Lapsus Sindrome Nefrotik

39
BAB I KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.R Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 25 tahun Suku bangsa : bugis Agama : Islam Pekerjaan : wiraswasta Status Marital : Belum Menikah Alamat : Pinrang Tanggal Masuk : 11 November 2014 No/ RM : 030053 B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Bengkak seluruh badan Riwayat Penyakit Sekarang: Dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir. Awalnya bengkak muncul pada kelopak mata, kemudian wajah, perut dan kedua kaki. Riwayat demam tidak ada, demam tidak ada, sakit kepala tidak ada, sesak nafas ada dirasakan apabila pasien duduk lama dan sehabis makan. Batuk tidak ada, riwayat batuk lama tidak ada, mual ada, muntah tidak ada.

description

BAB IKASUSA. IDENTITAS PASIENNama : Tn.RJenis kelamin : Laki-lakiUmur : 25 tahunSuku bangsa : bugisAgama : IslamPekerjaan : wiraswastaStatus Marital : Belum Menikah Alamat : PinrangTanggal Masuk : 11 November 2014No/ RM : 030053B. ANAMNESISKeluhan Utama : Bengkak seluruh badanRiwayat Penyakit Sekarang: Dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu terakhir. Awalnya bengkak muncul pada kelopak mata, kemudian wajah, perut dan kedua kaki. Riwayat demam tidak ada, demam tidak ada, sakit kepala tidak ada, sesak nafas ada dirasakan apabila pasien duduk lama dan sehabis makan. Batuk tidak ada, riwayat batuk lama tidak ada, mual ada, muntah tidak ada. Nyeri uluhati ada. Nyeri tekan epigastrium ada, nyeri saat kencing tidak ada.Buang air besar: biasa, frekuensi 3 kali sehariBuang air kecil: lancar, warna kuning kecoklatanRiwayat Penyakit Dahulu: riwayat hipertensi tidak adariwayat DM tidak ada

Transcript of Lapsus Sindrome Nefrotik

Page 1: Lapsus Sindrome Nefrotik

BAB I

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.R

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 25 tahun

Suku bangsa : bugis

Agama : Islam

Pekerjaan : wiraswasta

Status Marital : Belum Menikah

Alamat : Pinrang

Tanggal Masuk : 11 November 2014

No/ RM : 030053

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Bengkak seluruh badan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1 minggu

terakhir. Awalnya bengkak muncul pada kelopak mata, kemudian

wajah, perut dan kedua kaki. Riwayat demam tidak ada, demam tidak

ada, sakit kepala tidak ada, sesak nafas ada dirasakan apabila pasien

duduk lama dan sehabis makan. Batuk tidak ada, riwayat batuk lama

tidak ada, mual ada, muntah tidak ada. Nyeri uluhati ada. Nyeri tekan

epigastrium ada, nyeri saat kencing tidak ada.

Buang air besar: biasa, frekuensi 3 kali sehari

Buang air kecil: lancar, warna kuning kecoklatan

Riwayat Penyakit Dahulu:

riwayat hipertensi tidak ada

riwayat DM tidak ada

Page 2: Lapsus Sindrome Nefrotik

Riwayat Keluarga:

tidak diketahui adanya riwayat hipertensi dalam keluarga

Riwayat Alergi:

Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat ataupun makanan

C. PEMERIKSAAN FISIK

S: bengkak pada kelopak mata,perut dan kedua tungkai

Mual ada, nyeri uluhati ada

O: Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis GCS: E4 M6 V5

Vital sign:

Tekanan Darah :110/80 mmHg

Nadi :80 kali per menit

RR :26 kali per menit

Suhu : 36,60 C

Kepala / Leher:

Konjungtiva anemis tidak, ikterus tidak ada, pupil isokor 2,5/2,5 mm,

udem palpebra ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

JVP R-0cmH2O

Kaku kuduk tidak ada

Thorax:

Cor :

Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

Palpasi: ictus cordis di ICS IV-V midclavicular line sinistra

Perkusi: batas jantung kesan normal

Auskultasi: S1 S2 regular, murmur tidak ada

Pulmo:

Inspeksi: retraksi otot-otot pernapasan (-)

