Lapsus OA

32
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Suyati Umur : 70 tahun Alamat : Bojonegoro Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam II. ANAMNESA Keluhan Utama : Nyeri pada lutut kiri RPS : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lutut kiri mulai ± 2 minggu, nyeri semakin lama semakin bertambah, di sertai bengkak dan panas di sekitar daerah lutut kiri, karena nyeri pasien tidak mau menggerakan kaki kirinya dan selama 2 minggu pasien hanya tidur saja. Pasien sudah berobat ke perawat dekat rumah dan diberi obat tetapi tidak membaik. 3 hari yang lalu pasien mengaku BAB hitam seperti petis dan disertai nyeri uluh hati, mual (+), muntah (-), pusing (+). RPO : Ranitidin, RPD : Riwayat trauma (-), HT (+) DM (-) Riwayat sosial : III. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum : Cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 170/100 mmHg

description

lapsus OA

Transcript of Lapsus OA

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Suyati

Umur : 70 tahun

Alamat : Bojonegoro

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

II. ANAMNESA

Keluhan Utama : Nyeri pada lutut kiri

RPS : Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lutut kiri mulai ± 2 minggu,

nyeri semakin lama semakin bertambah, di sertai bengkak dan panas di

sekitar daerah lutut kiri, karena nyeri pasien tidak mau menggerakan kaki

kirinya dan selama 2 minggu pasien hanya tidur saja. Pasien sudah berobat

ke perawat dekat rumah dan diberi obat tetapi tidak membaik. 3 hari yang

lalu pasien mengaku BAB hitam seperti petis dan disertai nyeri uluh hati,

mual (+), muntah (-), pusing (+).

RPO : Ranitidin,

RPD : Riwayat trauma (-), HT (+) DM (-)

Riwayat sosial :

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 170/100 mmHg

N : 100x/menit

Respirasi : 20x/m

Suhu : 36 C

A. Kepala Leher

Mata : Konjungtiva : Anemis (+)

Sklera : Icterus (-)

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Nafas cuping hidung (-)

Mulut : sianosis (-)

Leher : JVP meningkat (-)

B. Thoraks

Inspeksi : Bentuk : Simetris

Pergerakan : Simetris

Retraksi Intercostal : (-)

Spider naevi (-)

Palpasi : Pergerakan Nafas : Normal

Fremitus raba : Normal

Perkusi : Batas Jantung : dbn

Suara Ketuk : Sonor

Auskultasi : Pulmo : suara nafas : Vesikuler +/+, Ronchi -/-, Wheezing -/-

Jantung : S1S2 tunggal, reguler, mur-mur (-), gallop (-)

C. Abdomen

Inspeksi : Perut flat, Jejas (-), caput medusa (-),

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : distended (-), nyeri tekan (-)

Hepar & Lien: tidak teraba

Perkusi : Shifting dullness (-)

D. Ekstremitas

Akral hangat, Nyeri tekan (+)

Oedem

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- -

- +

A. Pemeriksaan Hematologi (20-05-1015)

Darah Rutin

Leukosit : 40,42 H (3,60-11,00)

Jumlah Eritrosit : 2,73 L (4,40 – 6,00)

Hb : 7,9 L (11,8 – 16,00 gr/dl)

Hematokrit : 23,2 L (40 – 52,0)

MCV : 85,0 (80,0 – 100,0)

MCH : 28,9pg (26,0 – 34,0)

MCHC : 34,1g/L (32,0 – 36,0)

Trombosit : 695 H (150 - 400)

RDW-SD : 46,0 L (37-54)

RDW-CV : 15,4 H (11,0-15,0)

PDW : 11,1

MPV : 10,0

P-LCR : 24,9

PCT : 0,70

LED/BBS : 68 H (0-20)

B. Pemeriksaan Kimia Darah (20-05-2015)

SGOT : 23,4 (<31 U/L)

SGPT : 79,5 H (<34 U/L )

Trigliserida : 94 (<150 mg/dL)

Kolesterol total : 111 (<200 mg/dL)

Glukosa sewaktu : 138 H (70-120mg/dL)

Ureum : 228,4 H (15,0-43,0 mg/dl)

Kreatinin : 2,52 H (0,60-1,10 mg/dl)

Uric acid : 5,6 (2,6 – 6,0 mg/dl)

C. Pemeriksaan Rontgen GENU AP/Lat

- Alignment baik

- Trabekulasi tulang normal

- Tidak tampak fraktur maupun dislokasi

- Tampak osteophyte medialis dan lateralis os tibia, dan margo posteroinferior os

patella

- Celah sendi femurotibial medial menyempit

- Soft tissue baik

Kesimpulan

Ostheoarthritis Genu Sinistra grade III

V. DAFTAR MASALAH SEMENTARA

- Nyeri lutut kiri

- Bengkak dan panas pada lutut kiri

- Kaki kiri susah digerakkan

- BAB hitam seperti petis

- Mual (+)

- Pusing (+)

