Lapsus HSP (RSUD Praya)

18
1 LAPORAN KASUS PEDIATRI Henoch-Schönlein Purpura (HSP) OLEH : RISKY SEPTIANA ASRI BUANA CITRA DEWI PEMBIMBING : dr. Ketut Adi Wirawan, M.Sc., SpA DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM TAHUN 2014

description

Lapsus Anak

Transcript of Lapsus HSP (RSUD Praya)

LAPORAN KASUS PEDIATRIHenoch-Schnlein Purpura (HSP)

OLEH :RISKY SEPTIANAASRI BUANA CITRA DEWI

PEMBIMBING :dr. Ketut Adi Wirawan, M.Sc., SpA

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKRUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAMTAHUN 2014

BAB IPENDAHULUAN

Purpura Henoch-Schnlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan sindrom klinis kelainan infl amasi vaskulitis generalisata pembuluh darah kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria.Heberden pertama kali mendeskripsikan penyakit ini pada tahun 1801 pada anak umur 5 tahun dengan nyeri perut, hematuria, hematoskezia, dan purpura di kaki. Pada tahun 1837, Johan Schonlein mendeskripsikan sindrom purpura yang dikaitkan dengan nyeri sendi dan presipitasi urine pada anak-anak. Eduard Henoch, murid dari Schonlein, lebih jauh mengkaitkan nyeri abdomen dan keterlibatan ginjal dalam sindrom ini. Frank mengajukan penggunaan anaphylactoid purpura pada tahun 1915. Hal ini diikuti dengan asumsi bahwa patogenesis seringkali terlibat dengan reaksi hipersensitivitas untuk agen penyebab.Di US, 75% dari HSP timbul pada anak-anak usia 2-14 tahun. Insiden kelompok umur adaah 14 kasus per 100.000 populasi. Meskipun tidak ada laporan berbeda dalam insidensi HSP di berbagai negara, satu sumber menyatakan bahwa timbulnya glomerulonefritis yang dihasilkan dari HSP bervariasi antar negara. HSP menimbulkan 18-40% dari penyakit glomerular di Jepang, Perancis, Italia, dan Australia sementara lesi glomerular bertanggung jawab hanya untuk 2-10% di US, Canada, dan United Kingdom.Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada peyakit ini dihasilkan dari glomerulonefritis dan hal ini berkaitan dengan manifestasi ginjal akut dan kronis. Hematuria transient timbul pada 9% pasien. Insufisiensi renl timbul kurang dari 2%, dan end-stage renal failure timbul kurang dari 1%. Meskpiun jarang, perdarahan pulmonar seringkali merupakan komplikasi yang fatal dari HSP. HSP tidak biasa pada orang dengan kulit hitam, baik di Afrika maupun Amerika. Laki-laki : wanita = 1,5-2 : 1. Kebanyakan pasien (75%) adalah anak-anak usia 2-14 tahun. Usia median onset adalah 4-5 tahun. Berikut adalah tinjauan pustaka dan laporan kasus tentang HSP.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

HENOCH SCHNLEIN PURPURAa. DefinisiPurpura Henoch-Schnlein merupakan penyakit autoimun (IgA mediated) berupa hipersensitivitas vaskulitis, paling sering ditemukan pada anak-anak. Merupakan sindrom klinis kelainan infl amasi vaskulitis generalisata pembuluh darah kecil pada kulit, sendi, saluran cerna, dan ginjal, yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis, artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan saluran cerna, dan kadang-kadang disertai nefritis atau hematuria.

b. EpidemiologiDi US, 75% dari HSP timbul pada anak-anak usia 2-14 tahun. Insiden kelompok umur adaah 14 kasus per 100.000 populasi. Meskipun tidak ada laporan berbeda dalam insidensi HSP di berbagai negara, satu sumber menyatakan bahwa timbulnya glomerulonefritis yang dihasilkan dari HSP bervariasi antar negara. HSP menimbulkan 18-40% dari penyakit glomerular di Jepang, Perancis, Italia, dan Australia sementara lesi glomerular bertanggung jawab hanya untuk 2-10% di US, Canada, dan United Kingdom.Kebanyakan morbiditas dan mortalitas pada peyakit ini dihasilkan dari glomerulonefritis dan hal ini berkaitan dengan manifestasi ginjal akut dan kronis. Hematuria transient timbul pada 9% pasien. Insufisiensi renl timbul kurang dari 2%, dan end-stage renal failure timbul kurang dari 1%. Meskpiun jarang, perdarahan pulmonar seringkali merupakan komplikasi yang fatal dari HSP. HSP tidak biasa pada orang dengan kulit hitam, baik di Afrika maupun Amerika. Laki-laki : wanita = 1,5-2 : 1. Kebanyakan pasien (75%) adalah anak-anak usia 2-14 tahun. Usia median onset adalah 4-5 tahun. Umumnya HSP merupakan benign self-limited disorder; < 5% kasus menjadi kronis; hanya < 1 % kasus berkembang menjadi gagal ginjal .

c. Etiologi dan Faktor ResikoSampai saat ini masih belum diketahui pasti; IgA diduga berperan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun, dan deposit IgA pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal.

Beberapa kondisi yang diduga berperan: Setelah infeksi Streptococcus grup A (20-50%), Mycoplasma, virus Epstein Barr, virus Herpes Simplex, Parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus, measles, mumps. Vaksinasi (varicella, rubella, Hepatitis B) Lingkungan: alergen makanan, obat-obatan, pestisida, paparan terhadap dingin, gigitan serangga.

d. PatofisologiPatogenesis PHS belum diketahui secara pasti, namun secara umum diakui sebagai akibat deposisi imun kompleks akibat polimer IgA1 pada kulit, saluran gastrointestinal, dan kapiler glomerulus. Keadaan patognomonik pada nefritis Henoch-Schonlein adalah deposisi IgA dan C3 yang ditemukan pada mesangial glomerulus. Penemuan patogenesis tersebut membedakan nefritis Henoch-Schonlein dengan nefropati IgA. Pada pasien sehat, IgA banyak ditemukan pada sekret mukosa namun dalam konsentrasi yang relatif rendah. Imunoglobulin A memiliki dua isotipe, yaitu IgA1 dan IgA2. Imunoglobulin A1 memiliki hinge region yang terdiri dari lima oligosakarida yang mengandung serine-linked N-acetylgalactosamine (Ga1NAc) dan galaktosa yang nantinya akan tersialasi. Sekitar 60% IgA dalam sekret adalah IgA2 yang umumnya berupa polimer sedangkan IgA serum umumnya berupa IgA1 yang 90% berupa monomer. Pada nefritis Henoch-Schonlein ditemukan deposisi kompleks imun dengan predominasi IgA1 namun tidak ditemukan IgA2.Deposisi kompleks imun IgA terjadi berdasarkan peningkatan sintesis IgA atau penurunan klirens IgA. Peningkatan sintesis IgA oleh sistem imun mukosa sebagai respon terhadap paparan antigen pada mukosa dipikirkan merupakan mekanisme yang terjadi pada PHS. Hiperaktivitas sel B dan sel T terhadap antigen spesifik dilaporkan berperan dalam terjadinya PHS dan nefropati IgA. Antigen tersebut antara lain berupa antigen bakteri, protein dalam makanan seperti gliadin, dan komponen matriks ekstraselular seperti kolagen dan fibronektin. Beberapa studi mengemukakan terdapat peningkatan produksi IgA dalam sel mukosa dan tonsil, sedangkan studi lainnya mendapatkan penurunan produksi IgA dalam sel mukosa namun terjadi peningkatan produksi IgA dalam sumsum tulang. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kadar IgA serum yang meningkat sampai 40%-50%. Selain itu, juga didapatkan gangguan pengikatan IgA1 oleh reseptor asialoglycoprotein di hati, yang berfungsi pada klirens IgA dari sirkulasi.Kompleks imun IgA dalam kapiler dapat merupakan akibat deposisi kompleks imun yang berasal dari sirkulasi ataupun pembentukan kompleks imun in situ dalam glomerulus. Bukti klinis menemukan bahwa kompleks imun dalam sirkulasi bukan merupakan satu-satunya penyebab terjadinya deposisi kompleks imun, misalnya deposisi IgA dalam mesangium tetap ditemukan walau tidak ditemukan IgA dalam sirkulasi (50% kasus). Kadar IgA di sirkulasi yang tinggi tidak cukup menyebabkan terjadi deposisi IgA dalam mesangium. Dibuktikan pada pasien dengan HIV atau mieloma dengan kadar IgA yang rendah tidak memiliki deposit kompleks imun IgA pada mesangium. Perubahan pada struktur biokimia IgA merupakan penyebab terjadi deposisi IgA dalam kapiler. Pada PHS dan nefropati IgA, IgA1 serum menunjukkan abnormalitas pada region O-glycosylated, yaitu hilangnya terminal galaktosa pada IgA1 sirkulasi. Selain itu, pada sel B juga ditemukan defek pada -1,3- galactosyltransferasi. Kelainan glikosilasi pada hinge region, akan menyebabkan perubahan pada stuktur IgA1 dan menyebabkan perubahan terhadap interaksi pada matriks protein, reseptor IgA, dan komplemen. Kelainan terebut akan menyebabkan terjadi deposit di dalam mesangium dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut.