Palpasi: gerak napas simetris kiri sama dengan kanan

Perkusi: sonor/sonor

Page 3: Lapsus Sindrome Nefrotik

Auskultasi: suara paru vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Bunyi pernapasan menurun di kedua lapangan paru

Abdomen:

Inspeksi : cembung

Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai

Perkusi : timpani ada, shifting dullness (+)

Auskultasi : peristaltik ada kesan Normal

Ekstremitas:

Superior : akral hangat +/+, edema +/+

Inferior : akral hangat +/+, edema +/+

Motorik : Lateralisasi (-)

Reflex fisiologis: BPR : +N/+N, TPR : +N/+N

KPR: +N/+N, APR: +N/+N

Reflex patologis : Babinsky -/-, Chaddock -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium: 11 November 2014

GDS 117 mg/dL

DARAH LENGKAP

Hemoglobin 12 g/dL

Leukosit 11,38/cmm

Trombosit 505.000/cmm

FUNGSI HATI (LFT)

SGOT 15 U/l

SGPT 8 U/l

Albumin 1,5

RFT

Ureum 19 mg/dl

Creatinin 0,6 mg/dL

Natrium 130

Kalium 3,4

Page 4: Lapsus Sindrome Nefrotik

Clorida 108

E. ASSESMENT

1. Sindrom nefrotik

2. Dispepsia fungsional

F. PENATALAKSANAAN AWAL

1. Diet Rendah protein 0,8gr/kgBB/hari

2. O2 nasal kanul 3-4 liter/menit

3. Conecta

4. Methyl prednisolon 16 mg. 1-0-0

5. Furosemid 40 mg/24 jam/oral

6. Captopril 6,25mg/8 jam/oral

7. Valsartan 80 mg/8 jam/oral

8. Omeprazole 20 mg/24 jam/oral

G. PLANING

1. Foto thorax

2. USG abdomen

3. Biopsi ginjal

4. Urine esbach

H. PROGNOSIS

1. Quad ad functionam : Dubia et bonam

2. Quad ad sanationam : Dubia et bonam

3. Quad ad vitam : Dubia et bonam

Page 5: Lapsus Sindrome Nefrotik

FOLLOW UP

Tanggal: 11 November 2014

PEMERIKSAAN FISIK

S: bengkak pada kelopak mata,perut dan tungkai

Mual ada, nyeri uluhati ada, sesak ada

O: Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis GCS: E4 M6 V5

Vital sign

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 kali per menit

RR : 24 kali per menit

Suhu : 36,6 C

Kepala / Leher:

Anemis tidak ada, ikterus tidak ada, udem palpebra ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

JVP R-0cmH2o

Kaku kuduk tidak ada

Cor : BJ S1S2 murni regular

Murmur tidak ada

Pulmo: BP: vesikuler +/+, Rhonki tidak ada, Wheezing tidak

Bunyi pernapasan menurun di kedua lapangan paru

Abdomen: Cembung, ikut gerak nafas

Peristaltik ada, kesal normal

Hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas: edema pretibial ada

Hasil laboratorium:

GDS 117 mg/dL

Hemoglobin 12 g/dL

Leukosit 11,38/cmm

Page 6: Lapsus Sindrome Nefrotik

Trombosit 505.000/cmm

SGOT 15 U/l

SGPT 8 U/l

Albumin 1,5

Ureum 19 mg/dl

Creatinin 0,6 mg/dL

Natrium 130

Kalium 3,4

Clorida 108

Hasil foto thorak: Efusi pleura bilateral

Hasil USG: echo parenkim kedua ginjal sesuai nephropaty bilateral

ASSESMENT

1. Sindrom nefrotik

2. Dispepsia fungsional

PENATALAKSAAN

1. Diet Rendah Garam protein 0,8gr/kgBB/hari

2. O2 nasal kanul

3. Conecta

4. Methyl prednisolon 16 mg. 1-0-0

5. Furosemid 40 mg/24jam/oral

6. Valsartan 80 mg/8 jam/oral

7. Captopril 6,25mg/8 jam/oral

8. Omeprazole 20 mg/24 jam/oral

PLANING:

1. Ukur lingkar perut/BB/hari

2. Periksa urin esbach

Page 7: Lapsus Sindrome Nefrotik

Tanggal 12 November 2014

PEMERIKSAAN FISIK

S: Bengkak pada kelopak mata,perut dan tungkai

Mual ada, nyeri uluhati ada

O: Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis GCS: E4 M6 V5

Vital sign

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 76 kali per menit

RR : 20 kali per menit

Suhu : 36,50 C

Kepala / Leher:

Anemis tidak ada, ikterus tidak ada,udem palpebra ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

JVP R-0cmH2o

Kaku kuduk tidak ada

Cor : BJ S1S2 murni regular

Murmur tidak ada

Pulmo: BP: vesikuler +/+, Rhonki tidak ada, Wheezing tidak

Bunyi pernapasan menurun di kedua lapangan paru

Abdomen: Cembung, ikut gerak nafas

Peristaltik ada, kesal normal

Hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas: edema pretibial ada

Hasil laboratorium:

Urine: blood +- 5

Protein +++300

Glukosa + 250

Sedimen: Kristal Ca oxalate 0-3

Page 8: Lapsus Sindrome Nefrotik

ASSESMENT

1. Sindrom nefrotik

2. Dispepsia fungsional

PENATALAKSANAAN:

1. Diet Rendah Garam protein 0,8gr/kgBB/hari

2. Conecta

3. Methyl prednisolon 16 mg. 1-0-0

4. Furosemid 40 mg/24jam/oral

5. Valsartan 80 mg/8 jam/oral

6. Captopril 6,25mg/8 jam/oral

7. Omeprazole 20 mg/24 jam/oral

Tanggal 13 November 2014

S: Bengkak pada kelopak mata,perut dan tungkai

Mual ada, nyeri uluhati tidak ada

O: Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis GCS: E4 M6 V5

Vital sign

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 76 kali per menit

RR : 20 kali per menit

Suhu : 36,50 C

Kepala / Leher:

Anemis tidak ada, ikterus tidak ada,udem palpebra ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

JVP R-0cmH2o

Page 9: Lapsus Sindrome Nefrotik

Kaku kuduk tidak ada

Cor : BJ S1S2 murni regular

Murmur tidak ada

Pulmo: BP: vesikuler +/+, Rhonki tidak ada, Wheezing tidak

Bunyi pernapasan menurun di kedua lapangan paru

Abdomen: Cembung, ikut gerak nafas

Peristaltik ada, kesal normal

Hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas: edema pretibial ada

Hasil laboratorium:

Urine: blood +- 5

Protein +++300

Glukosa + 250

Sedimen: Kristal Ca oxalate 0-3

ASSESMENT

1. Sindrom nefrotik

2. Dispepsia fungsional

PENATALAKSANAAN:

1. Diet Rendah Garam protein 0,8gr/kgBB/hari

2. Conecta

3. Methyl prednisolon 16 mg. 1-0-0

4. Furosemid 40 mg/24jam/oral

5. Valsartan 80 mg/8 jam/oral

6. Captopril 6,25mg/8 jam/oral

7. Omeprazole 20 mg/24 jam/oral

Page 10: Lapsus Sindrome Nefrotik

Tanggal 14 November 2014

S: Bengkak pada kelopak mata,perut dan tungkai

Mual ada, nyeri uluhati tidak ada

O: Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis GCS: E4 M6 V5

Vital sign

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 76 kali per menit

RR : 20 kali per menit

Suhu : 36,50 C

Kepala / Leher:

Anemis tidak ada, ikterus tidak ada,udem palpebra ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

JVP R-0cmH2o

Kaku kuduk tidak ada

Cor : BJ S1S2 murni regular

Murmur tidak ada

Pulmo: BP: vesikuler +/+, Rhonki tidak ada, Wheezing tidak

Bunyi pernapasan menurun di kedua lapangan paru

Abdomen: Cembung, ikut gerak nafas

Peristaltik ada, kesal normal

Hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas: edema pretibial ada

Hasil lab tanggal 14:

WBC : 10,9

RBC : 3,11

HB : 12

PLT : 524

Page 11: Lapsus Sindrome Nefrotik

Albumin 1,5

Elektrolit :

Natrium 130

Kalium 3,4

Urine:

Protein +++300

Glukosa + 250

Sedimen: Kristal Ca oxalate 0-3

Urine esbach 2gr/dl

ASSESMENT

1. Sindrom nefrotik

2. Dispepsia fungsional

PENATALAKSANAAN:

1. Diet Rendah Garam protein 0,8gr/kgBB/hari

2. Conecta

3. Methyl prednisolon 16 mg. 1-0-0

4. Furosemid 40 mg/24jam/oral

5. Valsartan 80 mg/8 jam/oral

6. Captopril 6,25mg/8 jam/oral

7. Omeprazole 20 mg/24 jam/oral

Tanggal 15 November 2014

S: Bengkak pada kelopak mata,perut dan tungkai

Mual tidak ada, nyeri uluhati tidak ada

O: Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis GCS: E4 M6 V5

Page 12: Lapsus Sindrome Nefrotik

Vital sign

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 kali per menit

RR : 20 kali per menit

Suhu : 36,80 C

Kepala / Leher:

Anemis tidak ada, ikterus tidak ada,udem palpebra ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

JVP R-0cmH2o

Kaku kuduk tidak ada

Cor : BJ S1S2 murni regular

Murmur tidak ada

Pulmo: BP: vesikuler +/+, Rhonki tidak ada, Wheezing tidak

Bunyi pernapasan menurun di kedua lapangan paru

Abdomen: Cembung, ikut gerak nafas

Peristaltik ada, kesal normal

Hepar dan lien sulit dinilai

Ekstremitas: edema pretibial ada

ASSESMENT

1. Sindrom nefrotik

PENATALAKSANAAN:

1. Diet Rendah Garam protein 0,8gr/kgBB/hari

2. Conecta

3. Methyl prednisolon 16 mg. 1-0-0

4. Furosemid 40 mg/24jam/oral

5. Valsartan 80 mg/8 jam/oral

6. Captopril 6,25mg/8 jam/oral

7. Omeprazole 20 mg/24 jam/oral

Page 13: Lapsus Sindrome Nefrotik

RESUME:

Laki-laki umur 25 tahun masuk RS dengan keluhan bengkak seluruh badan

yang dialami sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya bengkak muncul pada kelopat

mata, kemudian wajah, perut dan kedua kaki. Mual ada, nyeri uluhati ada.

Riwayat sakit magh ada. Pada pemeriksaan fisis didapatkan shifting dullness

positif. Hasil laboratorium: albumin 1,5 gr/dl, urinalisis: protein +++ 300 dan

blood +-3, urine esbach 2gr/dl.

Berdasar anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium maka pasien

didiagnosa sebagai sindrom nefrotik dan dispepsia fungsional

Page 14: Lapsus Sindrome Nefrotik

BAB II

DISKUSI

Bengkak seluruh badan dialami sejak 1 bulan yang lalu dan memberat dalam 1

minggu terakhir. Awalnya bengkak muncul pada kelopak mata, kemudian wajah,

perut dan kedua kaki. Riwayat demam tidak ada, demam tidak ada, sakit kepala

tidak ada, sesak nafas ada dirasakan apabila pasien duduk lama dan sehabis

makan. Batuk tidak ada, riwayat batuk lama tidak ada, mual tidak ada, muntah

tidak ada, nyeri uluhati ada, nyeri tekan epigastrium ada, nyeri saat kencing tidak

ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema palpebra, asites serta

edema pada extremitas. Adanya edema generalisata pada pasien ini bisa

mengarahkan diagnosa pada berbagai kemungkinan misalnya sindrom nefrotik,

GGA oliguria, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis, kwashiorkor. Berdasarkan

hasil laboratorium darah didapatkan albumin 1,5 g/dL. Hasil pemeriksaan

urinalisis didapatkan protein +++/300 dan Blood +-3. Pemeriksaan protein Esbach

diperoleh hasil 2 gram/dl. Karena hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang pasien ini memenuhi kriteria diagnosis sindrom nefrotik

yaitu adanya edema anasarka, proteinuria masif (≥3.5 g/hari), dan

hipoalbuminemia (<3,5 gr/dL), maka diagnosis pasien ini diarahkan pada sindrom

nefrotik.

Proteinuria pada pasien ini disebabkan karena adanya peningkatan

permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam

keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme

penghalang untuk mencegah kebocoran protein yaitu berdasarkan ukuran molekul

(size barrier) dan berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada sindrom

nefrotik, kedua mekanisme penghalang tersebut terganggu sehingga protein dapat

lolos pada saat proses filtrasi glomerulus.

