Case Bari BP

download Case Bari BP

of 26

description

bronkopneumoni

Transcript of Case Bari BP

Laporan Kasus

Bronkopneumonia

Disusun oleh:

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan AnakPeriode 22 Juni 2015-8 Juli 2015

Beby Yohaningsih Hasanah04054821517051Lisa Yuniarti04054821517055Garina Rioska S04054821517056

Pembimbing: dr. Halimah, SpA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUDBARI PALEMBANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2015BAB IPENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.1Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, parasit) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug or radiation induced pneumonitis.Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.2Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun. Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.3

BAB IISTATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASINama: An.SMUmur: 1 tahun 2 bulanJenis Kelamin: PerempuanNama Ayah:Tn. SNama Ibu:Ny. RBangsa: IndonesiaAlamat:Jln. KI Merogan, Lorong Mesuji.Dikirim oleh:IGDMRS Tanggal: 23 Juni 2015 (07.15 WIB)

II. ANAMNESIS Tanggal: 24 Juni 2015 (07.15 WIB)Diberikan oleh:Alloanamnesis dilakukan tanggal24 Juni 2015, diberitahu oleh ibu pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG1. Keluhan Utama: Sesak Napas2. Keluhan tambahan: Demam, batuk dan pilek 3. Riwayat Perjalanan Penyakit:Sejak 3 SMRS pasien mengeluh batuk berdahak, dahak berwarna putih, ada pilek, ada demam, ada muntah frekuensi 2 kali, isi apa yang dimakan, tidak ada sesak napas, BAB dan BAK seperti biasa.Pasien berobat ke Bidan dan diberikan parasetamol dan antibiotiknamun tidak ada perbaikan. Sejak 6 jam SMRS pasien mengeluh sesak nafas, sesak tidak dipengaruhi aktifitas dan tidak dipengaruhi cuaca. Ada demam , ada batuk, ada dahak, ada pilek .Sejak 2 jam SMRS sesak semakin hebat, penderita langsung dibawa ke instalasi rawat darurat RSUD Bari. Penderita dianjurkan untuk dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat ISPA ada. Riwayat penyakit yang sama disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Sosio Ekonomi Ayah bekerja sebagai seorang supir dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Menanggung 2 orang anak. Penghasilan orang tua berkisaran Rp. 1.00.000 / bulan.Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS kesehatan.Kesan : Ekonomi menengah kebawah.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT1. Riwayat Kehamilan dan KelahiranMasa Kehamilan : Aterm, 38 minggu.Partus: SpontanTempat:RSUD BariDitolong oleh : Sp.OGTanggal:2 April 2014BB:3100 grPB: 49 cmLingkar kepala:Ibu lupa2. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR

BCG+

DPT 1+DPT 2+DPT 3+

HEPATITIS B 1+HEPATITIS B 2+HEPATITIS B 3+

Hib 1+Hib 2+Hib 3+

POLIO 1+POLIO 2+POLIO 3+

CAMPAK+POLIO 4+

Kesan : imunisasi lengkap

3. Riwayat KeluargaPerkawinan:1 kaliUmur: Ibu 17 tahun/ayah 25 tahunPendidikan:SMPPenyakit yang pernah diderita:-

4. Riwayat PerkembanganGigi Pertama : 7 bulanBerdiri: 8 bulanBerbalik: 3 bulanBerjalan : 11 bulanTengkurap: 5 bulanBerbicara: 12 bulanMerangkak: 6 bulanKesan: Perkembangan normal5. Riwayat Penyakit Yang Pernah DideritaRiwayat menderita ISPA pada saat umur 10 bulan

22

III .PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)A. PEMERIKSAAN FISIK UMUMKeadaan Umum:tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisBB:8,5 Kg PB atau TB:69 CmStatus gizi BB/U :0 sd -2 (kurus) TB (PB)/U : -2 (perawakan pendek) BB/TB (PB): 1 sd 0 (normal)

Gambar1.1 Satus gizi BB/U,TB/U dan BB/TB pada anak usia 1 tahun 2 bulan

Edema (-), sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)Suhu: 37,6OCRespirasi:46x/menit, Tipe Pernapasan: torakoabdominal Tekanan Darah:-Nadi: 120 x/ menit, Isi/kualitas: cukup Regularitas: cukup

B. PEMERIKSAAN KHUSUSKEPALA: Mata:diameter pupil 3 mm, isokor, refleks cahaya(+/+),edema palpebra(-), konjungtivaanemis(-), sklera ikterik (-/-) Telinga:sekret tidak ada, bentuk telinga normal Hidung: sekret (+), nafas cuping hidung (+), kelainan bentuk (-)Tenggorokan:tonsil T1-T1, hiperemis (-)Bibir: sianosis (-)LEHERINSPEKSI:lesi kulit tidak ada, pembengkakan tidak ada.PALPASI: tidak ada pembesaran KGB

THORAX INSPEKSI :simetris, retraksi subkostal dan interkostalPALPASI:tidak ada nyeri tekan, strem fremitus kanan = kiri meningkatPARU PERKUSI :sonorAUSKULTASI Vesikuler: meningkatRonkhi : ronki basah halus nyaringWheezing:tidak ada

JANTUNGPERKUSI: redup, Batas kiriICS V linea midclavicularis sinistra,bataskananICS V linea parasternalis dextra,batas atasICS II linea parasternalis dextra AUSKULTASI: Bunyi jantung IMitral:NormalTrikuspid:NormalBunyi jantung IIPulmonal:NormalAorta:NormalBising jantung:Normal

ABDOMENINSPEKSI:cembungPALPASI :lemasPERKUSI:timpaniAUSKULTASI:bising usus normal

HEPAR:tidak teraba LIEN :tidak terabaGINJAL:ballotemen (-) EKSTREMITAS INSPEKSIBentuk:NormalDeformitas:tidak adaEdema:tidak adaTrofi:tidak adaPergerakan:luasTremor:tidak adaChorea:tidak adaAkral : hangat, CRT 38,50C)c. MONITORINGMonitoring vital sign

X. PROGNOSISa. Qua ad vitam : Bonamb.Qua ad functionam : Bonamc. Qua ad sanationam : Bonam

FOLLOW UP (Subjektif/Objektif/Assestment/Planning)Tanggal - JamCATATAN KEMAJUAN (S/O/A)RENCANA TATALAKSANA

24/06/15

25/06/15

26/06/15

27/06/15

28/06/15

S : sesak (+), batuk (+), pilek (+)O : Nadi: 120x/m, RR: 51 x/m, T: 37 0CKeadaan spesifikKepala: ubun-ubun cekung (-), KA (-), SI (-), NCH (+)Leher: tidak ada pembesaran KGBThorak: simetris, retraksi (+) IC & SC, BJ I & II normal, murmur (-), vesikuler meningkat, RBHN (+), wheezing (-)A : Bronkpneumonia

S : sesak dan batuk berkurang, demam (-)O : Nadi: 148x/m, RR: 45 x/m, T: 36,9 0CKeadaan spesifikKepala: ubun-ubun cekung (-), KA (-), SI (-), NCH (-)Leher: tidak ada pembesaran KGBThorak: simetris, retraksi (-) IC & SC, BJ I&II normal, murmur (-), vesikuler meningkat, RBHN (+), wheezing (-)A : Bronkpneumonia

S : sesak dan batuk berkurang, demam (-)O : Nadi: 146x/m, RR: 36 x/m, T: 36,6 0CKeadaan spesifikKepala: ubun-ubun cekung (-), KA (-), SI (-), NCH (-)Leher: tidak ada pembesaran KGBThorak: simetris, retraksi (-) IC & SC, BJ I&II normal, murmur (-), vesikuler meningkat, RBHN (+), wheezing (-)A : Bronkpneumonia

S : sesak dan batuk berkurang O : Nadi: 142x/m, RR: 31 x/m, T: 36,5 0CKeadaan spesifikKepala: ubun-ubun cekung (-), KA (-), SI (-), NCH (-)Leher: tidak ada pembesaran KGBThorak: simetris, retraksi (-) IC & SC, BJ I&II normal, murmur (-), vesikuler meningkat, RBHN (+), wheezing (-)A : Bronkpneumonia

S : sesak dan batuk berkurang O : Nadi: 113x/m, RR: 33 x/m, T: 36,4 0CKeadaan spesifikKepala: ubun-ubun cekung (-), KA (-), SI (-), NCH (-)Leher: tidak ada pembesaran KGBThorak: simetris, retraksi (-) IC & SC, BJ I&II normal, murmur (-), vesikuler meningkat, RBHN (-), wheezing (-)A : Bronkpneumonia

P : IVFD D5% NS gtt 24/menit (mikro)Inj. Ampicilin 3x212 mg, Inj.Gentamisin 2x17 mg, Paracetamol 3x3/4 cth, O2 nasal 1L/menit

P : Inj. Ampicilin 3x212 mg, Inj.Gentamisin 2x17 mg, Paracetamol 3x3/4 cth, Nebu ventolin 1 frs + NaCl 1 cc /8 jam

P : Inj. Ampicilin 3x212 mg, Inj.Gentamisin 2x17 mg, Paracetamol 3x3/4 cth, Nebu ventolin 1 frs + NaCl 1 cc /8 jam

P : Inj. Ampicilin 3x212 mg, Inj.Gentamisin 2x17 mg, Paracetamol 3x3/4 cth, Nebu ventolin 1 frs + NaCl 1 cc /8 jam

P : Inj. Ampicilin 3x212 mg, Inj.Gentamisin 2x17 mg, Paracetamol 3x3/4 cth, Nebu ventolin 1 frs + NaCl 1 cc /8 jam

BAB IVANALISIS KASUS

Seorang anak perempuan, berusia 1 tahun 2 bulan, datang ke RSMH dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas dapat terjadi akibat peradangan atau inflamasi yang mengenai parenkim paru. Pada kasus ini pasien sesak nafas akibat inflamasi pada parenkim paru. Pada saat MRS pasien di diagnosis suspek bronkopneumonia karena terdapat gejala demam, batuk, dan sesak nafas serta usia pasien yang kurang dari 5 tahun. Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus di sekitarnya. Peradangan parenkim paru ditandai dengan pernafasan cepat dan dangkal disertai nafas cuping hidung, retraksi dinding thoraks, suara nafas vesikuler meningkat sampai bronkial dan bising tambahan ronki basah halus nyaring. Untuk menyingkirkan diagnosis banding pada kasus ini, perlu diketahui riwayat penyakit dahulu pasien. Dari anamnesis didapatkan terdapat riwayat panas, tidak adanya riwayat sesak sebelumnya, pernafasan cepat dan dangkal dangkal disertai nafas cuping hidung, retraksi dinding thoraks tidak ada, suara nafas vesikuler meningkat sampai bronkial dan bising tambahan ronki basah halus nyaring. Hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis bronkiolitis dan brokitis akut.Selain sesak nafas dapat dilakukan pemeriksaan darah perifer, serologi, radiologi, CRP, mikrobiologi untuk mengkonfirmasi diagnosis bronkopneuonia. Pada pemeriksaan radiologi penderita bronkopneumonia gambaran radiologisnya mempunyai corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru yang sering terlihat pada lobus bawah. Pada kasus ini didapatkan hasil Hb 11,8 g/dl, leukosit 9.900/ul, trombosit 242.000/ ul hematokrit 37 %, hitung jenis 0/0/2/33/45/20.Untuk menegakkan diagnosis bronkopneumonia digunakan kriteria diagnosis yaitu adanya demam tinggi, batuk, dan sesak nafas. Pemeriksaan fisik berupa pernafasan cepat dan dangkal disertai nafas cuping hidung, retraksi dinding thoraks, suara nafas vesikuler meningkat sampai bronkial dan bising tambahan ronki basah halus nyaring. Pada kasus ini terdapat manifestasi demam diakui, batuk diakui, sesak diakui, mual dan muntah diakui, pernafasan cepat dan dangkal disertai nafas cuping hidung diakui, retraksi dinding thoraks diakui, suara nafas vesikuler meningkat sampai bronkial dan bising tambahan ronki basah halus nyaring diakui. Kasus ini memenuhi kriteria diagnostik bronkopneumonia karena terdapat 3 manifestasi ditambah hasil lab. Berdasarkan panduan praktik klinik (PPK) kasus bronkopneumonia diterapi dengan menggunakan antibiotik; ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis diberikan 10-15 hari, Gentamysin 3-5 mg/kgbb/hr dibagi 2 dosis. Selain antibiotik juga diberikan terapi simptomatik; paracetamol jika suhu 38,5 C dan terapi suportif; cairan IVFD. Pada pasien ini diberikan ampicillin 3 x 280 mg, gentamysin 2 x 20 mg, Paracetamol syrup 3x cth dan cairan IVFD D5% NS gtt 24 mikro. Setelah pemberian antibiotik selama 5-10 hari bila klinis sudah baik penderita dipulangkan. Jika klinis belum membaik antibiotika diteruskan sampai dengan 15 hari untuk pemakaian Ampisilin & Gentamysin. Jika klinis tetap baik penderita dipulangkan dan kontrol ke poliklinik anak.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1DefinisiPneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial.1 Pneumonia biasanya disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.2 Bila parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak bercak yang tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai pada anak anak.3,4

2.3EpidemiologiInsiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.5,6Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia lebih sering dijumpai di negara berkembang dibandingkan negara maju. Menurut survei kesehatan anak nasional ( SKN ) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. 7

Gambar 1. Penyebab Kematian Pada Balita Pada Tahun 2008 (WHO/Child Health Epidemiology Reference Group (CHERG))2.4EtiologiSebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri, jamur, parasit ) dan sebagain kecil disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas, dan drug or radiation induced pneumonitis.Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.7Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks ( TORCH ), Varisela Zoster, dan Listeria monocytogenes.7 Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.8Di negara maju, pneumonia pada anak tertuama disebabkan oleh virus, di samping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. melakukan penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak menyebabkan pneumonia antara lain adalah Respiratory Synctial Virus ( RSV ), Rhinovirus, dan virus Parainfluenzae. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan dengan anak berusia di bawah 2 tahun. Namun, secara klinis umumnya pneumonia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus. Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju dapat terlihat pada Tabel 1.8 Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negar maju7USIAETIOLOGI YANG SERINGETIOLOGIYANG JARANG

Lahir 20 hariBAKTERIBAKTERI

E. colliBakteri anaerob

Streptococcus group BStreptococcus group D

Listeria monocytogenesHaemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

VIRUS

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu 3 bulanBAKTERIBAKTERI

Chlamydia trachomatisBordetella pertussis

Streptococcus pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe B

VIRUSMoraxella catharalis

Virus AdenoStaphylococcus aureus

Virus InfluenzaUreaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, 3VIRUS

Respitatory Syncytical VirusVirus Sitomegalo

4 bulan 5 tahunBAKTERIBAKTERI

Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniaeMoraxella catharalis

Streptococcus pneumoniaeNeisseria meningitidis

VIRUSStaphylococcus aureus

Virus AdenoVIRUS

Virus InfluenzaVirus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Synncytial virus

5 tahun remajaBAKTERIBAKTERI

Chlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniaeLegionella sp

Streptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureus

VIRUS

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

2.5Faktor ResikoFaktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, antara lain:4 pneumonia yang terjadi pada masa bayi berat badan lahir rendah (BBLR) tidak mendapat imunisasi tidak mendapat ASI yang adekuat malnutrisi defisiensi vitamin A tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok) imunodefisiensi dan imunosupresi (HIV, penggunaan obat imunisupresif) adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak intubasi, trakeostomi abnormalitas anatomi

2.6KlasifikasiMenurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.41.Berdasarkan klinis dan epidemiologis: Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia). Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia). Pneumonia aspirasi. Pneumonia pada penderita immunocompromised.2.Berdasarkan bakteri penyebab: Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia. Pneumonia virus. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).3.Berdasarkan predileksi infeksi: Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pneumonia interstisial.

2.7PatogenesisPneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi. Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :91. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring2. Inhalasi aerosol yang infeksius3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonalAspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :91. Susunan anatomis rongga hidung2. Jaringan limfoid di nasofaring3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut4. Refleks batuk5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:9a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.10 b. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.10 c. Stadium III (3 8 hari)Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.10 d. Stadium IV (7 12 hari)Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.102.8Manifestasi Klinis Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.9Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:10 Gambaran infeksi umum : demam: suhu bisa mencapai 39 40 oC sakit kepala gelisah malaise penurunan nafsu makan keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare kadang kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner Gambaran gangguan respiratori: batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif sesak nafas retraksi dada takipnea napas cuping hidung penggunaan otat pernafasan tambahan air hunger merintih sianosis

Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada daerah yang terkena, suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1

2.9Penegakan DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang.5Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit. Perkusi : Sonor memendek sampai beda Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.3. Peningkatan LED.4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik

Pemeriksaan Rontgen ToraksPada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.10

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :10Pneumonia sangat berat bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.Pneumonia berat bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.Pneumonia bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :- > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan- > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun- > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahunBukan Pneumonia hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

2.10 Diagnosis BandingBronkiolitisDiawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping hidung, retraksi intercostal dan suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.12

2.11PenatalaksanaanAntibiotika polifarmasi selama 10-15 hari-Ampicillin 100 mg/kgbb/hari dalam 3-4 dosis-Klorampenikol dengan dosis:Umur 6 bulan: 50-75 mg/kgbb/hariDosis dibagi dalam 3 dosisAtau Gentamisin dengan dosis 3-5 mg/kgbb/hari diberikan dalam 2 dosisSuportif: IVFD, oksigen, pembersih jalan nafasBila terjadi impending decompensation cordis:-Pengurangan cairan sampai kebutuhan-Diberikan diuretika dan NaCl distop-Bila tak teratasi baru diberikan digitalisasiPada penderita bronkopneumonias post morbili:-Sementara mencari aktivitas TBC diberikan INH profilaksis paling sedikit 3 bulan-Bila disertai gejala PCM berat dan klinis defisiensi vitamin A diberikan Vit.A terapeutik 200.000 IU peroral pada hari I, II kemudian minggu kedua dan dianjutkan setiap 6 bulan.MikroorganismeDrug of Choice

Streptokokus dan StafilokokusM. Pneumonia H. Influenza Klebsielladan P. Aeruginosa Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atauPenicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hariatau Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari Eritromisin 15 mg/kgBB/hari Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari Sefalosporin

Tabel. 2. Drug of Choice pada Pneumonia112.12KomplikasiDengan antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai : Empiema, OMA, lompliasi lain ialah seperti Meningitis, Perikarditis, Osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.10

2.13 PencegahanPenyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dimana vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.Efektivitas vaksin pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar 95%. Infeksi H. influenzae dapat dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah tangga atau tempat penitipan anak.13

2.14PrognosisDengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.10Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 30% dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et. al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. hal. 351 - 354.2. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.3. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal. 74 924. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses proses Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 8105. Setyanto, DB, Suardi, AU, Setyawati, L, et al. 2009. Pneumonia, dalam: Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, et al (Ed.) Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia (hal 250-255)6. Sectish, TC, Prober, CG. 2003. Pneumonia, dalam: Behrman, RE, Kliegman, RM, Jenson HB (Ed.) Nelsons Textbook of Pediatric 17th Edition. Saunders, Philadelphia ( hal 1433-1436)7. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 -365.8. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. [ e book ]. Philadelphia: Saunders Elsevier. 20079. Price, SA, Wilson, LM. 2008. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Penerbit EGC, Jakarta (hal 709-712)10. Staf Pengajar IKA FKUI. 2007. Pneumonia, dalam: Hasan, R, Alatas, H (Ed.) Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI, Jakarta (hal 1228-1232)11. Glover, ML, Reed, MD. 2008. Lower Respiratory Tract Infection, dalam: Dipiro, JT, Talbert, RL, Yee, GC, et al (Ed.) Pharmacotherapy: Patophysiologic Approach 7th Edition. McGraw-Hill Education, New York (hal 1772-1777)12. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 11313. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 113