Mediator inflamasi seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, platelet-derived growth factor, tumor necrosis factor, free radicals, prostanoid, leukotriens, membrane attack complex (C5b-9), dan circulating immunostimulatory protein (90K) menyebabkan terjadi kerusakan pada glomerulus lebih lanjut. Deposit C3 dan properdin tanpa ada C1q dan C4 merupakan keadaan yang khas dan menandakan jalur alternatif komplemen teraktivasi.

e. Gejala klinisPada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas yang muncul 1-3 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala. Artralgia dan artritis ditemukan pada 68-75% kasus dan 25% nya merupakan keluhan penderita saat datang berobat. Timbul mendahului kelainan kulit (1-2 hari); terutama mengenai lutut dan pergelangan kaki, dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku, dan persendian jari tangan. Sendi-sendi bengkak dan nyeri, bersifat sementara dan tidak menimbulkan deformitas yang menetap.Kelainan kulit ditemukan pada 95-100% kasus, 50%nya merupakan keluhan penderita saat datang berobat; berupa macular rash simetris terutama di kulit yang sering terkena tekanan yaitu bagian belakang kaki, bokong, dan lengan sisi ulna. Dalam 24 jam makula berubah menjadi lesi purpura, mula-mula berwarna merah, lambat laun berubah menjadi ungu, kemudian coklat kekuning-kuningan lalu menghilang; dapat timbul kembali kelainan kulit baru.

Kelainan kulit dapat pula ditemukan di wajah dan tubuh, dapat berupa lesi petekie dan ekimotik, dapat disertai rasa gatal (pruritic rash).Keluhan perut ditemukan pada 35-85% kasus; biasanya timbul sesudah kelainan kulit (1-4 minggu sesudah onset). Nyeri perut dapat berupa kolik abdomen di periumbilikal, disertai mual dan muntah (85%). Pada 2-3% kasus dapat ditemukan intususepsi ileoilial atau ileokolonal. Diare berdarah dapat menyertai pruritic rash. Pada 20-50% kasus ditemukan angioedema wajah (kelopak mata, bibir) dan ekstremitas (punggung tangan dan kaki).Kelainan ginjal ditemukan pada 50% kasus anak yang lebih besar dan 25 % ditemukan pada anak usia < 2 tahun; < 1 % berkembang menjadi gagal ginjal. Biasanya terjadi setelah 3 bulan onset penyakit atau 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainana kulit yang persisten sampai 2-3 bulan biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal berat. Mungkin ditemukan hematuri dengan proteinuri derajat ringan sampai berat; dapat terjadi sindrom nefrotik. Risiko nefritis meningkat pada usia onset di atas 7 tahun, lesi purpura menetap, keluhan abdomen yang berat dan penurunan faktor XIII. Jarang terjadi oliguri dan hipertensi. Kelainan skrotum menyerupai testicular torsion; edema skrotum dapat terjadi pada awal penyakit (2-35%). Kelainan susunan saraf pusat dan paru-paru jarang terjadi.

