Parameter

No. Parameter Satuan Nilai Maksimum

Air Limbah

Baku Mutu Air Limbah (SK

Gub Jawa Timur No. 61 th. 1999)

% Removal

1 pH 7,1 6-9 -2 Suhu oC 28 ≤ 30 -3 BOD5 Mg/l 70 30 57,144 COD Mg/l 160 80 505 TSS Mg/l 122 30 75,46 NH3 bebas Mg/l 0,342 0,1 70,87 PO4 Mg/l 3,411 2 41,48 Mikrobiologi MPN 24x107 4.000 99,99

Sumber: Perhitungan

Tabel di atas menunjukkan nilai beban removal yang harus dihilangkan untuk tiap parameter. Beban removal tertinggi yang harus diturunkan yaitu parameter mikrobiologi. Kadar maksimum dalam air limbah yaitu sebesar 24x107 MPN sedangkan menurut baku mutu bernilai 4.000 MPN sehingga parameter mikrobiologi harus diturunkan sebanyak 99,99%. Mikroorganisme pathogen merupakan mikroba yang dapat menimbulkan infeksi bila mengkontaminasi manusia sehingga perlu dilakukan pembatasan terhadap kandungan mikroba tersebut.

Total Suspended Solid (TSS) pada air limbah yaitu sebesar 122 mg/l ini harus dilakukan removal sebesar 75,4% untuk memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan. Konsentrasi TSS yang terlalu besar akan mengakibatkan terjadinya kekeruhan, akibatnya sinar matahari akan sulit untuk masuk sehingga tumbuhan air sulit untuk melakukan fotosintesa. TSS yang tinggi juga dapat meningkatkan konsentrasi BOD

Page 10: Latar Belakang Pbpab Baruu

(sampai 60%), karena adanya kandungan bahan organic dalam solid tersebut. (Purhadi, 2004)

Selanjutnya untuk beban removal sebesar 70,8% harus dilakukan untuk mengurangi beban NH3-bebas. Pada kualitas air limbah sebesar 0,342 mg/l sedangkan pada baku mutu yang telah ditetapkan sebesar 0,1 mg/l. Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Jika kadar ammonia bebas lebih dari 0,2 mg/l perairan bersifat toksik pada beberapa jenis ikan. (Effendi, 2003 dalam Alamsyah, 2007)

Kandungan BOD5 pada air limbah RS “SEMBUH” ini juga harus di removal sebanyak 57,14% dari nilai air limbah 70 mg/l menjadi 30 mg/l untuk memenuhi baku mutu. Semakin tinggi nilai BOD5, maka semakin besar derajat pengotor badan air oleh bahan organik. Bahan organik dalam konsentrasi tinggi akan menurunkan konsentrasi oksigen dalam air sehingga dapat meracuni kehidupan biota air. (Purhadi, 2004)

Untuk parameter COD pada air limbah sebesar 160 mg/l, untuk memenuhi persyaratan baku mutu yang telah ditetapkan dalam SK Gub Jatim No. 61 tahun 1999 yaitu 80 mg/l maka harus dilakukan removal sebanyak 50%. Uji COD sebagai alternatif uji penguraian beberapa komponen yang stabil terhadap reaksi biologi atau tidak dapat diurai/dioksidasi oleh mikroorganisme. COD merupakan parameter utama dalam menentukan tingkat pencemaran perairan selain BOD. (Alamsyah, 2007)

Beban removal paling kecil yaitu pada parameter PO4 yaitu sebesar 41,4%. Nilai maksimum pada air limbah ini sebesar 3,411 mg/l dan harus memenuhi baku mutu sebesar 2 mg/l. Secara alami fosfat juga diproduksi dan dikeluarkan oleh manusia/binatang dalam bentuk air seni dan tinja, sehingga fosfat juga akan terdeteksi pada air limbah yang dikeluarkan rumah sakit (Suriawiria, 2003 dalam Alamsyah, 2007).

