Lapsus Combustio

download Lapsus Combustio

of 33

description

vana

Transcript of Lapsus Combustio

30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Histologi Kulit

Kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis atau jaringan subkutan. Setiap lapisan akan semakinn berdiferensiasi (menjadi masak dan memiliki fungsi yang lebih spesifik) ketika tumbuh dari lapisan stratum germinativum basalis ke lapisan stratum korneum yang letaknya paling luar.

Gambar 1. Struktur lapisan kulit

Fungsi kulit antara lain yaitu sebagai perlindungan, sensibilitas, keseimbagan air, pengaturan suu, produksi vitamin dan sebagai fungsi respon imun.

Dermis

Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit. Dermis atau Korium (Kulit Jangat) adalah lapisan jaringan ikat bagian bawah. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranting-ranting pembuluh/kapiler darah, kandung rambut, serta ujung-ujung saraf dari alat indera. Dermis dipisahkan dari lapisan epidermis dengan adanya membrane dasar atau lamina. Membran ini terusun dari dua lapisan jaringan ikat yaitulapisanpapilaris danlapisan retikularis. Lapisan ini mengikat epidermis dengan struktur yang ada di bawahnya. Lapisanpapilarisdermis berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentukkolagenyaitu suatu komponen dari jaringan ikat. Lapisanretikularisterletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen serta berkas-berkas serabut elastik.

Gambar 2. Lapisan dermis

Epidermis Stratum Korneum (lapisan tanduk)

Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk) Stratum Lusidum

Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti, protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.

Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)

Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.

Stratum Spinosum (stratum Malphigi)

Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.

Stratum Basalis

Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.

Gambar 3. Lapisan epidermal Subkutis (Hipodermis)

Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal (sampai 3 cm) 1.

Gambar 4. Lapisan hipodermisB. Definisi

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) 2,3.Luka bakar dalam ilmu kedokteran disebut Combustio, berasal dari bahasa Yunani (Greek) artinya ignition. Didalam bahasa inggris modern, istilah yang kerap digunakan saat ini adalah Burn Injury atau Burns 2.

C. EpidemiologiKelompok insiden terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-aak kelompok usia di bawah 6 tahun; bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2 tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja, yaitu pada usia kerja 25-35 tahun 3.

Secara global, luka bakar menyebabkan 195.000 kematian tiap tahunnya, baik itu dari luka bakar akibat listrik maupun akibat fackor lainnya. Kematian akibat luka bakar itu sendiri menempati posisi ke-15 diantara anak-anak dan dewasa muda berusia 5-29 tahun 6.Insiden luka bakar terutama terjadi pada pia, oleh karena dominasi pekerja pria pada industry berat dan kehidupan pria yang beresiko lebih tinggi. Cedera luka bakar lebih sering melibatkan kelompok sosio ekonomi yang kurang beruntung 5.Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan usia. Lebih dari 6% pasien luka bakar terjadi dalam kisaran usia produktif dimana pria lebih banyak daripada perempuan. Hingga 55% disebabkan api. 40% karena air mendidih, dan selebihnya dikarenakan kimia dan listrik 3.

D. Etiologi

Beberapa penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:a. Luka bakar akibat apib. Luka bakar akibat cairan panas (mendidih)

c. Luka bakar kontak dengan benda panas atau dingind. Luka bakar bahan kimia (chemical burn), misalnya asam kuat dan basa kuat.e. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn), misalnya aliran listrik tegangan tinggi 4,8.E. Patofisiologi Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan 4. Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskuler, pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemikdisertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan prodksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal setelah delapan jam 4.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia 4.

Pada kebakaran ruang tertutup atau bila terjadi pada wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup. Udem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipneu, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga 4,5.Demling dalam artikelnya berjudul The Edema formation: Current Consept mengungkapkan adanya kerusakan struktur penunjang endotel (kolagen dan asam hialuronat) yang secara langsung disebabkan oleh trauma termis.Temuan Demling yang sangat esensial adalah pembentukan edema. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa edema yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh cairan yang digunakan untuk tujuan resusitasi, dalam hal ini kristaloid (Ringers Lactate) 2.

Secara detil ia menguraikan bahwa pada luka bakar, edema maksimal terjadi di antara 12-18 jaam pasca trauma, 94% timbul dalam 6 jam pertama. Sedangkan proses reabsorpsi dimulai dalam 24 jammengalami penurunan setelah empat hari dna berlangsung hingga 8-10 hari 2.Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya dieresis 4.Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami thrombosis. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nasokomial biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik 4. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik sangat jelek 4.

Respon inflamasi sistemik dapat menyebabkan sepsis, disfungsi organ multiple dan bahkan sampai ke kematian. Fase permulaan luka bakar protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolism tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia postburn 4,7.Jackson membedakan tiga area pada luka bakar sebagai berikut:a. Zona Koagulasi, Zona Nekrosis

Daerah yang mengalami kontak langsung. Kerusakan jaringan berupa koagulasi (denaturasi) protein akibat oengaruh trauma termisTitik kerusakan maksimum terjadinya kehilangan jaringan irreversible akibat koagulasi protein. Jaringan ini bersifat non vital dan dapat dipastikan mengalami nekrosis ebberapa saat setelah kontak, karenanya disebut juga sebagai zona nekrosis.b. Zona Statis

Area hipoperfusi yang mengelilingi zona nekrotik yang masih berpotensi untuk diselamatkan dan mempunyai tingat kerusakan sedang. Merupakan target utama resusitasi untuk meningkatkan perfusi ke daerah ini dan mencegah kerusakan baru yang ireversibel. Kerusakan yang terjadi di daerah ini terjadi karena perubahan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit yang diikuti perubahan permeabilitas kapiler, thrombosis dan respon onflamasi local, mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi (no flow phenomena). Proses tersebut biasanya berlangsung dalam dua bela sa,pai dua puluh empat jam pasca trauma, mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.c. Zona Hiperemia

Di zona ini perfusi jaringan meningkat, ditandai dengan vasodilatasi akibat inflamasi yang mengelilingi luka bakar dan mengandung jaringan yang tampak jelas sebagai tempat mulainya proses penyembuhan, umumnya tidak berisiko berkembang menjadi nekrosis 2,3,8.

Gambar 5. Diagram zona luka bakar menurut JacksonF. Fase Luka Bakar

Dalam perjalanan penyakitnya, luka bakar dibedakan dalam tiga fase sebagaimana diuraikan sebagai berikut.a. Fase awal, fase akut, fase syok

Pada fase ini masalah utama berkisar pada gangguan yang berupa respon tubuh yang terjadi pada suatu bentuk trauma. Berbagai kondisi yang menyebabkan gangguan asupan, distribusi dan utilisasi oksigen merupakan ancaman bagi kehidupan dan dapat diuraikan melalui pendekatan ABC-traumatologi. Gangguan asupan oksigen timbul akibat trauma pada saluran napas (A, airway), misalnya trauma inhalasi dan gangguan mekanisme bernapas (B, breathing mechanism) akibat eskar melingkar di dindig dada yang menghambat gerakan pengembangan rongga toraks, atauadanya trauma multiple di rongga toraks yang tidak jarang terjadi. Kedua masalah ini (gangguan A dan B) menyebabkan terhambatnya asupan oksigen. Gangguan distribusi (delivery, transportasi) oksigen terjadi karena adanya gangguan sirkulasi (C, circulation), kondisi ini menyebabkan terganggunya pengiriman logistic yang dibutuhkan oleh sel yaitu oksigen dan zat lainnya, sehingga sel tidak dapat menyelenggarakan fungsi (metabolisme) normal. Permasalahan luka bakar yang pada fase akut ini merupakan kondisi yang umum dijumpai pada suatu critically ill trauma.

b. Fase sub akut, pasca syok, setelah syok berakhirBerlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang diikuti oleh Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Keduanya merupakan kelanjutan perkembangan masalah yang dijumpai pada fase pertama, bermula dari kerusakan jaringan (epitel, endotel) yang berperan sebagai inisiator (factor pencetus) atau efektor tombulnya SIRS dan MODS. Ditinjau dari aspek manajemen, kedua fase ini masuk dalam kategori Acute Burn Injury.c. Fase lanjut

Fase ini berlnagsung sejak proses epiteliasi sempurna hingga maturasi jaringan. Tidak ada batasan yang tegas bilamana fase ini dimulai, karena mungkin saja bermula selama fase subakut. Masalah yang dihadapi adalah proses epitelisasi yang berlangsung lamban, lebih lama dibandingkan proses epitelisasi pada luka bakar oleh sebab lain, dan penyulit dari luka bakar, berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lainnya.

Ketiga fase proses penyembuhan luka bakarr tidak terjadi sebagaimana luka sayat. Fase inflamasi berlangsung lebih hebat danlama, fase fibroplasias terganggu (terhambat) dan dengan sendirinya, penyulit luka sebagaimana disebutkan pada paragraph sebelumnya adalah suatu hal yang lazim.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur 2.G. Diagnosis

Besar masalah yang timbul sangat tergantung pada beratnya trauma (severity of injury). Oleh karenanya, sebelumnya perlu diketahui beberapa hal penting sebagaimana diuraikan berikut ini. untuk mendiagnosis luka bakar didasarkan pada:

a. Luas luka bakar

Wallace rule of Nine

Baik dan cepat. Lebih sering digunakan pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan yang diprovokasi oleh Wallace, dikenal dengan rule of nine atau rule of Wallace, didasari atas perhitungan kelipatan 9, dimana luas permukaan tubuh adalah luas telapak tangan penderita (bukan tangan pemeriksa). Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil, sehingga pengukurannya kurang akurat pada anak-anak.

Kepala dan leher

: 9%

Lengan masing-masing 9%: 18%

Badan depan 18%

: 36%

Tungkai masing-masing 18%: 36%

Genetalia perineum

: 1%Total

: 100 %

Gambar 6. Luas luka bakar berdasarkan Wallace

Lund and Browder

Dapat digunakan pada bentuk tubuh dan usia bervariasi. Pada anak-anak menggunakan table dari Lund dan Browder yang mengacu pada ukuran bagian tubuh yang terbesar pada seorang bayi/anak, yaitu kepala. Sedangkan pada bayi dekenal rumus 10 untuk menghitung luas luka bakar 2,3,5,9.

Gambar 7. Rumus menentukan luas luka bakar

Gambar 8. Tabel Lund and Browder b. Derajat (kedalaman) luka bakar

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilati tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju ayang paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis, seperti nilon dan dekron, selain mudah terbakar juga mudah lumer oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar 4.1. Luka Bakar Derajat I

Hanya mengenai lapisan luar epidermis (superficial), perlekatan epidermis dan dermis (dermis-epidermis junction) tetap terpelihara baik dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari (sunburn). Luka tampak kering, eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak menimbulkan jaringan parut dan merupakan masalah klinis yang berarti dalam kajian terapetik, luka bakarderajat satu tidak dicantumkan dalam perhitungan luas luka bakar.

Gambar 9. Derajat I luka bakar 2. Luka Bakar Derajat IIA (Partial thickness burn)

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian superficial dermis. Respon yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada fase ini terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Luka derajat II ini dibedakan menjadi dua, yaitu derajat dua dangkal dan derajat dua dalam:a. Derajat II Dangkal (Superficial partial thickness burn)

Kerusakan mengenai epidermis dan sebagian (sepertiga bagian superficial) dermis.

Dermal-epidermal junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bulla, blister). Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar derajat II dangkal. Bila epidermis terlepas (terkelupas), terlihat dasar luka berwarna kemerahan-kadang pucat-edematus dan eksudatif.

Apendises kulit (integument, adneksa kulit) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, keringat sebasea utuh.

Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya memerlukan waktu antara 10-14 hari, hal ini dimungkinkan karena membrane basalis dan Apendises kulit etatp utuh, diketahui keduanya merupakan sumber proses epitelisasi.

b. Derajat II Dalam (Deep partial thickness burn)

Kerusakan mengenai hamper seluruh (duapertiga baguan superficial) dermis

Apendises kulit (integument) seperti folikel rambut rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian utuh.

Kerap dijumpai eskar tipis di pemrukaan, harus dibedakan dengan eskar pada luka bakar derajat III.

Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan waktu lebih dari dua minggu.

Gambar 10. Derajat II luka bakarc. Derajat III (Full thickness burn)Meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka, biasanya diikuti engan terbentuknya eskar yang merupakan jaringan nekrosis akibat dematurasi protein jaringan kulit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan skin grafting. Apendises kulit, seperti folikel rambut rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Kulit yang terbakar tampak berwarna pucat sampai berwarna hitam kering atau lebih putih karena terbentuk eskar, tidak ada bulla, dengan permukaan lebih rendah daripada bagian yang tidak terbakar. Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian (dibuktikan dengan tes pin-prick). Bila kontak langsung denga nyala api, terbentuk lesi yang kering dengan gambaran koagulasi seperti lilin di permukaan kulit, yang dikenal sebagai eskar.

Penyembuhan terjadi lama. Proses epitelisasi spontan baik dari tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit (folikel rambut rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea) yang mempuyai fungsi epitelisasi tidak dimungkinkan terjadi karena struktur- struktur jaringan tersebut mengalami kerusakan 2,5,8. Gambar 11. Luka Bakar Derajat III

C. Penyebab

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, luka bakar disebabkan oleh kontak dengan sumber termis, tidak hanya api. Untuk membedakan atau menjelaskannya, perlu diketahui klasifikasi luka bakar berdasarkan penyebab antara lain:

Luka bakar karena api dan atau benda panas lainnya (pada literature disebur dengan istilah burn).

Luka bakar karena air panas (scald)

Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa kuat (chemical burn)

Luka bakar karena sengatan listrik dan petir (electric burn atau electrocution dan lightning).

Luka bakar karena radiasi.

Luka bakar karena ledakan (ledakan bom, ledakan tabung gas, dsb).

Trauma akibat suhu sangat rendah (frost bite) 8.H. Kriteria Berat Ringan luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain:

1. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh2. Kedalaman luka bakar3. Anatomi/lokasi luka bakar4. Umur penderita5. Riwayat pengobatan yang lalu6. Trauma yang menyertai atau bersamaan

Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association (ABA), yakni :a. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar 2o dan 3o