Wrap Up Blok Sistem Respirasi

25
BLOK SISTEM RESPIRASI SKENARIO 1 WRAP UP KELOMPOK : B –12 Ketua : Muchammad Zulkarnain (1102010172) Sekretaris : Riezky Trinawati (1102010240) Anggota : Octiara Gisca Amilia (1102008186) Maya Yulindhini (1102010159) Mochammad Adam Eldi (1102010169) Mutiara Fadhila (1102010192) Risti Amalia Nastiti (1102010247) Windy Nugraha Pratama (1102010289) FAKULTAS KEDOKTERAN Universitas Yarsi

Transcript of Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Page 1: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

BLOK SISTEM RESPIRASI

SKENARIO 1

WRAP UP

KELOMPOK : B –12

Ketua : Muchammad Zulkarnain (1102010172)

Sekretaris : Riezky Trinawati (1102010240)

Anggota : Octiara Gisca Amilia (1102008186)

Maya Yulindhini (1102010159)

Mochammad Adam Eldi (1102010169)

Mutiara Fadhila (1102010192)

Risti Amalia Nastiti (1102010247)

Windy Nugraha Pratama (1102010289)

FAKULTAS KEDOKTERAN

Universitas Yarsi

2010/2011

Page 2: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

PILEK PAGI HARI

Seorang pemuda, 23 tahun sering menderita pilek di pagi hari yang tidak kunjung sembuh

sejak kecil. Ia setiap pagi selalu bersin-bersin dan keluar ingus encer, apalagi bila udara

berdebu. Kejadian itu mirip dengan apa yang dialami oleh ayahnya sewaktu muda. Oleh

kawannya seorang mahasiswa kedokteran disarankan untuk melakukan tes alergi dan

hasilnya memang pemuda tersebut menderita alergi. Tapi pemuda itu masih bertanya-tanya,

apa benar ada hubungan alergi yang dideritanya dengan penyakitnya sekarang, dan mengapa

bisa terjadi demikian? Apakah ada hubungannya dengan seringnya ia memasukkan air wudhu

ke dalam hidungnya saat akan sholat malam?

Page 3: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

SASARAN BELAJAR

LI.1 : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas

Lo 1.1 Anatomi Makroskopis

Lo 1.2 Anatomi Mikroskopis

LI 2 : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan

LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis

Lo 3.1 Menjelaskan definisi rhinitis

Lo 3.2 Menjelaskan klasifikasi rhinitis

LI 4 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

Lo 4.1 Menjelaskan definisi rhinitis alergi

Lo 4.2 Menjelaskan klasifikasi dan etiologi rhinitis alergi

Lo 4.3 Menjelaskan patofisiologi rhinitis alergi

Lo 4.4 Menjelaskan manifestasi

Lo 4.5 Menjelaskan Diagnosis dan diagnosis banding

Lo 4.6 Penatalaksanaan

Lo 4.7 Komplikasi

Lo 4.8 Menjelaskan Prognosis rhinitis alergi

Lo 4.9 Pencegahan

LI 5 : Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernafasan Menurut Pandangan Islam

Page 4: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

LI.1 : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Atas

1.1 Anatomi Makroskopis

Hidung

Merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2

bagian dari hidung, yaitu:

o Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tilang

rawan kartilago

o Internal: permukaan yang bermukosa berupa rongga (vestibulum nasi)

yang disekat antara kanan-kiri oleh septum nasi

Pada vestibulum nasi terdapat cilia yang kasar berfungsi untuk menyaring

udara. Bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan (cavum nasi)

dimulai dari lubang hidung depan (nares anterior) sampai lubang hidung

belakang (nares posterior, dibagian ini ada 3 concha nasalis , yaitu:

o Concha nasalis superior

o Concha nasalis media

o Concha nasalis inferior

Page 5: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Ada 4 buah sinus yang berhubungan dengan cavum nasi, yaitu:

o Sinus sphenoidalis

o Sinus frontalis

o Sinus maxillaris

o Sinus eithmoidalis

Bagian depan dan atas cavum nasi dipersarafi oleh N. Opthalmicus. Mucusa

hidung dan lainnya dipersarafi oleh ganglion sphenopalatinum. Nasofaring

dan concha nasalis dipersarafi oleh cabang dari ganglion pterygopalatinum.

Sedangkan N. Olfaktorius untuk penciuman.

Faring

Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga

mulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

o Nasofaring

o Orofaring

o Laringofaringeal

Page 6: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus

digestivus.