2.2 Perencanaan Debit IPAL

2.2.1 Sumber air limbah RS “SEMBUH”

Beban pengolahan air limbah tergantung dari karakteristik air limbah yang akan diolah dan karakteristik badan air yang akan menerima air limbah yang telah diolah. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. (Anonim, 2004)

Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi: limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian; limbah cair klinis yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah dan lain-lain.; air limbah laboratorium; dan lainnya. Air limbah rumah sakit yang berasal dari buangan domestik maupun buangan limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa pulutan organic yang cukup tinggi, dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis, sedangkan untuk air limbah rumah sakit yang berasal dari laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat yang mana bila air limbah tersebut dialirkan ke dalam proses pengolahan secara biologis, logam berat tersebut dapat mengganggu proses pengolahannya.

Oleh karena itu untuk pengelolaan air limbah rumah sakit, maka air limbah yang berasal dari laboratorium dipisahkan dan ditampung, kemudian diolah secara fisika-kimia. Selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama dengan air limbah yang lain, kemudian diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Secara lengkap, dibawah ini merupakan jenis-jenis limbah rumah sakit:

a) Limbah Klinik. Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit risiko tinggi. Limbah ini berbahaya dan mengakibatkan infeksi kuman. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai risiko tinggi. Contoh limbah jenis

Page 11: Latar Belakang Pbpab Baruu

tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin, dan produk darah.

b) Limbah Patologi. Limbah ini juga dianggap berisiko tinggi dan sebaiknya diotoklave sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.c) Limbah bukan Klinik. Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan

plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan risiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya.

d) Limbah Dapur. Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor yang bukan berasal dari tempat-tempat penghasil limbah infeksius.

e) Limbah Radioaktif. Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

Pada dasarnya, keberadaan instalasi pengolahan limbah (IPAL) adalah untuk mengolah limbah sehingga memenuhi persyaratan baku mutu limbah seperti yang tercantum pada Surat Keputusan Gubernur Jatim No. 61 Th. 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Limbah RS “SEMBUH” mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan limbah yang dihasilkan oleh unit usaha lainnya yaitu dalam hal kandungan bahan infeksius dan kandungan bahan organik yang tinggi. Adanya peraturan perundangan-undangan yang mengharuskan pengolahan terlebih dahulu semua limbah yang akan dibuang ke lingkungan sehingga memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan, menyebabkan RS “SEMBUH” merencankan IPAL guna memenuhi baku mutu yang ditetapkan walaupun untuk itu dibutuhkan dana yang relatif besar.

Masing-masing effluent dari unit-unit tersebut pada akhirnya akan menuju saluran pengumpul yang akan membawa ke sumur pengumpul. Selanjutnya dari sumur pengumpul akan diolah menurut karakteristik yang ada dan berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan. Fluktuasi limbah cair yang dihasilkan bervariasi, tergantung pada jumlah pasien yang dirawat dan juga tergantung pada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh para karyawan / petugas. Dengan demikian beban IPAL ini juga menjadi bervariasi sehingga hasil akhir luarannya juga bervariasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan yang terus menerus sehingga didapatkan kondisi operasi yang paling sesuai.

2.2.2 Debit Air Limbah

Dalam melakukan desain suatu instalasi pengolahan limbah (IPAL), data mengenai debit air limbah atau perkiraan debit air limbah merupakan data yang sangat penting. Data tersebut akan menentukan jenis dan kapasitas desair dari IPAL yang akan direncanakan.

Desain awal suatu IPAL memerlukan perkiraan kuantitas limbah cair atau debit yang akan diolah. Sedangkan data akurat mengenai hal tersebut biasanya tidak ada. Sebagai jalan keluarnya dapat digunakan data penggunaan air bersih sebagai acuan dalam menentukan kuantitas rata-rata air limbah yang dihasilkan. (Purhadi, 2004)

Tabel 2.8 Tipikal Jumlah Penggunaan Air Bersih Untuk InstitusiJenis Fasilitas Unit Debit (L/unit.hari)

