Laptut Kelompok 6 (5)

32
1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah-Nya lah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan menyusun laporan hasil diskusi ini tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Prima Belia Fathana atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para pakar serta teman-teman yang membantu kami dalam proses tutorial ini. Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan- kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang lebih baik lagi di kemudian hari. Mataram, 22 November 2012 Penyusun Kelompok VI

description

efwqeafvsfgwgwfwfafsfw

Transcript of Laptut Kelompok 6 (5)

  • 1

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

    atas berkah-Nya lah kami dapat melakukan diskusi tutorial dengan lancar dan

    menyusun laporan hasil diskusi ini tepat pada waktunya.

    Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada dr. Prima Belia

    Fathana atas bimbingan beliau pada kami dalam melaksanakan diskusi. Kami juga

    mengucapkan terima kasih kepada para pakar serta teman-teman yang membantu kami

    dalam proses tutorial ini.

    Kami juga ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan-

    kekurangan yang ada dalam laporan ini. Hal ini adalah semata-mata karena kurangnya

    pengetahuan kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang

    bersifat membangun yang harus kami lakukan untuk dapat menyusun laporan yang

    lebih baik lagi di kemudian hari.

    Mataram, 22 November 2012

    Penyusun

    Kelompok VI

  • 2

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar.1

    Daftar Isi ..2

    Mind Map.3

    Skenario....4

    Learning Objective..5

    Pembahasan

    A. Aspek Perilaku Makan.6

    B. Perilaku Makan.7

    C. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Makan.12

    D. Gangguan Perilaku Makan.14

    E. Zat yang Mempengaruhi Perilaku Makan..26

    Kesimpulan...31

    Daftar Pustaka .32

  • 3

    MIND MAP

    Perilaku

    Makan danminum

    faktor

    Biologis Sosiopsikologis

    Afektif Kognitif Konatif

    Situasional

    Gangguan

    Jenis

    Aditif

    GejalaPatofisiol

    ogis

    AspekLapar dan

    Haus

    Fisiologis Penyebab

  • 4

    SKENARIO V

    You Are What You Eat

    Banyak orang mengidamkan bentuk badan ideal . Hal ini terbukti dari banyak sekali

    ditawarkan dalam iklan minuman dan makanan yang pada pria dapat membentuk abdomen

    six-pack dan lengan berotot. Sedangkan untuk wanita diiklankan pengganti makanan yang

    dapat membuat badan dapat menyelinap diantara dua kursi yang berdekatan. Dorongan untuk

    diterima oleh masyarakat sebagai orang cantik atau gagah bahkan dapat menyebabkan perliku

    tertentu. Dunia memang penuh dengan kontradiksi. Banyak orang berjuang untuk mengatasi

    malnutrisi akibat kelaparan. Namun disisi lain, banyak juga orang yang berjuang untuk

    mengatasi obesitas akibat makan yang berlebih. Lakukan telaah terhadap gambar dan wacana

    di atas.

  • 5

    Learning Objective

    1. Aspek-aspek Perilaku Makan

    2. Perilaku Makan (Fisiologi Makan dan Minum)

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku makan

    4. Gangguan perilaku makan

    5. Zat yang dapat mempengaruhi perilaku makan

  • 6

    PEMBAHASAN

    A. Aspek Perilaku Makan

    Perilaku makan adalah suatu tingkah laku yang dapat dilihat dan diamati, yang

    dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan makannya. Menurut Levi dkk

    (Witari,1997) aspek-aspek perilaku makan adalah sebagai berikut:

    Keteraturan makan

    Seperti memperlihatkan waktu makan (pagi, siang, dan malam)

    Kebiasaan makan

    Kebiasaan makan dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya dari cara

    makan, tempat makan dan beberapa aktivitas yang dilakukan ketika makan. Dilihat

    dari cara makan seperti duduk, berdiri atau sambil berbaring ketika makan.

    Alasan makan

    Makan dilakukan karena menurut kebutuhan fisiologis (rasa lapar), kebutuhan

    psikologis (mood, perasaan, suasana hati), dan kebutuhan sosial (konformitas antara

    teman sebaya, gengsi).

    Jenis makanan yang dimakan

    Perkiraan terhadap kalori-kalori yang ada dalam makanan.

    Menurut Notoatmodjo perilaku makan meliputi beberapa aspek, yaitu

    pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang

    terkandung di dalamnya, pengelolaan makanan,dan sebagainya sehubungan dengan tubuh

    kita.

    Aspek-aspek perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan

    juga meliputi sikap, kepercayaan, jenis makanan, frekuensi, cara pengolahan, dan

    pemilihan makanan.

    Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perilaku

    makan adalah :

    1. Praktek terhadap makan

    2. alasan makan

    3. jenis makanan yang dimakan,

    4. pengetahuan mengenai gizi

  • 7

    B. Perilaku Makan

    Mekanisme rasa lapar

    Sensasi rasa lapar disebabkan oleh keinginan akan makanan dan beberapa

    pengaruh fisiologi lainnya, yang menyebabkan seseorang mencari suplai makanan

    yang adekuat. Jika proses pencarian makanan berhasil, rasa kenyang akan timbul.

    Timbulnya rasa lapar dan kenyang diatur dalam hipotalamus. Beberapa pusat saraf di

    hipotalamus ikut serta dalam pengaturan asupan makanan. Nukleus lateral

    hipotalamus berfungsi dalam pusat makan. Pusat makan disini beroperasi dengan

    membangkitkan dorongan motorik untuk mencari makan.Nukleus ventromedial

    hipotalamus berperan sebagai pusat kenyang. Pusat ini dipercaya memberikan suatu

    sensasi kepuasan makanan yang menghambat pusat makan. Nukleus paraventrikular,

    dorsomedialis, dan arkuata juga berperan dalam pengaturan asupan makanan.

    Hipotalamus menerima sinyal saraf dari saluran pencernaan yang memberikan

    informasi sensorik mengenai isi lambung, sinyal kimia dari zat nutrisi dalam darah

    yang menandakan rasa kenyang, sinyal dari hormon gastrointestinal, sinyal dari

    hormon yang dilepaskan dari jaringan lemak, dan sinyal dari korteks serebri

    (penglihatan, penciuman, dan pengecapan) yang mempengaruhi prilaku makan.

    Pusat makan dan kenyang di hipotalamus memiliki kepadatan reseptor yang

    tinggi untuk neurotransmiter dan hormon yang mempengaruhi prilaku

    makan.Terdapat dua jenis zat yang dapat mengubah prilaku nafsu makan dan rasa

    lapar yaitu, zat oreksigenik yang menstimulasi rasa lapar dan zat anoreksigenik yang

    menghambat rasa lapar.

    Menurunkan Nafsu Makan (anoreksigenik) Meningkatkan Nafsu Makan (Oreksigenik)

    Melanocyte-stimulating hormon (-MSH)

    Leptin

    Serotonin

    Norepinefrin

    Hormon pelepas-kortikotropin

    Insulin

    Kolesitokinin (CCK)

    Peptida mirip glukagon (GLP)

    Neuropeptida Y (NPY)

    Agout reelatid protein (AGRP)

    Hormon pemekat melann (MCH)

    Oreksin A,dan B

    Endorfin

    Galanin

    Asam amino

    Kortikol

  • 8

    Cocaine-and amphetamine-regulated trans-

    cript (CART)

    Peptida YY (PYY)

    Gresgelin

    Terdapat dua jenis neuron di nukleus arkuatus yang sangat penting dalam

    pengaturan nafsu makan dan pengeluaran energi yaitu, neuron proopiomelanokortin

    (POMC) yang memproduksi Melanocyte-stimulating hormon (-MSH) bersama

    dengan Cocaine-and amphetamine-regulated transcript (CART), dan neuron yang

    memproduksi zat oreksigenik neuropeptida Y (NPY) dan Agout reelatid protein

    (AGRP). Aktivasi neuron POMC akan mengurangi asupan makanan dan

    peningkatan pengeluaran energi. Sedangkan aktivasi neuron NPY-AGRP akan

    meningkatkan asupan makanan dan mengurangi pengeluaran energi.

    Neuron POMC melepaskan MSH, yang kemudian bekerja pada reseptor

    melanokortin yang terutama ditemukan di neuron nukleus paraventrikular.

    Meskipun terdapat sedikitnya lima subtipe reseptor melanokortin (MCR), MCR-3

    dan MCR-4 terutama penting dalam pengaturan asupan makanan dan keseimbangan

    energi. Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan mengurangi asupan makanan dan

    meningkatkan pengeluaran energi. Sebaliknya, inhibisi reseptor ini akan

    meningkatkan asupan makanan dan mengurangi pengeluaran energi. Pengaruh

    aktivasi MCR untuk meningkatkan pengeluaran energi kelihatannya diperantai juga

    oleh aktivasi jaras saraf yang berjalan dari nukleus paraventrikel ke nukleus traktus

    solitarius dan menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis.

    AGRP yang dilepaskan dari neuron oreksigenik di hipotalamus merupakan

    antagonis alamiah terhadap MCR-3 dan MCR-4, dan kemungkinan akan

    meningkatkan prilaku makan dengan cara menghambap pengaruh MSH untuk

    menstimulasi reseptor melanokortin. Meskipun peran AGRP dalam pengaturan

    fisiologi asupan makanan belum jelas diketahui, namun hasil penelitian menemukan

    peningkatan pembentukan AGRP menyebabkan prilaku makan yang berlebih.Ini

    disebabkan karena adanya mutasi gen.

    NPY juga dilepaskan dari neuton oreksigenik di nuklei arkuatus. Bila

    simpanan energi tubuh rendah, neuron oksigenik akan teraktivasi untuk melepaskan

    NPY yang akan merangsang nafsu makan. Pada saat yang sama, terjadi pengurangan

  • 9

    pemicu neuron POMC. Sehingga akan mengurangi aktivitas jaras melanokortin dan

    merangsang nafsu makan lanjut.

    Disisi lain, mekanika proses makan yang sesungguhnya diatur oleh pusat

    saraf di batang otak. Dimana fungsi pusat makan ini ialah untuk mengatur jumlah

    asupan makanan dan membangkitkan pusat-pusat makan tersebut agar kerja

    mekanik proses makan dapat dilakukan. Pusat saraf yang lebih tinggi dari

    hipotalamus juga berperan penting dalam pengaturan nafsu makan.Pusat-pusat ini

    meliputi amigdala dan korteks prefrontal.

    Hormon yang berperan dalam proses lapar dan kenyang ini adalah hormon

    insulin, leptin, kolesitokinin, dan ghrelin. Insulin, leptin, dan CCK merupakan hormon

    yang menghambat neuron-neuron AGRP-NPY dan merangsang neuron-neuron

    POMC-CART yang berdekatan sehingga menurunkan asupan makanan.Ghrelin

    merupakan hormon yang disekresikan dari lambung mengaktifkan neuron-neuron

    AGRP-NPY dan merangsang asupan makanan.

    Mekanisme rasa haus

    Rasa haus adalah sensasi subyektif yang mendorong kita untuk menelan H2O.

    Pusat haus terletak di hipotalamus lateral dekat dengan sel penghasil vasopresin.

    Berikut ini adalah mekanisme pengaturan sekresi vasopresin dan rasa haus.

  • 10

    Sekresi vasopresin dan rasa haus umumnya dipicu secara bersamaan

    Pusat-pusat kontrol hipotalamus yang mengatur sekresi vasopresin (dan

    pengeluaran urin) serta rasa haus (dan minum) bekerja secra terpadu. Sekresi

    vasopresin dan ras haus dirangsang oleh defisit H2O bebas dan ditekan oleh

    kelebihan H2O bebas. Karena itu, keadaan yang mendorong terjadinya penurunan

    pengeluaran urin untuk menghemat H2O tubuh juga menimbulkan rasa haus untuk

    mengganti H2O tubuh.

    Peran Osmoreseptor Hipotalamus

    Sinyal eksitatorik utama untuk sekresi vasopresin dan rasa haus berasal dari

    osmoreseptor hipotalamus yang terletak dekat sel penghasil vasopresin dan pusat

    haus. Osmoreseptor-osmoreseptor ini memantau osmolaritas cairan di sekeliling

    mereka, yang selanjtunya mencerminkan konsentrasi keseluruhan lingkungan

    cairan internal. Seiring dengan peningkatan osmlaritas (H2O terlalu sedikit) dan

    kebutuhan akan konservasi H2O bertambah, sekresi vasopresin dan rasa haus

    diaktifkan. Akibatnya, reabsorpsi H2O di tubulus distal dan koligentes meningkat

    sehingga pengeluaran urin berkurang dan H2O dihemat sementara asupan H2O

    secara bersamaan dirangsang. Efek-efek ini memulihkan simpanan H2O yang

    berkurang sehingga kondisi hipertonik mereda dengan pulihnya konsentrasi zat-

    zat terlarut ke normal. Sebaliknya, kelebihan H2O, yang bermanifestasi sebagai

    penurunan osmolaritas CES, mendorong peningkatan ekskresi urn (melalui

    penurunan sekresi vasopresin) dan menekan rasa haus, yang sama-sama

    mengurangi jumlah air di dalam tubuh.

    Peran reseptor volume atrium kiri

    Meskipun perangsangan utama sekresi vasopresin dan rasa haus adalah

    peningkatan osmolaritas CES, namun sel penghasil vasopresin dan pusat haus

    juga dipengaruhi dalam tingkat moderat oleh perubahan CES yang diperantarai

    olehsinyal dari reseptor volume atrium kiri. Reseptor volume ini yang terletak di

    atrium kiri, memantau tekanan darah yang mengalir ynag mencerminkan volume

    CES. Sebagai respon terhadap penurnan mencolok volume CES dan tekanan

    darah arteri, seperti ketika terjadi perdarahan, reseptor volume atrium kiri secara

    refleks merangsang sekresi vasopresin dan rasa haus. Pengeluaran vasopresin dan

    meningkatnya rasa haus masing-masing menurunkan pengeluaranurin dan

    meningkatkan pemasukan cairan. Selain itu, vasopresin yang dipicu oleh

  • 11

    penurunan mencolok volume CES dan tekanan darah arteri, di sirkulasi

    menimbulkan vasokontriksi pada arteriol. Dengan membantu memperbesar CES

    dan volume plasma serta dengan meningkatkan resistensi perifer total, vasopresin

    membantu mengatasi penurunan tekanan darah yang memicu sekresi vasopresin.