f. DiagnosisA. Kriteria American College of Rheumatology 1990:Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu:1. Palpable purpura non trombositopenia2. Onset gejala pertama < 20 tahun3. Bowel angina4. Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula

B. Kriteria European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan Pediatric Rheumatology Society (PreS) 2006 :1. Palpable purpura harus ada2. Diikuti minimal satu gejala berikut: nyeri perut difus, deposisi IgA yang predominan (pada biopsi kulit), artritis akut dan kelainan ginjal (hematuria dan atau proteinuria).

g. Diagnosis BandingDisseminated Intravascular Coagulation (DIC); endokarditis; pankreatitis; meningitis dan ensefalitis pada anak; torsi testis; purpura trombositopenik.

h. Pemeriksaan PenunjangDiagnosis Purpura Henoch-Schonlein berdasarkan gejala klinis, tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik. Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat menunjukkan leukositosis dengan eosinofilia dan pergeseran hitung jenis ke kiri; jumlah trombosit normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura). Laju endap darah dapat meningkat. Kadar ureum dan kreatinin dapat meningkat, menunjukkan kelainan fungsi ginjal atau dehidrasi. Pada 10-20% penderita ditemukan hematuri atau proteinuri. Ditemukan darah pada feses. Dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi abdomen untuk mendiagnosis intususepsi. Pemeriksaan Doppler atau radionuclide testicular scan menunjukkan aliran darah normal atau meningkat, hal ini yang membedakan HSP dengan torsi testis.Pada biopsi lesi kulit ditemukan vaskulitis leukositoklastik. Imunofluoresensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen di dinding pembuluh darah.

i. PenatalaksanaanPada dasarnya tidak ada pengobatan spesifi k untuk HSP. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan golongan NSAIDs seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB. Jika terjadi edema dilakukan elevasi tungkai. Beri diet lunak selama terdapat keluhan perut seperti muntah dan nyeri perut.Pertimbangkan pemberian kortikosteroid pada kondisi sangat berat seperti sindrom nefrotik menetap, edema, perdarahan saluran cerna, nyeri abdomen berat, keterlibatan susunan saraf pusat dan paru. Lama pemberian berbeda-beda, Faedda menggunakan metilprednisolon 250-750 mg/hari/iv selama 3-7 hari dikombinasikan dengan siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut HSP yang berat; dilanjutkan dengan prednison oral 100-200 mg selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hari selama 30-75 hari sebelum siklofosfamid dihentikan langsung dan tapering off steroid hingga 6 bulan. Penderita dengan nyeri perut hebat, perdarahan saluran cerna atau penurunan fungsi ginjal, memerlukan perawatan di rumah sakit.j. PrognosisPrognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-anak dan 89% kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan terapi tambahan). Rekurensi dapat terjadi pada 10-20% kasus, umumnya pada anak yang lebih besar dan dewasa; < 5% penderita berkembang menjadi HSP kronis. Keluhan nyeri perut pada sebagian besar penderita biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.

BAB IIILAPORAN KASUS

Tanggal Masuk RSUD Praya: 29 Desember 2013No. RM: 061016Diagnosis Masuk: Febris hari ke-3 susp. DHFTanggal Pemeriksaan: 30 Desember 2013

IDENTITAS Identitas PasienNama Lengkap: An. M Syarki Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 3 tahunAgama: IslamAlamat: Ketara, Lombok Tengah Identitas KeluargaIdentitasIbuAyah

NamaNy. STn. M

Umur28 tahun30 tahun

PendidikanSMPSMA

PekerjaanIRTWiraswasta

HETEROANAMNESIS Keluhan Utama : Kaki bengkak Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Praya dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan kaki bengkak sejak hari Sabtu (28/12/2013). Awalnya timbul bintik-bintik kecil kemerahan pada kaki, kemudian mulai muncul bercak-bercak yang lebih besar, dan akhirnya kaki menjadi bengkak dan terasa nyeri. Nyeri pada persendian (+). Pasien juga dikeluhkan nyeri pada perut sejak hari Selasa (24/12/2013). Sejak perut terasa nyeri, pasien tidak bisa makan karena setiap masuk makanan, pasien langsung muntah. Pada hari itu, pasien tidak bisa BAB. Kemudian esoknya (25/12/2013) pasien BAB berwarna hitam dengan konsistensi lunak, darah (+), lendir (-), frekuensi 4 kali. Pasien tidak dikeluhkan demam. Batuk (-), pilek (-). BAK (+) 3-4 kali sehari, warna kuning jernih, darah (-), nyeri saat BAK (-). Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat bintik-bintik merah sebelumnya (-) Riwayat batuk pilek beberapa minggu terakhir (-) Riwayat nyeri ulu hati sebelumnya (-) Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat Kehamilan dan Persalinan :Selama hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya di Posyandu. Ibu pasien mengaku selama hamil dirinya tidak pernah mengalami mual muntah yang berlebihan, tekanan darah tinggi, kejang, asma, kencing manis, perdarahan, demam yang lama, ataupun trauma. Pasien lahir di RSUD Praya melalui SC dengan indikasi CPD. Pasien lahir pada usia kehamilan cukup bulan dengan berat badan lahir 3300 gram dan langsung menangis. Riwayat kejang, biru, atau kuning setelah lahir disangkal. Riwayat Nutrisi : Dari usia 0-6 bulan pasien diberikan ASI eksklusif. Setelah itu, pasien diberikan MP-ASI. Saat ini pasien rutin makan tiga kali sehari dengan nasi beserta lauk pauk. Nafsu makan pasien sebelum sakit baik. Riwayat Imunisasi (Vaksinasi) : Dari keterangan ibu di dapatkan bahwa imunisasi pasien sudah lengkap. Yang terakhir adalah campak.

PEMERIKSAAN FISIK Status PresentKeadaan umum: sedangKesadaran: Compos mentisTanda Vital Frekuensi nadi: 140 x/menit, reguler, kuat angkat. Frekuensi napas: 28 x/menit Suhu: 36,5oC Status GiziBB: 13 kgPB: 96 cmLK: 45 cmStatus gizi berdasarkan tabel : BB/PB= - 1,09 (Gizi baik) BB/U= - 1,05 (Normal) PB/U= - 1,08 (Normal) Status GeneralisKepala/Leher Bentuk : normocephali, UUB tertutup datar Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-), Rp (+/+) isokor, edema palpebra (-/-), mata cowong (-/-), kornea/konjungtiva kering (-), air mata (+/+) Telinga: bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), otorrhea (-/-) Hidung: bentuk normal, deviasi septum (-), krepitasi (-), rinorrhea (-). Mulut: pucat (-), sianosis sentral (-), mukosa buccal dbn, lidah kemerahan dengan papil (+), gigi geligi dbn. Tenggorok: hiperemis (-). Leher: pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), peningkatan JVP (-)ThoraksPulmo Inspeksi: bentuk normal, deformitas (-), iga gambang (-), retraksi (-). Palpasi : pengembangan dinding dada simetris. Auskultasi: vesikuler (+/+), stridor (-/-), rales (-/-), wheezing (-/-)Cor Inspeksi: ictus cordis tidak tampak Palpasi : thrill (-) Auskultasi : S1 S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-)Abdomen : Inspeksi: distensi (-), jejas (-), scar/luka bekas operasi (-) Auskultasi: bising usus (+) normal Perkusi: timpani, meteorismus (-) Palpasi: nyeri tekan (+) di epigastrium, H/L/R tak teraba, turgor kulit normal, palpable purpura (-).Ekstremitas PemeriksaanEkstremitas AtasEkstremitas Bawah