Range TipikalRumah sakit Tempat tidur 500-950 650

Karyawan 20-60 40Sekolah Siswa 60-115 60

Sumber: Metcalf & Eddy,1979 dalam Sugiharto, 1987

Tabel diatas menunjukkan debit (L/unit.hari) yang dihasilkan dari berbagai jenis aktifitas. Adanya variasi dalam debit yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit akan menimbulkan efek

Page 12: Latar Belakang Pbpab Baruu

pada desain IPAL secara hidrolis. Sehingga diperlukan analisis terlebih dahulu terhadap data yang ada. Dari analisis tersebut, akan diperoleh data sebagai berikut:

a. Debit harian rata-rataDebit harian rata-rata diperoleh dari data selama satu hari dari penggunaan air selama periode 1 tahun.

b. Debit harian maksimumDebit harian maksimum merupakan debit maksimum yang terjadi selama satu hari dari data penggunaan air selama periode 1 tahun.

c. Debit jam puncakDebit jam puncak merupakan data penggunaan air maksimum dalam satu hari (24 jam).

d. Debit harian minimumDebit harian minimum merupakan debit minimum yang terjadi selama kurun waktu satu hari dari data penggunaan air selama 1 tahun.

2.2.2.1 Perhitungan Debit Rencana

Debit limbah cair desain IPAL pada RS “SEMBUH” ini ditentukan dari penggunaan air bersih, jumlah tempat tidur (tt), dan jumlah karyawan. Asumsi bed operation rate (BOR) sebesar 80%. Jumlah tempat tidur rencana yaitu sebanyak 200 unit tt. Jumlah karyawan rencana sebanyak 100 orang. Dengan asumsi pemakaian air pasien sebesar 200 L/ tt/ hari dan pemakaian air bersih karyawan sebesar 20 L/orang/hari (Metcalf & Eddy,1979 dalam Sugiharto, 1987).

- Debit rata-rata harian air bersih:Pasien = 200 tempat tidur (tt) x 200 L/ tt/ hari

= 40000 L/hariKaryawan = 100 orang x 20 L/orang/hari

= 2000 L/hari

- Debit limbah cair rencana70 % dari total penggunaan air bersih menjadi limbah cair

Qave = 70% x 200 L/ tt/ hr x 200 tt= 28000 L/hari= 0,324 L/dt

Qhari max = 1,25 x Qave= 1,25 x 0,324 L/dt= 0,405 L/dt

Qmin = x [P]1,2 x Q ave

Dimana:P = Populasi dalam ribuan

= =

= x [0,2]1,2 x 0,324 L/dt

= x 0,14496 x 0,324 L/dt

= 9,4 x 10-3 L/dt

Page 13: Latar Belakang Pbpab Baruu

Qpeak = 5 x P0,8 x Qmaks + (Cr x P x Qave) + (L/1000 x Qinf)

Karena pada saluran pengumpul digunakan pipa PVC sehingga Cr dan Qinf adalah nol maka,

Qpeak = 5 x P0,8 x Qmaks + (Cr x P x Qave) + (L/1000 x Qinf)= 5 x 0,20,8 x 0,405 L/dt + (0)+ (0)= 0,559 L/dt

2.3 Alternatif Pengolahan

2.3.1 Kajian Alternatif Pengolahan Terbaik

Sistem pengolahan limbah cair untuk pengolahan buangan cair RS “SEMBUH” dengan komposisi bahan organik yang dominan biasanya terdiri dari pengolahan pendahuluan (preliminary treatment), pengolahan sekunder (secondary treatment) dan pengolahan lumpur. Serta adanya desinfeksi sebelum pada akhirnya keluar dari outlet ke badan air.