Page 15: Lapsus Sindrome Nefrotik

Hipoalbuminemia pada pasien ini disebabkan oleh proteinuria masif

dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminemia dapat pula

terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme albumin oleh tubulus

proximal. Hipoalbuminemia juga dapat menyebabkan efusi pleura oleh karena

terjadi penurunan tekanan koloid osmotik vaskular pleura.

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill.

Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci

terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan

onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan

interstisium dan terjadi edema. Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium

adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan

ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Kedua mekanisme tersebut

ditemukan secara bersama pada pasien SN.

Hiperlipidemia biasanya juga terjadi disebabkan oleh meningkatnya LDL

(Low Density Lipoprotein), lipoprotein utama pengangkut kolesterol. Mekanisme

hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan

lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme, namun pada pasien ini didapatkan

nilai kolestrol dalam batas normal kecuali trigliserida : 209 mg/dl.

Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau

terjadi sebagai akibat efek samping steroid. Hipertensi pada kasus ini dapat juga

berdiri sendiri tanpa berhubungan dengan sindrom nefrotik.

Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, seluler, dan

gangguan sistem komplemen. Hal ini bisa berhubungan dengan penyakit SN yang

diderita.

Pengobatan pada SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan

terhadap penyakit dasar dan pengobatan non spesifik untuk mengurangi

proteinuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasi. Pada praktek sehari-

hari, intake protein yang direkomendasikan untuk penderita sindrom nefrotik yaitu

0,8-1 g/kg/hari, dengan anjuran asupan protein berasal dari protein nabati dan

Page 16: Lapsus Sindrome Nefrotik

protein dari ikan. Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-

macam, di antaranya pada orang dewasa adalah prednison/metilprednisolon 1-1,5

mg/kg berat badan/hari selama 4 – 8 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1

hari selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya. Sampai 90% pasien akan

remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu namun 50% pasien akan

mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan. Untuk terapi

suportif/simtomatik ACE inhibitor diindikasikan untuk mengurangi proteinuria,

pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis

1-3 mg/kg per hari. Pemberian spironolakton dapat ditambahkan dengan dosis 1-2

mg/kg per hari.

Komplikasi sindrom nefrotik yang bisa terjadi yaitu keseimbangan

nitrogen menjadi negatif, tromboemboli, kekurangan vitamin D, infeksi serta

gangguan fungsi ginjal.

Keseimbangan nitrogen merupakan salah satu komplikasi SN yang terjadi

oleh karena proteinuria yang masif. Tromboemboli bisa terjadi karena adanya

peningkatan koagulasi intravaskular, kelainan ini disebabkan oleh perubahan

tingkat dan aktivitas berbagai faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik.

Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup komplek meliputi peningkatan

fibrinogen, hiperagregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis.

Kekurangan vitamin D juga merupakan komplikasi SN. Vitamin D yang

terikat protein akan diekskresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan

kadar plasma. Infeksi pada SN terjadi akibat defek imunitas humoral, selular dan

gangguan sistem komplemen. Pasien SN mempunyai potensi untuk mengalami

gagal ginjal akut melalui berbagai mekanisme. Penurunan volume plasma dan

atau sepsis sering menyebabkan timbulnya nekrosis tubular akut. Mekanisme lain

yang diperkirakan menjadi penyebab gagal ginjal akut adalah terjadinya edema

intrarenal yang menyebabkan kompresi pada tubulus ginjal.

Page 17: Lapsus Sindrome Nefrotik

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I.       PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak

penyebab, yang ditandai permeabilitas membran glomerulus yang meningkat

dengan manifestasi proteinuri massif yang menyebabkan hipoalbuminemia dan

biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia.1,2

SN merupakan manifestasi glomerulus yang paling sering ditemukan di

anak yang 15 kali lebih sering daripada orang dewasa. Kelainan histologik

tersering pada anak adalah kelainan minimal yang disebut Sindrom Nefrotik

Kelainan Minimal (SNKM).2

Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang cenderung kambuh berulang

kali, perjalanan penyakit ini bersifat secara kebetulan (insidious), dan seringkali

menyebabkan keterlambatan diagnosis.2

II.       ETIOLOGI

Sebagian besar kasus sindrom nefrotik muncul karena disebabkan oleh

penyakit ginjal primer. Nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal

segmental (FSGS) merupakan jenis yang ditemukan pada sepertiga dari seluruh

kasus SN primer (idiopatik).3

Namun, FSGS merupakan penyebab tersering dari SN yang diketahui

terjadi pada usia remaja. Penyakit kelainan minimal dan nefropati IgA terjadi pada

sekitar 25% kasus SN idiopatik. Kondisi lain, seperti glomerulonefritis

membranoproliferatif jarang terjadi. FSGS tercatat ada pada sekitar 3,3% penyakit

ginjal tahap akhir (ESRD). Di sisi lain, penyebab terbanyak dari kasus SN

sekunder yakni diabetes mellitus.3

Page 18: Lapsus Sindrome Nefrotik

Tabel 1. Jenis tersering dari sindrom nefrotik idiopatik 3

Tabel 2. Penyebab tersering dari sindrom nefrotik sekunder 3

Page 19: Lapsus Sindrome Nefrotik

a.   Penyebab Primer

Umumnya tidak diketahui kasusnya dan terdiri atas sindrom nefrotik

idiopatik (SNI) atau yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan

gambaran dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi1,3-5 :

1.  GN lesi minimal (GNLM);

2.   Glomerulosklerosis fokal segmental (GSF);

3.   GN membranosa (GNMN);

4.   GN Membranoproliferatif (GNMP);

5. GN proliferatif lain.1,3-5

b. Penyebab Sekunder

1. Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra,

skistosoma

2. Keganasan : leukemia, Hodgkin’s disease, adenokarsinoma (paru, payudara,

kolon), multiple myeloma, karsinoma ginjal

3. Jaringan penghubung : Systemic Lupus Erytematous (SLE), Reumatoid

artritis, Mixed Connective Tissue Disease (MCTD)

4. Metabolik : Diabetes melitus, amiloidosis

5. Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid,

kaptopril, heroin

6. Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom

nefrotik yang sensitif terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan

minimal, tidak perlu biopsi), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya

bukan kelainan minimal dan memerlukan biopsy. 1,3-5

Page 20: Lapsus Sindrome Nefrotik

III.    EPIDEMIOLOGI

Prevalensi SNKM di Negara barat sekitar 2-3 kasus per 100.000 anak < 16

tahun, di Asia 16 kasus per 100.000 anak dan di Indonesia sekitar 6 kasus per

100.000 anak < 14 tahun. Anak laki-laki lebih sering terjangkit daripada anak

perempuan dengan perbandingan 2:1. Anak dengan SNKM biasanya berumur <

10 tahun, sekitar 90% kasus berumur < 7 tahun dengan usia rata-rata 2-5 tahun.2

IV.    PATOFISIOLOGI

a. Proteinuria

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein

akibat kerusakan glomerulus (kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh

besarnya molekul dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi

tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap perotein plasma dan

protein utama yang dieksresikan dalam urin adalah albumin.1,5

b. Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya

meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam

urin), tetapi mungkin normal atau menurun.1

Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan

hipoalbuminemia. Sebagai akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan

onkotik plasma koloid, meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar

tubuh dan menigkatkan edema.1,5

c. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan peningkatan profil lipid dalam darah yang

sering menyertai SN. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid

bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Kolesterol serum yang

mengalami peningkatan yakni VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low

Page 21: Lapsus Sindrome Nefrotik

density lipoprotein), ILDL (intermediate-density lipoprotein), sedangkan HDL

(high density lipoprotein) cenderung normal atau rendah. Hal ini disebabkan

peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya katabolisme.1,5

d. Edema

Edema pada SN dapat dijelaskan dengan teori underfill dan overfill. Teori

underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan factor kunci terjadinya

edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik

plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan

terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik dan bergesernya cairan plasma,

terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan meningkatkan

retensi natrium dan air. Mekanisme ini akan memperbaiki volume intravaskuler

tetapi juga akan memperberat edema karena kadar albumin yang tidak mampu

menjaga cairan intravaskuler.1,5

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal

utama.Retensi natrium menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler sehingga

terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan

terus mengaktivasi system retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga edema

semakin berlanjut.1,5

V.       TANDA DAN GEJALA

Tanda yang terdapat pada sindrom nefrotik yakni terdapat proteinuria massif

>3-3,5 gr/hari dan serum albumin <25g/l. Gejala yang sering tampak yakni edema

pada kedua tungkai, berat badan meningkat, dan lelah. Pada kasus lain dapat

disertai edema periorbital dan edema genital, asites, atau efusi pleura maupun

efusi perikard.3

VI.    DIAGNOSIS

Diagnosis SN didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Kriteria diagnostik sindrom nefrotik meliputi: 1

