lapsus bp

38
BAB I STATUS PASIEN I. Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : An. / laki-laki / b. Alamat : II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan- keluarga a. Status Perkawinan :- b. Jumlah anak/saudara : 2 orang c. Status ekonomi keluarga : cukup d. KB : - e. Kondisi Rumah : baik f. Kondisi Lingkungan Keluarga : baik III. Aspek Psikologis di Keluarga : baik IV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga : - Riwayat sakit yang sama disangkal V. Keluhan Utama Sesak nafas sejak 1 hari sebelum datang ke Puskesmas. VI. Riwayat Penyakit Sekarang : (alloamanesa) 1

description

lapsus bp

Transcript of lapsus bp

BAB ISTATUS PASIEN

I. Identitas Pasiena. Nama/Jenis Kelamin/Umur:An. / laki-laki / b. Alamat:

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluargaa. Status Perkawinan:-b. Jumlah anak/saudara:2 orangc. Status ekonomi keluarga: cukupd. KB: -e. Kondisi Rumah:baikf. Kondisi Lingkungan Keluarga: baik

III. Aspek Psikologis di Keluarga:baikIV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga : - Riwayat sakit yang sama disangkalV. Keluhan UtamaSesak nafas sejak 1 hari sebelum datang ke Puskesmas.VI. Riwayat Penyakit Sekarang: (alloamanesa)Sejak 5 hari SMRS pasien mengalami batuk yang dirasakan berdahak, tanpa disertai darah dan dahak tidak bisa dikeluarkan. Batuk dirasakan setiap hari mulai dari pagi hingga malam hari.Sejak 3 hari SMRS pasien mengalami demam. Demam tinggi dirasakan mendadak dan naik turun, siang sama dengan malam. Tidak disertai kejang maupun penurunan kesadaran, tidak ada mimisan, tidak menggigil, ruam kulit tidak ada. Sejak 1 hari SMRS pasien sesak nafas, timbul saat istirahat, bunyi ngik (-), anak masih mau minum ASI, muntah (-), BAB biasa, konsistensi padat, BAK seperti biasa. sPenurunan berat badan 1 bulan terakhir disangkal.Riwayat saat lahir bayi kebiruan disangkal. Riwayat asma pada keluarga disangkal. Riwayat keluarga menderita penyakit TBC dan batuk lama disangkal.

Pemeriksaan Organ1. KepalaBentuk : normocephalSimetri: simetrisUUB: belum menutup sempurna 2. MataConjungtiva: anemis (-)Sklera: ikterik (-)3. Hidung: tak ada kelainan, nafas cuping hidung (-)4. Telinga : tak ada kelainan5. Mulut: sianosis (-) Lidah kotor (-), Tonsil T1-T16. Leher: KGB: tak ada pembengkakan7. Thorax: Paru :I : simetris statis, dinamisP : stem fremitus kanan= kiriP : sonor seluruh lapangan paruA : suara dasar : vesikuler meningkat Suara tambahan : ronki basah halus +/+), wheezing (-/-) Jantung : Suara jantung I-II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop Retraksi iga (-)8. Abdomen: Supel, turgor kembali cepat, BU(+) normal9. Ekstremitas sup/inf: akral hangat, edema dan sianosis (-)

VII. Pemeriksaan FisikKeadaan Umum1. Kesadaran: compos mentis2. Suhu: 37,6C3. Nadi: 110 x/menit4. Pernafasan: 46 x/menit5. Berat Badan: 12kg6. Tinggi Badan: 93 cm

VIII. Diagnosis :Bronkopneumonia IX. Diagnosis Banding: BronkiolitisTB paruX. Manajemena. Preventif : Menjaga higiene dan sanitasi lingkungan rumah, serta kebersihan bahan/alat-alat makan. Menghindari kontak dengan penderita batuk, pilek dan perokok. Mencegah terjadinya penyebaran nosokomial dengan memperhatikan teknikasepsis dalam merawat penderita.

b. Promotif : Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara menjaga kualitas dan kuantitasmakanan agar tetap sesuai dengan angka kecukupan gizi, baik bagi ibumaupun penderita, serta melakukan imunisasi sesuai jadwal. Segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan jika anak sakit. Menciptakan rumah yang sehat dengan memperbaiki ventilasi dan merubahperilaku hidup sehat yang masih kurang

c. Kuratif :Paracetamol sirup 3 x 10 mg/kgbb/kali = 3 x120mg (1 cth) Ambroxol sirup 3 x 1,6 mg/kgbb/hari = 3 x 6,4mg (1/2 cth)Amoxicillin sirup 2 x 25 mg/kgbb/kali = 2 x 300 mg (1/2 cth)

d. Rehabilitatif Melakukan latihan pengeluaran lendir saluran pernafasan dengan posturaldrainase (penderita dalam posisi tengkurap dan dilakukan masase/tepuk-tepuk pada punggung). Melakukan mobilisasi terhadap penderita secara bertahap.

Dinas Kesehatan Kota JambiPuskesmas Pakuan Baru

Dokter:Andrill VazharyTanggal: 23 Februari 2015

R/ Paracetamol Syr flsNo. Is.3.d.d.cth 1R/Amoxicillin Syr flsNo. Is.2.d.d.cth 1/2

R/Ambroxol syr fls No.Is.3.d.d.cth 1/2

Pro:An. Umur : Alamat:

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 DefinisiPneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernafasan.1,2Bronchopneumonia atau pneumonia lobaris merupakan bagian dari pneumonia, yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Bronchopneumonia biasanya didahului oleh gejala-gejala peradangan saluran nafas bagian atas seperti batuk pilek selama beberapa hari yang kemudian diikuti dengan kenaikan suhu yang tiba-tiba. Batuk yang terjadi mula-mula bersifat kering, lama-kelamaan batuk menjadi produktif. Hal tersebut umumnya membuat anak menjadi gelisah, dipsneu, pernafasan menjadi lebih cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung. Bila hal ini terus berlanjut maka akan terdapat sianosis disekitar mulut dan hidung.1,2,3

II.2 Etiologi Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :a. Faktor infeksiPada umumnya pneumonia disebabkan oleh bakteri, yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenza. Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan Staphilococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas yang tinggi. Pada neonatus penyebab bronchopneumonia tersering adalah Streptococcus grup B, batang gram negative dan Chlamidia. Namun selain bakteri, bronchopneumonia atau pneumonia lobaris yang paling sering dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun, biasanya juga disebabkan oleh virus, antara lain adenovirus, virus parainfluenza, virus influenza, dan enterovirus.1Adapun etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok umur, yakni sebagai berikut1 :UsiaEtiologi yang seringEtiologi yang jarang

Lahir-20 hariBakteriBakteri

E.Colli Streptococcus group BListeria monocytogenesBakteri anaerobStreptococcus group DHaemofillus influenzaStreptococcus pneumoniaeUreaplasma urealyticum

Virus

Virus SitomegaloVirus Herpes Simpleks

3 minggu-3 bulanBakteriBakteri

Chlamydia trachomatisStreptococcus pneumoniaeBordetella pertussisHaemofillus influenza tipe BMoraxella catharalis

Virus

Virus AdenoVirus influenzaVirus parainfluenza 1,2,3Respiratory Syncitial Virus

Staphyloccus aureusUreaplasma urealyticum

Virus

Virus Sitomegalo

4 bulan-5 tahunBakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniaeMycoplasma pneumoniaeStreptococcus pneumoniaeHaemofillus influenza tipe BNeisseria meningitidisMoraxella catharalisStaphyloccus aureus

VirusVirus

Virus AdenoVirus InfluenzaVirus ParainfluenzaVirus RinoRespiratory Syncitial VirusVirus Varicella-Zoster

5 tahun-remajaBakteriBakteri

Chlamydia pneumoniaeMycoplasma pneumoniaeStreptococcus pneumoniaeHaemofillus influenza tipe BLegionella spStaphyloccus aureus

Virus

Virus AdenoVirus Epstein-BarrVirus influenzaVirus parainfluenzaVirus rinoRespiratory Syncitial VirusVirus Varicella-Zoster

b. Faktor Non InfeksiTerjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :1. Bronkopneumonia hidrokarbonYaitu bronkopneumonia yang terjadi karena aspirasi penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin).2. Bronkopneumonia lipoidYaitu bronkopneumonia yang terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, terjadi petroleum. Setiap keadaan yang menggangu mekanisme menelan seperti palatoskizis pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberia makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.Selain faktor diatas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada baik dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.4

II.3 KlasifikasiPembagian pneumonia sampai saat ini belum ada yang dapat memuaskan semua pihak. Pada umumnya klasifikasi anatomi dan etiologi. Pembagian berdasarkan anatomi adalah sebagai berikut :a. Pneumonia lobaris b. Pneumonia lobularis atau bronchopneumoniac. Pneumonia interstitial atau bronkiolitis.1

Sementara pembagian berdasarkan etiologi dapat dilihat pada tabel berikut ini :JenisMikroorganisme

BakteriPneumococcus, Streptococcus, Staphiloccus, Haemophilus influenzae, Pseudomonas aeuroginosa

Virus atau kemungkinan virusRespiratory syncytial virus, adenovirus, sitomegalovirus, virus influenzae

Pneumonitis interstitialPneumocystis carinii pneumonia, Q fever, Mycoplasma pneumoniae, klamidia dll

Infeksi lain : Jamur Aspirasi Sindrom loeffler Pneumonia hipostatik Pneumonia oleh obat/radiasi Pneumonia hipersensitivitasAspergilus,koksidiodomikosis, Histoplasma, cairan amnion, makanan, cairan lambung, benda asing.

II.4 Patologi dan pathogenesisDalam keadaan sehat pada apru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.1Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara antara lain :a. Inhalasi langsung dari udara b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaringc. Perluasan langsung dari tempat-tempat laind. Penyebaran secara hematogen.1Sebenarnya saluran pernafasan bagian bawah mempunyai mekanisme daya tahan tersendiri yang sangat efisien untuk mencegah infeksi. Mekanisme daya tahan tersebut antara lain :1. Susunan anatomis rongga hidung2. Jaringan limfosit di nasoorofaring3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epiel saluran pernafasan dan sekret yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.4. Refleks batuk 5. Refleks epiglottis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon imuno-humoral terutama dari immunoglobulin A (Ig A).1Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.1Setelah itu, mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium yaitu :a. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah batu yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin.Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin ntuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengarh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penupukan leukosit, eritrosit, dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat yaitu 48 jam.

c. Stadium III (3-8 hari)Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel- sel leukosit mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (711 hari)Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1II.5 Manifestasi KlinisBronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari.Suhu dapat anik secara mendadak sampai 39-400c dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dipneu pernafasan, cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.4,5Pada pemeriksaan fisik didapatkan :a. Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. b. Palpasi : stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakitc. Perkusi : sonor memendek d. Auskultasi : suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah halus sampai sedang.1-5Pada bronkopneumonia hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.1-5

II.5.1 Pneumonia pada neonatus dan bayi kecilPneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertical ibu-anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi meconium, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber infeksi dari RS.1Gambaran klinis pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subcostal, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi.Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis. Sepsis pada pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas sangat tinggi dinegara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi.1Infeksi Chlamydia trachomatis merupakan infeksi perinatal dan dapat menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi mendapat infeksi dari ibu pada masa persalinan.Port d entre infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran respiratori, dan vagina. Gejala baru timbul pada usia 4-12 minggu, pada beberapa kasus dilaporkan terjadi pada usia 2 minggu, tetapi jarang terjadi setelah usia 4 bulan. Awitan gejala timbul perlahan-lahan dan dapat berlangsung selama beberapa hari hingga berminggu-minggu. Gejala umumnya berupa gejala infeksi respiratori ringan-sedang, ditandai dengan batuk staccato (inspirasi diantara setiap satu kali batuk), kadang-kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Gejala klinis meliputi ronki atau mengi, takipneu dan sianosis. Gambaran foro rontgen toraks tidak khas, umumnya terlihat tanda-tanda hiperinflasi bilateral dengan berbagai bentuk infiltrate difus, seperti infiltrate interstitial, retikulonoduler, atelectasis, bronkopneumonia, dan gambaran milier. Antibiotik pilihan adalah makrolid intravena.1

II.5.2 Pneumonia pada Balita dan anak yang lebih besarSpektrum etiologi pneumonia pada anak meliputi Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B, Staphilococcus aureus, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,disamping berbagai virus respiratori. Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumoniae,merupakan etiologi pneumonia atipik yang cukup signifikan.1Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang-kadang keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta (chest indrawing), nafas cuping hidung, ronki, dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laryngitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronkhi hanya ditemukan bila ada infiltrate alveolar. Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang bermakna. Gerakan dada juga akan terganggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.1Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan bawah yang menimbulkan iritasi diafragmma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan menyerupai appendicitis. Hati mungkin teraba karena tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi pneumonia.1

II.6 DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrate didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelectasis, abses paru, pneumothorax, atau pericarditis. Gambaran kea rah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.1-2

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu, WHO mengajukan pedoman diagnose dan tatalaksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :1. Bronkopneumonia sangat beratBila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sangup minum, maka anak harus dirawat dirumah sakit dan diberi antibiotika2. Bronkopneumonia beratBila dijumpai adanya retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat dirumah sakit dan diberi antibiotika3. BronkopneumoniaBila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :a. > 60x/menit pada anak usia < 2 bulanb. > 50x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahunc. > 40x/menit pada anak usia 1-5 tahun. 4. Bukan pneumoniaHanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.1-2Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini : 1. Sesak nafas yang disertai pernafasa cuping hidung/retaksi epigastrik2. Ronkhi basah sedang nyaring pada bronchopneumonia atau suara pernafasan bronchial3. Panas akut4. Pada foto thoraks tampak infiltrasi yang berupa bercak-bercak atau difus merata pada satu atau beberapa lobus5. Leokositosis.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab :1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung2. Kultur nasofaring atau kultur tenggrokan (throat swab) terutama virus3. Deteksi antigen bakteri.1II.7 Pemeriksaan penunjangII.7.1 Darah Perifer LengkapPada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi.1Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinophilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa relative lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.1

II.7.2 Pemeriksaan Rontgen ToraksFoto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.1 Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.1Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari : Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. 1Beberapa faktor teknis radiologis dan faktor non infeksi dapat menyebabkan gambaran yang menyerupai pneumonia pada foto rontgen toraks.Faktor teknis radiologis Intensitas sinar rendah (underpenetration) Grid pada film tidak merata Kurang inspirasi. 1Faktor noninfeksi Bayangan timus Bayangan payudara Gambaran atelectasis. 1

II.7.3 C-Reactive Protein (CRP)C-Reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1 dan Tumor Necrosis Factor (TNF).Meskipun fungsi pastinya, belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi atau noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda.Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superficialis dan daripada infeksi bakteri profunda. C-Reactive protein kadang-kadang digunakan untuk untuk evaluasi respons terapi antibiotik. 1

II.7.4 Uji serologisUji serologik untuk mendekati antigen dan antibody pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptococcus grup A, dapat dikorfirmasi dengan peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen (paired sera). 1Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk mendeteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3, influenza A dan B dan adeno, peningkatan antibody IgM dan IgG dapat dikonfirmasi. 1

II.7.5 Pemeriksaan MikrobiologisPemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologis, specimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian bakterimia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia specimen yang memenuhi syarat yakni sputum pemeriksaan mirobiologis yakni sputum yang mengandung lebih dari 25 leukosit, dan kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran kecil. Specimen dari nasofaring untuk kultur maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring. Kultur darah jarang positif pada infeksi mikoplasma dan klamidia, oleh karena itu, tidak rutin dianjurkan.1

II.8 Diagnosis BandingAdapun keadaan yang menyerupai pneumonia adalah :1. Bronkiolitis2. Aspirasi benda asing3. Abses paru4. Tuberculosis 1,2

II.9 Penatalaksanaan Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, missalnya toksis, distress pernafasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.1Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteriIdentifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis. 1

II.9.1 Pneumonia rawat jalanPada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan beobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifisitas yang mencapai 90%. Dosis amoxicillin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfometoksazol.1

II.9.2 Pneumonia rawat inapPilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan beta-laktam atau kloramfenikol.Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap beta-laktam dan kloramfenicol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosforin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.1 Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi control mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.1Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti kombinasi beta lactam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosforin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotic oral selama 10 hari.1Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta lactam dengan/atau tanpa klavulanat, pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid bari intravena, atau sefalosforin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan.Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta-laktam, ampisilin atau amoksilin, dikombinasikan dengan kloramfenicol. Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4 jam) dan kloramfenicol (15mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriaxon intravena (50mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata memiliki efektifitas yang sama. 1

II.10 Komplikasi Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empyema torasis, pericarditis purulenta, pneumotoraks atau ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empyema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakte

BAB IIIANALISIS KASUS

Diagnosis bronchopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami sesak, sesak pada pasien ini didahului batuk pilek yang kemudian diikuti dengan demam. Dari anamnesis gejala tersebut terjadi pada bronkopneumonia, bronkiolitis, ataupun TB paru. Namun, sesak yang dialami pasien timbul pada saat istirahat dan tidak ada bunyi mengi sehingga dari anamnesis bronkiolitis dapat disingkirkan TB paru juga dapat disingkirkan karena batuk yang dialami pasien baru 5 hari dan tidak ada penurunan berat badan 1 bulan terakhir. Dari pemeriksaan fisik diketahui pada pemeriksaan pulmo terdapat ronkhi basah nyaring hal ini dikarenakan getaran yang terjadi akibat cairan dalam jalan nafas yang dilalui oleh udara yang terdengar benar karena terdapatnya infiltrat, serta terdapat retraksi intercostal karena kerja dari otot bantu pernafasan. Pada bronkiolitis dapat juga teerjadi nafas cuping hidung serta retraksi intercostal namun pada auskultasi paru biasanya terdengar suara wheezing. Sedangkan pada TB paru juga dapat terjadi ronki ataupun wheezing.Berdasarkan kriteria WHO yang dilihat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diketahui pasien mengalami bronkopneumonia ringan sehingga dapat dirawat jalan dan diberikan antibiotik.Pada penatalaksanaan pasien diberikan paracetamol sebagai analgesic-antipiretik dan ambroxol sebagai mukolitik yang dapat mengencerkan secret saluran nafas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum serta antibiotic amoxicillin. Amoxicillin adalah senyawa Penisilina semisintetik dengan aktivitas antibakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram positip dan beberapa gram negatip yang pathogen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N Nastini, dkk. Buku Ajar Respiratologi Anak. Cetakan Kedua. Jakarta : Ikatan Dokterr Anak Indonesia. 2010.hal.350-3642. Pudjiadi H. Antonius, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokterr Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Hal.250-53. Wastoro Dadiyanto Dwi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : Badan Penerbit Undip. 2011. Hal. 172-74. Charles G.Prober. Pneumonia dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC. Hal. 883-9 5. Hasan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Buku 3. cetakan ke-6. Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta. 1991: 1228-35.

Lampiran

25