Laporan VEKTOR
-
Upload
adi-suryadi-putra -
Category
Documents
-
view
407 -
download
4
Transcript of Laporan VEKTOR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau yang biasanya
berlangsung Mei – Oktober dan musim penghujan yang biasanya berlangsung dari
November – April. Keadaan ini selain menguntungkan karena tanah dapat menjadi subur,
juga sering mendatangkan bencana berupa banjir di perkotaan maupun di pedesaan.
Bencana banjir ini banyak menimbulkan kerugian harta benda maupun nyawa. Adanya
banjir ini sering kali dapat menimbulkan tempat berkembangbiak atau habitat bagi
beberapa vector penyakit seperti nyamuk. Nyamuk merupakan salah satu spesies
serangga yang tergolong dalam ordo diptera. Secara keseluruhan di seluruh dunia
terdapat 35 genus yang dan terdiri dari 2700 spesies dimana genus yang sering ditemui
dapat menyebabkan penyakit di Indonesia adalah ordo dari aedes, anopheles, dan culex.
Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing, dan enam kaki. Panjang
tubuh antar spesies berbeda-beda tetapi jarang sekali melebihi 15 mm. Secara umum
habitat perkembangbiakan nyamuk terdapat di perairan. Mattingly (1971) membagi
sistem perairan ini menjadi dua kelompok besar, yaitu perairan yang mengalir dan
tergenang. Berdasarkan tempat penampungan airnya, habitat air tergenang
dikelompokkan lagi menjadi beberapa tipe habitat. Edwards (dalam Brug 1934)
menganjurkan untuk memeriksa genangan air pada tempat-tempat yang spesifik, seperti
ketiak daun, ruas bambu, atau tumbuhan kantung semar, karena dari tempat-tempat ini
biasanya diperoleh jenis nyamuk yang jarang dijumpai atau belum teridentifikasi.
Kadang-kadang, bentuk larva mudah dijumpai, tetapi sulit untuk mendapatkan bentuk
dewasanya. Hal ini berkaitan erat dengan habituasi nyamuk yang bersifat anthrofilik atau
tidak. Di Indonesia terdapat tiga jenis vector nyamuk yang kejadian penyakitnya masih
tergolong tinggi. Nyamuk-nyamuk yang dikenal antara lain nyamuk anopheles yang
merupakan vektor penyakit malaria, aedes aegypti vektor demam berdarah dengue, dan
nyamuk culex vector penyakit filariasis.
Di Indonesia kasus filariasis keberadaannya masih tinggi. Hingga tahun
1992/1993 berdasarkan hasil survey prevalensi filariasis di 6 propinsi dengan tingkat
endemisitas sebagai berikut : propinsi Aceh 6,6% ; Jambi 4,7%; Kalimantan Selatan
0,4%; Nusa Tenggara Timur 0,6%; Sulawesi Tengah 22,5%; Irian Jaya 12,6% dan
hasil survey tahun 1993/1994 di 5 propinsi menunjukan tingkat endemisitas filariasis
sebagai berikut : Sulawesi Selatan 1,5%; Jawa Barat 1,5%; Riau 1,3%; Bengkulu
1,5%; Kalimantan Barat 1,4% (Anonim,1995). Sampai saat ini program
penanggulangan dan pemberantasan filariasis hanya lebih dititikberatkan pada
pengobatan penderita dengan menggunakan DEC (Diethil Carmabazin ), sedangkan
faktor yang lain seperti tentang pemberantasan nyamuk vektor dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang filariasis supaya bisa untuk ikut berpartisipasi aktif
belum mendapat perhatian terutama tentang sikap dan perilaku masyarakat tentang
filariasis sendiri.
Identifikasi ketiga jenis nyamuk ini sepintas memang sulit dibedakan hal ini
karena ukuran tubuh yang kecil dan memiliki kemiripan dalam semua stadiumnya.
Maka perlu pengamatan yang lebih mendetail untuk mengetahui ciri spesifik dari
masing masing jenis nyamuk ini. Dalam pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat
dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah
usaha mengurangi dan menurunkan populasi ke suatu tingkat yang tidak
membahayakan kehidupan manusia. Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala
kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik.
Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun,
yang penting di dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Identifikasi terhadap
nyamuk pada semua stadiumnya perlu dilakukan.
BAB II
ALAT DAN BAHAN
1.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah
Alat :
- Mikroskop 1 buah
- Kaca pembesar 1 buah
- Cawan Petri 1 buah
- Tissue secukupnya
- Jarum tusuk nyamuk 1 buah
- Pipet tetes 1 buah
- Gelas objek 3 buah
Bahan :
- Nyamuk 2 nyamuk
- Larva nyamuk 1 jentik
- Air secukupnya
- Chlorin secukupnya
BAB III
Cara Kerja
A. Langkah I Praktikum Analisis Larva
Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Tuangkan air yang berisi larva nyamuk ke dalam cawan petri.
2. Buang air pada cawan secara perlahan hingga air tersisa sedikit.
3. Tuangkan chlorin ke dalam cawan petri tersebut yang bertujuan untuk membunuh
larva nyamuk.
4. Ambil larva yang telah mati dengan menggunakan pipet tetes, atau dengan
menggunakan jarum tusuk nyamuk.
5. Letakkan larva yang telah diambil dengan menggunakan pipet tetes pada preparat
dan tetesi dengan sedikit air, tutup dengan kaca objek.
6. Amati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10 kali.
7. Amati larva, catat tanda-tanda dan ciri-ciri yang ada pada larva tersebut serta
simpulkan jenis larva tersebut.
8. Gambar bentuk larva yang terlihat pada mikroskop.
B. Langkah II Praktikum Analisis Nyamuk
Langkah-langkah dalam menganalisis nyamuk aedes aegypti adalah sebagai
berikut:
1. Tusuk nyamuk yang telah mati dengan menggunakan jarum tusuk nyamuk.
2. Amati dengan menggunakan kaca pembesar, jika kurang jelas maka dapat diamati
dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x.
3. Catat ciri-ciri yang ada pada nyamuk dan bandingkan dengan ciri khas dari spesies
nyamuk yang ada.
4. Gambar bentuk larva yang terlihat pada mikroskop.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Identifikasi Larva
Berdasarkan hasil praktikum terhadap larva, maka dapat diketahui bahwa sampel larva
yang kami bawa adalah aedes aegypti. Hal ini dapat diketahui dari ciri-ciri larva yang kami amati
serta tempat pengambilan larva tersebut. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1. Larva yang kami amati memiliki siphon, dengan satu kumpulan rambut pendek yang
menandakan bahwa larva tersebut adalah larva dari nyamuk aedes aegypti. Berbeda
dengan larva pada nyamuk-nyamuk lainnya, misalnya larva nyamuk culex dimana siphon
memiliki beberapa kumpulan rambut, dan pada larva nyamuk anopheles memiliki siphon
tumpul. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa larva yang kami amati adalah larva
nyamuk aedes aegypti.
2. Ciri dari larva yang kami amati yang menandakan bahwa larva tersebut adalah larva
nyamuk aedes aegypti dapat dilihat dari pecten yang dimiliki larva tersebut. Pectin pada
larva tersebut berbentuk tumpul dan pendek.Pada larva culex, pectennya panjang dan
runcing, pada larva anopheles tidak terdapat pecten.
3. Larva yang kami amati diperoleh dari air bersih yaitu berasal dari bak kamar mandi yang
bersih.
B. Identifikasi Nyamuk
Berdasarkan tanda dan ciri-ciri yang ditemukan pada nyamuk yang kami amati menunjukkan
bahwa nyamuk tersebut adalah culex. Adapun tanda dan ciri-ciri yang terdapat pada nyamuk
yang kami amati dengan kaca pembesar atau mikroskop adalah sebagai berikut.
1. Sayap nyamuk yang kami amati tidak bernoda yang menunjukkan nyamuk tersebut
merupakan nyamuk culex atau nyamuk aedes aegypti.
2. Pada alat tusuk atau alat hisap dari nyamuk yang kami amati, terdapat probicis yang sama
panjang dengan pulpi. Hal tersebut menunjukkan bahwa nyamuk yang kami amati
memiliki kemungkinan merupakan nyamuk culex atau aedes aegypti.
3. Nyamuk yang kami amati memiliki ciri berwarna hitam, memiliki gelang pada dada,
perut, dan kaki. Maka dapat disimpulkan bahwa nyamuk yang kami amati adalah nyamuk
culex.
Dari hasil pengamatan terhadap larva nyamuk tersebut diketahui bahwa larva tersebut
adalah jenis aedes aegypti yang memiliki ciri-ciri memiliki siphon, dengan satu kumpulan
rambut dan pectennya berbentuk tumpul dan pendek. Larva nyamuk aedes aegypti tampak
tergantung pada permukaan air. Tempat perindukan larva nyamuk aedes aegypti adalah tempat-
tempat berisi air bersih yang berdekatan dengan rumah penduduk, tidak melebihi jarak 500 m
dari rumah perindukannya berupa tempayan atau gentong tempat penyimpanan air minum, bak
mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah serta di kebun
yang berisi air hujan, kelopak daun tanaman seperti keladi dan pisang, tempurung kelapa,
tonggak bambu serta lubang pohon yang berisi air hujan. Larva nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus sering ditemukan bersamaan.
Sedangkan untuk nyamuk yang kami identifikasi diketahui bahwa nyamuk tersebut
termasuk jenis culex dilihat dari warna nyamuk yang hitam, sayap nyamuk yang tidak bernoda.
Nyamuk culex terdiri dari beberapa spesies yaitu yaitu culex quinguefasciatus, Culex
bitaeniorrhynchus, Culex annulirostris yang merupakan vektor utama Filariasis bancrofti di
perkotaan (Culex quinguefasciatus), filariasis bancrofti di pedesaan (Culex bitaeniorrhynchus,
Culex annulirostris). Tempat perindukan Culex quinquefasciatus adalah kecomberan dekat
dengan air keruh dan kotor dekat rumah, Culex annulirostris :adalah sawah, daerah pantai dan
rawa yg berair payau sedangkan untuk Culex bitaeniorrhynchus adalah tempat yg mengandung
lumut dalam air tawar atau air payau. Menurut tempat penangkapannya nyamuk kami yang bawa
tersebut kemungkinan adalah culex quinquefasciatus. Culex quinquefasciatus merupakan vektor
dari penyakit filariasis bancrofti didaerah perkotaan sehingga masyarakat perkotaan harus lebih
waspada dan selalu menjaga kebersihan lingkungan disekitar. Disini kami juga akan menjelaskan
menjelaskan cara penanggulangan larva serta nyamuk dewasa yang tepat terutama untuk daerah
perkotaan.
Cara-cara penanggulangan vektor pada umumnya adalah secara biologik, mekanik,
kimiawi, genetik dan secara legal. Penanggulangan secara kimiawi dengan menggunakan
insektisida (malathion) memakai metoda fogging, dan larvisida menggunakan bubuk abate
(abatesasi), seperti breeding place (tempat berbiak dari larva), oviposition (tempat bertelur),
flight range.
Metode yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan larva
aedes aegypti adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang
sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M+ yaitu sebagai berikut.
1. Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk aedes aegypti yang
berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
2. Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke
tempat itu untuk bertelur.
3. Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat
nyamuk bertelur.
4. Menaburkan bubuk abate bertujuan untuk membunuh larva agar tidak berkembang
menjadi nyamuk dewasa.
Tindakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M+ perlu dilakukan secara rutin agar
perkembangan nyamuk dapat dikendalikan selain itu sosialisasi kepada masyarakat sangat
penting untuk dilaksanakan agar informasi mengenai pencegahan serta pengendalian vektor
dapat secara rutin dilaksanakan. Sehingga pemberantasan nyamuk dengan menggunaan
insektisida dapat dikurangi, karena sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh
berbagai jenis serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida juga
akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga mempersulit penanganan di
kemudian hari.
Metode yang tepat untuk mengendalikan vektor, terutama nyamuk dewasa adalah dengan
mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Metodenya terdiri dari dua jenis yaitu natural
control dan applied control.
a. Pengendalian alami (natural control) contohnya adalah pengendalian faktor-faktor
ekologi yang bukan merupakan tindakan manusia antara lain topografi, ketinggian
(altitude), iklim dan musuh alami misalnya burung, cicak, katak dan binatang lain yang
memangsa serangga
b. Pengendalian buatan (artificial/applied control) yaitu termasuk pengendalian lingkungan
(Environmental control) dengan memodifikasi lingkungan sehingga terbentuk lingkungan
yang tidak cocok yang dapat membatasi perkembangan vektor. Cara ini paling aman
terhadap lingkungan karena tidak merusak keseimbangan alam dan tidak mencemari
lingkungan. Contohnya yaitu penimbunan tempat-tempat yang dapat menampung air dan
tempat-tempat pembuangan sampah. Selain itu dengan melancarkan air dalam got yang
tersumbat dapat mengurangi pertumbuhan dan perkembangan nyamuk.
Pengendalian kimiawi yaitu menggunakan bahan kimia yang bisa membunuh nyamuk
dewasa maupun telur atau larva nyamuk. Cara ini dilakukan untuk pengendalian vektor yang
dengan segera mendapatkan hasil dan meliputi wilayah yang luas. Cara ini hanya bersifat
sementara yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kemungkinan timbul resistensi
nyamuk dewasa terhadap insektisida. Misalnya dengan metode fogging yaitu menggunakan
insektisida seperti residual spray dan malathion untuk nyamuk dewasa. Tetapi pelaksanaan
fogging khusus untuk nyamuk culex di Indonesia sangat jarang sekali dilaksanakan karena
dianggap tidak efektif menanggulangi nyamuk culex dewasa sebagai vektor penyakit filariasis.
Pengendalian mekanik dilakukan menggunakan alat yang langsung dapat membunuh,
menangkap, menghalau nyamuk. Menggunakan baju pelindung, memasang kawat kasa di
jendela, merupakan cara untuk menghindarkan hubungan (kontak) antara manusia dan vektor.
Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) sangat perlu diberiakan kepada masyarakat agar
tetap waspada terhadap penyebaran penyakit yang disebarkan oleh vektor nyamuk yaitu dengan
memberikan pengetahuan serta metode pencegahan yang tepat untuk mengurangi kontak dengan
nyamuk dewasa.
Dalam upaya pengendalian vektor nyamuk terutama nyamuk culex di daerah perkotaan
masih jarang sekali dilaksanakan, karena pemberantasan nyamuk culex hanya dilakasakan pada
daerah yang endemis filariasis. Selain itu pengendalian nyamuk culex sebagi vektor filasriasis
harus melalui pemeriksaan terhadap penderita filariasis.
BAB III
SIMPULAN
Simpulan dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Larva nyamuk yang kami amati adalah larva nyamuk aedes aegypti yang merupakan
vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang memiliki ciri-ciri tempat bertelur
di air bersih seperti container air buatan yang berada di lingkungan perumahan yang
banyak ditemukan di dalam rumah dan sekitar lingkungan perkotaan, selain itu larva
nyamuk aedes aegypti juga banyak ditemukan di tempat-tempat yang dapat menampung
air hujan seperti kaleng bekas serta lubang pada pohon.
2. Nyamuk culex memiliki kebiasaan untuk menggigit atau mengisap darah hanya pada
malam hari. Pupa culex tidak dapat dibedakan dengan pupa nyamuk lainnya, namun
mempunyai tabung pernapasan yang bentuknya sempit dan panjang,digunakan untuk
pengambilan oksigen.
3. Mengetahui habitat, kebiasaan dan anatomi nyamuk culex maka dapat mempermudah
pengendalian vektor penyebab filariasis yaitu dengan memberantas jentik nyamuk (larva)
melalui metode 3M dan vektor melalui program larvasida dan fogging. Selain itu dengan
mengetahui anatomi nyamuk kita dapat dengan mudah mengidentifikasi dan
membedakan nyamuk culex dengan nyamuk lainnya agar masyarakat terutama daerah
yang belum endemis filariasis dapat lebih waspada terhadap nyamuk culex dengan
mencegah dan memberantas perkembangan nyamuk tersebut.