    Sebaliknya, vasopresin dan rasa haus dihambat ketika volume CES/ plasma dan

    tekanan darah arteri meningkat. Penekanan asupan H2O, disertai oleh eliminasi

    kelebihan volume CES/ plasma melalui urin membantu memulihkan tekanan

    darah ke normal.

  • 12

    C. Faktor yang mempengaruhi perilaku makan

    1. Faktor Biologis

    Nutrisi

    Perilaku makan dapat dipengaruhi oleh faktor nutrisi dari dalam tubuh. Salah

    komponen nutrisi yang berpengaruh terhadap perilaku makan adalah glukosa. Jika

    kadar glukosa dalam darah turun maka akan menyebabkan rasa lapar. Teori ini

    disebut dengan teori glukostatik. Dari sebuah penelitian didapatkan bahwa

    peningkatan kadar glukosa darah dapat meningkatkan kecepatan peletupan neuron

    glukoreseptor pada nucleus ventromedial hipotalamus yang merupakan pusat rasa

    kenyang. Selain itu peningkatan kadar glukosa juga menurunkan kecepatan

    peletupan neuron glukosensitif di pusat lapar yaitu nucleus lateral hipotalamus.

    Selain glukosa, asam amino dan lipid juga berperan terhadap perilaku makan. Jika

    konsentrasi asam amino dalam darah menurun dan konsentrasi pemecahan lipid

    juga menurun, maka akan menyebabkan rasa lapar. Hal ini memunculkan teori

    aminostatik dan lipostatik. Beberapa asam amino dan zat lipid juga memiliki efek

    yang sama seperti glukosa pada nucleus ventromedial dan nucleus lateral

    hipotalamus yang merupakan pusat rasa kenyang dan lapar.

    Hormonal

    Terdapat beberapa hormon yang brpengaruh terhadap perilaku makan. Beberapa

    diantaranya adalah kolesistokinin, glucagon dan insulin. Kolesistokinin

    merupakan hormon gastrointestinal yang keluar sebagai respon terhadap

    masuknya lemak pada duodenum. Kolesistokinin memiliki efek yang cukup kuat

    terhadap pusat makan, sehingga dapat menghentikan keinginan untuk makan.

    Hormon lainnya adalah glucagon dan insulin. Glucagon dan insulin dikeluarkan

    oleh pancreas sebagai respon terhadap masuknya makanan pada lambung dan

    duodenum. Baik glucagon maupun insulin dapat menekan keinginan untuk makan

    dengan cara menekan sinyal makan neurogenik dari otak.

    2. Faktor Sosiopsikologis

    Selain faktor-faktor involunter yang dapat timbul secara otomatis di atas,

    kebiasaan makanan seseorang juga dibentuk oleh faktor psikologi dan sosial. Seperti

    makan tiga kali sehari bukan karena lapar, namun karena kebiasaan. Kenikmatan yang

  • 13

    diperoleh dari makan dapat memperkuat perilaku makan. Makan makanan dengan

    rasa lezat, aroma menggugah selera, dan bentuk menarik dapat meningkatkan nafsu

    makan dan pemasukan makanan. Hal ini dibuktikan dengan eksperimen pada tikus-

    tikus yang ditawari berbagai makanan manusia yang lezat. Tikus-tikus itu makan

    berlebihan sampai sebanyak 70%-80% dan mengalami kegemukan. Stres, rasa cemas,

    depresi dan rasa bosan juga dibuktikan mengubah perilaku makan melalui cara-cara

    yang tidak berkaitan dengan kebutuhan energi, baik pada hewan percobaan dan

    manusia. Dengan demikian, setiap penjelasan menyeluruh mengenai bagaimana

    pemasukan dikontrol harus memperhitungkan tindakan-tindakan mengkonsumsi

    makanan secara volunter tersebut yang dapat memperkuat atau mengalahkan sinyal-

    sinyal internal yang mengatur perilaku makan.

    Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen.

    Komponen Afektif, merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis,

    didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.

    Komponen Kognitif, aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui

    manusia.

    Komponen Konatif, aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan

    kemauan bertindak.

    3. Faktor Situsional

    Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor

    situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh

    lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa:

    Tingkat perkembangan teknologi dan komunikasi

    Perkembangan teknologi dan komunikasi yang pesat mempengaruhi jumlah dan

    jenis pangan, sehingga individu dihadapkan beberapa alternatif pemilihan

    makanan yang tentunya akan mempengaruhi perilaku makannya.

    Penampilan makanan

    Sebelum pemilihan berdasarkan gizi, remaja lebih tertarik pada warna, rasa,

    tekstur, serta tidak lepas dari hedonisme atau mendapatkan kenikmatan semata-

    mata. Perilaku makan sudah lebih rumit lagi, tidak hanya mengutamakan

    kesegaran dan kelezatan, tetapi juga cara penampilan, penyajian, dan keeksotisan

    tanpa mempertimbangkan nilai gizinya.

  • 14

    Tingkat ekonomi

    Dari sudut pandang ekonomi, remaja menjadi pasar yang potensial untuk produk

    makanan tertentu. Umumnya remaja mempunyai uang saku. Hal ini dimanfaatkan

    sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun

    elektronik.

    Suasana dalam keluarga

    Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan

    makan. Suatu studi mengungkap bahwa pola makan pada remaja putri dari

    keluarga bahagia cenderung lebih baik daripada mereka yang berasal dari keluarga

    yang tidak harmonis. Hal ini mungkin dilandasi oleh ada atau tidak adanya

    kebiasaan makan bersama. Pada era maju seperti saat ini, orang tua memang telah

    menjadi manusia sibuk karena urusan di luar rumah tangga. Oleh karena itu

    kebiasaan makan bersama akhirnya luntur karena tiadanya waktu saling

    berkumpul, apalagi makan bersama.

    Kemajuan industri makanan

    Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa mempengaruhi pola

    makan kaum remaja di kota. Khususnya bagi remaja tingkat menengah ke atas,

    restaurant fast food merupakan tempat yang tepat untuk bersantai. Makanan yang

    ditawarkan pun relatif dengan harga yang terjangkau kantong mereka, servisnya

    cepat, dan jenis makanannya memenuhi selera. Fast food adalah gaya hidup

    remaja kota.

    Faktor ekologis, misal kondisi alam atau iklim

    Faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang

    Faktor temporal, misal keadaan emosi

    Suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara

    Teknologi

    Faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial

    individu

    lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya

    Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku

    D. GANGGUAN PERILAKU MAKAN

    1. Anoreksia Nervosa

  • 15

    Anoreksia nervosa merupakan sindroma yang amat khas mengenai gangguan

    somatik yang penyebabnya berasal dari faktor psikis. Anoreksia nervosa merupakan

    satu gangguan makan yang ditandai membatasi jumlah makanan dengan amat ketat.

    Penderita cendrung menolak untuk makan meskipun dalam keadaan lapar karena

    ketakutannya menjadi gemuk atau motivasinya tinggi untuk memiliki tubuh yang

    sempurna.

    Etiologi

    Penyebab anoreksia sangat berkaitan dengan beberapa faktor, diantaranya :

    a. Faktor biologi

    Opiat endogen mungkin memberikan konstribusi pada penyangkaan dan

    keadaan lapar pasien anoreksia nervosa. Penelitian sebelumnya menunjukkan

    peningkatan berat badan yang berarti pada beberapa pasien yang diberi opiat

    antagonis.