Laring

Daerahnya dimulai dari aditus laringis (pintu laring) sampai batas bawah

cartilago cricoid. Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan. Tulangnya adalah

Os. Hyoid. Tulang rawannya:

o Epiglotis: tulang rawan berbentuk sendok. Pada saat ekspirasi inspirasi

biasa, epiglotis terbuka. Pada waktu menelan, epiglotis menutup aditus

laringis agar makanan tidak masuk ke laring.

o Cartilago tyroid (adam’s apple): jaringan ikatnya adalah membrana

thyrohyoid.

o Cartilago arytenoid: ada 2. Digunakan dalam gerakan pita suara

dengan cartilago thyroid.

o Cartilago cricoid: adalah batas bawah laring

Dalam cavum laringis terdapat pita suara asli (plica vocalis) dan pita suara

palsu (plica vestibularis).

Page 7: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

1.2 Anatomi Mikroskopis

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi O2 dan

mengeluarkan CO2 dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis.

Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga

hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen

dan karbondioksida dengan pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

Bagian konduksi: meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus dan bronkiolus terminalis

Bagian respirasi: meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan

alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat

silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat

dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa,

sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Page 8: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Ket: epitel respirasi

Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di

sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di

dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.

Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis

medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding

lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan

konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi

menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel

sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di

permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan

memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal

(berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar

Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius

sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa,

konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara

yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum

masuk lebih jauh.

Page 9: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Ket: epitel olfaktori

Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus

sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-

sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung

sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit

kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas

silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan

palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada

lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi

sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil

suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring,

meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian

lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan

permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris

bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Page 10: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam

lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika

vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di

lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis

gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka).

Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi

yang berbeda-beda.

Ket: epitel laring

LI 2 : Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan dan Mekanisme Pertahanan Tubuh

Respirasi eksternal adalahpertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan

respirasi internaladalah pertukaran gas antara darah sirkulasi dengan sel jaringan.

Empat proses pertukaran gas :

a. Ventilasi

b. Distribusi

Udara yang telah memasuki saluran pernapasan didistribusikan ke paru-paru.

Kemudian masuk ke dalam alveoli. Udara pertama yang terhirup, masuk ke

puncak paru kemudian disusul oleh udara di belakangnya, masuk ke basis

paru. Nilai ventilasi di puncak paru lebih besar dibandingkan nilai ventilasi di

basis paru.

c. Perfusi

Page 11: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Perfusi paru adalah distribusi darah di dalam pembuluh kapiler paru. Tekanan

aliran darah di dalam paru lebih rendah di bandingkan tekanan darah sistemik.

Sirkulasi darah dalam paru mendapat tahanan, terutama tahanan pada jala-

kapiler paru (capillary bed). Karena rendahnya tekanan aliran darah di kapiler

paru, aliran darah di paru sangat terpengaruh oleh gravitasi bumi sehingga

perfusi di bagian basal paru lebih besar dibandingkan dengan perfusi di bagian

apex.

d. Difusi gas

Perpindahan molekul O2 dari rongga alveoli melewati membrana kapiler

alveolar, melintasi pembuluh darah, menembus dinding eritrosit dan akhirnya

masuk ke dalam sel eritrosit sampai berikatan dengan hemoglobin. Peristiwa

yang lain di dalam paru yaitu perpindahan CO2 dari darah ke alveolar.

Mekanisme pertahanan tubuh

Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun

selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen

atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik

yang disebut reaksi hipersensitivitas.

Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4

tipe, yaitu tipe I hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang

bergantung antibodi, tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe

IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat). Selain itu masih ada satu

tipe lagi yang disebut sentivitas tipe V atau stimulatory hipersensitivity.

Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk

mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan sebenarnya

seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu

mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya

LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis

3.1 Menjelaskan Definisi Rhinitis

Rhinitis adalah inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung

Page 12: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

3.2 Menjelaskan Klasifikasi Rhintis

Klasifikasi Macamnya Gejala/contoh

Tradisional

Vasomotorik Neurogenik, neuropeptidaMedicamentosa Pemakaian obat

vasokonstriktor berulang dan dalam waktu lama

Struktural Hipertrofi chonca

WHO Iniative ARIA (2000)Intermitten < 4 mingguPersisten > 4 mingguRingan Tidak mengganggu tidur dan

aktivitas harianSedang atau Berat Mengganggu tidur dan

aktivitas harian

LI 4 : Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

4.1 Menjelaskan Definisi Rhinitis Alergi

Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang

sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya

suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik

tersebut.

4.2 Menjelaskan Klasifikasi dan Etiologi Rhinitis Alergi

a. Rhinitis Seasonal (hay fever) : alergi yang terjadi karena menghirup alergen

yang terdapat secara musiman, seperti serbuk sari bunga

b. Rhinitis Perrenial : alergi yang terjadi tanpa tergantung musim, hampir

sepanjang hari dalam setahun, misalnya alergi, debu, bulu binatang, jamur,

dan lain-lain. Dan umumnya menyebabkan gejala kronis yang lebih ringan.

