Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

39
- infertilitas ditambah lg ya ber.. - DD : gea - Embriologi : gea - Komplikasi : gea - volume semen, dll : aji - epidemiologi : rindy *histo sama anatnya kebanyakan ga ya itu?? soalnya sampe ngabisin @ 3 lembaran *yg dapus purnomo 2006 itu gmn ya aku bingung *yg sub bab G. itu perlu digabung sama yg F. ga soalnya yg paragraf terakhir F. lumayan isa njawab yg G.

Transcript of Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Page 1: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

- infertilitas ditambah lg ya ber..

- DD : gea

- Embriologi : gea

- Komplikasi : gea

- volume semen, dll : aji

- epidemiologi : rindy

*histo sama anatnya kebanyakan ga ya itu?? soalnya sampe ngabisin @ 3 lembaran

*yg dapus purnomo 2006 itu gmn ya aku bingung

*yg sub bab G. itu perlu digabung sama yg F. ga soalnya yg paragraf terakhir F. lumayan isa njawab yg G.

Page 2: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK UROGENITAL

SKENARIO 3: “ADUUUH... DOK, BUAH ZAKAR SAYA TIBA-TIBA NYERI SEKALI”

Disusun Oleh:Kelompok A2

Aisah Kusumaning A (G0011009)Alvian Oscar Irawan (G0011015)Berlian Permata S (G0011053)Daniel Satyo Nurcahyo (G0011061)Eva Karina Puspasari (G0011087)Gefaritza Rabbani (G0011099)Novy Wahyunengsi L (G0011155)Priaji Setiadani (G0011159)Rindy Saputri (G0011175)Septian Sugiarto (G0011195)Widya Wira Utami S (G0011209)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET2013

Page 3: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keadaan yang ditandai dengan nyeri hebat di daerah skrotum yang sifatnya

mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis dikenal sebagai akut skrotum. Salah

satu diantaranya yang merupakan akut skrotum ialah torsio testis. Torsio testis adalah

terpeluntirnya funiculus spermaticus yang berakibat terganggunya aliran darah pada

testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 400 pria yang berumur kurang dari 25 tahun,

dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).

Keadaan ini memerlukan penanganan yang segera karena iskemia dan nekrosis

serta kerusakan testis dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Pada skenario kali ini,

akan membahas mengenai torsio testis serta penanganannya.

Berikut skenario 3:

"Bambang, 19 tahun pagi-pagi diantar ke IGD RSDM karena tiba-tiba buah zakar

kirinya terasa nyeri sekali. Setelah bangun pagi, tiba-tiba buah zakar kirinya terasa

nyeri sekali hingga pasien muntah. Nyeri dirasakan terus menerus. Bambang

mengatakan sebelumnya tidak ada demam dan gangguan BAK.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan skrotum kiri lebih besar dan terlihat posisi

testis lebih tinggi dan melintang. Testis terasa nyeri saat disentuh dan nyeri menetap

saat skrotum diangkat atau digerakkan arah kranial.

Dokter menyarankan Bambang untuk segera dilakukan operasi. Bambang merasa

takut bisa berpengaruh terhadap kesuburannya. Setelah dijelaskan tentang diagnosis,

rencana tindakan, serta risiko atau komplikasinya, Bambang menyetujui tindakan

operasi."

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana anatomi, histologi, fisiologi, dan embriologi organa genitalia maskulina?

Page 4: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

2. Bagaimana proses spermatogenesis?

3. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi kesuburan pria dan wanita?

4. Apakah volume dan kandungan semen berpengaruh dengan fertilitas?

5. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria?

6. Bagaimana patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri dan muntah), testis

kiri lebih besar dan tinggi ?

7. Mengapa yang mengalami nyeri, membesar dan lebih tinggi adalah testis kiri?

8. Apa saja DD yang mungkin pada kasus ini?

9. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kasus ini?

10. Bagaimana epidemiologi penyakit pasien?

11. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan?

12. Bagaimana penatalaksanaannya?

13. Apa saja indikasi operasi testis?

14. Apakah operasi yang akan dilakukan pada pasien dan penyakit yang diderita pasien

dapat mempengaruhi kesuburan?

15. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit pasien dan komplikasi dari operasi

pada pasien tersebut?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui anatomi, histologi, fisiologi, dan embriologi organa genitalia maskulina.

2. Mengetahui proses spermatogenesis.

3. Mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi kesuburan pria dan wanita.

4. Mengetahui ada tidaknya pengaruh volume dan kandungan semen dengan fertilitas.

5. Mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria.

6. Mengetahui patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri dan muntah), testis

membesar dan lebih tinggi.

7. Mengetahui DD yang mungkin pada kasus ini.

8. Mengetahui patofisiologi dari diagnosis kasus ini.

9. Mengetahui epidemiologi penyakit pasien.

10. Mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan.

11. Mengetahui tatalaksananya.

12. Mengetahui indikasi operasi testis.

Page 5: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

13. Mengetahui pengaruh operasi yang akan dilakukan pada pasien dan penyakit yang

diderita pasien dengan kesuburan.

14. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit pasien dan komplikasi dari

operasi pada pasien tersebut.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi, histologi, fisiologi, dan embriologi organa

genitalia maskulina.

2. Mahasiswa mampu mengetahui proses spermatogenesis.

3. Mahasiswa mampu mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi kesuburan pria dan

wanita.

4. Mahasiswa mampu mengetahui ada tidaknya pengaruh volume dan kandungan semen

dengan fertilitas.