    Kelaparan menghasilkan beberapa perubahan biokimia, yang sebagian juga ada

    pada pasien depresi, seperti hiperkortikolemia dan non supresi dari

    dexamethason. Fungsi tiroid juga tertekan, kelainan ini hanya bisa dikoreksi

    dengan kaliminasi. Kelaparan juga menyebabkan amenorrhea yang

    menunjukkan kadar hormon (luitenizing hormon, FSH, gonadotropin, realising

    hormon). Meskipun begitu, beberapa pasien anoreksia nervosa menderita

    amenorrhea sebelum kehilangan berat badan yang signifikan.

    b. Faktor sosial

    Pasien anoreksia nervosa menemukan dukungan atas perilaku mereka

    dan pandangan masyarakat akan kekurusan tubuh dan olah raga. Tidak ada

    gambaran keluarga yang spesifik untuk anoreksia nervosa. Walaupun begitu,

    ditemukan bukti yang menunjukkan pasien-pasien anoreksia nervosa

    mempunyai masalah hubungannya dengan keluarga dan penyakit mereka.

    Pasien anoreksia nervosa mempunyai sejarah keluarga yang depresi,

    ketergantungan alkohol, atau gangguan makan.

    c. Faktor psikososial dan psikodinamik

    Anoreksia nervosa adalah sebagai suatu reaksi dari tuntutan remaja

    untuk kebebasan yang lebih dan peningkatan fungsi sosial dan sexual mereka.

    Pasien anoreksia nervosa umumnya kurang percaya diri, banyak dari mereka

    merasa tubuh mereka dibawah kontrol orang tua mereka. Melaporkan diri

  • 16

    sendiri mungkin merupakan usaha untuk mendapat pengakuan sebagai orang

    yang spesial dan unik.

    Klinis psikoanalitik yang mengobati pasien anoreksia nervosa umumnya

    setuju bahwa pasien-pasien muda tidak dapat berpisah secara psikologi dengan

    ibu mereka. Pasien-pasien anoreksia nervosa merasa keinginan makan adalah

    suatu kerakusan dan tidak bisa diterima, oleh karena itu, keinginan tersebut

    harus diabaikan. Orang tua merespon hal ini dengan ketakutan apakah anak

    mereka akan makan dan pasien mengabaikan ketakutan orang tua mereka.

    Diagnosa

    Onset anoreksia nervosa biasanya umur 10 tahun dan 30 tahun. Pasien

    diluar range ini tidak tipikal, jadi diagnosa untuk pasien ini masih dipertanyakan.

    Setelah umur 13 tahun, onsetnya meningkat sangat cepat. Maksimum pada usia 17

    tahun sampai 18 tahun sekitar 85 % dari pasien anoreksia nervosa, onsetnya antara

    umur 13 tahun dan 20 tahun. Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan

    dengan sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita. Untuk suatu

    diagnosis yang pasti, dibutuhkan hal-hal seperti dibawah ini :

    a. Berat badan tetap dipertahankan 15 % dibawah yang seharusnya (baik yang

    berkurang maupun yang tidak pernah dicapai) atau Quatelets body mass

    index : adalah 17,5 atau kurang [Quatelets body mass index = berat (Kg) /

    tinggi (M2)]. Pada penderita pria pubertas bisa saja gagal mencapai berat

    badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan.

    b. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan

    makanan yang mengandung lemak dan salah satu atau lebih dari hal-hal

    yang berikut ini : Merangsang muntah oleh diri sendiri. Menggunakan

    pencahar.Olah raga berlebihan. Memakai obat penekan nafsu makan dan

    atau diuretika.

    c. Terdapat distorsi body image dalam bentuk psikopatologi yang spesifik

    dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita, penilaian

    yang berlebihan terhadap berat badan yang rendah.

    d. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan hypothalmic-pituitary

    ayis, dengan manifestasi pada wanita sebagai amenorrhea dan pada pria

    sebagai kehilangan minat dan potensi seksual. (Suatu kecualian adalah

    perdarahan vagina yang menetap pada wanita yang anoreksia yang

  • 17

    menerima terapi hormon, umumnya dalam bentuk pil, kontrasepsi), juga

    dapat terjadi kenaikan hormon pertumbuhan, naiknya kadar kortisol,

    perubahan metabolisme periperal dan hormon tiroid dan sekresi insulin

    abnormal.

    e. Jika onsetnya terjadi pada masa prepubertas, perkembangan puber tertunda

    atau dapat juga tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak perempuan buah

    dadanya tidak berkembang dan terdapat amenorrhea primer, pada anak laki-

    laki genitalianya tetap kecil). Pada penyembuhan, pubertas kembali normal,

    tetapi menarche terlambat.(2,3,4)

    Prognosis

    Perjalanan penyakit anoreksia nervosa bervariasi, tumbuh spontan tanpa

    pengobatan sembuh setelah terapi yang bervariasi, berat badan yang turun naik

    diikuti relaps, penyakit yang secara berangsur-angsur memburuk dan berakhir

    dengan kematian akibat komplikasi dari kelaparan. Secara umum, prognosa tidak

    bagus, penelitian menunjukkan tingkat mortalitas antara 5-18%.

    Indikasi bahwa penyakit sudah membaik adalah pangakuan akan

    kelaparan, berkurang penyangkalan, ketidakdewasaan yang berkurang dan

    membuktikan penghargaan terhadap diri sendiri. 30 50 % dari pasien anoreksia

    nervosa memiliki gejala bulimia nervosa, dan biasanya gejala bulimia terjadi

    kurang dari 1 tahun setelah timbulnya anoreksia nervosa.

    Penatalaksanaan

    Terapi yang menyeluruh dibutuhkan untuk menangani kasus anoreksia

    nervosa, termasuk didalamnya hospitalisasi jika dibutuhkan dan psikoterapi

    terhadap individu dan keluarganya.

    a. Hospitalisasi

    Pertimbangan utama dalam penanganan anoreksia nervosa adalah

    mengembalikan keadaan gizi pasien, sebab dehidrasi, kelaparan dan

    gangguan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan masalah kesehatan

    yang serius. Bahkan pada beberapa kasus, kematian, keputusan untuk

  • 18

    menghospitalisasi pasien didasarkan pada kondisi medis umum pasien dan

    menjamin kerja sama pasien.

    b. Psikoterapi

    Mayoritas pasien anoreksia nervosa membutuhkan intervensi yang berlanjut

    setelah keluar dari rumah sakit. Bahkan dalam kasus yang kurang parah.

    Hospitalisasi bahkan tidak dibutuhkan karena kebanyakan pasien mengalami

    gangguan pada masa remaja tetapi keluarga adalah bagian dari rencana

    terapi. Meskipun psikodinamik terapi tidak dibutuhkan pada tingkatan awal

    terapi, terutama jika pasien anoreksia nervosa dalam kelaparan.Psikoterapi

    yang berorientasi pada insight hanya berguna pada pasien anoreksia nervosa

    yang telah stabil.

    c. Terapi biologis

    Anti depresiva sering digunakan dan sering berguna. Siproheptadin

    (periactin) mungkin membantu, karena khasiat samping yang menambah

    berat badan. Anti depresiva sertonik seperti fluoxetine, sertraline dan

    paroksetin mungkin dapat membantu. Beberapa bukti juga menunjukkan

    elektrokonvulsiva terapi (ECT) berguna bagi kasus-kasus tertentu anoreksia

    nervosa dan gangguan depresi mayor.

    2. Bulimia Nervosa

    Bulimia nervosa (BN) ditandai dengan episode berulang makan berlebihan

    (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah, berpuasa,

    beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif

    kehilangan kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja, dan

    beraktifitas secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin

    dan tiroksin juga boleh terjadi (NCCMH, 2004).

    DSM-IV mengklasifikasikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan

    nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan

    secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik atau enema. Pada tipe

    nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain cara yang digunakan

    pada tipe purging, seperti berpuasa atau beriadah secara berlebihan (APA, 1994).

    Etiologi dan Faktor Resiko

  • 19

    Faktor risiko untuk terjadinya BN antara lain ialah faktor familial seperti

    obesitas pada orang tua, gangguan afek, dan kritikan dari keluarga tentang berat

    badan atau kebiasaan makan. Terdapat juga kerentanan genetik pada anak kembar

    untuk mengalami BN tetapi bagaimana hal ini terjadi tidak begitu jelas (Abraham

    dan Stafford, 2004).

    Gambaran klinis

    Komplikasi fisik BN termasuk kelelahan sebagai akibat dehidrasi,

    gangguan pencernaan yang disebabkan oleh muntah dan penyalahgunaan

    pencahar, menstruasi yang tidak teratur dan masalah gangguan kesuburan, dan

    masalah jantung yang diakibatkan oleh penyalahgunan ipecac (Abraham dan

    Stafford, 2004). Perlu diberi perhatian jika terdapat pembengkakan kelenjar liur

    yang disebakan oleh muntah-muntah dan erosi enamel yang diakibatkan oleh

    regurgitasi asam lambung (Tsuboi, 2005).

    Disebabkan oleh perbuatan muntah yang berulang, individu tersebut

    mengalami ketidakseimbangan elektrolit seperti, hipokalemia, hipokloremia,

    danhiponatremia, dan juga boleh menyebabkan alkalosis. Penggunaan pencahar

    yang berulang boleh menyebabkan asidosis metabolik yang ringan (Walsh, 2008).

    Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN. Kecemasan

    (anxiety) dan tegang (tension) sering dialami (NCCMH, 2004). Kebanyakan

    pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami

    gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan

    penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan BN

    merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya

    daripada keluarga dan teman-teman. (Walsh, 2008).

    Diagnosis

    Diagnosis BN menggunakan kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh DSM-IV.

    Kriteria diagnostik BN ialah;

    1. Episode makan berlebihan yang berulang yang dikarakteristikkan dengan

    konsumsi sejumlah besar makanan dalam waktu yang singkat (selalunya

    kurang daripada 2 jam) dan perasaan untuk makan tidak terkontrol.

  • 20

    2. Perilaku kompensasi makan berlebihan yang berulang, seperti

    memuntahkan kembali, penggunaan pencahar, berdiet keras atau berpuasa

    secara berlebihan sebagai melawan perbuatan makan berlebihan.

    3. Perbuatan 1 dan 2 telah berlangsung sebanyak sekurang-kurangnya 2

    kali/minggu selama sekurang-kurangnya 3 bulan.

    4. Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.

    Terapi

    Untuk mengurangi dan mengeliminasi perilaku makan/muntah, individu

    tersebut perlu menjalani kaunseling gizi dan psikoterapi, terutama terapi perilaku

    kognitif (cognitive behavioral therapy (CBT)) atau diberi pengobatan seperti

    antidepresan seperti fluoksetin, yang merupakan satu-satunya obat

    yangdibenarkan oleh Food and Drug Administration untuk mengobati BN

    (NCCMH, 2004).

    CBT merupakan pengobatan psikologis jangka pendek (4-6 bulan) yang

    berfokus pada perhatian berlebihan pada bentuk dan berat badan, diet yang

    persisten dan perilaku makan/muntah yang menggambarkan gangguan ini (Walsh,

    2008).

    Prognosis

    Prognosis BN lebih baik daripada prognosis AN (Anoreksia Nervosa).

    Mortalitas yang rendah, dan penyembuhan sempurna bisa terjadi pada 50% dalam

    masa 10 tahun. Kira-kira 25% pasien mengalami simptom BN yang persisten dan

    ada yang beralih dari BN menjadi AN.

    3. Kaheksia

    Kaheksia kanker berasal dari bahasa Yunani kakos dan hexis yang berarti

    keadaan yang buruk. Kaheksia kanker merupakan suatu kelainan yang berat dan

    sangat kompleks, ditandai dengan penurunan berat badan, yang berkaitan dengan

    anoreksia, astenia (lemah dan kurang tenaga atau energi), anemia dan perubahan

    fungsi imun. Astenia merupakan gejala yang menonjol dengan gambaran kelemahan

    secara umum, baik fisik maupun mental. Pada astenia dijumpai kehilangan massa

    otot, yang tidak hanya terjadi diotot skelet tetapi juga pada otot jantung, sehingga

    dapat mengakibatkan gangguan kerja jantung.

  • 21

    Selain gejala-gejala kaheksia yang telah disebutkan di atas, juga terjadi gangguan

    metabolisme, yaitu resistensi insulin, peningkatan lipolisis dan kehilangan massa

    lemak dengan atau tanpa disertai peningkatan oksidasi lipid,peningkatan pergantian

    (turnover) protein yang disertai kehilangan massa otot dan terjadi peningkatan

    produksi protein fase akut (acute phase protein).

    Kaheksia kanker ditemukan pada lebih dari 80% pasien yang menderita keganasan

    tahap lanjut dan menjadi penyebab kematian pada lebih dari 20% kasus. Masing-

    masing jenis tumor akan memberikan akibat kaheksia yang berbeda-beda, misalnya

    kaheksia yang lebih berat ditemukan pada kanker gastrointestinal, paru dan prostat.

    Hal yang sebaliknya ditemukan pada kanker darah dan payudara. Pada pasien dengan

    tumor batang otak, massa sangat mudah menekan pusat muntah serta menimbulkan

    disfungsi motorik gastrointestinal, tentusaja hal ini sangat berperan pada timbulnya

    kaheksia. Kehilangan berat badan pada kanker berdampak pada kualitas hidup dan

    usia harapan hidup pasien.Penurunan berat badan sebanyak 30% berisiko fatal.

    Pasien kaheksia, jika mendapatkan terapi kemo akan memberikan respon yang

    kurang dan efek toksik yang lebih tinggi. Mekanisme kaheksia kanker tidak

    sesederhana seperti pada kelaparan (starvation) yaitu asupan kalori yanglebih

    rendah dibandingkan kebutuhan saja, melainkan terjadi juga kekacauan

    metabolisme. Gangguan metabolisme yang terjadi pada kaheksia kanker dipengaruhi

    keluarnya sitokin dan faktor pemicu kaheksia lain yang dihasilkan oleh tumor dan

    tubuh sendiri.

    4. Obesitas

    Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi

    aringan lemak yang berlebihan sehinga dapat mengangu kesehatan.obesitas dapat

    dapat digolongkan menjadi 3 jenis ada obesitas ringan,obesitas sedang dan obesitas

    berat. Obesitas ringan kelebihan berat badan 20-40% , obesitas sedang(kelebihan

    berat badan dari 41% -100% dan obesitas berat (lebih dari 100 % berat ideal).

    Dari penelitian ibu desiana erawati dalam jurnal IPTEK olahraga no. 3 september

    2003 yang mengambil sampel siswa smpyang obesitas ternyata didapatkan bahwa

    pola prilaku makan remaja yang mengalami obesitas berkisar 3-4 kali dalam sehari

  • 22

    namun remaja obesitas memilki kebiasaan menambahporsi makan pada saat makan

    dan makanan kesukaan adalah makanan yang tinggi kalori, tinggi lemak serta rendah

    serat. Remaja tersebut juga memiliki kebiasaan jajan dan ngemil.dan kebiasaan

    tersebut dilakukan bersama teman-teman dan orang tua baik dirumah maupun di luar

    rumah.

    Ada 3 faktor yang mempengaruhi prilaku makan pada orang obesitas yaitu faktor

    fisiologi dan ada faktor psikologinya dan faktor lingkungannnya.

    Faktor fisiologis

    1. Hiperfagia

    Adanya kerusakan atau lesi pada hipotalaus bagian ventromedial

    hipotalamus sehingga orang tersebut cenderung terus makan tanpa adanya

    rasa kenyang. Karenadaerah terebut berfungsi sebagai tempat kenyang. Selain

    itu lesi pada nukeus paraventrikular juga dapat menimbulkan proses man yang

    berlebihan.

    2. Hipotesis Lipostatik

    Leptin yang terdapat di jaringan adiposa akan menghitung atau mengukur

    persentase lemak dalam sel lemak di tubuh, apabila jumlah lemak tersebut

    rendah, maka akan membuat hipotalamus menstimulasi kita untuk merasa

    lapar dan makan.

    3. Hipotesis Hormon Peptida pada Organ Pencernaan

    Makanan yang ada di dalam saluran gastrointestinal akan merangsang

    munculnya satu atau lebih peptida, contohnya kolesitokinin. Kolesitokinin

    berperan dalam menyerap nutrisi makanan. Apabila jumlah kolesitokinin

    dalam GI rendah, maka hipotalamus akan menstimulasi kita untuk memulai

    pemasukan makanan ke dalam tubuh.

    4. Hipotesis Glukostatik

    Rasa lapar pun dapat ditimbulkan karena kurangnya glukosa dalam darah.

    Makanan yang kita makan akan diserap tubuh dan sari-sarinya (salah satunya

    glukosa)akan dibawa oleh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh, jika dalam

    darah kekurangan glukosa,maka tubuh kita akan memerintahkan otak untuk

    memunculkan rasa lapar dan biasanya ditandai dengan pengeluaran asam

    lambung.

    5. Hipotesis Termostatik

  • 23

    Apabila suhu dingin atau suhu tubuh kita di bawah set point, maka

    hipotalamus akan meningkatkan nafsu makan kita. Teori produksi panas yang

    dikemukakan oleh Brobeck menyatakan bahwa manusia lapar saat suhu

    badannya turun, dan ketika naik lagi, rasa lapar berkurang. Inilah salah satu

    yang bisa menerangkan mengapa kita cenderung lebih banyak makan di

    waktu musim hujan/dingin.

    6. Neurotransmitter

    Neurotransmitter ada banyak macam, dan mereka berpengaruh terhadap

    nafsu makan. Misalnya saja, adanya norepinephrine dan neuropeptida Y akan

    membuat kita mengkonsumsi karbohidrat. Apabila adanya dopamine dan

    serotonine, maka kita tidak mengkonsumsi karbohidrat.

    7. Kontraksi di Duodenum dan Lambung

    Kontraksi yaitu kontraksi yang terjadi bila lambung telah kosong selama

    beberapa jam atau lebih. Kontraksi ini merupakan kontraksi peristaltik yang

    ritmis di dalam korpus lambung. Ketika kontraksi sangat kuat, kontraksi ini.

    Faktor Psikologis

    Rasa lapar tidak dapat sepenuhnya hanya dijelaskan melalui komponen biologis.

    Sebagai manusia, kita tidak dapat mengesampingkan bagian prikologis kita,

    komponen belajar dan kognitif (pengetahuan) dari lapar. Tak seperti makhluk

    lainnya, manusia menggunakan jam dalam rutinitas kesehariannya, termasuk saat

    tidur dan makan.

    Bau, rasa, dan tekstur makanan juga memicu rasa lapar. Warna makanan juga

    memperngaruhi rasa lapar. Stres juga dapat berpengaruh terhadap nafsu makan, tetapi

    ini bergantung pada masing-masing individu.

    Kebiasaan juga mempengaruhi rasa lapar. Seperti orang normal yang biasa makan

    3 kali sehari bila kehilangan 1 waktu makan, akan merasa lapar pada waktunya

    makan walaupun sudah cukup cadangan zat gizi dalam jaringan-jaringannya

    Faktor lingkungan

    1. Bisa disebabkan oleh faktor orang tua yang selalu menyediakna makan pada

    anak-anaknya dan memberi uang jajan yang berlebihan bisa menyebabkan

    orang tersebut menjadi obesitas.

  • 24

    2. bisa disebabkan karena lingkungan yang menantang orang tersebut untuk terus

    makan misalnya hidup di kalangan orang-orang yang obesitas

    5. Adiksi

    Penelitian-penelitian di bidang adiksi dan mind-sciences (neurosciences) dalam

    kurang lebih 10 tahun terakhir ini telah mendapatkan temuan-temuan nyata tentang

    peran dan mekanisme otak dalam perilaku kecanduan. Bila jiwa dan perilaku

    manusia dipandang sebagai otak yang dioperasionalkan maka semua perilaku

    manusia, termasuk perilaku adiksi (kecanduan) harus dipandang faktor di otaklah

    yang bertanggungjawab.

    Apakah kecanduan (adiksi) itu didapat dari pengaruh lingkungan dan teman

    dekat, atau diturunkan (diwariskan)? Sebuah hipotesis klasik mengatakan bahwa

    ada ragam genetik tertentu di otak yang menyebabkan seseorang, mau tidak mau,

    menjadi pecandu (heroin, amfetamin, nikotin, alkohol, dan lain-lain). Pada sepuluh

    anak yang diajari menyuntik heroin tiap hari sampai lima hari, hanya 2 atau 3 yang

    lanjut menjadi pecandu, lainnya sama sekali tidak menjadi pecandu. Demikian pula

    halnya dengan rokok. Hanya 2 atau 3 dari sepuluh anak yang menjadi perokok berat

    (lebih dari 10 batang perhari).

    Dengan menggunakan peralatan medis canggih seperti MRI, CT

    Scan,Brainmapping, dan lain-lain.Penelitian-penelitian adiksi bisa menunjukkan

    bahwa faktor-faktor di otak yang bertanggungjawab pada terjadinya adiksi adalah

    senyawa neurokimiawi di celah sinaptik yang disebut dopamin. Celah sinaptik

    terdapat antara ujung satu sel syaraf (neuron) dengan ujung sel syaraf yang lain.

    Dopamin yang dikeluarkan ke celah sinaptik dari ujung sel syaraf akan ditarik dan

    ditangkap oleh reseptor-reseptor dopamin pada dinding ujung sel syaraf lain pada

    celah itu.

    Keluarnya dopamin yang cukup, dalam kondisi normal, akan menimbulkan rasa

    nyaman secara fisik dan mental pada individu. Bila suatu saat pengluaran dopamin

    menurun, maka sirkuit otak yang didukung neurotransmiter lain, GABA, akan

    bereaksi meningkatkan dan akibatnya akan tercapai respons kenikmatan lagi. Opiat

    seperti heroin dan kokain yang disuntikkan dalam darah akan mendorong pengluaran

  • 25

    dopamin ke celah sinaptik lebih banyak dan akibatnya tercapai respons rasa nyaman

    atau nikmat yang tinggi.

    Bila kemudian efek opiat yang mendorong dopamin ini menurun individu merasa

    tidak nyaman bahkan kesakitan, maka ia harus mengkonsumsi opiat lagi, secara

    dibakar dan disedot ataupun disuntikkan untuk meningkatkan pengluaran dopamin

    lagi yang menimbulkan rasa nikmat lagi. Ternyata untuk memperoleh rasa nikmat

    yang sama dibutuhkan zat adiktif yang makin lama semakin banyak kadarnya.

    Terjadilah toleransi zat dan pengulangan-pengulangan terus yang disebut kecanduan

    (adiksi).

    Opiat (heroin, kokain) ternyata juga merusakkan sistem neurotransmiter GABA

    yang berfungsi sebagai pengerem atau penghambat reseptor-reseptor dopamin yang

    akan meningkatkan kadar dopamin terus menerus. Sistem GABA yang membentuk

    sirkuit keseimbangan otak ini dihancurkan oleh zat adiktif heroin atau kokain. Maka

    individu secara tak terkendali menyuntikkan heroin terus sampai sehari sepuluh kali

    untuk meningkatkan dopamin yang menghasilkan rasa nikmat napza.

    Para peneliti menemukan adanya predisposisi genetik pada para pecandu berat

    opiat dan alkohol, yaitu tingginya jumlah A1 allele dari gen reseptor DRD2

    (dopamin) dan rendahnya jumlah gen reseptor serotonin di otak mereka sebelum

    mereka menjadi pecandu. Tingginya jumlah allele gen repetor dopamin ini

    menyebabkan dopamin yang tercurah pada mereka memang banyak dan dibutuhkan

    zat adiktif opiat atau alkohol untuk mempercepat peningkatannya bila suatu ketika

    menurun.

    Jadi mereka cenderung mencari zat-zat yang bisa secara cepat dan hebat

    meningkatkan lagi dopamin mereka. Sedang rendahnya jumlah reseptor serotonin

    menyebabkan selalu menurunnya serotonin di celah sinaptik yang menyebabkan

    depresi dan bunuh diri. Pemakaian heroin, amfetamin atau alkohol akan mendorong

    pelepasan neurotransmiter serotonin ini yang bila meningkat kadarnya akan

    menghilangkan depresi dan memberikan rasa nyaman dan bahagia.

    Mekanisme adiksi digambarkan sebagai berikut

    Penggunaan secara berulang dan kompulsif dari bahan-bahan tertentu, walaupun

    dengan konsekuensi kesehatan yang negatif.

  • 26

    Dihubungkan dengan sistem ganjaran, dan secara khusus dengan nukleus

    accumbens, juga melibatkan neuron dopaminergik mesokortikal yang berproyeksi

    dari midbrain ke nukleus accumbens dan korteks frontal.

    Obat-obat dengan efek adiksi mempengaruhi otak dengan berbagai cara,

    kesamaannya adalah bahwa obat-obat ini meningkatkan jumlah dopamin yang

    berikatan dengan reseptor D3 di nukleus Accumbens.

    Secara akut obat-obat ini menginduksi sistem ganjaran di otak.

    Salah satu karakter adiksi adalah kecenderungan untuk kembalinya adiksi setelah

    terapi, biasanya dibangkitkan oleh suasana yang berhubungan dengan saat

    penggunaan obat-obat tersebut. Kemungkinan pengulangan ini dihubungkan dengan

    walau pada dosis tunggal, obat-obat dengan efek adiksi membuat pelepasan

    neurotransmitter di area yang berhubungan dengan memori.

    Korteks frontal medial, hippocampus, dan amigdala, semuanya berhubungan

    dengan memori, dan semuanya berproyeksi ke nukleus accumbens melalui jalur

    glutamat eksitasi.

    E. Zat yang mempengaruhi perilaku makan

    Dewasa ini banyak sekali produk pelangsing (antiobesitas) yang dijual dipasaran yang

    memiliki efek terhadap bagaimana perilaku makan seseorang. Mekanisme kerja dari zat

    antiobesitas pada prinsipnya adalah sebagai berikut:

    1. Menekan nafsu makan.

    2. Meningkatkan metabolisme tubuh

    3. Menurunkan kemampuan tubuh untuk mengabsorpsi nutrien tertentu dari makanan,

    utamanya lemak, misalnya dengan cara menghambat peruraian lemak sehingga tidak

    dapat diserap oleh tubuh.

    Beberapa contoh obat antiobesitas antara lain:

    1. Orlistat (Xenical)

    Obat ini menggurangi penyerapan lemak di usus dengan cara menghambat enzim

    lipase dari pankreas. Lipase adalah enzim yang bertugas menguraikan lemak. Obat ini

  • 27

    bisa menyebabkan feses menjadi berlemak, perut kembung, dan kontrol BAB

    terganggu. Tapi efek samping ini bisa dikurangi jika asupan makanan berlemak di

    kurangi.

    2. Sibutramin (Meridia, Reductil)

    Obat ini bekerja secara sentral menekan nafsu makan, dengan mengatur

    ketersediaan neurotransmiter di otak, yaitu menghambat re-uptake serotonin dan

    norepinefrin. Namun obat ini harus digunakan secara hati-hati karena dapat

    meningkatkan tekanan darah, menyebabkan mulut kering, konstipasi, sakit kepala dan

    insomnia. Sibutramin inilah yang sering ditambahkan oleh produsen jamu pelangsing.

    Padahal untuk mereka yang memiliki gangguan penyakit kardiovaskuler tentu sangat

    riskan menggunakan jamu ini karena dapat meningkatkan tekanan darah dan mungkin

    risiko terjadinya stroke.

    Cara kerjanya hampir mirip seperti obat-obat golongan katekolamin dan

    turunannya. Ini mengingatkan pada salah satu obat yang cukup terkenal dan

    menghebohkan, yaitu fenilpropanolamin (PPA), yang juga banyak dijumpai pada

    komposisi obat flu. PPA banyak dipakai sebagai pelangsing dengan dosis jauh lebih

    tinggi dari dosis yang dipakai untuk efek pelega hidung tersumbat. Dan ternyata, PPA

    ini meningkatkan risiko kejadian stroke hemoragik. Saat ini PPA tidak lagi dipakai

    sebagai obat pelangsing di sana.

    3. Amphetamine

    Obat ini tergolong dalam stimulantia yang mempunyai efek dapat menekan nafsu

    makan sehingga dapat dipakai untuk tujuan mengurangi berat badan dengan jalan

    menghilangkan nafsu makan, sehingga lama-lama berat badan akan turun. Mekanisme

    adalah amfetamin mengaktifkan reseptor serotonin yakni suatu hormon yang berperan

    saat kita merasa kenyang. Jadi dengan mengkonsumsi amphetamin, maka kita akan

    merasa kenyang terus-menerus akibat aktifnya serotonin.

    Di samping itu amphetamine juga dipakai untuk pengobatan bagi penderita

    depresi (sebagai obat anti depresan) dengan jalan merangsang saraf pusat, sebagai

    obat penderita epilepsy jenis petitmal, parkinsonisme, dan pengobatan intoxicaso

    obat-obat penekan susunan saraf pusat. Efek amphetamine sebagai anti obesitas ini

  • 28

    sebenarnya hanya merupakan efek samping, dan bukan merupakan tujuan dari

    penggunaan obat tersebut sebagai obat antidepressan.

    Apabila diamati lebih lanjut dari pemakaian obat ini, maka tidak seperti apa yang

    dikehendaki, sebab jenis obat ini mempunyai sifat addiksi, yang artinya untuk

    memperoleh efek yang sama kita harus menaikkan dosis obat sesuai dengan efek yang

    kita kehendaki. Contoh: Misal pada minggu pertama cukup menggunakan

    amphetamine satu tablet perhari, tapi pada minggu-minggu berikutnya harus

    menggunakan dosis yang lebih tinggi, misalnya 2-3 tablet perhari untuk memperoleh

    hasil yang sama seperti saat minggu pertama. Sehingga lama-lama orang tersebut

    tidak merasakan bahwa tubuhnya telah kecanduan amphetamine, yang justru

    akibatnya lebih berat dari pada kecanduan narkotik.

    Hal ini memang tidak pernah diduga, sebab amphetamine bukan golongan

    narkotik dan memang tujuan untuk minum amphetamine bukan untuk kecanduan,

    tetapi hanya sekedar untuk menurunkan berat badan. Hal yang tidak terduga ini

    banyak terjadi dalam masyarakat sehingga mereka menjadi penderita ketergantungan

    obat, menjadi amphetamine.

    Efek amphetamine:

    a. Dengan dosis rendah

    penderita merasa badannya lebih segar, baik fisik maupun mental

    semangat naik, kepercayaan pada diri sendiri bertambah

    perasaan hati jadi gembira.

    b. Dengan dosis tinggi

    Efek stimulasi timbul dengan cepat dan hebat mencapai suatu keadaan

    kicks, high dan flash suatu keadaan exite, kekuatan dan energi. Penderita merasa

    dirinya paling hebat, paling tinggi, merasa kuat dan sanggup melakukan apa saja.

    Pada waktu efek obat mulai menurun penderita sangat gelisah, irritable, timbul

    berbagai ilusi dan halusinasi serta bermacam-macam waham, dia merasa diancam,

    dikejar-kejar dan pada saat ini dia mungkin:

    Menyakiti diri sendiri, merusak lingkungan, dapat bunuh diri, atau bahkan

    membunuh orang lain ataupun criminal activity yang lain.

  • 29

    Dia akan berusaha kembali mendapatkan obat setiap kali merasakan

    penurunan efek obat sehingga terjadilah run yang dapat berlangsung

    berhari-hari.

    4. Obat-obat laksatif

    Selain obat-obat di atas, obat-obat lain yang sering dipakai untuk mengurangi

    berat badan adalah golongan laksatif atau pencahar. Dengan melancarkan BAB

    (buang air besar) diharapkan berat badan juga relatif terkontrol. Banyak sediaan

    suplemen yang mengandung high-fiber yang diindikasikan untuk melangsingkan

    tubuh dan dapat diperoleh secara bebas. Serat tinggi tadi diharapkan mengembang di

    saluran cerna dan memicu gerakan peristaltik usus sehingga akan memudahkan BAB.

    Walaupun mungkin berhasil, tetapi efeknya umumnya tidak terlalu signifikan. Selain

    sejenis fiber ini, beberapa pencahar lain juga sering dipakai sebagai pelangsing.

    Penggunaan pencahar sebagai pelangsing dalam waktu lama tidak disarankan karena

    usus akan menjadi malas, akan bekerja jika ada pemicunya, dan hal ini akan

    menjadikan semacam ketergantungan.

    5. Diuretik

    Obat-obat diuretik (pelancar air seni) juga sering dipakai sebagai obat

    pelangsing. Tapi sebenarnya efeknya tidaklah signifikan dalam mengurangi berat

    badan. Justru penggunaannya harus diperhatikan karena dapat mengganggu

    keseimbangan elektrolit dalam tubuh karena banyak ion-ion tubuh yang mungkin

    akan terbawa melalui urin. Jika berat badannya disebabkan karena timbunan cairan,

    maka diuretik memang pilihan yang tepat, tetapi jika karena timbunan lemak, tentu

    diuretik tidak akan berefek signifikan. Umumnya teh-teh pelangsing mengandung

    senyawa alam yang bersifat diuretik sehingga memberikan efek kesan melangsingkan.

    6. Obat-obat herbal pelangsing

    Sekarang banyak sekali ditawarkan berbagai produk herbal yang diklaim

    memiliki efek pelangsing. Ada yang dikatakan bekerja melarutkan lemak, atau

    mengurangi penyerapan lemak di usus. Salah satu herbal yang terkenal sebagai

    pelangsing adalah Jati Belanda. Senyawa tanin yang banyak terkandung di bagian

  • 30

    daun, mampu mengurangi penyerapan makanan dengan cara mengendapkan mukosa

    protein yang ada dalam permukaan usus. Sementara itu, musilago yang berbentuk

    lendir bersifat sebagai pelicin. Dengan adanya musilago, absorbsi usus terhadap

    makanan dapat dikurangi. Hal ini yang yang menjadi alasan banyaknya daun jati

    belanda yang dimanfaatkan sebagai obat susut perut dan pelangsing. Obat-obat herbal

    pelangsing memang lebih aman, tetapi efikasinya tentu perlu bukti-bukti penelitian

    lebih lanjut. Mungkin ada yang berhasil, mungkin pula tidak.

  • 31

    Kesimpulan

    Berdasarkan skenario, dapat diketahui bahwa salah satu perilaku yang diamati dan

    dilihat yaitu perilaku makan dan minum. Perilaku makan dan minum diatur oleh system saraf

    pusat yaitu hipotalamus yang dapat menginduksi terjadinya mekanisme lapar dan haus yang

    mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas makan dan minum. Perilaku makan sendiri

    terdiri dari beberapa aspek dan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor biologis,

    sosio-psikologis, serta faktor eksternal. Selain bagaimana normalnya perilaku makan,

    diketahui juga bahwa perilaku makan dapat terganggu, baik itu disebabkan oleh faktor

    internal maupun faktor eksternal. Adapun gangguan perilaku makan seperti anorexia

    nervosa, bulimia nervosa, obesitas, kaheksia, adiksi, dll.

  • 32

    Daftar Pustaka

    Departemen Farmakologi FK UI. 2009. Farmakologi dan Terapi. 5th

    . Jakarta: Balai Penerbit

    FK Universitas Indonesia

    Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . 11th

    . Jakarta : EGC.

    Kenneth S. Saladin. 2007. Anatomy & Physiology, the Unity of Form and Function. 4th

    . New

    York : The McGrawHill Companies,

    Maramis, Willy. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. . 2nd

    . Surabaya : Airlangga University

    Press.

    Sherwood, Lauralee. 2002. Fisiologi : Dari Sel Ke Sistem. . 2nd

    . Jakarta EGC.