Lapsus Ginek KET
-
Upload
heron-titarsole -
Category
Documents
-
view
29 -
download
1
description
Transcript of Lapsus Ginek KET
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS PATTIMURA NOVEMBER 2015
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Disusun oleh:
Heron R.F. Titarsole
(2009-83-033)
Pembimbing:
dr. Rahmat Saptono, Sp.OG
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS TK. II PROF. DR. J. A. LATUMETTEN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. RP
Tanggal lahir : 28 Januari 1989
Umur : 26 tahun
Alamat : Asmil Paldam
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Status : Menikah
Nomor RM : 03 05 45
Tanggal MRS : Jumat, 13 November 2015
Ruang perawatan : Kirana / Bangsal II
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada hari Jumat tanggal 13 September 2015 pukul
22.30 WIT di ruang Kirana.
Keluhan utama : nyeri perut
Keluhan penyerta : mual, sesak napas, keluar flak darah dari jalan lahir.
Riwayat penyakit sekarang :
P1A0, pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak ± 9 jam SMRS.
Nyeri keram pada seluruh perut. Nyeri berawal dari perut bagian bawah
dan menyebar ke seluruh perut kemudian menjalar sampai tangan dan
bahu kanan. Nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk dan makin memberat
sampai pasien tidak dapat duduk dan hanya bisa berbaring disertai dengan
perasaan sesak napas.. Pasien sebelumnya merakasakan rasa mual dan
muntah ± 2 minggu yang lalu dan pasien melalukan pemeriksaa
kehamilan pp test hasilnya (+). HPHT 26 oktober 2015 pasien mengaku
pada tanggal 2-3 November 2015 keluar flak-flak darah dari jalan lahir.
1
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami sakit berat sebelumnya (misalnya
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dll).
Riwayat menstruasi :
Siklus menstruasi pasien teratur (28-30 hari) dengan durasi menstruasi 6-7
hari. Pasien mengaku tidak pernah mengalami menstruasi di luar siklus.
Nyeri haid yang dialami tidak berlebihan. HPHT = 26 Oktober 2015.
Riwayat ginekologi :
Pasien mengaku tidak memiliki masalah ginekologi
Riwayat obstetri :
Pasien memiliki anak 1 tahun (2012) lahir normal. Pasien tidak pernah
keguguran
Riwayat kontrasepsi :
Pasien mengaku alat kontrasepsi berupa KB suntik selama ± 2 1/2 tahun
dan lepas suntik sudah 4 bulan sampai MRS.
Riwayat kebiasaan :
Pasien mengaku tidak pernah merokok dan minum minuman beralkohol.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan fisik pada pukul 08.30 WIT di ruang Kirana.
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 100 / 60 mmHg
Nadi : 90 x/m, reguler
Suhu : 37,3°C
Pernapasan : 22 x/m
Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : normocephal
b. Mata : CA +/+, SI -/-
c. THT : otore -/-, rinore -/-
2
d. Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-)
e. KGB : pembesaran (-)
f. Dada : normochest, pergerakan simetris kiri-kanan
g. Jantung : BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-)
h. Paru : bunyi pernapasan vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
i. Perut : supel, NT (+) pada seluruh regio abdomen, defance
muscular (+), TFU tidak teraba, massa (-),
BU (+) lemah
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
j. Alat kelamin : darah (-),
k. Anggota gerak : edema pitting -/-
l. Refleks : dalam batas normal
m. Kulit : dalam batas normal
n. Gigi dan mulut : dalam batas normal
o. Saraf otak : dalam batas normal
Status lokalis
Inspekulo = tidak dilakukan
VT = vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio
mencucu,orifisium uteri eksterna tertutup, nyeri goyang portio (+),
cavum Douglasi sulit dievaluasi pasien nyeri.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah (tanggal 13 September 2015)
Hb : 8,6 gr%
Leukosit : 10.700 / mm3
Trombosit : 331.000 / mm3
BT / CT / Golda : 4 menit / 8 menit / AB
SGOT/PT : 29/35 U/I
3
USG (tanggal 13 November 2015) :
Kesan : Gambaran cairan bebas retrouterine
E. DIAGNOSIS KERJA
Kehamilan Ektopik Terganggu
F. RENCANA PENGOBATAN
Rencana operasi laparatomi eksplorasi cito tanggal 13 November 2015
Informed consent keluarga
Infus RL : Nacl Guyur
Konsul dokter Sp. An
G. FOLLOW-UP
Tanggal operasi : 14 November 2015
Jam operasi dimulai : 00.05 WIT
Jam operasi selesai : 00.55 WIT
Lama operasi berlangsung: 50 menit
Diagnosa pre operasi : Kehamilan ektopik terganggu
Diagnosa post operasi : ruptura pars ampularis tuba sinistra
Tindakan operasi : laparatomi eksplorasi + salphingektomi sinistra
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah Dokter dan Pengobatan
14/09/1500.55 WIT
Instruksi post operasi: Awasi KU dan tanda-tanda vital Transfusi darah 1 kantong WBC
4
Awasi balans cairan Puasa s/d 2 jam post operasi,
Medikamentosa : Infus RL : D5 : NaCl 0,9% =
1:1:1 = 30 tpm Injeksi Cefotaxime 1 gram / 12
jam IV Drips Tramadol 100 mg tiap ganti
cairan Injeksi Ranitidin 1 ampul/ 12 jam
IV Injeksi Primperan®
(Metoclopramide) 1 ampul / 8 jam IV
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah Dokter dan Pengobatan
14/10/1506.00 WIT
TD = 110/80 mmHgN = 88 x/mRR = 20 x/mSuhu = 36,7°C
Lab Hb post op: 8,0 g/dl
S : nyeri luka operasi (+).O :
KU baik, kesadaran CM. Mata : CA +/+, SI -/- Abdomen : supel, , luka operasi
baik, TFU tidak teraba BU (+) lemah.
Genital : darah (-), discharge (-).A : Post laparatomi + salphingektomi sinistra hari I
Lanjutkan Makan-minum
biasa Miring kiri-kanan
15/10/1506.00 WIT
TD = 100/70 mmHgN = 90 x/mRR = 22 x/mSuhu = 40,5 °C
S : nyeri luka operasi (+) jika batuk, demamO :
KU baik, kesadaran CM. Mata : CA -/-, SI -/- Abdomen : supel, luka operasi
baik, BU (+) normal. Genital : darah (-).
A : Post laparatomi + salphingektomi sinistra hari II
Lanjutkan Drip paracetamol
500mg/iv ekstra Duduk
5
16/10/1506.00 WIT
TD = 110/70 mmHgN = 80 x/mRR = 20 x/mSuhu = 36,5 °C
S : -O :
KU baik, kesadaran CM. Mata : CA -/-, SI -/- Abdomen : supel, NT (-), luka
operasi baik, BU (+) normal. Genital : darah (+)
A : Post laparatomi + salphingektomi sinistra hari III
Infus & DC aff Obat oral : Cefadroxil
2x500 mg As.mefenamat
3x500 mg Fondansen2x1
Boleh pulang
H. RESUME MEDIS
Riwayat penyakit : Pasien P0A0 rujukan dari RSUD Namlea dengan
suspek mioma uteri. Pasien mengeluh nyeri perut
bawah sejak ± 1 bulan lalu. Keluhan ini disertai
keputihan, berbau, sejak 5 hari lalu. Riwayat
menstruasi teratur, riwayat keputihan (+) sejak ± 8
tahun lalu. Pasien belum memiliki anak, sejak
menikah tahun 2007.
Pemeriksaan fisik : KU baik, kesadaran CM.
TD 110/80 mmHg, Nadi 82 x/m, Suhu 36,6°C,
Pernapasan 18 x/m.
Abdomen : supel, NT (+) pada regio inguinal
sinistra, massa (-)
Alat kelamin : dbn
Pemeriksaan penunjang : Lab darah rutin dbn.
USG ditemukan massa kistik hipoechoic ukuran
6x6 cm, uterus dbn, kesan kistoma ovarii.
Diagnosis awal : Kistoma ovarii.
Diagnosis akhir : Kistoma ovarii dekstra terinfeksi.
Tatalaksana :
6
Rencana operasi kistektomi tanggal 15 September
2015
Informed consent keluarga
Infus RL 24 tpm
Injeksi Biocef ® (Cefotaxime) 1 gram 2 jam pre
operasi, IV, skin test dulu
Puasa 6 jam pre operasi
Konsul dokter Sp. An
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kista merupakan kantong yang berisi cairan dan dapat berlokasi di bagian
mana saja dari tubuh. Kista ovarium adalah tumor ovarium berbentuk kantong
yang bersifat neoplastik dan non neoplastik. Pada ovarium, tipe kista yang
berbeda dapat terbentuk. Jenis kista ovarium yang paling sering terjadi terutama
yang bersifat non neoplastik. 1
B. Klasifikasi dan Etiologi1,2,3,4
Kista ovarium dibagi dalam 2 golongan:
1. Non-neoplastik (fungsional)
7
Etiologi dari kista ovarium sampai sekarang belum diketahui secara pasti.
Kista non-neoplastik ini berhubungan dengan siklus menstruasi serta usia
reproduksi dan karena bersifat fisiologis maka tidak perlu operasi; namun
perlu diamati apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak.
a. Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel yang menjadi besar semasa proses atresia
folikuli. Setiap bulan, sejumlah besar folikel menjadi mati, disertai
kematian ovum disusul dengan degenerasi dari epitel folikel. Pada
masa ini tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak jarang ruangan
folikel diisi dengan cairan yang banyak akibat kegagalan proses
ovulasi (LH surge) dimana cairan intrafolikel tidak diabsorpi kembali,
sehingga terbentuklah kista yang besar. Dapat pula terjadi perdarahan
yang masuk ke dalam rongga kista, sehingga terjadi suatu haematoma
folikuler.
Kista folikel merupakan kista yang paling sering ditemukan di
ovarium, ukuran biasanya sedikit lebih besar (3-8 cm) dari folikel
praovulasi (2,5 cm). Kista ini tidak menimbulkan gejala yang spesifik,
namun ada yang menghubungkan kista folikel dengan gangguan
menstruasi (perpanjangan interval antarmenstruasi atau pemendekan
siklus); bila besar maka berhubungan dengan nyeri pelvis,
dispareunia, dan kadang perdarahan abnormal uterus.
b. Kista korpus luteum
Kista lutein terjadi akibat pertumbuhan lanjut korpus luteum atau
perdarahan yang mengisi rongga terjadi setelah ovulasi. Terdapat 2
jenis kista lutein yaitu kista granulosa dan kista teka. Kista granulosa
terbentuk dari resorbsi darah sedangkan kista teka berisi cairan jernih
kekuningan. Pada pembelahan ovarium, kista korpus luteum memberi
gambaran yang khas yaitu dinding kista terdiri atas lapisan berwarna
kuning. Kista lutein yang persisten dapat menimbulkan nyeri lokal dan
tegang dinding perut yang juga disertai amenorea dan menstruasi
terlambat yang menyerupai gambaran kehamilan ektopik. Kista lutein
8
dapat juga menyebabkan torsi ovarium sehingga menimbulkan nyeri
hebat atau perdarahan intraperitoneal. Untuk kista teka, tidak banyak
keluhan yang ditimbulkan; pada umumnya tidak diperlukan tindakan
bedah untuk menangani kista ini. Namun apabila terjadi ruptur dan
perdarahan ke rongga peritoneum maka diperlukan tindakan
pembedahan segera.
Gambar: kista korpus luteum
c. Kista inklusi germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari
epitel germinativum pada permukaan ovarium. Kista ini lebih banyak
terdapat pada wanita yang lanjut umurnya, dan besarnya jarang
melebihi diameter 1 cm. Kista ini biasanya secara kebetulan
ditemukan pada pemeriksaan histologik ovarium yang diangkat waktu
operasi. Kista terletak di bawah permukaan ovarium, dindingnya
terdiri atas satu lapisan epitel kubik atau torak rendah, dan isinya
cairan jernih dan serous.
d. Kista endometriosis
Kista ini merupakan endometriosis yang berlokasi di ovarium. Kista
ini sering disebut juga sebagai kista coklat karena berisi darah coklat-
9
kemerahan. Kista ini berhubungan dengan endometriosis yang
menimbulkan dismenore dan dispareunia.
e. Ovarium polikistik (kista Stein-Leventhal)
Disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan
hiperstimulasi ovarium, ditandai dengan pertumbuhan polikistik
ovarium di kedua ovarium, kapsulnya menebal. Gangguan ini terjadi
pada wanita usia 15-30 tahun. Wanita dengan ovarium polikistik akan
mengalami amenore sekunder atau oligomenore, infertilitas,
hirsutisme dan obesitas.
2. Neoplastik
a. Tumor jinak
Kistik
Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan yang rata dan halus, biasanya
bertangkai, seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding
kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serous dan berwarna
kuning. Pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik.
Kistadenoma ovarii musinosum
Tumor ini multilokuler dan lokulus yang berisi cairan
musinosum tampak berwarna kebiruan di dalam kapsul yang
dindingnya tegang. Dinding tumor tersusun atas epitel kolumner
tinggi dengan inti sel berwarna gelap terletak di basal. Tumor
biasanya unilateral, akan tetapi dapat juga dijumpai yang
bilateral (8-10%).
Tumor ini asimptomatis, dan sebagian besar pasien hanya
merasakan pertambahan berat badan atau rasa penuh di perut.
Pada kondisi tertentu, wanita pascamenopause dengan tumor ini
dapat mengalami hiperplasia atau perdarahan pervaginam
karena stroma sel tumor mengalami proses luteinisasi sehingga
dapat menghasilkan hormon (terutama estrogen); dan bila hal ini
10
terjadi pada wanita hamil maka dapat terjadi virilisasi pada
penderita.
Kistadenoma ovarii serosum
Kista berisi cairan serosa, jernih kekuningan; berasal dari epitel
permukaan ovarium (germinal epitheliun). Kista ini sering
ditemukan pada usia 20-30 tahun, digolongkan sebagai
neoplasma potensi rendah untuk transformasi ganas. Pada
pemeriksaan tidak dijumpai gejala klinik khusus yang dapat
menjadi penanda kistadenoma serosum ini. Sebagian besar
kasus tumor ini ditemukan secara kebetulan saat dilakukan
pemeriksaan rutin, namun pada kondisi tertentu penderita akan
mengeluhkan rasa tidak nyaman di pelvis, pembesaran abdomen
dan gejala seperti asites.
Kista dermoid
Tumor ini merupakan tumor jinak sel germinativum dan paling
banyak diderita oleh wanita usia dibawah 20 tahun. Walaupun
terdapat beberapa jaringan penyusun tumor, tetapi ektodermal
merupakan komponen utama, diikuti dengan mesodermal dan
entodermal. Semakin lengkap unsur penyusun maka semakin
solid konsistensi tumor ini. Unsur penyusun tumor ini terdiri
dari sel-sel yang telah matur sehingga kista ini disebut juga
teratoma matur. Kista dermoid memiliki dinding berwarna putih
dan relatif tebal, berisi cairan kental dan berminyak karena
dinding tumor mengandung banyak kelenjar sebasea dan derivat
ektodermal (sebagian besar adalah rambut). Dalam ukuran kecil,
kista dermoid tidak memberikan keluhan apapun dan penemuan
tumor pada umumnya hanya melalui pemeriksaan ginekologi
rutin. Rasa penuh dan berat di dalam perut hanya dirasakan
apabila ukuran tumor cukup besar; namun dapat berkomplikasi
torsi, ruptur, perdarahan dan transformasi ganas.
Solid
11
Fibroma
Tumor dari jaringan ikat ovarium ini sangat terkenal terkait
dengan kumpulan gejala yang disebut sindrom Meig’s. Fibroma
timbul bilateral pada 2-10% kasus dan ukuran rata-rata tumor ini
6 cm. Konsistensi tumor kenyal, padat dengan permukaan halus
dan rata.
Tumor Brenner
Tumor ini jarang ditemukan, umumnya pada wanita usia lanjut
(50 tahun). Tidak ada gejala klinis khusus dari tumor ini dan
seringkali ditemui secara tidak sengaja saat operasi. Tumor ini
tersusun atas sarang-sarang atau kolom epitel di dalam jaringan
fibromatosa. Rongga-rongga yang terbentuk memiliki massa
sitoplasmik yang menyerupai gambaran ovum di dalam folikel.
Maskulinovo-blastoma (adrenal cell rest tumor)
Tumor ini sangat jarang terjadi. Biasanya unilateral dan
besarnya bervariasi antara 0,5-16 cm. Beberapa dari tumor ini
menyebabkan gejala maskulinasi (hirsutisme, pembesaran
klitoris, atrofi memmae, dan perubahan suara).
b. Tumor ganas
C. Epidemiologi3,4
Angka kejadian kista ovarium di dunia yaitu 7% dari populasi wanita;
sedangkan angka kejadian di Indonesia tidak diketaui secara pasti dikarenakan
pencatatan kasus yang kurang baik. Umumnya kista ovarium ditemukan saat
pasien melakukan pemeriksaan USG baik abdominal maupun transvaginal. Kista
ovarium terdapat disekitar 18% yang sudah postmenopause. Sebagian besar kista
yang ditemukan merupakan kista non-neoplastik, dan 10% sisanya adalah kista
yang mengarah ke keganasan. Kista ovarium fungsional umumnya terjadi pada
usia produktif dan relatif jarang pada wanita postmenopause. Secara umum, tidak
ada persebaran umur yang spesifik mengenai usia terjadinya kista ovarium.
12
D. Faktor risiko1,3,4
Ada beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam pembentukan kista
ovarium:
1. Pengobatan infertilitas
Pasien yang sedang diobati untuk infertilitas dengan induksi ovulasi
dengan gonadotropin atau bahan lainnya, seperti clomiphene citrate atau
letrozole, dapat membentuk kista ovarium sebagai bagian dari ovarian
hyperstimulation syndrome.
2. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua
saat kadar hCG tertinggi.
3. Hypothyroidism
Karena kemiripan antara subunit alpha thyroid-stimulating hormone
(TSH) dan hCG, hipotirodisme dapat menstimulasi pertumbuhan kista
ovarium.
4. Merokok
Risiko kista ovarium fungsional meningkat dengan merokok.
E. Manifestasi klinis1,3,4
Kebanyakan kista ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda. Sebagian
besar gejala dan tanda yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan, aktivitas
hormonal atau komplikasi. Gejala dan tanda tersebut berupa benjolan di perut,
mungkin ada keluhan rasa berat, gangguan atau kesulitan defekasi karena
desakan, edema tungkai karena tekanan pada pembuluh balik atau limfe dan rasa
sesak karena desakan diafragma ke kranial.
Bila kista tersebut menghasilkan hormon, kadang ada gangguan hormonal
berupa gangguan haid. Mungkin timbul komplikasi berupa asites, akibatnya
putaran tungkai tumor atau gangguan peredaran darah karena penyebab lain.
F. Diagnosis1,3,4,5
1. Anamnesis
13
Anamnesis berdasarkan keluhan pasien yang telah dijelaskan di atas.
2. Pemeriksaan bimanual
Dengan pemeriksaan bimanual pemeriksa dapat membedakan uterus
yang membesar atau suatu kista ovarium. Apabila terdapat pembesaran
yang teraba di sebelah uterus, tidak diketahui apakah berasal dari tuba
atau ovarium, serta tidak diketahui pula apakah itu proses peradangan
atau neoplasma.
3. Ultrasonografi (USG)
Pada USG, cairan kista akan menunjukkan gambaran yang gelap (kista
folikel) dengan penampilan putih bintik-bintik darah yang menunjukkan
bahwa ini gambaran kista dermoid. Pada USG penting untuk mencari
gambaran keganasan seperti tonjolan dalam kista, neovaskularisasi,
multilocular, dan cairan asites dalam cavum Douglasi.
Gambaran kista pada USG
4. Laparoskopi
Diagnosis dengan laparaskopi memungkinkan visualisasi kista dan
pencucian peritoneum kemudian dilakukan pemeriksaan sitologi apabila
mengarah keganasan dan pengangkatan kista dengan laparoskopi jika
memungkinkan.
5. Tumor marker (CA-125)
CA 125 dihasilkan oleh banyak sel, terutama oleh sel-sel kanker
ovarium.Penelitian menunjukkan bahwa pada wanita penderita kanker
ovarium, terdapat peningkatan CA 125.
6. Patologi anatomi
Melihat secara makroskopik maupun mikroskopik bentuk dari sel- sel
patologis pada ovarium.
14
G. Tatalaksana1,3,4
Pengobatan yang dilakukan bergantung pada umur, jenis dan ukuran kista dan
gejala-gejala yang diderita. Beberapa pilihan pengobatan yang mungkin
disarankan:
1. Konservatif
Jika wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovulasi teratur, tanpa
gejala, dan hasil USG menunjukkan kista berisi cairan, dokter tidak
memberikan pengobatan apapun dan menyarankan untuk pemeriksaan USG
ulangan secara periodik (selang 2-3 siklus haid) untuk melihat apakah ukuran
kista membesar. Pendekatan ini juga menjadi pilihan bagi wanita
pascamenopause jika kista berisi cairan dan diameternya kurang dari 5 cm.
2. Pil kontrasepsi
Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi yang digunakan untuk
mengecilkan ukuran kista. Pemakaian pil kontrasepsi juga mengurangi
peluang pertumbuhan kista.
3. Pembedahan
Jika kista besar (diameter > 5 cm), padat, tumbuh atau tetap selama 2-3 siklus
haid, atau kista yang berbentuk iregular, menyebabkan nyeri atau gejala-
gejala berat, maka kista dapat dihilangkan dengan pembedahan. Jika kista
tersebut bukan kegansan, dapat dilakukan tindakan miomektomi untuk
menghilangkan kista dengan ovarium masih pada tempatnya. Jika kista
tersebut merupakan keganasan, dokter akan menyarankan tindakan
histerektomi untuk pengangkatan ovarium.
H. Kista ovarium terinfeksi6-10
Sebuah kista ovarium dapat terinfeksi melalui berbagai rute:6,7
1. Sewaktu aspirasi abdomen atau dengan aspirasi jarum melalui forniks
posterior vagina. Perlu diingat bahwa lapisan epidermis mengandung
bakteri dalam jumlah besar, terutama Staphylococcus albus yang resisten
terhadap semua jenis desinfeksi, dan punksi yang dilakukan dapat
“mendorong” bakteri ke dalam kista.
15
2. Infeksi melalui darah (sewaktu terjadi septikemia bakterial akut).
3. Penyebaran limfatik (misal dari uterus post-partum atau post-abortus).
Pembuluh limfatik uterus membentuk anastomosis dengan ovarium dan
dengan demikian ada rute langsung untuk invasi ke kista oleh kuman
piogenik dari endometrium yang terinfeksi. Infeksi pada uterus dapat
terjadi pula selama menstruasi dimana terjadi refluks darah menstruasi
yang mengandung bakteri yang normalnya berada di vagina ke kavum
uteri yang aseptik. Kuman yang biasanya berada di vagina adalah
diplokokus tertentu, beberapa variasi stafilokokus, dan kadang
streptokokus; yang mana ketika sekali memasuki kavum uteri maka akan
dengan mudah mencapai kista. Orifisium uteri interna pada serviks
sebenarnya membentuk penghalang untuk masuknya sekresi serviks ke
kavum uteri, namun selama menstruasi dapat terjadi transpor bakteri
akibat refluks darah menstruasi.
4. Mengikuti infeksi tuba. Hal ini dimungkinkan oleh adhesi antara kista
dengan tuba yang terinfeksi (piosalping).
5. Mengikuti perlengketan usus atau appendiks. Perlengketan menyebabkan
pembentukan pembuluh darah baru yang berhubungan dengan dinding
kista sehingga memungkinkan transport bakteri saprofitik yang ada di
usus atau appendiks.
6. Mengikuti bedah plastik vagina
7. Mengikuti torsi pedikel kista
Jika kandungan cairan dalam kista ovarium tidak terkontaminasi dengan
bakteri, maka cairan tersebut akan bersifat aseptik, tetapi jika ada mikroba yang
masuk ke kista maka kandungan dalam kista akan menjadi media yang baik untuk
pertumbuhan dan gejala-gejala infeksi akan muncul. Namun, akan terjadi
perlawanan terhadap bakteri yang menginfeksi dimana leukosit akan datang
melalui dinding pembuluh darah dan dengan demikian akan terjadi transformasi
kandungan kista menjadi pus. Bakteri yang dapat menginvasi tersebut dapat
patogenik maupun saprofitik.8
16
Infeksi kista ovarium tanpa keterlibatan tuba sangat jarang dan biasanya
didapat dari penyebaran hematogen dari ovarium yang abnormal. Sedang infeksi
kista ovarium jarang, serangan berulang infeksi ovarium dan tuba yang
menyebabkan pembentukan abses ovarium dan tuba lebih sering terjadi. Pada
kondisi terakhir ini, tuba dan ovarium menjadi terikat satu sama lain dalam
pembentukan dinding abses dan seringkali tidak memungkinkan untuk
mengidentifikasi keduanya secara terpisah.6
Kista ovarium terinfeksi menunjukkan peningkatan ketebalan dinding dan
diisi dengan material purulen, lapisan kista seringkali diwakili oleh selapis fibrin.
Permukaan eksternalnya bisa terpengaruhi oleh deskuamasi parsial, sehingga
menyebabkan adhesi usus. Novak (1961) menyatakan bahwa kista dermoid
tampaknya lebih mudah terinfeksi dibandingkan dengan kistadenoma; hal ini
dimungkinkan karena karakter mengiritasi dari konten dan kista seperti itu, karena
beratnya, lebih besar kemungkinan untuk mengalami gangguan sirkulasi.6,8
Tidak ada gejala yang dengan sendirinya dapat mengindikasikan bahwa
sebuah kista ovarium telah terinfeksi. Umumnya, gejala kista ovarium terinfeksi
mirip dengan radang panggul akut, yaitu nyeri abdomen, demam (biasanya >
38,5NC yang muncul pada sore hari dan turun pada pagi hari), dan malaise. Selain
itu dapat muncul anoreksia dan muntah. Kista dapat terpalpasi perabdominal, ada
nyeri tekan lokal ditambah adanya gejala-gejala umum akan menunjukkan suatu
infeksi, walaupun perlu diingat bahwa temuan yang mirip dapat juga ada pada
penyakit ovarium maligna tanpa adanya infeksi. Namun, tampaknya tidak ada ciri
khusus yang dapat membantu membedakan kista ovarium terinfeksi dengan
bentuk infeksi pelvis lainnya. Poin yang mungkin membantu diagnosis adalah
lama dan gambaran alamiah gejala dengan nyeri tekan unilateral abdomen bawah
atau massa di pelvis.8
Diagnosis infeksi kista ovarium tidak mudah dibuat dan harus selalu ada
dalam pikiran mengenai berbagai penyakit yang mirip dengan gejala infeksi kista
ovarium. Kita harus mempertimbangkan dua kelas kondisi yaitu pasien-pasien
yang hanya datang dengan gejala kista biasa, dan pasien-pasien yang dengan
proses supurasi datang dengan gejala lokal dan sistemik. Pada kondisi pertama,
17
sulit untuk membuat diagnosis banding. Untuk kondisi kedua, dapat dibuat
beberapa diagnosis banding. Bila kista ovarium terinfeksi besar maka dapat
didiagnosis banding dengan beberapa keadaan seperti transformasi maligna kista
ovarium, torsi pedikel, piosalping atau abses tuboovarium, peritonitis generalisata.
Pada transformasi maligna, dari palpasi didapat massa lebih keras dan lebih
terfiksir, gejala-gejala umum yang terjadi tidak terlalu akut dan tidak terlalu cepat,
dan jika telah meluas maka didapatkan pembesaran KGB. Pada torsi pedikel
ditemukan nyeri yang tajam, pembesaran abdomen, pada palpasi ada pergerakan
massa yang memberikan sensasi gelombang bertepatan dengan pulsasi arteri. Pada
peritonitis generalisata, nyeri meluas ke seluruh abdomen, nyerinya berat, muntah,
distensi abdomen, demam tinggi (bisa mencapai 40NC). Abses tuboovarium
merupakan sekuele serius dari PID akut. Gejala yang ditimbulkan adalah nyeri
abdomen atau pelvis, demam (> 38,5NC) dan menggigil. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan nyeri tekan abdomen bawah dan sekret servikovaginal yang
berlebihan dan berbau. Perbedaan dari kista ovarium terinfeksi dengan abses tubo-
ovarium adalah bahwa abses ovarium terdapat pada ovarium normal yang
mengalami inflamasi akut.8,9,10
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu peritonitis generalisata, dapat karena
perluasan inflamasi ke struktur sekitar atau karena pecahnya kista ovarium
terinfeksi (keluarnya pus dan menyebar di kavum peritoneum).8
Saat ini, pengangkatan kista ovarium (kistektomi) merupakan tindakan yang
tepat, baik bila kista ovarium terinfeksi maupun tidak terinfeksi. Bila telah
diketahui adanya supurasi maka intervensi segera direkomendasikan. Jika
menunggu, maka kondisi pasien dapat memburuk; jika operasi segera dilakukan
maka kondisi pasien akan menjadi lebih baik dan bila ada perlengketan maka
mudah dibebaskan, waktu yang diperlukan lebih sedikit dan operasinya lebih
mudah. Saat operasi, perlu dilakukan pembersihan peritoneum (irigasi) dengan
temperatur cairan irigasi harus 37NC. Dapat pula dipasang drain. Selain kistektomi
dapat dilakukan ooforektomi jika memungkinkan.8
18
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien P0A0, datang dengan keluhan nyeri perut bawah sejak ± 1 bulan lalu.
Keluhan ini disertai keputihan, berbau. Riwayat menstruasi teratur, riwayat
keputihan (+) sejak ± 8 tahun lalu. Pasien belum memiliki anak, sejak menikah
tahun 2007. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik; TTV dalam
batas normal; abdomen supel, NT (+) pada regio inguinal sinistra, massa (-); VT
dan inspekulo tidak dilakukan. Dari pemeriksaan penunjang berupa USG,
ditemukan massa kistik hipoechoic ukuran 6x6 cm, uterus dbn, kesan kistoma
ovarii. Pasien didiagnosis dengan kistoma ovarium. Saat dilakukan operasi,
ditemukan cairan berupa nanah dari kista, sehingga diagnosis post operasi adalah
kistoma ovarium dekstra terinfeksi.
19
Berdasarkan teori, kistoma ovarium dapat terinfeksi melalui berbagai rute,
yaitu: (1) sewaktu aspirasi abdomen atau dengan aspirasi jarum melalui forniks
posterior vagina, (2) infeksi melalui darah (sewaktu terjadi septikemia bakterial
akut), (3) penyebaran limfatik dari uterus, (4) mengikuti infeksi tuba, (5)
mengikuti perlengketan usus atau appendiks, (6) mengikuti bedah plastik vagina,
dan (7) mengikuti torsi pedikel kista. Pada pasien ini, kemungkinan kista ovarium
terinfeksi dari penyebaran limfatik dari uterus. Hal ini dikarenakan pasien
mengeluhkan adanya keputihan. Bakteri yang normalnya berada di vagina dapat
naik ke kavum uteri yang aseptik.
Tidak ada gejala yang dengan sendirinya dapat mengindikasikan bahwa
sebuah kista ovarium telah terinfeksi. Umumnya, gejala kista ovarium terinfeksi
yaitu nyeri abdomen, demam, malaise, anoreksia dan muntah. Kista dapat
terpalpasi perabdominal, ada nyeri tekan lokal. Pada pasien hanya ditemukan
nyeri abdomen, ada nyeri tekan lokal tanpa adanya massa yang dapat teraba.
Novak (1961) menyatakan bahwa kista dermoid tampaknya lebih mudah
terinfeksi dibandingkan kista jenis lain. Pada pasien setelah dilakukan
pemeriksaan PA, jenis kistanya adalah kista endometriosis (Gambar).
Kesimpulan: kista endometriosis ovarii dengan perdarahan lama, luas.
Pengangkatan kista ovarium (kistektomi) merupakan tindakan yang tepat,
baik bila kista ovarium terinfeksi maupun tidak terinfeksi. Bila telah diketahui
adanya supurasi maka intervensi segera direkomendasikan. Saat operasi, perlu 20
dilakukan pembersihan peritoneum (irigasi) dengan temperatur cairan irigasi
harus 37NC. Dapat pula dipasang drain. Pada pasien hanya dilakukan kistektomi,
tanpa irigasi dan pemasangan drain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, et al. Obstetri William, vol.2, edisi 21. Jakarta: EGC; 2007.
2. Adriaansz G. Tumor jinak organ genitalia. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo P, editor. Ilmu kandungan edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
3. Penault F, et al. Diagnosis and Management of Ovarian Disorders. USA : Elsevier Science; 2003.
4. Pitkin J, Peattie AB, Magowa BA. Obstetrics and Gynaecology and Illustrated Colour Text. London: Churchill Livingstone; 2003.
5. Hadibroto R, Budi, (2005). Laparoskopi pada Kista Ovari. http://obstetriginekologi.com/kistoma-ovarii
6. Buckle AER. The infected ovarian cyst. Postgrad Med J (2006), 42, 30.
7. Evans-Jones JC, French GL. An ovarian cyst infected with Salmonella typhi : case report. British Jounal of Obstetrics and Gynaecology, 2003, 680-682.
21
8. Cumston CG. Septic infection of ovarian cystoma. American Journal of Obstetrics, vol. XXXVIII, no.5, 2001.
9. Akyol D, Ozcan U, Ekin M, Gungor T, Gokmen O. Tubo ovarian abscess: risk factors and clinical features in Turkish population. Tr. J. of Medical Sciences 28 (1998) 691-692.
10. Landers DV, Sweet RL. Current trends in diagnosis and treatment of tuboovarian abscess. Am J Obstet Gynecol 2005;151:1098-110.
22