- Odem (+) dan hangat pada regio genu sinistra

VI. DAFTAR MASALAH PERMANEN

Ostheoarthritis Genu Sinistra grade III + obs melena susps gastritis erosiva

VII. PLANNING

DIAGNOSTIK TERAPI MONITORING EDUKASI

- Rongent genu

sinistra

- Darah lengkap

- Inf. NS 14 tpm

- Inj. Pantoprazole 1x1vial drip

- Inj ketorolac 2x30mg

- Inj Ranitidin 2x1 amp

- Nutriflam 2x1

- Mucosta 2x1 tab

- Nocid 3x1 tab

- Syrup Musin 3xCI

- TTV

-

- Bed rest

- Makan lunak

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Osteoarthritis

Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana

keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan

kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis

dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula

sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.

B. Epidemiologi

Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling

umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki

tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling

umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)

menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% .

Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut

kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya

pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak

24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.

C. Klasifikasi Osteoarthritis

1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

Berdasarkan etiologi, OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder.

Klasifikasi OA berdasarkan etiologi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

2. Klasifikasi berdasarkan Lokasi Sendi yang terkena

D. Patogenesis

Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan

OA sekunder. OA primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab

yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik maupun

proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder, berbeda dengan OA primer,

merupakan OA yang disebabkan oleh inflamasi, kelainan sistem endokrin, metabolik,

pertumbuhan, faktor keturunan (herediter), dan immobilisasi yang terlalu lama. Kasus

OA primer lebih sering dijumpai pada praktik sehari-hari dibandingkan dengan OA

sekunder.

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan

tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan

keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang penyebabnya

masih belum jelas diketahui ( Soeroso, 2006 ). Kerusakan tersebut diawali oleh

kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain

sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera ( Felson, 2008 ).

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :

Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya .

Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range

of motion) sendi (Felson, 2008).

Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan

sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang

disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai

pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan

pada sendi (Felson, 2008).

Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu

mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang

dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan

yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak (Felson, 2008).

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung

sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan

akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi

otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan

deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan

didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang

diterima. Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang

diterima (Felson, 2008).

Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan

sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika

bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap

tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat

terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago

(Felson, 2008).

Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe

dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul –

molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul

proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada

kartilago (Felson, 2008).

Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruhan

elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah

matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor

pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit

untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru.

Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor

pertumbuhan, dan faktor lingkungan (Felson, 2008).

Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah

kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi

oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar

hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago (Felson, 2008).

Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi

pergantian matriks, namun stimulaso IL-1 yang berlebih malah memicu proses

degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG),

oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan

degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut.

NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses

pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA

(Felson, 2008).

Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks

yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun,

pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat

aktif (Felson, 2008) .

Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan

aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.

Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah

mengendur (Felson, 2008). Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen

pertahanan sendi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi (Felson,

2008).

E. Gejala Klinis

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang

dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut

adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah

dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan

tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.

Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ).

Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya

bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris

( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ) ( Soeroso,

2006 ).

Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada

sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri

yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Felson, 2008).

Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari

nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan

edema sumsum tulang ( Felson, 2008).

Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit

tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago

dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri

(Felson, 2008). Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di

dekat sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis

dan sindrom iliotibial band (Felson, 2008).

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan pertambahan rasa nyeri ( Soeroso, 2006 ).

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang

cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari. ( Soeroso, 2006 )

d. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala

ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan

adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.

Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak

tertentu ( Soeroso, 2006 ).

e. Pembesaran sendi ( deformitas )

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar ( Soeroso, 2006 ).

f. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi

yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga

bentuk permukaan sendi berubah ( Soeroso, 2006 ).

g. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA

karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada

perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut

( Soeroso, 2006 ).

h. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan

ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.

Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan

terutama pada OA lutut ( Soeroso, 2006 ).

F. Diagnosa

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Osteoartritis dimodifikasi berdasarkan guideline ACR: Update tahun

2000

TAHAP PERTAMA

Terapi Non farmakologi :

a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)

b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya hidup.

(Level of evidence: II)

c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal

penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I).

d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).(Level of Evidence: I)

e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot

(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation):

pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)

f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan

alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)

TAHAP KEDUA

Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi

diatas)

• Pendekatan terapi awal

a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah satu obat

berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:

• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).

• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II)

b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada

sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka,

riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat

kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:

• Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).

• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal

• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat

pelindung gaster (gastro- protective agent).Obat anti inflamasi nonsteroid

(OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik rendah dan dapat dinaikkan

hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang efektif.

Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya Na-Diklofenak SR75atau SR100)

agar dipertimbangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien.

Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan pada penderita

yang memiliki faktor risiko kejadian perdarahan sistem gastrointestinal bagian

atas atau dengan adanya ulkus saluran pencernaan. (Level of Evidence: I, dan II)

• Cyclooxygenase-2 inhibitor. (Level of Evidence: II)

Catatan:

Obat-obat tersebut ini dapat diberikan secara teratur pada pasien dengan gangguan fungsi

liver, namun harus dihindari pada pasien peminum alkohol kronis. Capcaisin topikal atau

methylsalicylate cream dapat diberikan pada pasien yang tidak berespon terhadap

acetaminophen atau tidak diperbolehkan untuk mendapatkan terapi sistemik. (Level of

Evidence: II)

c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan

tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40

mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat

diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS). (Level

of evidence: II)

• Pendekatan terapi alternatif

Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:

a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki kontraindikasi

pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat diberikan Tramadol (200-300

mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri OA dengan gejala

klinis sedang hingga berat dibatasi adanya efek samping yang harus diwaspadai,

seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness(20%), somnolen (18%), dan

muntah (13%).

b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence: I dan II) atau

kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut. (Level of

Evidence: II)

c. Kombinasi : Metaanalisis membuktikan: Manfaat kombinasi paracetamol-kodein

meningkatkan efektifitas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol saja, namun

efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti

penelitian klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer related pain.

Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam

penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan

modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik.

Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan

steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit.

Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi

atau dokter ahli penyakit dalam dan dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.

1. Kortikosteroid (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)

Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan keluhan

nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian OAINS, atau

tidak dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang merupakan

kontra indikasi terhadap pemberian OAINS. Diberikan juga pada OA lutut dengan

efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya.Teknik

penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul.

Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali

dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga

tubuh.Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-

sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.Injeksi kortikosteroid intra-artikular harus

dipertimbangkan sebagai terapi tambahan terhadap terapi utama untuk mengendalikan

nyeri sedang-berat pada penderita OA

2. Viskosuplemen: Hyaluronan

Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weight dan low molecular

weightatau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini dapat

diberikan untuk sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah

onsetnya lambat, namun berefek jangka panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis

lebih lama bila dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid

intraartikular.Cara pemberian: diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval

satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis low molecular weight, 1 kali

untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian dengan interval 1 minggu

untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau

tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses

steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya

harus dicari riwayat alergi terhadap telur.

TAHAP KETIGA

Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:

1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi

sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke

dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.

2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat

darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)

Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:

a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau bertambah

berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan rekomendasi baik

secara non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi konvensional).

b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik sehari-

hari.

c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan tidur

(sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul gejala/gangguan

psikiatri karena penyakit yang dideritanya.

d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut

e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial, distal

patella realignment,lateral release.

f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut terkunci/locking,

tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan struktur sendi

seperti robekan meniskus: untuk kemungkinan tindakan artroskopi atau tindakan

unicompartmental knee replacement or osteotomy/realignment osteotomies.

g. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial unicompartmental,

patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada pasien dengan:

a. Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu

b. Kekakuan sendi yang berat

c. Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Dieppe, P.A., Osteoarthritis: Clinical Feature in Klippel, J. H., Stone, J. H., Crofford, L. J.,

White, P. H. (eds) Primer on The Rheumatic Diseases, 2008.13th ed., pp. 224-28.

Arthritis Foundation, New York.

Berenbaum, F., Osteoarthritis: Pathology and Pathogenesis in Klippel, J. H., Stone, J. H.,

Crofford, L. J., White, P. H. (eds) Primer on The Rheumatic Diseases,2008. 13th ed.,

pp. 229-34. Arthritis Foundation, New York.

American College of Rheumatology Subcommittee on Osteoarthritis Guidelines: Arthritis

Rheum 43(9):1905-15, 2000.

Sellam J, Beaumont GH, and Berenbaum F. Osteoarthritis : pathogenesis, clinical aspects

and diagnosis. In EULAR Compendium in Rheumatic disease, 2009: 444-63.

Sharma, L., 2008 Osteoarthritis: Treatment in Klippel, J. H., Stone, J. H., Crofford, L. J.,

White, P. H. (eds) Primer on The Rheumatic Diseases, 13th ed., pp. 235-40. Arthritis

Foundation, New York.

Osteoarthritis. The care and management of osteoarthritis in adult. National Institute of

Health and Clinical Exellence, Februari 2008. NICE Clinical Guideline 59.

Felson, D. T., Osteoarthritis in Fauci, A.S., Braunwald, E. B., Kasper, D. L., Hauser, S. L.,

Longo, D. L., Jameson, J. L., Loscalzo, J. (eds) Harrison’s Principles of Internal

Medicine,2009. 17th ed, pp. 2158-65. McGraw–Hill Medical, New York.

Verges, J., 2007 What’s New in Osteoarthritis? Disease Modifying Osteoarthritis Drugs

Clinical Review. First Congress of Food Supplements, Sava Center, Beograde.

Bellamy N, Campbell J, Robinson V, et al. Intraarticular corticosteroid for treatment of

osteoarthritis of the knee. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2006