A. Pengolahan Pendahuluan (Preliminary Treatment)Pengolahan pendahuluan merupakan pengolahan awal yang bertujuan untuk

menghilangkan komponen dalam limbah cair yang dapat mengganggu proses utama dari rangkaian IPAL. Dari tahap ini diharapkann komponen seperti sampah padat, bongkahan dan padatan tersuspensi yang bersifat coarse dapat di remove. Unit-unit pengolahan yang ada meliputi:a. Tangki septic

Tangki septic merupakan salah satu bentuk pengolahan pendahuluan, perkembangan populasi suatu komunitas akan meningkat baik kuantitas maupun kualitas buangan cair yang diproduksi, sehingga menuntut perbaikan dalam sistem pengolahan yang ada. Artinya sistem tangki septic yang ada tidak akan cukup dalam melakukan pengolahan apalagi dengan adanya tuntutan peraturan baku mutu suatu kegiatan, pastilah sangat sulit untuk mencapai kualitas efluen hanya dengan menggunakan tangki septic (Prihayuninta, 2006)

Page 14: Latar Belakang Pbpab Baruu

b. Sumur PengumpulPenggunaan sumur pengumpul pada pengolahan pendahuluan ini berfungsi untuk:1) Menampung air buangan dari saluran pembawa yang kedalamannya di bawah permukaan

instalasi pengolahan air buangan sebelum air dipompa keatas.2) Menstabilkan variasi debit serta konsentrasi air buangan yang akan masuk ke bangunan

pengolahan, agar tidak terjadi loading sehingga diharapkan kinerja IPAL dapat lebih optimal.

3) Dapat mengatasi masalah operasional yang disebabkan oleh adanya variasi debit dan konsentrasi.

4) Dapat meningkatkan kinerja IPAL pada keadaan debit minimum.

Pada perencanaan sumur pengumpul, waktu tinggal limbah cair pada sumur pengumpul tidak boleh lebih dari 10 menit. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya kondisi septik sehingga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap (Prihayuninta, 2006).

c. Bak EkualisasiKulaitas dah kuantitas limbah cair yang dihasilkan oleh suatu kegiatan usaha seperti

rumah sakit persatuan waktu sangat bervariasi dan sangat bergantung pada kapasitas penghasil limbah yaitu kapasitas tempat tidur terhuni dan kapasitas pekerja rumah sakit pada waktu tersebut. Untuk memperoleh kondisi llimbah yang relatif stabil, maka sebelum dilakukan proses menampung dan mengaduk aagar merata pada bak ekualisasi (Dwiningrum, 2007)

Pencampuran larutan limbah cair merupakan proses pengadukan (mixing) yang merupakan suatu aktivitas operasi pencampuran menjadi hasil larutan yang homogen. Pencampuran (mixing) dalam pengolahan air limbah dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan pengadukan dan metoda pengadukan.

d. Bak Pengendap I

Bangunan bak pengendap I digunakan untuk memisahkan suspended solid dari fase liquid dengan menggunakan gaya gravitasi. Jika BP I ini digunakan sebagai satu-satunya unit pengolahan, maka berfungsi untuk menghilangkan padatan yang dapat mengendap, minyak, lemak dan, material lain yang mengapung, serta sebagian beban organik. Efisiensi removal dari partikel yang memiliki ukuran, bentuk, densitas dan specific gravity yang sama tidak tergantung pada kedalaman bak, melainkan pada luas permukaan bak dan waktu detensi.

B. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)Tujuan dari proses pengolahan biologis adalah untuk mengkoagulasi dan

menghilangkan non settleable solid colloidal dan stabilisasi bahan-bahan organik. Untuk air limbah domestik, proses ini terutama untuk mengurangi bahan organik dan nutrien (seperti nitrogen dan fosfat ). Proses pengolahan secara biologis memanfaatkan kemampuan mikroorganisme yang memerlukan zat organik sebagai nutrien untuk hidupnya. Proses ini hampir dapat dilakukan terhadap berbagai jenis air buangan dan dapat menurunkan kadar organik dalam air buangan sampai memenuhi syarat pembuangan ke lingkungan.Beberapa bangunan pengolahan biologis akan dibahas sebagai berikut :

a. Activated SludgeActivated sludge completely mix (Tangki aerasi) merupakan proses aerobik dengan

suspended-growth, mampu mengubah hampir semua buangan organik menjadi bentuk inorganik yang lebih stabil atau massa selular. Dalam proses ini, hampir semua bahan

Page 15: Latar Belakang Pbpab Baruu

organik terlarut dan koloid tersisa dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi karbon dioksida dan air.

Air limbah yang telah diendapkan dibawa ke suatu tangki aerasi dimana oksigen disediakan. Bakteri yang tumbuh pada air yang telah diendapkan dihilangkan pada sedimentasi kedua (secondary clarifier). Untuk memelihara konsentrasi sel tinggi (2000-8000 mg/L) di dalam tangki aerasi, sebagian lumpur diresirkulasi dari tangki sedimentasi ke inlet tangki aerasi. Lumpur sebagian besar berupa padatan (padatan inert), tetapi bakteri yang diresirkulasi adalah yang hidup/aktif, sehingga dianamakan lumpur aktif (activated sludge).

Secara garis besar, proses-proses yang berlangsung dalam activated sludge adalah:1) Aerasi dari air limbah untuk suspensi mikrobial2) Pemisahan padatan dari aliran setelah aerasi3) Discharge efluen ke clarifier4) Membuang kelebihan biomassa dan mengembalikan yang tersisa ke tangki

aerasi

b. Aerobik FilterProses pengolahan air limbah dengan aerobik filter pada intinya adalah pola

pertumbuhan terlekat yang memerlukan media untuk menempel, tumbuh dan berkembang biak dengan menggunakan transfer oksigen pada prosesnya. Prinsip kerja yaitu, air limbah diumpankan secara merata dengan metode upflow pada seluruh permukaan media di sepanjang kolom filter. Dengan perlakuan tersebut permukaan media secara alami akan ditumbuhi oleh koloni-koloni mikroba yang membentuk lapisan biofilm. Biofilm berfungsi menyerap dan mensintesa polutan organik yang terkandung dalam air limbah yang melintas pada permukaannya.

Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan biofilm akbat adanya zat organik yang diadsorbsi, hal tersebut mengakibatkan mikroba yang terlekat pada permukaan media tidak mendapatkan suplai substrat. Hal tersebut mengakibatkan mikroba yang terlekat pada permukaan media mengalami fase kematian hingga pada akhirnya mikroba tersebut akan lepas dari media dan akan terbawa keluar dari sistem bersama dengan aliran air. (Dwiningrum, 2007)

Penggunaan aerobik filter sebagai unit bangunan pengolahan biologis memiliki beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut:

- Sederhana dan dapat diandalkan- Cocok diaplikasikan pada lahan yang tidak terlalu luas. (tergantung jumlah penduduk

yang dilayani)- Efektif dalam mengolah air limbah yang memiliki kadar organik tinggi- Dapat diterima secara estetis- Mampu mereduksi BOD degradable dengan cepat- Stabil terhadap kejutan beban organik

Selain itu bangunan pengolahan ini juga memiliki kerugian antara lain sebagai berikut:- Harus dikontrol secara teratur oleh operator- Kurang ekonomis jika diaplikasikan dalam skala lebih besar - Umumnya membutuhkan biaya lebih besar dari proses tangki aerasi.

c. Anaerobic Baffle Reactor (ABR)ABR terdiri dari serangkaian kompartemen yang masing-masing dipisahkan oleh

sekat vertical. Air limbah akan mengalir dengan aliran ke atas (up flow) melalui lumpur anaerobic yang menghasilkan gas pada setiap kompartemen. Bakteri tumbuh, mengendap dan bergerak secara horizontal dalam reaktor dengan kecepatan relative lambat sehingga dapat meningkatkan Cell Retention Time (CTR) selama 100 hari pada hidrolik retention time (HRT) 20 jam.

Page 16: Latar Belakang Pbpab Baruu

Dalam pengoperasian ABR terdapat 3 zona yaitu asidogenesis, methanogenesis dan zona buffer. Zona asidifikasi terjadi pada kompartemen awal reactor dimana terjadi penurunan pH akibatadanya VFA (Volatile Fatty Acid) dan selanjutnya akan meningkatkan kapasitas buffer. Adanya zona buffer ini digunakan untuk mempertahankan agar proses pada reactor dapatberjalan dengan baik. Dalam zona methanasi akan terjadi pembentukan methan (Dwinimgrum, 2007)

Rotating Biological Contactors (RBC)RBC merupakan serangkaian bentuk circular (disk) yang disusun secara paralel

satu dengan lainnya. Bentuk circular tersebut terbuat dari bahan PVC atau polimer lainnya. Sistem RBC ini dapat dilihat sebagai sistem dengan dua metode yaitu attached growth yang terjadi pada media penyangga dan suspended growth pada reactor, akan tetapi waktu retensi dari sistem yang pendek menyebabkan biomassa yang terbentuk dari suspended growth akan kecil sekali dibandingkan attached growth.

Didalam disk tersebut terdapat pori-pori berukuran kecil, pada pori tersebut pada akhirnya akan terbentuk lapisan biosolid. Fungsi dari lapisan tersebut adalah sebagai media terjadinya proses degradasi biologis oleh mikroorganisme. (Fatmawati, 2004)

d. Bak Pengendap IIPengendapan solid pada bak pengendap II adalah untuk menghasilkan effluent dengan

kandungan BOD dan TSS yang relative stabil. Bak pengendap II merupakan bangunan yang dirancang setelah unit pengolahan biologis. (Dwiningrum, 2007).

Secondary clarifier (bak pengendap II) berfungsi untuk memisahkan lumpur aktif. Lumpur yang mengandung mikroorganisme (bakteri) yang masih aktif akan diresirkulasi kembali ke activated sludge (tangki aerasi) dan sludge yang mengandung mikroorganisme yang sudah mati atau tidak aktif lagi dalirkan ke pengolahan lumpur. Prinsip operasi yang berlangsung di dalam secondary clarifier ini adalah pemisahan dari suatu suspensi ke dalam fase-fase padat (sludge) dan cair dari komponen-komponennya. Operasi ini dipakai dimana cairan yang mengandung zat padat ditempatkan dalam suatu bak tenang dengan desain tertentu sehingga akan terjadi pengendapan secara gravitasi.

C. Pengolahan LumpurLumpur atau sludge adalah hasil samping dari operasional Instalasi Pengolahan air

Limbah (IPAL). Lumpur merupakan bagian dari sisa pengolahan yang paling sulit untuk diolah dan lumpur juga mengambil bagian volume terbesar dalam total volume limbah.

Tujuan dari pengolahan lumpur ini adalah untuk mengurangi kadar air dan kandungan dari lumpur. Sumber lumpur terutama dari unit Bak Pengendap I dan unit pengolahan biologis. Lumpur dari bak pengendap I dan II dikumpulkan pada unit thickener untuk mengurangi kadar air, yang selanjutnya diolah secara fisik atau biologis.

Sludge ThickenerLimbah cair mengandung banyak air, yaitu sekitar 99%. Kadar yang tinggi pada limbah

cair ini tidak ekonomis sehingga diperlukan pengolahan untuk mengurangi kadar airnya. Pengolahan yang dimaksud adalah sludge thickening atau pemadatan lumpur (…….).

Thickener digunakan untuk mengurangi kadar air dan meningkatkan kadar solid sehingga nantinya sludge lebih mudah dan efisien dalam stabilisasinya. Prinsip yang digunakan sama dengan bak pengendap yang biasanya secara gravitasi, karena secara operasional mudah dan murah.

Sludge Drying BedsSludge Drying Beds (SDB) adalah metode yang paling tua…. BUKU SAKTI SIREGAR

Page 17: Latar Belakang Pbpab Baruu

DESINFEKSI

Tujuan utama dari desinfeksi adalah untuk membunuh mikroorganisme terutama yang bersifat patogen yang masih lolos dari proses pengolahan air limbah. Hal ini sangat penting dilakukan sebelum air hasil pengolahan dibuang ke badan air.

Desinfeksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Pemanasan

Dilakukan dengan cara pemanasan air sampai mendidih sehingga bakteri-bakteri mati.

