laporan tutorial up 3 blok 14

22
Mengetahui : A. Perubahan otot menjadi daging B. Proses preservasi daging C. Faktor mikrobiologi yang mempengaruhi kualitas daging D. Proses pembusukan daging Pembahasan : A. Perubahan otot menjadi daging Perubahan otot menjadi daging dimulai dari penyembelihan hewan. Penyembelihan hewan yang menyebabkan hewan mati, berhenti berdenyut jantung dan aliran darah dalam tubuh hewan. Dalam otot perubahan tersebut mempengaruhi kualitas daging dan masa simpan (Sanjaya, dkk., 2007). Adapun perubahan-perubahan fisiko-kimia pada otot setelah hewan disembelih: 1 Sirkulasi Darah Tidak ada Supply Respiras i Glikolis is Penurunan kadar ATP dan CP Penuruna n nilai

description

lap tutorial

Transcript of laporan tutorial up 3 blok 14

Page 1: laporan tutorial up 3 blok 14

Mengetahui :

A. Perubahan otot menjadi daging

B. Proses preservasi daging

C. Faktor mikrobiologi yang mempengaruhi kualitas daging

D. Proses pembusukan daging

Pembahasan :

A. Perubahan otot menjadi daging

Perubahan otot menjadi daging dimulai dari penyembelihan hewan.

Penyembelihan hewan yang menyebabkan hewan mati, berhenti berdenyut

jantung dan aliran darah dalam tubuh hewan. Dalam otot perubahan

tersebut mempengaruhi kualitas daging dan masa simpan (Sanjaya, dkk.,

2007). Adapun perubahan-perubahan fisiko-kimia pada otot setelah hewan

disembelih:

Skema 1: Perubahan fisiko-kimia pada otot setelah hewan telah disembelih (Sanjaya, dkk., 2007).

1

Sirkulasi Darah Terhenti

Tidak ada Supply Oksigen

Respirasi terhenti

Glikolisis anaerob

Penurunan kadar ATP

dan CP

Penurunan nilai pH

Rigor Mortis Denaturasi Protein

Pembebasan dan aktivitas

enzim

Page 2: laporan tutorial up 3 blok 14

Penjelasan Bagan diatas:

1. Glikolisis Anaerob

Glikolisis anaerob adalah proses penguraian glikogen dalam keadaan

tanpa oksigen sehingga dihasilkan energy (ATP) dan asam laktat.

Asam laktat yang dihasilkan dari glikolisis anaerob akan terakumulasi

dalam otot, sehingga nilai pH otot menjadi menurun, dari 7,0 – 7,2

menjadi 5,3 – 5,7 setelah 24-48 jam postmortem (Sanjaya, dkk., 2007).

2. Perubahan Nilai pH

Nilai pH daging setelah hewan mati akan menurun mencapai pH akhir.

Penurunan pH tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi laju glikolisis. Nilai pH menurun secara bertahap dari

7,0 sampai 5,6-5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem (Sanjaya, dkk.,

2007).

3. Rigor Mortis

Rigor mortis adalah proses pemendekan/pengerutan/kekakuan otot

setelah kematian yang bersifat irreversible. Dalam kondisi rigor mortis,

elastisitas otot hilang, otot sulit direnggangkan. Proses ini sama dengan

proses konstraksi pada saat hidup. Daging pada saat rigor mortis tidak

empuk (Sanjaya, dkk., 2007).

4. Daya Ikat Air

Daya Ikat air adalah kemampuan protein daging (otot) untuk mengikat

air atau air yang ditambahkan. Daya ikat air dipengaruhi oleh: Nilai

pH, rigor mortis, dan proses pengempukan daging (Sanjaya, dkk.,

2007).

5. Proteolisis Postmortem

Proteolisis pada protein jaringan otot oleh enzim-enzim dalam otot

menyebabkan terjadinya proses pengempukan daging dan selanjutnya

dapat menyebabkan pembusukan. Beberapa enzim yang terlibat dalam

proses tersebut adalah Calcium active calpin I dan calpain II,

cathepsin, dan enzim-enzim lisosom (Sanjaya, dkk., 2007).

2

Page 3: laporan tutorial up 3 blok 14

Setelah kematiaan karena tidak ada energy (ATP), Ca++ dan

mitokondria dilepaskan, Konsentrasi Ca++ intraseluler meningkat

sehingga menstimulasi calcium-activated enzymes Calpain I dan

Calpain II, Calpain optimum bekerja pada pH > 6,0 (Sanjaya, dkk.,

2007).

6. Keadaan Otot Setelah Kematian

Prerigor

Proses glikolisis anaerob aktif

Penurunan kadar ATP dan creatin Phosphat (CP)

Akumulasi asam laktat

Otot lunak dan lentur

Daya ikat air relative tinggi

Rigor

Terjadinya konstraksi (aktin-miosin) yang bersifat irreversible

Elastisitas otot menurun → otot liat/a lot

Terjadi sterric effect pada daya ikat air

Postrigor

Terjadi aktivitas enzim proteolitik → pengempukan daging

Daya ikat air diperbaiki

Citarasa meningkat (Sanjaya, dkk., 2007)

B. Proses preservasi daging

1. Penyimpanan Suhu Rendah

Refrigerasi adalah penyimpanan pada suhu di atas titik beku daging,

sedangkan pembekuan adalah penyimpanan dibawah titik beku daging,

sehingga daging dalam keadaan beku. Prinsipnya adalah menghambat

kecepatan pertumbuhan mikroorganisme serta reaksi-reaksi kimia dan

biokimia di dalam daging, sehingga dengan demikian kerusakan yang

ditimbulkannya juga akan diperlambat (Desrosier, 1969).

a. Penyimpanan Refrigerasi (Pendinginan/Chilling)

3

Page 4: laporan tutorial up 3 blok 14

Yang harus diperhatikan adalah bahwa temperatur penyimpanan

daging harus tercapai secepat mungkin setelah pemotongan ternak

ataupun pengolahan (Desrosier, 1969).

Beberapa sifat penyimpanan dengan pendinginan antara lain :

1) Tidak membunuh mikroorganisme.

2) Pertumbuhan terhambat dan akan berhenti pada suhu di bawah

suhu pertumbuhan minimal.

3) Pada suhu pertumbuhan minimal, fase lag dan waktu

generasinya lama.

4) pembentukan toxin akan terhambat (misalnya pada

Clostridium).

5) proses biokimiawi dalam daging akan diperlambat (proses

pelayuan).

Ruang pendingin untuk daging biasanya diatur pada kisaran -4°

sampai 0° C, sehingga diharapkan temperatur di dalam daging pada

kisaran 2° - 5° C. Pada temperatur penyimpanan ini, kualitas

daging dapat dipertahankan selama 8 hari bergantung pada bagian

daging dan penanganan daging sebelumnya.

b. Penyimpanan Beku

Pembekuan merupakan metode yang paling baik untuk

mengawetkan daging, karena proses pembekuan tidak mempunyai

pengaruh yang berarti terhadap warna, flavor dan kadar jus daging

setelah pemasakkan. Air yang terdapat di dalam daging tidak

membeku secara sekaligus, tetapi pembekuannya berlangsung

secara berangsur-angsur. Air yang membeku di dalam daging tidak

dapat digunakan lagi oleh mikroorganisme dan reaksi reaksi kimia

di dalam daging. Hal inilah yang menyebabkan mengapa

pembekuan dapat menyimpan daging dalam jangka waktu yang

lama (Desrosier, 1969).

Beberapa prinsip penyimpanan daging dalam keadaan beku:

1) Mikroorganisme tidak tumbuh pada suhu -18 °C.

4

Page 5: laporan tutorial up 3 blok 14

2) Mikroorganisme dapat mati akibat terbentuknya kristal es.

3) Pendinginan yang lambat menyebabkan lebih banyak kristal

es yang terbentuk menyebabkan mikroorganisme lebih

banyak mati.

4) Kerugian akibat pembentukan kristal es dalam daging: air

daging akan keluar ketika dicairkan (thawing) karena drip

(menetes).

Metode penyimpanan beku antara lain :

1) Memakai aliran udara dingin (tunel pendingin, kecepatan

aliran udara 4 m/menit, suhu -40 °C)

2) Metode plat pembekuan (-40 °C)

3) Metode pembekuan kriogenik

a) -80 °C (menggunakan CO2 sebagai cairan tekanan tinggi

atau es kering).

b) Pencelupan dalam nitrogen cair.

c) Pemercikan dengan larutan garam.

Kerugian akibat pembekuan daging:

1) Freezer burn (terbakar beku), terjadi akibat sublimasi

(terbentuknya lapisan kondensasi) kristal es dari jaringan

sehingga daging menjadi berwarna keabu-abuan

2) Hilangnya cairan daging/ drip

3) Kerusakan kimia dan fisik pada daging dapat terjadi akibat

penyimpanan beku, yaitu :

a) Kehilangan zat-zat gizi pada waktu daging beku

dikembalikan ke bentuk asal.

b) Perubahan warna daging dari merah menjadi gelap

c) Timbulnya bau tengik pada daging.

2. Perlakuan dengan suhu tinggi

Metode penyimpanan daging pada suhu tinggi yang sering dilakukan

adalah dengan pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi merupakan

5

Page 6: laporan tutorial up 3 blok 14

pemanasan dengan suhu di bawah 100 °C sedangkan sterilisasi

pemanasan dengan suhu lebih dari 100 °C yang dapat menyebabkan

inaktivasi mikroba dan enzim (Desrosier, 1969).

Keuntungan perlakuan terhadap daging dengan suhu tinggi antara lain

ekonomis, bebas bahan kimia dan aman, sebagian besar

mikroorganisme pembusuk bersifat tidak tahan panas dan shelf life

yang lama setelah dikemas dalam wadah steril. Kerugian : desintegrasi

tekstur dan aroma yang tidak disukai dan kerusakan nilai gizi

3. Perlakuan Pengeringan (drying)

Prinsip dari pengeringan adalah pengurangan terhadap aktivitas air

karena pada aw kurang dari 0,70 produk relatif aman selama tidak ada

rekonstruksi (penyerapan air kembali)

Metode yang sering dilakukan untuk pengeringan antara lain :

a. Pengeringan di bawah tekanan udara

b. Pengeringan vakum

c. Kombinasi antara pembekuan dan penghilangan air dengan/tanpa

vakum

4. Perlakuan dengan penambahan zat kimia

Pengawetan daging dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia

pengawet yang termasuk dalam bahan tambahan pangan (BTP) dalam

produk olahan daging. BTP adalah bahan aditif yang engandung

senyawa kimia yang telah diizinkan penggunaannya. BTP yang

diizinkan adalah:

a. Garam NaCl

Berguna untuk menghambat pertumbuhan khamir/yeast dan jamur,

memberi rasa, menurunkan aktivitas air, dan meningkatkan ionic

streght. Penggunaannya berkisar antara 1,5-3%.

b. Sodium tripolyphosphate (STPP)

Berguna untuk menurunkan jumlah bakteri, mempertahankan

warna produk, mengurangi jumlah penyusutan ketika dimasak,

meningkatkan kemampuan mengikat air atau menaikan nilai WHC

6

Page 7: laporan tutorial up 3 blok 14

(Water Holding Capacity) protein otot, meningkatkan flavor dan

juiciness daging, dan menghambat ransiditas oksidatif. Penggunaan

STPP pada produk olahan daging tidak boleh lebih dari 0,5%.

c. Gula pasir

Dapat digunakan sebagai pengawet dengan tingkat penggunaan

minimal 3%.

d. Sodium nitrit

Digunakan dalam campuran curing untuk menghasilkan kestabilan

pigmen daging olahan. Jumlah penggunaan tidak boleh lebih dari

156 ppm. Kadang dikombinasi dengan askorbat 550 ppm untu

mencegah pembentukan senyawa karsinogen nitrosamine.

e. Sodium laktat

Digunakan untuk mengontrol pertumbuhan patogen. Maksimum

penggunaannya adalah 2,9% (Soeparno, 2009).

5. Pengasapan

Pengasapan dilakukan dalam rangka pengawetan, memberi warna dan

aroma daging asap. Metode ini termasuk sederhana dan banyak

digunakan.

Metode yang sering dilakukan antara lain :

a. pengasapan dingin 22 °C maksimal 28 °C

b. pengasapan hangat 40 – 60 °C

c. pengasapan panas 60 - 65 °C

Prinsip dari asap yang dapat mengawetkan daging antara lain:

a. Panas

b. Selulose, kemiselulose, pektin yang dibakar akan menghasilkan zat

yang bersifat bakteriostatik/bakterisid , yaitu :

1) Formaldehid

2) Asam organik

3) Karboksilat

4) Fenol/kreosol

7

Page 8: laporan tutorial up 3 blok 14

c. Aldehid: membekukan daging dan membuat dehidrasi sehingga

bakteri tidak dapat berkembang. Hanya diperbolehkan dalam

bentuk komponen asam.

Jenis asap yang biasa digunakan antara lain :

a. Asap sintetik (smoke taquer), berbentuk cair (asap cair)

Tidak mengawetkan, hanya sebagai pemberi aroma

b. Asap alami (natural smoke)

1) Cold smoking

2) Hot smoking (Desrosier, 1969).

C. Faktor mikrobiologi yang mempengaruhi kualitas daging

Komposisi kimia daging terdiri dari protein yang kandungannya berfariasi

antara 16-20% lemak, 1,5-13% senyawa non protein, 1,5% nitrogen, 1,0%

senyawa organic dan air berfariasi antara 65-86%. Adapun kandungan

lemaknya terdiri dari fosfolipida, cerebrosida, kolesterol, dan asam lemak

esensial (Sutaryo 2004).

Daging mudah mengalami kerusakan akibat adanya aktivitas pada daging

atau produk daging, karena daging memenuhi persyaratan untuk

perkembangan mikroorganisme termasuk mikroorganisme perusak,

karena:

1. Mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%)

2. Kaya dengan zat yang mengandung nitrogen dengan komplek yang

berbeda.

3.  Kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba.

4. Mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme

(5,3-6,5) (Soeparno, 2009).

Mikroorganisme yang merusak daging dapat berasal dari infeksi ternak

hidup atau kontaminasi daging postmortem. Sumber kontaminasi dapat

berasal dari darah, tanah, kulit, isi saluran pencernaan, air, alat yang

digunakan, udara, maupun pekerja. Mikroorganisme yang dapat

8

Page 9: laporan tutorial up 3 blok 14

mencemari antara lain Salmonella, Shigella, Eschericia coli, Bacillus

proteus, Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus, Clostridium

walchii (Soeparno, 2009).

Pertumbuhan bakteri di dalam daging dapat dibagi menjadi empat fase:

1. Fase Lag : fase tidak ada pertumbuhan. Bila kondisi lingkungan

menguntungkan maka ukuran sel, material inti dan jumlah sistem

enzim meningkat.

2. Fase pertumbuhan logaritmik/eksponensial : fase ini jumlah

mikroorganisme akan mulai tumbuh dan meningkat dan tumbuh

dengan laju pertumbuhan yang konstan hingga faktor lingkungan

menjadi terbatas.

3. Fase Konstan (stationary) : fase pertumbuhan logaritrim berangsur

berkurang dan mencapai titik ekuilibrium yaitu jumlah sel konstan

selama beberapa saat karena berkurangnya pembelahan sel atau

adanya keseimbangan antara laju perbanyakan sel dengan laju

kematian.

4. Fase penurunan pertumbuhan/kematian : dipengaruhi oleh kondisi

seperi habisnya persediaan nutrisi esensial, atau akumulasi hasil

metabolik asam, atau pengaruh proses preservasi (Soeparno, 2009).

Keberadaan mikroorganisme pada pangan tak terkecuali daging atau

produk olahan daging dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu:

1. Faktor instrinsik

a. Nutrisi

Mikroorganisme terutama proteolitik menggunakan protein sebagai

sumber energi, beberapa menggunakan lemak. Semua

mikroorganisme memerlukan mineral, sedangkan vitamin dan

faktor lain bervariasi. Jamur (mold) dapat memanfaatkan protein,

karbohidrat dan lemak lebih baik dibandding yeast atau bakteri

9

Page 10: laporan tutorial up 3 blok 14

karena memiliki sistem enzim yang mampu menghidrolisis menjadi

komponen sederhana.

b. Air

Kadar air yang tersedia dalam daging sangat menentukan tingkat

pertumbuhan mikroorganisme. Kebutuhan mikroorganisme akan

air dinyatakan sebagai aktivitas air (water activity = Aw). Aktivitas

air adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan

uap air solven murni pada temperatur yang sama. Daging segar

biasanya 0,99 atau lebih tinggi.  Bakteri membutuhkan (aw) yang

lebih tinggi daripada jamur dan ragi tumbuh baik pada aw 0,80.

c. pH

Daging memiliki pH ultimat 5,3-5,7. Bakteri tumbuh optimal pada

pH 7,0, jamur pada pH antara 2,0 – 8,0, sedangkan ragi tumbuh

dengan baik pada pH antara 4,0-4,5. Jadi  pada pH normal daging

(5,4-5,6) akan menguntungkan bagi pertubuhan jamur dan ragi,

disamping bakteri yang suka asam,  bakteri asam laktat dapat

berkembang baik pada pH 5.5-6.

d. Potensi oksidasi-reduksi

Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, sejumlah

mikroorganisme membutuhkan kondisi oksidasi dan sejumlah lain

reduksi. Mikroorganisme anaerobic  dapat tumbuh tanpa

kondisi O2, karena O2 bersifat toksik. Mikroorganisme anaerob

dapat utmbuh pada potensi oksidasi yang rendah. Mikroorganisme

fakultatif dapat tumbuh tanpa dan ada sedikit O2. Permukaan

daging segar yang berhubungan dengan udara akan

menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri aerobik, misalnya

Achromobacter dan Pseudomonas. Pencacahan dan penggilingan

daging meningkatkan potensi oksidasi dan reduksi.

e. Ada tidaknya substanssi penghambat dan jaringan protektif

Substansi yang menghambat aktifitas mikroorganisme disebut

bakteriostatik, sedangkan substansi yang merusak/ mengahncurkan

10

Page 11: laporan tutorial up 3 blok 14

dan membunuh mikroorganisme disebut bakterisidal. Secara alami

daging tidak mempunyai bakteriostatik. Lemak karkas dan kulit

pada karkas unggas dan babi melindungi daging dari kontaminasi

(Soeparno, 2009).

2. Faktor ekstrinsik

a. Temperatur

Temperatur sngat menentukan laju pertumbuhan mikroorganisme

yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu mesophiles yang dapat

tumbuh pada temperatur 15-40oC (optimum 25-40oC) ;

psychrophiles tumbuh optimum pada 20-30oC ; thermophiles

tumbuh optimum pada 45-60oC. Jamur termasuk psychrophilic

dapat tumbuh pada -1 sampai 3oC. Temperatur dibawah 5oC

menghabat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan mencegah

bakteripatogen sehingga dianggap sebagai temperatur kritis selama

penanganan dan penyimpanan daging.

Bakteri psychrophilic seperti Pseudomonas, Achromobacter,

Micrococcus, Streptococcus setelah proses pembekuan mampu

tumbuh kembali bila daging dicairkan kembali.

b. Kelembaban relatif

Kelembaban relatif yang tinggi menyebabkan cairan akan

berkondensasi pada permukaan daging sehingga permukaannya

basah dan mendukung pertumbuhan mikrobial. Jika kelembaban

terlalu rendah, cairan permukaan daging akan terdehidrasi sehingga

pertumbuhan mikrobia terhambat dan permukaan daging menjadi

gelap. Nilai ekonomis daging akan berkurang karena pengerutan

dan daging kurang menarik.

c. Oksigen atmosfir

Semua jamur dan sebagian besar ragi bersifat aerobik, sedangkan

bakteri dapat besifat aerobik, anaerob, dan aerobik fakultatif.

Mikroorganisme yang terdapat pada permukaan daging bersifat

aerob dan anaerob fakultatif dan bagian dalam daging mengandung

11

Page 12: laporan tutorial up 3 blok 14

bakteri anaerob dan anaerob fakultatif. Pengepakan vakum atau

pengalengan akan mereduksi atau mencegah aktivitas bakteri

aerobik.

d. Keadaan fisik daging

Dipengaruhi oleh keadaan fisik daging seperti besar kecilnya

karkas, potongan karkas, bentuk daging cacahan, daging gilig atau

perlakuan prosesing. Penggilingan daging memperbesar

kontaminasi pertumbuhan bakteri karena : area permukaan menjadi

lebih besar, nutrien dan air menjadi siap, penetrasi dan

pemanfaatan oksigen menjadi lebih besar, proses penggilingan

membutuhkan waktu, kontak dengan alat prosessing sebagai

sumber kontaminasi dan distribusi mikroorganisme yang lebih

merata keseluruhan bagian daging selama proses penggilingan

(Soeparno, 2009).

Kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa

berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan

hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme. Daging yang rusak

memperlihatkan perubahan organoleptik, yaitu bau, warna,

kekenyalan, penampakan, dan rasa (Simanjuntak dan Rivai 2009).

Berbagai tanda-tanda kerusakan pada daging:

a. Perubahan kekenyalan pada daging disebabkan oleh pemecahan

struktur daging oleh berbagai bakteri.

b. Pembentukan lendir pada daging disebabkan oleh pertumbuhan

berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama

oleh Lactobacillus, misalnya Lactobacillus. 

c. Pembentukan asam umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri

seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas,

proteus, Microrocci, Clostidium.

d. Pembentukan warna hijau pada daging, terutama disebabkan oleh:

pembentukan hydrogen peroksida (H2O2) oleh Lactobacillus

Viridescens, Lactobacillus fructovorans, Leuconostoc,

12

Page 13: laporan tutorial up 3 blok 14

Enterococcus faecium dan Enterococcus faecalis, pembentukan

hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas mephita, Shewanell

putrefaciens, dan Lactobacillus sake.

e. Pembentukan warna kuning  pada daging, disebabkan oleh

Enterococcus cassliflavus dan Enterococcus mundtii.

f. Perubahan bau, misalnya: timbulnya bau busuk oleh berbagai

bakteri karena terbentuknya amonia, H2S, Indol dan senyawa-

senyawa amin seperti diamin kadaverin dan putresin (Simanjuntak

dan Rivai 2009).

D. Proses pembusukan daging

1. Kontraksi

Daging 15 menit setelah dipotong masih bergerak, kemudian akan

berwarna merah tua karena ada reaksi Hb. Daging akan berwarna

lebih gelap mengkilat dan lebih keras pada jaringan yang mengalami

aktivitas berlebih seperti daerah jantung dan diafragma.

2. Rigor mortis

Setelah ¾ jam pemotongan, daging akan menjadi kaku, berwarna

merah dan mengkilat hilang. Mekanismenya yaitu aliran darah

berhenti menyebabkan suplay O2 berhenti sehingga metabolisme

glikogen berlangsung secara anaerobic dan menghasilkan asa laktat

yang menyebabkan psebut terjadi juga penurunan ATP, sehingga

protein aktin dan myosin yang menyebabkan daging menjadi busuk.

3. Autolisis

Terjadi karena pengaruh enzim dalam tubuh hewan dimana terjadi

penimbunan asam laktat sehingga semakin lama daging menjadi

lembek.

4. Pembusukan

Adanya perubahan glikogen menjadi asam laktat menyebabkan pH

daging turun, kemudian dengan dilayukan maka akan timbul asam

laktat sehingga pH daging akan turun 5,4. pada pH ini apabila

pelayuan diteruskan pH tidak akan turun karena proses glikolisis yang

13

Page 14: laporan tutorial up 3 blok 14

tidak terjadi (inaktif), bahkan pH naik. Kenaikan pH disebabkan

karena bakteri tahan asam berkembang dan menghancurkan daging

serta sisa makanan dalam daging menyebabkan pH naik. Dengan

naiknya pH maka bakteri tahan asam akan mati dan digantikan oleh

bakteri yang dapat hidup pada pH tinggi semakin lama daging akan

mengalami pembusukan. Bakteri pembusuk antara lain Salmonella

sp., Campylobacter sp., Enterobacter sp., Micrococcus sp.,

Clostridium weichii, dan lain-lain.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan antara lain :

1. Hewan yang darahnya tidak keluar sempurna saat pemotongan.

2. Proses penyimpanan daging (paling baik pada suhu rendah).

3. Kadar glikogen yang terlalu tinggi dalam daging dapat memperlambat

pembusukan.

4. Kebersihan daging dari pemotongan sampai ke konsumen

(Susetya.2011).

14

Page 15: laporan tutorial up 3 blok 14

DAFTAR PUSTAKA

Desrosier, N.W. 1969. The Technology of Food Preservation. Third Ed. New

York : Avi Pub. Co. Inc.

Sanjaya, AW., Sudarwanto, M., Soejono, RR., Purnawarman, T., Lukman, DW.,

Latif, H. 2007. Hygiene Pangan. Bogor : IPB.

Simanjuntak E, Rivai M. 2009. Deteksi Kebusukan Daging Menggunakan Sensor

Polimer Konduktif dan Neural Network. Surabaya: Seminar Nasional

Pascasarjana IX – ITS, ISBN No. 978-979-96565-5-1

Soeparno. 2009. Ilmu Daging Dan Teknologi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Susetya,H.2011.Perubahan Otot Menjadi Daging, Pengawetan dan Penyimpanan

Daging. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Hewan UGM.

Sutaryo. 2004. Penyimpanan dan Pengawetan Daging. Semarang: Universitas

Ponogoro.

15