DextraSinistraDextraSinistra

Akral hangat+ ++ +

Edema- -+ +

Nyeri tekan- -+ +

Pucat- -- -

Refleks Fisiologis+ +

Refleks Patologis+ +

Kekuatan Otot5 55 5

Palpable purpura - + +

RESUMEPasien laki-laki, 3 tahun, keluhan edema sejak hari Sabtu (28/12/2013). Awalnya timbul banyak ptekie pada kaki, kemudian mulai muncul purpura, dan akhirnya kaki menjadi edema dan terasa nyeri. Arthralgia (+). Pasien juga dikeluhkan nyeri abdomen sejak hari Selasa (24/12/2013). Pada hari itu, pasien tidak bisa BAB. Kemudian esoknya (25/12/2013) pasien melena dengan konsistensi lunak, darah (+), lendir (-), frekuensi 4 kali. Pasien tidak dikeluhkan demam. Batuk (-), pilek (-). Hematuria (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan : KU sedang, kesadaran compos mentis, nadi 140 x per menit, RR 28 kali per menit, suhu 36,5C, pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium, dan pada ektremitas bawah ditemukan banyak ptekie dan palpable purpura.

ASSESMENTHenoch Schonlein Purpura (HSP)dd : ITP

PLANNING Planning DiagnostikDarah lengkap, HDT, feses lengkap, urinalisis, BUN SCDarah Lengkap (tanggal 29/12/2013)

16

WBC: 16,2 x 103/L NEU: 8,90 LYM: 5,64 MONO: 1,23 EOS: 0,220 BASO: 0,244 HGB: 13,2 g/dl RBC: 5,25 x 106/L HCT: 38,8 % MCV: 73,9 fl MCH: 25,2 pg MCHC: 34,1 g/dl PLT: 713 x 103/L GDS : 116 mg%

BUN SC (30/12/2013)Ureum: 14,5 mg/dlKreatinin: 0,50 mg/dl

Feses lengkap (31/12/2013)MakroskopisMikroskopis

Warna : coklatKonsitensi : padatLendir : -Darah : -Eritrosit : -Leukosit : -Epitel : -Amuba : -Kista : -Bakteri : +2Telur cacing : -

Urinalisis (31/12/2013)Warna : kuningSedimenKejernihan: jernihEritrosit: -BJ: 1.005Leukosit: 0 - 5pH: 8Epitel: 0 - 5Protein : -Silinder: -Glukosa: -Kristal: -Keton: -Bilirubin: -Urobilinogen: -Nitrit: -Darah: -Leukosit: -

Planning Terapi Kebutuhan cairan per hari = 1300 ml/hariOral : 500 ml/hariPer infus D5 NS : 800 ml/hari 9 tpm makro Ibuprofen sirup 20-40 mg/kgBB/hari 260-520 mg 3 x Cth 1 (100mg/5ml) Prednison 1-2 mg/kgBB/hari 13-26 mg/hari selama 4 mingguPagi : 2 tabletSiang : 2 tabletMalam : 1 tablet Ranitidin 2-4 mg/kgBB/hari 26-52 mg/hari 3 x ampul (25mg/ml)

PrognosisDubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

Cassidy JT, Petty RE. Leukocytoclastic vasculitis: Henoch-Schonlein purpura. In: Cassidy JT, Petty RE,Laxer RM,dkk.Textbook of Pediatrics Rheumatology 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005; 496-501.Mills JA, Michel BA, Bloch DA, Calabrese LH, Hunder GG, Arend WP, et al. The American College of Rheumatology 1990 Criteria for the Classification of Henoch-Schonlein purpura. Arthritis Rheum. 1990; 33:1114-21.Soepriadi M,Setiawan B.Henoch Schonlein purpura.Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak.edisi ke-3.Bandung: Bagian IKA FK Unpad,2005; 167-9. http://emedicine.medscape.com/article/780452 http://www.patient.co.uk/doctor/Henoch-Schonlein-Purpura-(HSP).htm http://www.rheumatology.org/publications/classifi cation/hsp.asp