2. Sinar Ultraviolet

Dilakukan dengan cara melewatkan air yang terolah dibawah sinar UV

3. Mekanik

Dengan cara memberikan getaran ultrasonik pada air limbah.

4. Ozonisasi (O3)

Didalam air, ozon terurai menjadi O2 dan On, dimana On berfungsi sebagai desinfektan. Cara ini jarang digunakan karena sangat mahal.

5. Khlorinasi

Penggunaan klor sebagai desinfektan dengan cara dilarutkan dalam air limbah, maupun diinjeksikan dalam bentuk gas klor (Cl2).

Adapun prinsip yang dipakai dalam perencanaan ini adalah penggunaan klor sebagai desinfektan yang didasarkan pada harga senyawa klor yang murah, serta kemampuan untuk membunuh bakteri setelah beberapa waktu kontak. Bahan klor yang digunakan adalah gas klor (CL2). Selain berfungsi membunuh bakteri, klor juga mampu berfungsi sebagai oksidan dan zat-zat organik serta ion-ion logam, mereduksi bau dan mereduksi amoniak (NH4+). Reaksi klor adalah sebagai berikut :

Cl2 + 2H2O → HOCl + HCl

HOCl → OCl- + H+ (hipoklorit)

Proses klorinasi dilakukan secara post klorinasi, yaitu setelah air mengalami proses pengolahan. Dosis klor dihitung dengan adanya BPC (Break Point Chlorination) dan sisa klor jika kurang, maka proses desinfeksi akan gagal. Begitu pula sebaliknya, bila berlebihan (sisanya) akan menyebabkan rasa dan bau air yang tidak enak. Break Point Chlorination mengindikasikan :

Semua zat yang dapat dioksidasi telah teroksidasi Amoniak hilang sebagai N2

Masih ada residu klor aktif terlarut untuk pembasmi kuman

Buku SUGIHARTO 2008

-Pembuatan alternatif pengolahan berdasarkan kualitas dan kuantitas yang ingin dicapaiDiagram Alir Alternatif Pengolahan Air Limbah

Alternatif pengolahan perlu dilakukan untuk mendapatkan pengolahan air limbah yang efektif dan efisien. Pemilihan alternatif pengolahan dilakukan berdasarkan jumlah debit air limbah dan kualitas air limbah yang akan diolah. Dalam tugas proyek perencanaan bangunan

Page 18: Latar Belakang Pbpab Baruu

pengolahan air limbah RS “SEMBUH” ini, dilakukan pemilihan 2 alternatif pengolahan air limbah untuk kemudian dipilih salah satu yang terbaik di antara alternatif pengolahan yang ada.

Kajian dalam pemilihan alternative

Alternatif Pengolahan Air Buangan Terpilih

Berdasarkan beberapa pengolahan yang ada di atas, sebenarnya terdapat kesamaan pengolahan secara fisik. Namun yang membedakan adalah pengolahan biologisnya saja.

2.4 Kepustakaan

Alamsyah, Bestari. 2007. Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang Untuk Memenuhi Baku Mutu Lingkungan. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang.

Anonim. 2002. Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 45 Tahun 2002 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri dan Kegiatan Usaha Lainnya Di Jawa Timur. Jawa Timur.

Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1204/Menkes/Sk/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Peavy, Howard S, dkk. 1986. Environmental Engineering. McGraw-Hill Book Co., Singapore.

Prihayuninta, Adisthi. 2006. Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah RSUD Teluk Wondama Irian Jaya Barat. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Purhadi, Decky. 2004. Perencanaan Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit (RSI) Siti Hajar Sidoarjo. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Rahmawati, Agnes Anita dan dan R. Azizah. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN Coliform Pada Air Limbah, Sebelum dan Sesudah Pengolahan Di RSUD Nganjuk. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.1, Juli 2005 : 97 – 110

Saragih, Rumondang T.P. 2009. Penentuan Kadar Fosfat pada Air Umpan Recovery Boiler dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS di PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk – PORSEA. Karya ilmiah. Program Studi D3 Kimia Analis. Universitas Sumatera Utara.

Sugiharto, 2008. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.