5. Mahasiswa mampu mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada

pria.

6. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri

dan muntah), testis tampak membesar dan lebih tinggi.

7. Mahasiswa mampu mengetahui DD yang mungkin pada kasus ini.

8. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari diagnosis kasus ini.

9. Mahaiswa mampu mengetahui epidemiologi penyakit pasien.

10. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang yang dibutuhkan.

11. Mahasiswa mampu mengetahui tatalaksananya.

12. Mahasiswa mampu mengetahui indikasi operasi testis.

13. Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh operasi yang akan dilakukan pada pasien

dan penyakit yang diderita pasien dengan kesuburan.

14. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit pasien

dan komplikasi dari operasi pada pasien tersebut.

E. HIPOTESIS

Pasien diindikasikan mengalami torsio testis.

Page 6: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi, Histologi, Fisiologi, dan Embriologi Organa Genitalia Maskulina

Anatomi

1. Testis

Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya ada 2 yang

masing-masing terletak di dalam skrotum kanan dan kiri. Kedua buah testis terbungkus

oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea

terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan visceralis dan parietalis, serta tunika

dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat

digerakkan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar

tetap stabil. Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri

spermatika interna (cabang dari aorta), (2) arteri deferensialis (cabang dari arteri

vesikalis inferior), dan (3) arteri kremasterika (cabang dari arteri epigastrika). Pembuluh

vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus pampiniformis. Pleksus

ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel. (Purnomo,

2012)

Page 7: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

2. Epididimis

Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis, terdiri atas kaput, korpus,

dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui duktuli

eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri deferensialis.

Di sebelah kaudal, epididimis berhubungan dengan vas deferens. (Purnomo, 2012)

3. Vas deferens

Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-35 cm,

bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior.

Duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2) pars

skrotalis, (3) pars inguinalis, (4) pars pelvikum, dan (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini

merupakan bagian yang dipotong dan diligasi saat vasektomi. Duktus ini terdiri atas otot

polos yang mendapatkan persarafan dari sistem simpatetik sehingga dapat berkontraksi

untuk menyalurkan sperma dari epididimis ke uretra posterior. (Purnomo, 2012)

4. Vesikula seminalis

Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari kelenjar

prostat. Vesikula seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.

Cairan ini diantaranya adalah fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma.

Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus

ejakulatorius. (Purnomo, 2012)

5. Kelenjar prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli di

depan rektum dan membungkus uretra posterior. Prostat mendapatkan inervasi otonomik

simpatetik dan parasimpatetik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang

menerima masukan serabut parasimpatetik dari korda spinalis S2-4 dan simpatetik dari

nervus hipogastrikus (T10-L2). Rangsangan parasimpatetik meningkatkan sekresi kelenjar

pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatetik menyebabkan pengeluaran cairan

prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatetik

memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli.

(Purnomo, 2012)

6. Penis

Page 8: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora

kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di

sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh tunika albuginea sehingga

merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah proksimal terpisah menjadi 2 sebagai

krura penis. Setiap krus penis dibungkus oleh otot ischiocavernosus yang kemudian

menempel pada rami ossis ischii. Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari

diafragma urogenitalis hingga muara uretra eksterna. Sebelah proksimal korpus

spongiosum dilapisi oleh otot bulbocavernosus. Korpus spongiosum ini berakhir pada

sebelah distal sebagai glans penis. Ketiga korpora, yakni 2 buah korpora kavernosa dan

sebuah korpus kavernosum dibungkus oleh fascia Buck dan lebih superficial lagi oleh

fascia Colles atau fascia Dartos yang merupakan lanjutan dari fascia Scarpa. (Purnomo,

2012)

7. Scrotum

Lapisan scrotum dari superficial ke profunda antara lain:

a. Kulit

b. Tunika dartos, terdiri atas muskulus dartos yang akan berkontraksi ketika

suhu dingin sehingga akan menyebabkan testis terangkat ke atas,

mendekati temperatur tubuh sehingga suhunya naik. Sedangkan saat panas

akan relaksasi sehingga menjauhkan testis dari tubuh, sehingga suhu testis

turun.

c. Fascia spermatica eksterna

d. Musculus cremasterica

e. Fascia spermatica interna

8. Funikulus spermaticus

Funikulus spermaticus merupakan penggantung dari testis. Funikulus spermaticus

sinister lebih panjang daripada dexter, oleh karenanya testis sinister lebih turun daripada

testis dexter. Struktur yang terdapat pada funikulus spermaticus yaitu A. Testicularis, A.

Deferentialis, A. Spermatica externa, V. Testicularis, plexus spermaticus, R. Genitalis N.

Genitofemoralis, dan duktus deferens.

Page 9: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Histologi

1. Testis

Setiap testis dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu tunica

albuginea. Tunica albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan membentuk

mediastinum testis, tempat septa fibrosa tersebut mempenetrasi organ tersebut dan

membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen pyramid atau lobulus testis. Setiap

lobulus dihuni satu sampai empat tubulus seminiferus yang dikelilingi jaringan ikat

longgar interstisial yang banyak mengandung pembuluh darah dan limfe, saraf, dan sel

interstisial (sel Leydig) endokrin yang menyekresi testosterone. Tubulus seminiferus

menghasilkan sel reproduksi pria, yaitu spermatozoa, sedangkan sel interstisial

menyekresikan androgen testis. Testis berkembang secara retroperitoneal pada dinding

dorsal rongga abdomen embryonal. Testis bergerak selama perkembangan fetus dan

akhirnya tertahan di kedua sisi skrotum pada ujung funiculus spermaticus. Karena

bermigrasi dari rongga abdomen, setiap testis membawa serta suatu kantong serosa,

yakni tunica vaginalis, yang berasal dari peritoneum. Tunika ini terdiri terdiri atas lapisan

parietal di luar dan lapisan visceral di sebelah dalam, yang membungkus tunica

albuginea pada sisi anterior dan lateral testis.

2. Tubulus Seminiferus

Sperma dihasilkan dalm tubulus seminiferus dengan laju sekitar 2 x 108 per hari

pada pria dewasa. Setiap testis memiliki 250-1000 tubulus seminiferus di lobulusnya,

dengan setiap tubulus seminiferus yang berdiameter sekitar 150-250μm dan panjang 30-

70 cm. panjang gabungan seluruh tubulus pada satu testis mencapai sekitar 250 m. Setiap

tubulus ini merupakan suatu gulung berkelok yang dihubungkan oleh suatu segmen

pendek dan sempit, yaitu tubulus rektus, dengan rete testis, yakni suatu labirin aluran

berlapis-epitel yang tertanam di mediastinum testis. Sepuluh hingga dua puluh ductus

efferent menghubungkan rete testis dengan caput epididymis. Setiap tubulus

seminiferus dilapisi suatu epitel berlapis khusus dan kompleks yang disebut epitel

germinal atau epitel seminiferus. Membrane basal epitel ini dilapisi jaringan ikat fibrosa,

dengan suatu lapisan terdalam yang mengandung sel-sel mioid gepeng dan menyerupai

otot polos yang memungkinkan kontraksi lemah tubulus. Sel-sel interstisial pada jaringan

ikat tubuli seminiferus. Epitel tubulus seminiferus terdiri atas dua jenis sel: sel

penyokong atau sustentakuler (sel Sertoli) dan sel-sel proliferatif dan garis keturunan

Page 10: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

spermatogenik. Bagian produksi sperma yang mencakup pembelahan yang mencakup

pembelahan sel melalui mitosis dan meiosis disebut spermatogenesis dan

spermiogenesis.

3. Ductus intratesticularis

Ductus genital intratestis adalah tubulus lurus (tubuli recti), rete testis, dan ductuli

efferentes. Duktus-duktus tersebut membawa spermatozoa dan cairan dari tubulus

seminiferus ke ductus epididymis. Kebanyakan tubulus sminiferus terdapat dalam bentuk

lengkungan, dan kedua ujungnya berhubungan dengan rete testis oleh tubulus rektus

yang pendek. Tubulus ini dikenali oleh hilangnya sel spermatogenik secara berangsur,

dengan bagian awal dengan dinding yang hanya dilapisi oleh sel sertoli, yang diikuti ruas

utama yang terdiri atas epitel kuboid yang ditunjang oleh selubung jaringan ikat padat.

Semua tubulus rektus mencurahkan isinya ke dalam rete testis, suatu jalinan saluran yang

saling terhubung dan dilapisi epitel kuboid. Saluran di rete testis terbenam dalam

jaringan ikat mediastinum. Rete testis bermuara ke dalam sekitar 20 ductuli efferentes.

Ductuli efferentes dilapisi epitel khas dengan kelompok sel kuboid tak bersilia yang

diselingi sel bersilia yang lebih tinggi.

4. Duktus Genital Ekskretorik

Duktus genital ekskretorik mencakup ductus epididymis, ductus deferens (vas

deferens) dan uretra. Saluran-saluran tersebut mengangkut sperma dari epididymis ke

penis selama ejakulasi. Ductus epididymis adalah saluran tunggal yang sangat berkelok

dengan anjang sekitar 4-5m. bersama dengan simpai jaringan ikat dan pembuluh darah di

sekitarnya. Sperma disimpan pada epididymis dan memperoleh karakteristik akhirnya di

tempat tersebut termasuk motilitas, reseptor membrane untuk protein zona pellucida,

pematangan akrosom, dan kemampuan membuahi. Ductuli efferntes bergabung dengan

ductus pada caput epididymis dan bermuara ke dalam ductus (vas) deferens di cauda.

Ductus epididymis dilapisi epitel kolumnar bertingkat yang terdiri atas sel basal bulat

dan sel kolumnar dengan mikrovili panjang irregular bercabang yang disebut stereosilia.

Sel epitel ductus epididymis menyerap air dan berperan pada ambilan dan pencernaan

badan residu yang dihasilkan selama spermiogenesis. Sel-sel ini ditunjang pada lamina

basal yang dikelilingi oleh sel otot polos, dengan kontraksi peristaltisnya menggerakkan

sperma di sepanjang duktus tersbut, dan oleh jaringan ikat longgar yang kaya akan

kapiler. Dari epididymis, ductus (vas) deferens, suatu tubulus lurus panjang berdinding

Page 11: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

otot tebal, berlanjut ke arah urethra pars prostatica dan bermuara ke dalamnya. Ductus

deferens ditandai dengan lumen yang sempit dan lapisan otot polos tebal. Mukosanya

terlipat memanjang dan sebagian besar dilapisi epitel bertingkat kolumnar dengan

sebaran stereosilia. Lamina propia banyak mengandung serat elastin dan lapisan

muskularis yang terdiri atas lapisan longitudinal luar dan dalam dan lapisan sirkular.

Selama ejakulasi otot-otot menghasilkan kontraksi peristaltic kuat yang secara cepat

menggerakkan sperma di sepanjang duktus ini dari epididymis. Setelah melalui kandung

kemih, ductus deferens melebar membentuk ampula, dengan epitel yang lebih tebal dan

berlipat-lipat. Di bagian akhir ampula ini, vesicula seminalis bergabung dengan duktus.

Dari tempat ini, ductus deferens memasuki kelenjar prostate dan bermuara ke dalam

urethra pars prostatica. Segmen yang memasuki prostate disebut ductus ejaculatorius.

Mukosa ductus deferens berlanjut melalui ductus ejaculatorius, tetapi lapisan otot

menghilang di belakang ampula.

5. Kelenjar Tambahan

Kelenjar tambahan saluran reproduksi pria menghasilkan secret yang

ditambahkan ke dalam sperma selama ejakulasi untuk menghasilkan semen dan penting

untuk reproduksi. Kelenjar genital tambahan meliputi vesicula seminalis, kelenjar

prostate, dan kelenjar bulbouretra. Kedua vesicular seminalis terdiri atas saluran

sepanjang 15 cm yang sangat berkelok. Mukosa khas memperlihatkan sejumlah besar

lipatan tipis kompleks yang mengisi sebagian besar lumen. Lipatan ini dilapisi selapis

epitel kolumnar atau epitel kolumnar bertingkat yang banyak memiliki granula

sekretoris. Lamina propia mengandung serat elastin dan dikelilingi otot polos dengan

lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar. Tinggi sel epitel vesicula seminalis dan

derajat aktivitas sekresinya bergantung pada kadar testosterone yang adekuat.

Kelenjar prostate merupakan suatu organ padat yang mengelilingi urethra di

bawah kandung kemih. Kelenjar tersbut tersusun berupa lapisan konsentris di sekitar

urethra: lapisan internal kelenjar mukosa, lapisan intermedia kelenjar submukosa, dan

lapisan perifer dengan kelenjar utama prostate. Prostate mempunyai tiga zona yang

sesuai dengan lapisan kelenjar:

Zona transisi: mengelilingi urethra prostatica dan memiliki kelenjar mukosa yang

bermuara langsung ke dalam urethra.

Zona sentral: memiliki kelenjar submukosa dengan duktus yang lebih panjang.

Page 12: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Zona perifer: memiliki kelanjar utama dan merupakan tempat tersering timbulnya

peradangan dan kanker.

Kelenjar tubuloalveolar prostate dibentuk oleh selapis epitel silindris atau epitel

bertingkat silindris. Pada lumen kelenjar prostate sering dijumpai corpora amylaceum

atau konkramen prostate dan terutama mengandung deposit glikoprotein dan

glikosaminoglikan sulfat (GAG), terutama keratin sulfat.

Pasangan kelenjar bulbourethra (kelenjar Cowper) terletak pada diafragma

urogenital. Setiap kelenjar memiliki sejumlah lobulus dengan unit sekretoris

tubuloalveolar yang dilapisi epitel kolumnar selapis penyekresi-mukus yang bergantung

pada testosterone. Septa di antara tubulus mengandung sel otot polos.

6. Penis

Komponen utama penis adalah tiga massa silindris dari jaringan erektil dan

urethra penis, yang terbungkus kulit. Dua di antara silinder-silinder ini – corpora

cavernosa – terletak di dorsal. Yang lain – corpus spongiosus – terletak di urethra dan

mengelilingi urethra. Corpus spongoisum urethra melebar di bagian ujung, yang

membentuk glans penis. Sebagian besar urethra penis dilapisi oleh epitel bertingkat

silindris. Pada glans, epitel ini menjadi epitel berlapis gepeng dan bersambung dengan

epitel epidermis tipis yang melapisi glans. Kelenjar urethra kecil penyekresi-mukus

(kelenjar Littre) terdapat di sepanjang urethra penis. Pada pria yang tidak disunat,

permukaan glans dilapisi oleh prepusium, suatu lipatan retraktil kulit tipis dengan

kelenjar sebasea pada lipatan internal. Corpora cavernosa dibungkus oleh lapisan

jaringan ikat padat kuat, yaitu tunica albugenia. Corpora cavernosa dan corpus

spongiosum terdiri atas jaringan erektil, yang mengandung sejumlah besar ruang

kavernosa bervena yang dilapisi sel-sel endotel dan dipisahkan oleh trabekula yang

terdiri atas serat jaringan ikat dan sel otot polos (Mescher, 2011).

Fisiologi

Testis taut kedap (tight junction) antara sel sertoli berdekatan lamina basalis

membentuk sawar darah testis yang mencegah protein dan molekul besar lain berjalan

dari jaringan interstisial dan bagian lumen tubulus (ruangan basal) ke daerah dekat lumen

tubulus (ruangan adluminal) dan lumen.

Spermatogenesis (sel benih primitif dekat lamina basalis tubulus seminiferi)

matang ke spermatosit primer. Proses ini dimulai selama adolesen. Spermatosit primer

Page 13: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

mengalami pembelahan miosis yang mengurangi spermatosit sekunder dan kemudian ke

spermatoid yang mengandung jumlah haploid 73 kromosom. Spermatogenesis

memerlukan suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan interior badan. Testis normalnya

dipertahankan pada suhu sekitar 32 °C.

Cairan yang diejakulasikan pada waktu orgasme (semen) mengandung sperma

serta sekresi vesikulo seminalis, prostat, glandula cowper dan mungkin glandula urethra.

Volume rata-rata per ejakulasi 2,5 – 3,5 ml setelah beberapa hari pantang. Walau ia

hanya mengambil 1 sperma untuk memfertilisasi ovum, namun normalnya sekitar 100

juta sperma per mililiter semen.

Ejakulasi merupakan refleks spinalis 2 bagian yang melibatkan emisi (gerakan

semen ke dalam urethra) dan ejakulasi yang sebenarnya dorongan semen keluar urethra

pada waktu orgasme.

Ereksi dimulai dari penglihatan atau dari bau yang dapat menyebabkan dilatasi

arteriola penis akibat rangsangan dari hipotalamus yang menyebabkan jaringan eriktil

penis terisi dengan darah, maka vena tertekan, yang menyumbat aliran keluar dan

menambah turgor organ ini. Pusat terpadu di dalam pars lumbalis medula spinalis

diaktivasi oleh impuls dalam aferen dari genetalia dan traktus desendens yang

memperantarai ereksi dalam respon terhadap rangsangan psikis erotik.  Serabut

parasimpatis eferen terletak dalam nervus splanchnicus pelvis (nervi erigentes). Serabut

yang mungkin mengandung asetikolin dan VIP sebagai konstransmiter, serta pelepasan

keduanya menimbulkan vasodilatasi dalam kasus apapun, suntikan VIP lokal

menimbulkan ereksi. Impuls vasokontriktor ke arteriola mengakhiri ereksi.

FUNGSI ENDOKRIN TESTIS

Kimiawi dan biosintesis testosteron (hormon utama testis) merupakan steorid

C19 dengan suatu gugusan –OH pada posisi 17, ia disintesis dari kolesterol dalam sel

leydig. Kecepatan sekresi testosteron 4 – 9 mg/hari (13,9 – 31,2 n mol/hari) dalam pria

dewasa normal.

Transpor dan metabolisme, sembilan puluh persen testosteron dalam plasma terikat

ke protein, 40% diikat ke b-globulin yang dinamakan globulin pengikat steroid gonad

(GBG : Gonad Steroid – dinding globulin) atau globulin pengikat steroid seks, 40 % ke

albumin dan 17% ke protein lain (Purnomo,2006).

Page 14: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Embriologi

B. Proses spermatogenesis

Hipotalamus mangeluarkan FSH/LH

releasing hormon dan akan merangsang

hipofisis anterior untuk melapaskan FSH,

LH, dan inhibin.

LH akan merangsang sel leydig untuk

menghasilkan testosterone sedangkan

FSH dibantu testosterone akan

merangsang sel sertoli untuk

menstimulasi androgen binding

protein (ABP), membantu

spermatogenesis, dan menghasilkan

inhibin untuk umpan balik negatif ke

hipotalamus. ABP akan mengikat

androgen dalam lumen tubulus kontortus seminiferus sehingga konsentrasi testosterone

tetap tinggi guna memproduksi sperma (Sherwood, 2011).

Page 15: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Spermatogenesis

Spermiogenesis

Fase golgi Fase topi Fase akrosom Fase maturasi

C. Faktor yang mempengaruhi kesuburan pria dan wanita

a. Alkohol : dapat menurunkan jumlah sperma

b. Suhu : mempengaruhi keadaan sperma, dingin-meningkat, panas-tidak tepat untuk

spermatogenesis.

c. Kecakupan Gizi : yang baik untuk sperma (ZINC, selenium dan asam folat)

d. Faktor fisik : kelelahan fisik berpengaruh pada kualitas sperma.

e. Faktor lingkungan

SPERMATOGONIA

SPERMATOSITOGENESIS

SPERMATOSIT I

MEIOSIS I

SPERMATOSIT II

MEIOSIS II

SPERMATID

SPERMIOGENESIS

SPERMATOZOA

Page 16: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

f. Olahraga, menurut penelitian America Society of Reproductive Medicine, olahraga 5

kali seminggu paling sedikit 45 menit ditambah dengan pola makan yang sehat, dapat

meningkatkan kesehatan serta menghilangkan stress dan kecemasan.

g. Riwayat penyakit iskemik.

D. Pengaruh volume dan kandungan semen dengan fertilitas

Pemeriksaan mikroskopis meliputi pada semen meliputi :

1.      Jumlah spermatozoa per ml.

Perlu diketahui yang dimaksud dengan konsentrasi sperma ialah jumlah

spermatozoa per ml sperma. Jumlah spermatozoa total ialah jumlah seluruh

spermatozoa dalam ejakulat.

Jumlah sperma dikatakan

Normal              : Jumlah spermatozoa diatas 60 juta/ml.

Subfertil            : 20 - 60 juta/ml.

Steril                 : 20 juta atau kurang/ml.

Namun WHO menganggap bila jumlah sperma 20 juta/ml atau lebih

dianggap masih normal.

2.      Jumlah sperma motil per ml/persentase spermatozoa motil.

Persentase spermatozoa motil yang sekaligus juga menunjukkan jumlah

spermatozoa motil dalam suatu ejakulat, merupakan parameter terpenting dari

suatu hasil analisis semen seseorang, kadang dihubungkan dengan kemungkinan

terjadinya kehamilan oleh sperma tersebut.

Nilai normal dari persentase spermatozoa motil berbeda-beda antara tiap-tiap

laboratorium. Tetapi pada umumnya dianggap normal kalau nilai tersebut diatas

50 - 70%, kalau mendapatkan motilitas sperma dari seorang pria yang jelek,

hendaknya pemeriksaan diulang, dengan memperpendek jarak waktu antara

ejakulasi dan pemeriksaan.

Sedangkan Amelar dan Dubin 1977 menganjurkan waktu abstinensinya

diperpendek kalau menjumpai hal-hal semacam itu, karena dengan lamanya

abstinensi, menyebabkan tersimpannya spermatozoa terlalu lama dalam saluran

spermatozoa yang mungkin dapat menimbulkan kerusakan. Motilitas sperma

jelek bila abstinensinya lebih dari 5 hari dan motilitas terbaik didapatkan pada 2/3

bagian ejakulat pertama. Motilitas sperma akau sangat dipengaruhi atau

Page 17: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

berhubungan dengan adanya perubahan pH, infeksi, morfologi, pematangan, dan

juga gangguan hormonal.

Namun secara garis besar WHO dan beberapa ahli berpendapat motilitas

dianggap normal bila 50% atau lebih bergerak maju atau 25% atau lebih bergerak

maju dengan cepat dalam waktu 60 menit setelah ditampung.

Sebagai patokan nilai normal hasil pengamatan sperma diatas WHO telah

mendapatkan nilai normal hasil pemeriksaan.

Di bawah ini terdaftar kriteria semen normal yang umum dipakai menurut WHO:

Volume 2.0 ml atau lebih

PH 7.2 - 7.8

Jumlah

sperma/ml

20 juta sperma/ml atau lebih

Jumlah    

sperma

total/ejakulat

40 juta sperma/ejakulat atau lebih

Motilitas 50% atau lebih bergerak maju atau 25%   lebih 

bergerak  maju  dengan cepat dalam waktu 60

menit setelah ditampung

Morfologi 50% atau lebih bermorfologi normal

Viabilitas 50% atau lebih hidup, yaitu tidak terwama

dengan  pewarnaan supravital.

Sel lekosit Kurang daripada 1 juta/ml

Seng (total) 2.4    mflcromol   atau   lebih   setiap ejakulat

Asam sitrat

(total)

52  mikromol  (10. mg)  atau  lebih setiap

ejakulat

Fruktosa (total) 13    mikromol   atau    lebih   setiap ejakulat

Uji MAR Perlekatan pada kurang daripada 10% sperma

Uji butir imun Perlekatan butir imun pada kurang dari pada

10% sperma

3.       Kecepatan

Page 18: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Semen yang tidak diencerkan diteteskan ke dalam titik hitung, tentukan waktu

yang dibutuhkan satu spermatozoa untuk menempuh jarak 1/20 mm, pada

keadaan normal dibutuhkan 1 - 1,4 detik ini disebut normakinetik.

4.      Morfologi

Morfologi spermatozoa yang normal ditentukan oleh bentuk kepala, leher, tanpa

adanya sitoplasmik "droplets" dan bentuk ekor. Semen yang normal mengandung

setidaknya 48 % - 50 % spermatozoa normal.

5.      Komponen seluler lain dari semen (lekosit & eritrosit)

     Lekosit (SDP) sangat sering dijumpai dalam spesimen semen, sebagian

besar netrofil. Jumlah lekosit yang tinggi (lebih dari 1 x 106/ml) menandakan

lekospermi. Lekospermi bisa disebabkan oleh infeksi pada sistem duktus

ekskretorius pria, terutama di kelenjar asesorius, yang harus diselidiki dengan

anamnesis, pemeriksaan klinis dan analisis bakteriologis semen dan cairan

prostat setelah tindakan masase prostat dan USG. Sebaiknya juga dilakukan

pemeriksaan bakteriologis urine secara simultan untuk mendeteksi infeksi

saluran kemih, baik yang berdiri sendiri atau secara bersamaan. Beberapa

infeksi traktus genital pria ada yang sifatnya subklinis dan asimtomatik. Pada

cairan prostat yang didapat dengan masase prostat, jumlah SDP tak sampai

melebihi 15 per lapangan pandang dengan pembesaran tinggi (LBP). Jumlah

sel 15 sampai 40 / LBP disebut zone perbatasan, dan bila jumlahnya lebih dari

40 maka kemungkinan besar terdapat mflamasi prostat. Jika cairan prostat tak

bisa didapat, maka perlu dilakukan pemeriksaan urine setelah masase prostat.

SDP dapat ditemukan dengan pengecatan peroksidase, yang merupakan prosedur

laboratorium yang sangat simpel. Diagnosis infeksi pada traktus genital pria perlu

diikuti dengan pemberian terapi antibiotik yang adekuat (doksisiklin, kotrimazol,

ofloxacin, norfloxacin)  Terapi ini tak efektif dalam  memulihkan    fertilitas.   

Adanya    lekosit    dapat    menyebabkan memburuknya kondisi sperma karena

dihasilkannya spesies oksigen reaktif yang diikuti dengan kerusakan mernbran

sperma, atau karena produksi sitokin sitotoksik

Apabila semua pemeriksaan ini hasilnya negatif, maka diagnosisnya adalah

lekospermi non infeksi, yang mengindikasikan adanya permeabilitas abnormal

traktus genital pria sebingga mudah dilalui oleh SDP. Jenis sel bulat lain yang

kadang ditemukan adalah sel-sel imatur dari segi spermatogenik dan sel epitel

Page 19: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

dari uretra dan vesika urinaria. Sedangkan untuk sel darah merah (eritrosit) dalam

keadaan normal tidak ditemukan pada pemeriksaan semen.

E. Faktor yang menyebabkan terjadinya infertilitas pada pria

Infertilitas Dengan Rendahnya Androgenisasi

Infertilitas Dengan Virilisasi Normal

   Hipotalamus-Hipofisis:  panhipohipofissisme defisiensi FSHdefisiensi gonadotropin hiperplasia adrenal kongenitalsindroma cushing penggunaan androgenhiperprolaktinemia hiperprolaktinemiahemokromatosis     Testis:  defek perkembangan dan struktural aplasia sel benih sindroma klinefelter* kriptorkidisme laki-laki XX varikokel  sindroma silia imotildefek didapat   Orkitis virus* infeksi mycoplasma trauma   radiasi radiasi obat (spinorolakton, alkohol, obat (siklofosfamid) ketokonasol, siklofosfamid)  toksin lingkungan toksin lingkunganautoimunitas autoimunitaspenyakit granulomatosa  disertai penyakit sistemik   penyakit hati penyakit demam gagal ginjal penyakit seliaka penyakit sel sabit   penyakit neurologis (distrofi, paraplegia) penyakit neurologis (paraplegia)resistensi androgen resistensi androgen   Transpor sperma:  

 sumbatan epididimis/vas deferens

* penyebab testikuler yang lazim pada rendahnya androgenisasi dan infertilitas dewasa, testis kecil

(Isselbacher, 2000)

Page 20: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

F. Patofisiologi dari keluhan pasien (buah zakar nyeri dan muntah)

Respon nyeri dihantarkan oleh nervus yang menginervasi testis, epididimis dan

feniculus spermaticus. Salah satunya Rami genitos femoralis yang rangsang nyerinya

dialirkan oleh asetil colin. Sedangkan asetil colin juga merangsang ChemotrigerZone

(CTZ) yang merupakan reseptor untuk mual-muntah. Selain itu, nervus vagus, saraf

parasimpatis yang menginervasi testis juga mempersyarafi organ gastrointestinal bagian

atas sehingga apabila terjadi defek pada organ yang diinervasi (testis terpelintir) dapat

mengakibatkan reflek pada gastrointestinal, muntah

Nyeri yang dirasakan pada testis-scrotum dapat meluas sampai ke abdomen karena

nervus yang menginervasi testis adalah serabut otonom dari plexus testicularis yang

merupakan cabang dari segman thoraxica X dan XII dan saraf serebrospinal yaitu nervus

genitofemoralis cabang dari segmen lumbal I dan II, serta nervus vagus. Plexus testicularis

yang merupakan cabang dari segmen thoraxica X dan XII juga mempersyarafi bagian

abdomen, begitu pula nervus vagus yang apabila terjadi defek pada testis yang

mengakibatkan nyeri, nyeri dapat menjalar ke daerah abdomen posterior.

Selain mengakibatkan manifestasi klinis berupa nyeri, pembengkakan, dan perubahan

warna pada scrotum, kemungkinan adanya perubahan posisi testis perlu dipastikan.

Perubahan posisi testis ini merupakan patologi khas yang ada pada torsio testis. Hal ini

terjadi karena terpelintirnya funiculus spermatikus, sehingga panjangnya akan berkurang

dan perlahan mengangkat posisi testis dari ventra vertical menjadi horizontal. Sehingga

pada pemeriksaan akan didapatkan posisi testis yang terpelintir menjadi lebih tinggi.

H. Differensial Diagnosis

TORSIO TESTIS

terpelintirnya funiculus spermaticus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah

pada testis.

Gambaran klinis : nyeri hebat didaerah scrotum, sifatnya mendadak disertai

pembengkakan testis, serta testis yang satunya lebih tinggi dan lebih horizontal dari

pada testis sisi kontralateral, dan tidak disertai demam. (Purnomo, 2011)

Page 21: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

TUMOR TESTIS

Memberikan gambaran berupa benjolan pada testis yang tidak nyeri kecuali bila

terjadi perdarahan dalam testis. (Purnomo, 2011)

HERNIA SCROTALIS INKARSERATA

Didahului dengan anamnesis, biasanya didapatkan benjolan yang dapat keluar masuk

kedalam skrotum (Purnomo, 2000).

EPIDIDIMITIS

Secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut, biasanya

disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus

suspectus (dugaan melakukan coitus dengan bukan istrinya), atau pernah menjalani

kateterisasi uretra sebelumnya (Purnomo, 2000).

Jika dilakukan elevasi testis, pada epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang

tetapi pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut

biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan

adanya lekosituria atau bakteriuria (Purnomo, 2000).

Torsio testis Epididimitis

Umur <30> Semua umur

Onset Mendadak Pelan-pelan

Nyeri + +

Bengkak + +

Letak Lebih tinggi Normal

Posisi testis Horizontal Vertical

Letak epididimis Tak tentu Posterolateral

Febris +/- +/-

Lekositosis +/- +/-

Lekosituria (-) (+)

(Alif, 1994).

EDEMA SKROTUM

Page 22: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe

inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya

(idiopatik) (Purnomo, 2000).

I. Patofisiologi diagnosis pasti

Secara fisiologis, otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan

menjauhi rongga abdomen guna mempertahanka suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan

system penyanggah testis menyevbabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak

secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan

antara lain perubahan suhu yang mendadak seperti saat berenang, ketakutan, latihan yang

berlebihan, batuk, celana yang ketat, defekasi atau trauma yang mengenai skrotum

(Purnomo, 2011).

Terpeluntirnya funikulus spermaticus menyebabkan obstruksi aliran darah testis

sehingga testis mengalam I hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan

mengalami nekrosis (Purnomo, 2011).

J. Epidemiologi

Torsio testis juga kadang-kadang disebut sebagai ‘sindrom musim dingin’. Hal ini

disebabkan karena torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga

merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa

muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4 Torsio testis

harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti

tidak, namun kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis lainnya.

K. Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan tanda leukosit dalam urine dan

pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang

sudah lama dan meradang. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan

torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai stetoskop

Doppler, USG Doppler, dan sintigrafi yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran

darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan

pada peradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis (Purnomo, 2011).

Page 23: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

L. Penatalaksanaan

1. Detorsi manual

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan

jalur memutar testis kea rah yangn berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio

biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis kea rah lateral dahulu,

kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya rasa

nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil,

operasi tetap harus dilakukan (Purnomo, 2011). Cara detorsi ini mulai ditinggalkan

karena dapat memperparah kondisi testis jika salah mendetorsi testis.

2. Operasi

Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan mengembalikan

posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian

viabilitas testis yang mengalami torsio, mungkin masih viable (hidup) atau sudah

nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika

dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral (Purnomo, 2011).

Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan benang yang tidak diserap pada

3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpeluntir kembali, sedangkan pada testis

yang sudah nekrosis dilakuan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian

disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis

jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi

antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari (Purnomo,

2011).

M. Indikasi operasi testis

Pada kasus torsio testis, operasi testis merupakan penatalaksanaan yang harus

dilakukan walaupun sudah dilakukan detorsi manual (Purnomo, 2011). Oleh karena itu,

tidak ada indikasi khusus untuk dilakukan operasi karena setiap kasus torsio testis, pasti

dilakukan operasi seperti pembukaan skrotum dan orkidopeksi. Sedangkan operasi

orkidektomi dilakukan jika testis sudah mengalami nekrosis (Purnomo, 2011).

N. Pengaruh operasi yang akan dilakukan pada pasien dan penyakit yang diderita

pasien dengan kesuburan

Page 24: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

Testis yang mengalami torsio mengakibatkan berbagai sel yang berada didalamnya

seperti sel sertoli, sal leydig dan sel epitel germinativum mengalami hipoksia dan anoksia

sehingga terjadi gangguan fungsi dan kematian sel tersebut. Kerusakan sel sartoli tersebut,

dapat mengakibatkan kerusakan sistem pemisah (barrier) testis dan darah, yaitu yang

memisahkan epitel germinal dan spermatozoa dengan sel imunokompoteb tubuh.

Kerusakan tersebut menyebabkan protein yang berasal dari epitel germinal dan

spermatozoa masuk sirkulasi darah dan dikenali oleh sel imunokompoten pasien sebagai

imunogen, yang akan memacu respon imun menghasilkan antibody terhadap protein epitel

germinal dan spermatozoa, disebut sebagai antibody terhadap sperma (ASA). Karena

antibody tersebut masuk ke sirkulasi darah, maka sel epitel germinal dan spermatozoa dari

testis kontralateral juga mengalami kerusakan. Keadaan ini yang menyebabkan gangguan

fungsi spermatogenesis yang mendasari infertilitas pada pasien torsio testis.

O. Komplikasi penyakit pasien dan komplikasi operasi testis

Komplikasi penyakit

1. Atropi testis

2. Torsio rekuren

3. Wound infection

4. Subfertility

Torsio testis seringkali mengalami reposisi spontan, hal ini dibuktikan dengan

banyaknya penderita yang mempunyai riwayat serangan yang sama pada masa

sebelumnya dan sembuh dengan sendirinya (Alif, 1994). Terdapat waktu 4 hingga 8 jam

periode jendela dari onset gejela klinis torsio hingga intervensi bedah diperlukan untuk

menyelamatkan testis yang mengalami torsio (Mansbach et.al, 2005).

Testis yang pernah mengalami torsio, trauma, serta didapatkannya varikokel atau

kriptorkismus dapat mempengaruhi spermatogenesis. Disamping itu torsio atau trauma

pada testis dapat menyebabkan reaksi imunitas testis akibat rusaknya blood testis barrier

(Purnomo, 2000).

Komplikasi Operasi sering didapatkan adanya infertilitas pada pasien.

Page 25: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro
Page 26: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1.      Pasien mengalami torsio testis intravaginal yang prognosisnya masih cukup baik apabila

dilakukan operasi secepatnya.

2.      Torsio testis banyak terjadi pada anak remaja.

3.      Torsio testis yang tidak ditangani dengan cepat dapat meyebabkan kemandulan.

B. Saran

1. Secara keseluruhan kegiatan tutorial dapat berjalan dengan baik dan setiap mahasiswa

mampu mengutarakan pendapatnya. Selain itu permasalahan yang telah didapatkan pada

tutorial ini dapat dijawab dan diselesaikan dengan baik. Tutor juga mampu membimbing

totorial ini sehingga dapat berjalan dengan baik dan kondusif.

Page 27: Laporan Tutorial Sken 3 Blok Uro

DAFTAR PUSTAKA

Isselbacher KJ et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5 Edisi 13.

Jakarta: EGC

Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas. Jakarta: EGC.

Purnomo, B. Basuki. 2006. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV. Infomedika

Purnomo, B. Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Jakarta: CV Sagung Seto

Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC