Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

30
LAPORAN KELOMPOK HIPERBILIRUBINEMIA Oleh I Ketut Anom W.E.D.W.M H1A 006 017 Ardin Diyah Mayanti H1A 007 002 Mitha Ratna Dewi H1A 007 039 Salman Faris H1A 004 042 Pembimbing dr. I Wayan Gede Sugiharta, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

Transcript of Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Page 1: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

LAPORAN KELOMPOK

HIPERBILIRUBINEMIA

Oleh

I Ketut Anom W.E.D.W.M H1A 006 017

Ardin Diyah Mayanti H1A 007 002

Mitha Ratna Dewi H1A 007 039

Salman Faris H1A 004 042

Pembimbing

dr. I Wayan Gede Sugiharta, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA

PRAYA

2012

Page 2: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

BAB I

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering

ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat

dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Dikemukakan bahwa

angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan.

Insidens ikterus di Indonesia pada bayi cukup bulan di beberapa RS pendidikan antara lain

RSCM, RS Dr Sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%.

Insidens kasus ikterus patologis di RSU Dr. Soetomo Surabaya yaitu sebesar 9,8% (tahun

2002) dan 15,66% (tahun 2003).

Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat bewarna kuning, keadaan ini timbul

akibat akumulasi pigmen Pilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha) yang bewarna ikterus pada

sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan

komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi

secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal.

Keadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada

kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena

transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara

berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian

dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan

sekuele neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus

dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis

serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi

hiperbilirubinemia yang berat.

Tata laksana terkini dari hiperbilirubinemia meliputi fototerapi dan transfusi tukar.

Penggunaan fototerapi sebagai salah satu terapi hiperbilirubinemia telah di mulai sejak

tahun 1950 dan efektif dalam menurunkan insidensi kerusakan otak akibat

hiperbilirubinemia.

Page 3: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Ikterus neonatorum

Adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan

sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan

mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.

Hiperbilirubinemia

Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih

dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.

Ikterus fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu

pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin

akan mencapai sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun

cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar I mg/dL selama 1

sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan

mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa

terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi

kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan

puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak

diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran

fisiologis bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar

normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL.

Ikterus non fisiologis

Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis.

Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut.

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam)

Page 4: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,

malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang

tidak stabil).

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup hulan, atau setelah 14 hari pada bayi

kurang bulan.

Bilirubin ensefalopati dan kernikterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kcpada manitestasi klinis yang

timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada

berbagai nuklei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir

dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah Kern ikterus adalah

perubahan neuropatolugi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa

daerah di otak terutama di ganglia basalispons dan serebelum. Kern ikterus digunakan

untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin.

II.2 Etiologi

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:

Penyebab yang sering:

1. Hiperbilirubinemia fisiologis

2. Inkompatibilitas golongan darah ABO

3. ‘Breast Milk Jaundice’

4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus

5. Infeksi

6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’

7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’)

8. Polisitemia / hiperviskositas

9. Prematuritas / BBLR

10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia

11. Lain-lain

Penyebab yang jarang:

1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase)

2. Defisiensi piruvat kinase

3. Sferositosis kongenital

Page 5: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)

5. Hipotiroidism

6. Hemoglobinopathy

II.3 Patofisiologis

Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari

pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi

yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.

Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan

hemoglobin dan karbon monoksida (CO), yang diekskresikan ke dalam paru. Biliverdin

kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin

melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik

dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut Jika tubuh akan

mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

Page 6: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme

haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg

bilirubin dan sisanya ( 25%) disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan

hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang, jaringan yang

mengaridung protein heme (mioglobin, sitokrom,katalase, peroksidase) dan heme bebas.

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang

dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir

disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang

dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan

juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).

Transportasi bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum

ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke

sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat

dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap

obat-obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid. Obat-obat tersebut akan

menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor

serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. Obat-obatan yang dapat

melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah

digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yang terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin

Analgetik, antipiretik

Antiseptik, desinfektan

Antibiotik dengan kandungan sulfa

Cefalosporin

Penisilin

Lain-lain

Natrium salisilat, Fenilbutazon

Metil, isopopil, dll

Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole, dll

Ceftriakson, cefoperazon, dll

Propicilin, cloxacilin

Novabiosin. Triptophan, asam mendelik, kontras

X-ray

Page 7: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Pada Bayi Kurang Bulan (BKB) ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya

merupakan omplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia,

hemolisis, dan septikemi Hal tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah

bilirubin bebas dan berisiko pula untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin. Bilirubin

dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu :

1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar

bilirubin tak terkonjugasi dalam serum

2. Bilirubin bebas

3. Bilirububin terkonjugasi (terutama monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu bilirubin

yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.

4. Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum ( a-bilirubin).

Pada 2 minggu pertama kehidupan, a-bilirubin tidak akan tampak. Peningkatan ladar a-

bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi baru lahir normal yang lebih tua

dan pada anak. Konsentrasinya meningkat bermakna pada keadaan

hiperlubilirubinemia terkonjugasi persisten karena berbagai kelainan pada hati.

Asupan Bilirubin atau Bilirubin Intake

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin

terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran

yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosolik

lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de

novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan

bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak

terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan

berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini

terjadi karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan

dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke

empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan. Walaupun demikian defisiensi ambilan ini

dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu kedua kehidupan

saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama dengan orang

dewasa.

Page 8: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate

glucuronosyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh ezim ini akan merubah formasi menjadi

bilirubin monoglukoronida ; yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin

diglukoronida. Substrat yang digunakan untuk transglukoronidase kanalikuler adalah

bilirubin monoglukoronida. Enzim ini akan memindahkan satu molekul asam glukuronida

dari satu molekul bilirubin monoglukuronida ke yang lain dan menghasilkan pembentukan

satu molekul bilirubin diglukuronida.

Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu

molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk

rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke

hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis

kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukuronida.

Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi

aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi

bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun.

Kapasitas total konjugasi akan sama dengan orang dewasa pada hari ke-4 kehidupan. Pada

periode bayi baru lahir, konjugasi monoglukuronida merupakan konjugat pigmen empedu

yang lebih dominan.

Ekskresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung

empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses

ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada dalam usus

halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase

yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke

hati untuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus

halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat

menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak

terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,

Page 9: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

lumen usus halusnya; steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi

sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).

Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi

didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis bilirubin

glukuronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam

mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk mengurangi

bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin usus,

dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis

bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas β-glukuronidase mukosa

yang tinggi dan ekskresi monoglukuronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang

tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan

kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini menggambarkan

peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

pada bayi baru lahir.

II.4 Diagnosis

Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat.

Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi

yang pulang lebih awal Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan

disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya. Tampilan ikterus

dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik,

dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan subkutan.

Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL.

Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dan salah satu penyebab ikterus

patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang

berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah

letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang

berat.

Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada

neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi

yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang

Page 10: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi

sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum

bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk

kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus

yang sedang mendapat terapi sinar.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab

ikterus antara lain pemeriksaan golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan

hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc dan bilirubin direk

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi

dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan

pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

Tabel 2. Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan ≥ 35 mg.

Faktor risiko major

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada

daerah risiko tinggi

- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

- Inkomparibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau

penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETOO)

- Umur kehamilan 35-36 minggu

- Riwayat anak sebelamnya yang mendapat fototerapi

- Sefalhematom atau memar yang bermakna

- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang

berlebihan

- Ras Asia Timur

Faktor risiko minor

- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak

pada daerah risiko sedang (gambar 2)

- Umur kehamilan 37-38 minggu

- Sebelum pulang, bayi tampak kuning

- Riwayat anak sebelumnya kuning

- Bayi makrosomia dari ibu DM

- Umur ibu < 25 tahun

Page 11: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

- Laki-laki

Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus

yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko

makin rendah)

- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko

rendah

- Umur kehamilan ≥ 41 minggu

- Bayi mendapat susu formula penuh

- Kulit hitam

- Bayi dipulangkan setelah 72 jam

II.5 Penatalaksanaan

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan

farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.

American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam

pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau

lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia

berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak

menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang

tidak diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera

mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang

kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi

bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang

terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan. Pemberian substrat

yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi

sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar,

merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.

Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan

Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan

konjugasi dan ekskresi bilirubin

Page 12: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Tabel 3. Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan

berdasarkan - American Academy of Pediatrics

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/Dl [µmol/L])

Usia (jam) Pertimbangan

Fototerapi

Fototerapi Transfusi tukar jika

fototerapi intensip

gagal

Transfusi tukar

dan fototerapi

intensif

25 -48

49-72

>72

≥ 12 (170)

≥ 15 (260)

≥ 17 (290)

≥ 15 (260)

≥ 18 (310)

≥ 20 (340)

≥ 20 (340)

≥ 25 (430)

≥ 25 (430)

≥ 25 (430)

≥ 30 (510)

≥ 30 (510)

Tabel 4. Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi

baru lahir yang relatif sehat.

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL)

Sehat Sakit

Berat Badan Fototerapi Transfusi Tukar Fototerapi Transfusi Tukar

Kurang Bulan

< 1000 g 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi

1001 -1500 g 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi

1501- 2000 g 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi

2001-2500 g 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi

Cukup bulan

>2500 15-18 20-25 12-15 18-20

Fototerapi

Keuntungan dari penatalaksanaan dengan fototerapi yaitu tidak bersifat invasif,

efektif, tidak mahal dan mudah digunakan. Fototerapi mengurangi hiperbilirubinemia

melalui tiga proses yaitu fotoisomerisasi, isomerisasi struktural dan fotooksidasi.

Efektivitas fototerapi tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan lampu (panjang

gelombang), intensitas cahaya (iradiasi), luas permukaan tubuh, ketebalan kulit dan

pigmentasi, lama paparan cahaya, kadar bilirubin total saat awal fototerapi. Fototerapi yang

Page 13: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

intensif seharusnya dapat menurunkan kadar bilirubin total serum 1-2 mg/dL dalam 4-6

jam, sehingga kadar bilirubin harus dimonitor setiap 4-12 jam

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak

teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan

bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah

senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin

yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih

mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer

dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus,

sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus

halus.

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan

kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang

ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada penderita yang

direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi

dikerjakan.

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon

yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi

mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak

tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk

menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap

2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain

pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut

berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-

luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-

8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup

namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin

bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL

(<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan

efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain :

enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas.

Page 14: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat

diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

Transfusi Tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat

bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang

telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun

transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang

mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada

indikasi. Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat

memakai rasio bilirubin terhadap albumin.

Tabel 5. Rasio bilirubin albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar

Katageri Risiko

Rasio B/A saat Transfusi TukarHarus DipertimbangkanBil Tot (mg/dl)Alb, g/dl

Bil Tot (µ mol/L)/Alb, µmol/L

Bayi > 38 0/7 mgBayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau > 380/7 mg

8,0 0,94

Jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD

7,2 0,84

Bayi 350/7 mg jika risiko tinggi atau Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD

6,8 0,80

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan

diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang

terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah

darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses

aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila

keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel

dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan

titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar

berkisar antara 140-180 cc/kgBB.

Macam Transfusi Tukar:

1. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat

mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.

Page 15: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

2. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti

65 % Hb bayi.

3. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus

polisitemia atau darah pada anemia.

Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus

dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang

dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat

mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi

transfusi tukar seperti hipokalsemia dan hipomagnesia, hipoglikemia, gangguan

keseimbangan asam basa, gangguan kardivaskular (perforasi pembuluh darah, emboli,

infark, aritmia, volume overload, arrest), perdarahan (trombositopenia, defisiensi faktor

pembekuan), inferksi, hemolisis, graft-versus host disease dan lain-lain (hipotermia,

hipertermia dan enterokolitis nekrotikans).

Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga

tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk ke

pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan

syarat-syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.

Page 16: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 Identitas Pasien

Nama : Bayi Ny Haspiana

Tanggal Lahir : 21 Agustus 2012 pukul 21.00 WITA

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 11 hari

Cara Persalinan : Spontan

BBL : 2700 gram

Tanggal MRS : 27 Agustus 2012

Tanggal Pemeriksaan : 30 Agustus 2012

Diagnosis MRS : Ikterus Neonatorum Kramer III_IV

II.2 Keluhan Utama : Kuning pada wajah dan seluruh tubuh sejak umur 1 hari

II.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan kiriman dari Puskesmas Terawai dibawa ke RSUD Praya dengan

keluhan tampak kuning pada wajah dan seluruh tubuh. Berdasarkan keterangan ibu pasien,

pasien tampak kuning tersebut sejak pasien berusia 1 hari, awalnya kuning tampak pada

wajah dan semakin memberat dimana kuning juga tampak pada seluruh tubuh, telapak

tangan dan kaki. Pasien dilahirkan di Ruang Bersalin RSUD Praya pada tanggal 21

Agustus 2012 pukul 21.00 WITA, pasien dilahirkan secara spontan dan langsung

menangis, pasien dipulangkan keesokan harinya karena kondisi pasien baik, dimana pasien

dapat menyusu dengan baik, menghisap baik, aktivitas (+), menangis (+). Pada saat

dipulangkan pasien tampak sedikit kuning dan di informasikan untuk diberikan ASI

minimal 8 kali sehari dan dijemur dibawah matahari saat pagi hari. Karena pasien masih

tampak kuning, pasien kemudian dibawa kontrol ke Puskesmas Terawai pada tanggal 27

Agustus 2012, kemudian langsung dirujuk ke RSUD praya. Menurut ibu pasien, pasien

tidak mengalami penyulit lain seperti sesak, demam ataupun kejang. Sehari setelah masuk

rumah sakit pasien mengalami buang air besar cair sebanyak lebih dari 5 kali sehari, warna

kuning, lendir (-), darah (-). Pasien juga dikeluhkan perutnya kembung dan keras, menyusu

mulai malas dan lemas.

Page 17: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

II.4 Riwayat Kehamilan Ibu

Ibu pasien mengatakan ini adalah kehamilannya yang pertama. Ibu pasien tidak ingat

dengan jelas kapan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT). Ibu pasien rutin melakukan

pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care [ANC]) setiap bulannya pada saat Posyandu atau

di Puskesmas yang diperiksa oleh bidan. Selama kehamilan ibu pasien melakukan ANC

sebanyak 8 kali. Selama hamil ibu pasien tidak pernah mengalami sakit berat ataupun

sampai dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit, ibu pasien mengatakan hanya mengalami

mual dan muntah pada saat awal kehamilan. Ibu pasien mengaku tidak pernah

mengkonsumsi obat-obatan atau jamu saat hamil selain yang diresepkan dari puskesmas

berupa vitamin. Riwayat perdarahan (-), tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-). Ibu

pasien mengaku selama mengontrol kehamilannya tekanan darahnya selalu normal yaitu

berkisar antara 100-110 mmHg. Kaki bengkak disangkal (-). Riwayat trauma pada saat

kehamilan disangkal oleh ibu pasien.

II.5 Riwayat Persalinan

Bayi dilahirkan di Ruang Bersalin RSUD Praya pada tanggal 21 Agustus 2012 pukul

21.00 WITA. Pasien lahir secara spontan dengan indikasi letak belakang kepala, berat bayi

ketika lahir 2700 gram, panjang badan dan lingkar kepala tidak diketahui, anus (+), pasien

langsung menangis, tidak tampak sianosis dan hipotermi (-).

II.6 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Waspada

Score Down : -

1. Tanda – Tanda Vital

Suhu : 36,4 oC

DJ : 137 x/menit

Respirasi : 58 x/menit, regular, retraksi (-)

Tekanan Darah : Tidak dievaluasi

CRT : < 3 detik

2. Menilai Pertumbuhan

Berat Badan : 3100 gram

Page 18: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Panjang Badan : 46 cm

Lingkar Kepala : 34 cm

3. Penampakan Umum

Aktivitas : Menurun

Warna Kulit : Kemerahan

Cacat Bawaan Yang Tampak : (-)

4. Kepala

Bentuk kepala simetris, lonjong, lecet (-), ubun-ubun besar terpisah, teraba datar,

sutura normal, craniosynostosis (-), molding (-), caput sucendaneum (-), dan cephal

hematom (-)

5. Leher

Rooting refleks (+), hematome pada m. SCM (-), pembesaran kel. Tiroid (-), leher

pendek (-).

6. Muka

Mata : Katarak kongenital (-), SCB (-), conjunctivitis (-).

Hidung : Atresia choana (-/-), napas cuping hidung (-/-), rhinore (-/-)

Mulut : Palatoschizis (-), frenulum pendek (-), makroglossia (-).

Telinga : Low set ears (-/-)

7. Thoraks

Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)

Palpasi : Gerakan diding dada simetris

Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/-

Penilaian pernapasan : Napas teratur (+), tachypnea (-), stridor (-), tarikan dinding

dada (-/-) subcostal, sianosis (-)

8. Jantung

S1S2 tunggal regular, mur – mur (-), gallop (-).

9. Abdomen

Inspeksi : Distensi (+), organomegali (-), kelainan congenital (-)

Page 19: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

Auskultasi : Bising usus Normal

Palpasi : Dinding abdomen teraba tegang, massa (-), hepar-lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani (+) diseluruh kuadran abdomen

10. Umbilicus

Tampak basah dan mulai mengering, warna hitam, bau (-), edema (-), kemerahan (-)

pada pangkal umbilicus.

11. Genitalia

Normal, Clitoris dan labia minora ditutupi labia mayora.

12. Anus dan rektum

Anus (+), mekoninum (+) 24 jam pertama.

13. Ekstremitas

Normal. Syndactyli (-), polidactyli (-), talipes equinovarus (-/-)

14. Tulang belakang, pinggul dan system syaraf

Dalam batas normal

II.7 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap

WBC : 16.30 x 103 m/µl

RBC : 4.50 x 106 m/µl

Hb : 12.3 gr/dl

HCT : 39.5 %

PLT : 204 x 103 m/µl

Bilirubin Total : 21,28

Bilirubin Direct : 0,18

II.8 Diagnosis Kerja

Normal, Aterm dengan hiperbilirubinemia

II.9 Rencana Terapi

Jaga kehangatan bayi, hangatkan dengan inkubator

O2 2 lpm

Page 20: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

IVFD D10% 10 tts/menit (mikro)

Ampicillin inj 2 x 75 mg

Rencana fototerapi 3 seri

Asam dioksikolat 15 mg/hari

Anjuran pemberian ASI per 2 jam atau lebih sering

Rencana transfusi tukar bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung

naik

Page 21: Laporan Kelompok Ikterus PRAYA

DAFTAR PUSTAKA

Kosim, Sholeh. 2008. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama. Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Jakarta

Kosim, Sholeh, dkk. 2008. Dampak Lama Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin

Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal. Sari Pediatri 2008;10(3):201-6.

Subcommitte on Hyperbilirubinemia. Clinical practice 1. guidelines: management of

hyperbilirubinemia in the newborn or more weeks gestation. Pediatrics. 2004;114:297-

316.