Page 22: Lapsus Sindrome Nefrotik

1. Proteinuria massif >3-3.5 g/24 jam atau rasio protein:kreatinin urin spot >300-

350 mg/mmol.

2. Serum albumin <2,5 gr/dl.

3. Manifestasi klinis edema perifer.

4. Hiperlipidemia (kolesterol total >10 mmol/l) sering menyertai.1

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa

pemeriksaan penunjang berikut: 4

a) Urinalisis

Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria

berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes

semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat. 3+ menandakan kandungan

protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih

yang masuk dalam nephrotic range.

b) Pemeriksaan sedimen urin

Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies:

epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai

eritrosit, leukosit, torak hialin, dan torak eritrosit.

c) Pengukuran protein urin

Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau

single spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan

urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan

harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤150 mg. Adanya

proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.

Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein

urin dan kreatinin > 2g/mol, ini mengarahkan pada kadar protein urin per

hari sebanyak ≥ 3g.

Page 23: Lapsus Sindrome Nefrotik

d) USG renal

Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.

e) Biopsi ginjal

Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset

usia > 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta

terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak

diketahui asalnya, biopsi mungkin diperlukan untuk diagnosis. Penegakan

diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki

pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan

minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosis fokal,

karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap

steroid.

f) Darah:

Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:

- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gr/100ml)

- Albumin menurun (N:4-5,8 gr/100ml)

- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

VIII.       PENATALAKSANAAN

Tidak ada guideline dan penelitian terbaru tentang tata laksana sindrom

nefrotik pada remaja. 3

Nutrisi dan Cairan

Pasien harus membatasi intake natrium pada kisaran 3 gr per hari, dan

mungkin butuh restriksi intake cairan (<1,5 liter per hari). 3

Page 24: Lapsus Sindrome Nefrotik

Diuretik

Diuretik merupakan terapi medis utama, namun tidak ada bukti tentang

rekomendasi pemilihan obat maupun dosisnya. Berdasarkan pendapat yang

disepakati saat ini, diuresis ditargetkan pada penurunan berat badan 0,5-1 kg per

hari untuk menghindari gagal ginjal akut atau gangguan keseimbangan elektrolit.

Obat-obatan Loop diuretic seperti furosemid (Lasix) atau bumetanide saat ini

paling banyak digunakan. Dosis besar (80-120 mg furosemid) seringkali

dibutuhkan, dan obat-obatan ini secara tipikal harus diberikan secara intravena

karena daya absorpsi yang kurang secara oral terhadap obat-obatan tersebut dapat

menyebabkan edema intestinum. Kadar albumin serum yang rendah juga

membatasi efektivitas obat-obat diuretic dan membutuhkan dosis yang lebih

tinggi. Diuretik thiazid, potassium-sparing diuretic, atau metolazone (Zaroxolyn)

dapat berguna sebagai terapi adjuvant atau penyerta diuretik.3

ACE Inhibitors

Angitensin-converting enzyme (ACE) inhibitors telah diketahui dapat

menurunkan proteinuria dan mengurangi risiko progresifitas yang mengarah ke

penyakit ginjal pada pasien dengan sindrom nefrotik. Suatu penelitian

menemukan bahwa tidak ada peningkatan respon ketika terapi kortikosteroid

dikombinasikan dengan terapi ACE inhibitors. Dosis yang direkomendasikan pun

masih belum ada, namun dosis enalapril (Vasotec) 2,5-20 mg per hari banyak

digunakan. Pasien-pasien dengan sindrom nefrotik sebaiknya diterapi dengan

ACE inhibitiors untuk mengurangi proteinuria yang terjadi dengan memengaruhi

tekanan darah.3

Albumin

Albumin intravena telah diusulkan untuk menangani diuresis yang terjadi

karena edema dapat disebabkan oleh hipoalbuminemia. Namun, tidak ada bukti

penelitian yang mengindikasikan keuntungan dari terapi dengan albumin, dan

pada keadaan yang tidak diharapkan seperti hipertensi dan edema pulmonum,

jelas membatasi terapi albumin.3

Page 25: Lapsus Sindrome Nefrotik

Kortikosteroid

Terapi dengan kortikosteroid masih kontroversial dalam manajemen sindrom

nefrotik pada orang dewasa. Terapi ini tidak memiliki keuntungan, namun

direkomendasikan pada beberapa pasien yang tidak berespon terhadap terapi

konservatif. Terapi pada anak dengan sindrom nefrotik berbeda, dan hal tersebut

lebih memperlihatkan bahwa anak berespon baik terhadap terapi kortikosteroid.

Secara klasik, penyakit kelainan minimal berespon lebih baik terhadap

kortikosteroid dibanding glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), dan hal ini

ditemukan pada anak dengan sindrom nefrotik primer.3

Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan

yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid. Pengobatan dengan

kortikosteroid dibedakan antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.3,5

Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di

antaranya pada orang dewasa adalah prednison/metilprednisolon 1-1,5 mg/kg

berat badan/hari selama 4 – 8 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari

selama 4-12 minggu, tapering di 4 bulan berikutnya. Sekitar 90% pasien akan

remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24 minggu, namun 50% pasien akan

mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid dihentikan.3,5

Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi

lengkap, remisi parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria

minimal (< 200 mg/24 jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300

mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuria<3,5

g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang

lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak

memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan

kortikosteroid.3,5

Lipid-lowering treatment

Page 26: Lapsus Sindrome Nefrotik

Beberapa bukti penelitian memperlihatkan peningkatan risiko

aterosklerosis atau infark miokard pada pasien SN, yang mungkin berhubungan

dengan peningkatan kadar lipid serum. Namun, peranan terapi pada peningkatan

lipid serum masih belum diketahui. Pemilihan untuk memulai terapi dengan

penurun lipid pada pasien SN dapat digunakan jika tidak menimbulkan kerugian.3

IX. KOMPLIKASI

1. Infeksi

Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah

selulitis dan peritonitis. Pada orang dewasa, infeksi yang sering terjadi adalah

infeksi gram negatif.5

2. Hipertensi

Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau

terjadi sebagai akibat efek samping steroid.5

3. Hipovolemia

Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik

yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan

muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan

perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa

anak memberi keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian

cairan fisiologis dan plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1

g/kg berat badan. 5

4. Tromboemboli

Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan

hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular,

keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor

pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan

dikarenakan oleh penurunan konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin.

Page 27: Lapsus Sindrome Nefrotik

Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2

g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN

dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan

dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan

bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan

dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. 5

5. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida,

fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat,

namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar

kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat

proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan

tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk

melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada SN

juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat sementara, kadar lipid

kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini cukup dengan

pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan

mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum

jelas. Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat

asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan. 5

X.     PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik yang mendapatkan terapi secara

umum baik, dan tergantung pada penyebab, usia, dan respon terhadap terapi. Pada

anak dengan SN biasanya memiliki prognosis baik. Pada anak dengan usia <5

tahun memiliki prognosis buruk dan pada orang dewasa dengan usia >30 tahun

juga lebih memiliki risiko gagal ginjal.

Page 28: Lapsus Sindrome Nefrotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Hull RP., Goldsmith DJ., Nephrotic syndrome in adults. BMJ,

2008;336:1185-9

2. Handayani I., Rusli B., Hardjoeno, Profile of cholesterol and albumin

concentration and urine sediment based on nephritic syndrome children.

Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory,

2007;13(2):49-52.

3. Kodner C., Nephrotic syndrome in adults: diagnosis and management.

American Family Physician, 2009;80(10):1129-1134.

4. Davin JC., Rutjes NW., Nephrotic syndrome in children: From bench to

treatment. International Journal of Nephrology, 2011;1-6.

5. Prodjosudjadi W., Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed

VI. 2006;999-1003