Alergennya umumnya diperoleh dari dalam rumah

c. Rhinitis Occupational : alergi sebagai akibat paparan alergen tempat kerja,

misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul tinggi, agen berbobot

molekul rendah atau zat-zat iritan, melalui mekanisme imunologi yang tidak

begitu diketahui

4.3 Menjelaskan Patofisiologi Rhinitis

Diawali dengan fase sensitasi dan diikuti dengan tahap

provokasi/reaksi alergi. 2 fase alergi yaitu, Immediate phase allergic reaction

Page 13: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

(reaksi alergi fase cepat / RAFC) sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam

setelahnya dan Late phase allergic reaction (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam

dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48

jam.

Pada tahap sensitasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai penyaji

(Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen dan menjadikannya

fragmen pendek. Fragmen pendek akan bergabung dengan molekul HLA kelas II

membentuk komplek peptida MHC kelasi II ( Major Histocompatibility Complex)

yang kemudian dipresentasikan pada sel T-helper (Th0). Th0 berproliferasi

menjadi Th 2. IL 4 dan IL 13 mengaktifkan limfosit B yang kemudian

memproduksi IgE. IgE di permukaan sel akan mengaktifkan mastosit dan atau

basofil. Kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadinya

degranulasit mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang

sudah terbentuk terutama histamin. Selain histamin, dilepaskan Newly Formed

Mediators antara lain Prostaglandin D2, Leukotrien D4, Bradikinin, PAF, dll.

Inilaih yang disebut sebagai Fase alergi reaksi cepat (FARC).

Rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin disebabkan oleh rangsangan

histamin terhadap ujung saraf vidianus dan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel

goblet dan permeabilitas kapiler meningkat. Gejala lain adalah hidung tersumbat

akibat vasodilatasi sinusoid.

4.4 Menjelaskan Manifestasi Klinis

a. Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak

dengan sejumlah besar debu.

b. Ingus (rinore) yang encer

c. Hidung tersumbat

d. Hidung dan mata gatal

e. Banyak air mata yang keluar (lakrimasi)

f. Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung

hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat

(allergic salute))

g. Lubang hidung bengkak

h. Edema kelopak mata

i. Kongesti konjungtiva

Page 14: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

j. Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner)

k. Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah

penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.

Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu

makan dan sulit tidur

4.5 Diagnosis dan diagnosis banding

Anamnesis

Rhinitis alergi dapat ditegakan apabila 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin

lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu

jam, hidung tersumbat dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif.

Pemeriksaan Fisik

Pada muka di dapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shiner serta allergic

crease yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah.

Dengan rinoskopi ditemukan permukaan hidung basah, berwarna pucat atau

livid dengan chonca edema dengan sekret yang encer dan banyak. Polip

hidung dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Dapat pula ditemukan

konjungtivitis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti

sinusitis dan otitis media

Diagnosis Banding

Rhinitis Vasomotor : suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya

infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat.

Rhinitis Medikamentosa : suatu kelainan hidung berupa gangguan respon

normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal

dalam waktu lama dan berlebihan sehingga menyebabkan sumbatan hidung

yang menetap.

Page 15: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Rhinitis Simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus. Biasanya adalah

rhinovirus. Sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak

adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh.

Rhinitis Hipertrofi :Hipertrofi chonca karena proses inflamasi kronis yang

disebabkan oleh bakteri primer atau sekunder.

Rhinitis Atrofi : Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya atrofi progresif

pada mukosa dan tulang chonca.

Pemeriksaan Penunjang

- In-vitro:

SDT eosinofil normal atau meningkat. IgE sering kali menunjukan nilai

normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit.

Lebih bermakna dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA

(Enzym Linked Immuno Sorbent Assay Test)

- In-vivo:

Tes cukit kulit atau SET (Skin End-point Titration). SET dilakukan untuk

alergen inhalan dengan menyuntikan alergen dalam berbagai konsentrasi yang

bertingkat kepekatannya. Derajatalergi serta dosis inisial untuk desensitisasi

dapat diketahui. Untuk alergi makanan, diagnosis pastinya ditegakkan dengan

diet eliminasi dan provokasi. Alergen ingestan secara tuntas lenyap dalam

waktu 5 hari.

4.6 Tatalaksana

Medikamentosa

Antihistamin antagonis H-1 sebagai inti pertama pengobatan rhinitis alergi

dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Dibagi

menjadi 2 golongan, generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non-sedatif). Generasi H-

1 bersifat hipofilik sehingga dapat menembus sawar darah otak dan plasenta serta

mempunyai efek kolinergik. Dekongestan dipakai hanya untuk menghindari

terjadinya rhinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid intranasal dipilih

bila gejala trauma sumbatan hidung tidak kunjung membaik setelah diberi

antihistamin. Antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat

Page 16: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi reserptor kolinergik permukaan sel

efektor.

Dekongestan, obat ini golongan simpatomimetik yang beraksi pada reseptor

alfa-adregenik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan

mukosa yang membengkak dan memperbaiki pernafasan, contohnya pseudofedrin,

efedrin sulfat dan fenilpropanolamin. Penggunaan agen topikal yang lama dapat

menyebabkan rhinitis medikamentosa, dimana hidung kembali tersumbat akibat

vasodilatasi perifer. Dekongestan oral secara umum tidak dianjurkan karena efek

klinisnya masih meragukan dan memiliki banyak efek samping. Dari keempat obat

dekongestan yang banyak dipakai, fenilopropanolamin dan efedrin memiliki indeks

terapi yang sempit. Keduanya dapat menyebabkan hipertensi pada dosis mendekati

terapetiknya.

Kortikosteroid Nasal, merupakan obat yang paling efektif untuk mengatasi

rhinitis alergi hingga saat ini. Efek utama steroid topikal pada mukosa hidung antara

lain mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator, menekan kemotaksis

neutrofil, mengurangi edema intrasel, dan menghambat reaksi fase lambat yang

diperantarai sel mast. Sedangkan efek sampingnya meliputi bersin, perih pada mukosa

hidung, sakit kepala dan infeksi Candidia albicans.

Sodium Kromolin, bekerja dengan mencegah degranulasi sel mast dan

pelepasan mediator, termasuk histamin. Efek sampingnya paling sering adalah iritasi

lokal.

Ipratropium Bromida, bermanfaat pada rhintis alergi perennial atau rhinitis

alergi yang persisten, obat ini memiliki sifat antisekretori jika digunakan secara lokal

dan bermanfaat untuk mengurangi hidung berair. Efek sampingnya tingan, meliputi

sakit kepala, epistaksis, dan hidung terasa kering.

Operatif

Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) bila konka hipertrofi berat

dan tidak dapat dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO325% atau

troklor asetat.

Imunoterapi

Page 17: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi

membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya

berat, berlangsung lama dan pengobatan lain belum memuaskan.

4.7 Komplikasi

Polip Hidung : Inspisited mucous gland, akumulasi sel-sel inflamasi yang

banyak, hiperplasia epitel, hiperplasia sel goblet, dan metaplasia skuamosa.

Otitis media : terutama pada anak-anak

Sinusitis paranasal : Inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal akibat

edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan

ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal

tersebut menyuburkan pertumbuhan bakteri aerob yang akan menyebabkan

rusaknya fungsi barier epitel.

4.8 Prognosis

Prognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi

komplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.

4.9 Pencegahan

Cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari

alergen. Ada 3 tipe pencegahan:

1. Mencegah terjadinya tahap sensitasi; menghindari paparan terhadap

alergen inhalan selama hamil, menunda pemberian susu formula dan

makanan padat

2. Mencegah gejala timbul dengan cara terapi medikamentosa

3. Pencegahan melalui edukasi

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Sistem Pernapasan Dalam Islam

Saat berwudhu disunnahkan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) dan

mengeluarkannya (istinsyar) sebanyak tiga kali agar kebersihan dan kesehatan hidung

terjaga. Hidung manusia terbebas dari kotoran selama 4-5 jam, kemudian hidung

Page 18: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

manusia menjadi kotor karena udara yang terhirup. Dengan istinsyaq dan istinsyar

membuat hidung dalam keadaan sehat dan bersih.

Selain itu, penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Muhammad Salim membuktikan

bahwa orang-orang yang tidak berwudhu lebih rentan terkena ISPA daripada orang-

orang yang berwudhu. Dari penelitian didapatkan bahwa dengan menghirup air ke

hidung sebanyak 3 kali dapat membersihkan mikroba yang menempel pada rongga

hidung, sehingga hidung benar-benar bersih dari mikroba penyebab ISPA, radang

paru-paru, demam rematik dan alergi rongga hidung.

Page 19: Wrap Up Blok Sistem Respirasi

Daftar Pustaka

Baratawidjaja, Kamen G, Iris Rengganis (2010). Imunologi Dasar. Edisi 9. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI

El-Bantanie, Muhammad Syafi’ie (2010). Dahsyatnya Terapi Wudhu. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama

Hardjodisastro, Daldiyono (2006). Menuju Seni Ilmu Kedokteran : Bagaimana Dokter

Berpikir, Bekerja, dan Menampilkan Diri. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Herawati, Sri, Rukmini, Sri (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Tenggorok : Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC

Kumala, Poppy [et.al] (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC

Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA (1996). Buku Ajar Histologi. Edisi 5. Jakarta : EGC

Raden, Inmar (2011). Anatomi Kedokteran Sistem Kardiovaskular dan Sistem Respiratorius.

Jakarta : Balai Penerbit FKUY

Sherwood, Lauralee (2001). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC

Seopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI