Laporan Tutorial

51
LAPORAN TUTORIAL BLOK 2.6 (GANGGUAN SALURAN CERNA) MODUL 3 OLEH : KELOMPOK 10B

description

gaeg

Transcript of Laporan Tutorial

LAPORAN TUTORIAL BLOK 2.6 (GANGGUAN SALURAN CERNA)MODUL 3

OLEH :KELOMPOK 10B

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS2015MODUL 1SKENARIO 1 : NYERI ULU HATI

Ana dan teman-temannya, mahasiswa FK tahun kedua, sedang diskusi di kantin saat makan siang. Tiba-tiba Ana merasa mual setelah makan beberapa suap nasi, kepala terasa pusing. Sejak pagi tadi Ana suadah merasakan perut kembung. Sarapan pagi Ana hanya makan mie instan, kebiasaan yang di lakukannya sejak tingal di rumah kos. Ana berkata Aduh, sakit maag ku kambuh. Lalu Ana minum obat sakit maag yang selalu tersedia ditasnya.Teman Ana bercerita bahwa neneknya mengalami nyeri ulu hati setelah minum obat analgetika karena menderita sakt sendi sejak lama. Dokter menganjurkan nenek untuk menjalani pemeriksaan endoskopi. Teman Ana uang lain menimpali bahwa pemakaian obat antiinflamasi tertentu dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan tukak lambung, yang menyebabkan Hematemesis dan Melena. Ana teringat ketika pamannya di rawat di Bagian Penyakit Dalam, dengan diagnosis setelah dilakukan endoskopi adalah ulkus peptikum. Dokter menyarankan dlakukan pemeriksaan kemungkinan adanya infeksi Helicobacter Pilory.Temannya yang lain mengatakan bahwa pada penyakit lambung bisa saja hasil endoskopinya normal. Hal tersebut sering terjadi pada orang yang mudah cemas dan stres. Ia juga bercerita bahwa tantenya sering mengalami rasa terbakar di dada, sendawa dan nyeri ulu hati. Tantenya mengira ia sakit jantung, namun setelah dilakukan pemeriksaan EKG hasilnya normal. Setelah dilakukan endoskopi, diketahui bahwa penyakitnya adalah GERD. Ternyata ada berbagai macam penyakit pada saluran pencernaan dengan gejala yang mirip.Bagaimana anda dapat menjelaskan berbagai kasus dalam skenario di atas ?

STEP 1 : IDENTIFIKASI TERMINOLOGI

1. Maag : Kumpulan dari gejala-gejala yang diakibatkan oleh suatu penyakit saluran cerna bagian atas.2. Hematemesis : Muntah darah yang berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas.3. Melena : BAB yang berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas.4. Ulkus Peptikum: Kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa-lapisan otot saluran cerna yang di sebabkan oleh aktivitas pepsin dan asam lambung yang berlebihan.5. Helicobakter pilory : Bakteri gram negatif yang berbentuk batang, spiral yang hidup di permukaan epitel antrum esofagus.6. Obat Analgetik : Obat penghilang rasa nyeri.7. GERD(Gastroesophageal reflux disease) : penyakit pencernaan kronis yang terjadi ketika asam lambung atau, kadang-kadang, isi perut, mengalir kembali ke dalam pipa makanan (esofagus).

STEP 2 : IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa Ana merasa mual dan pusing setelah makan beberapa suap nasi ?2. Mengapa Ana kembung dan hubungannya dengan kebiasaannya makan mie-nstan?3. Apakah obat yang di minum Ana ? dan apakah maag Ana bisa kambuh kembali?4. Mengapa Ana mengira kalau dia sakit Maag?5. Mengapa nenek temannya mengeluh nyeri ulu hati setelah minum obat analgetik untuk mengobati sakit sendi sejak lama ?6. Mengapa dokter menganjurkan pemeriksaan endoskopi untuk nenek? 7. Mengapa pemakaian obat antiinflamasi jangka panjang menyebabkan tukak lambung dan mengapa bisa terjadi hematemesis melena?8. Mengapa paman Ana menderita ulkus peptikum dan bagaimana Helicobacter pilory menginfeksi saluran pencernaan?9. Mengapa dilakukan pemeriksaan adanya kemungkinan infeksi Helicobacter pilory?10. Bagaiman hasil endoskopi yang menunjukkan ulkus peptikum?11. Mengapa pada penyakit lambung bisa saja hasil endoskopinya normal?12. Bagaimana cemas dan stres dapat menyebabkan penyakit lambung?13. Mengapa tante merasakan rasa terbakar di dada?14. Mengapa tantenya mengira ia sakit jantung sedangkan EKG nya normal?15. Mengapa setelah endoskopi dinyatakan penyakitnya adalah GERD?

STEP 3 : ANALISIS MASALAH

1. Mengapa Ana mual dan pusing setelah makan beberapa suap nasi ?Secara : intraperitoneal : perasaan muntah karna adanya reflux makanan ekstraperitoneal : bisa karna adanya stres dan depresiKepala pusing yang di rasakan Ana kemungkinan di sebabkan karna ia mengalami hipoglikemi karna lambatnya penyerapan yang terjadi jika mengkonsumsi mie instan.2. Mengapa Ana kembung dan hubungannya dengan kebiasaannya makan mie-nstan?Kemungkinan pada Ana terjadi dispepsia fungsional dimana terjadi perlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum dan gangguan akomodasi lambung waktu makan , dll. Dan kebiasaan Ana makan mie ini mengakibatkan pengosongan lambung yang lama yang mengakibatkan kembung dan faktor dari zat yang di kandung oleh mie seperti Na yang sifatnya menetralkan asam lambung yang membuat kompensasi HCL (faktor agresif) menjadi lebih meningkat.3. Apakah obat yang di minum Ana ? dan apakah maag Ana bisa kambuh kembali? Yang dapat menurunkan ph lambung seperti antasida, kalsium karbonat Yang mengatur sekresi asam lambung seperti Antagonis reseptor H2 Antikolinergik Bisa kambuh kembali contohnya pada pemakaian antasid yang sangat mudah di dapat di warung atau puskesmas efeknya hanya sebagai pereda , kalau ph nya sudah asam kembali maka akan kambuh lagi.4. Mengapa Ana mengira kalau dia sakit Maag?Karna maag ini bukanlah suatu penyakit tapi kumpulan dari beberapa gejala yang di rasakan pada saluran cerna seperti : Nyeri perut Rasa perih di ulu hati Perut kembung Nafsu makan berkurang Mual, kadang diikutu muntah Rasa panas di dada dan oerut Banyak mengeluarkan gas asem di mulut Rasa cepat kenyang5. Mengapa nenek temannya mengeluh nyeri ulu hati setelah minum obat analgetik untuk mengobati sakit sendi sejak lama ?Obat analgetik biasanya di gunakan untuk sakit sendi yang tidak tertahankan dan berlangsung lama , salah satu yang di gunakan adalan obat NSAID. Obat ini nantinya akan menghambat produksi prostaglandin oleh enzim siklooksigenase dari asam arakhidonat, dimana pg ini adalah faktor defensif pada lambung. Jika faktor defensif itu berkurang akan menyebabkan mudahnya mukosa lambung teriritasi oleh faktor agresif yang bermanifestasi adanya nyeri pada ulu hati.6. Mengapa dokter menganjurkan pemeriksaan endoskopi untuk nenek? Karna pada pemeriksaan endoskopi ini akan teridentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural/ organik intralumen saluran cerna atas seperti , tukak/ulkus, tumor, dll dan dapat di sertai pengambilan sampel jaringan (biopsi) dari jaringan yang di curigai untuk memperoleh gambaran histopatologik / untuk keperluan lain seperti identifikasi adanyan kuman HP.7. Mengapa pemakaian obat antiinflamasi jangka panjang menyebabkan tukak lambung dan mengapa bisa terjadi hematemesis melena?Ex : NSAID menyebabkan pg (faktor defensif) berkurang, akibatnny mukosa lambung mudah teriritasi , lama-lama akan menyebakan tukak lambung.Tukak lambung nantinya bisa menyebakan perdarahan yang bisa bercampur dengan muntah (hematemesis) dan ketika melewati saluran cerna bagian bawah nantinya akan menghasilkan BAB yang berdarah dan hitam (melena).8. Mengapa paman Ana menderita ulkus peptikum dan bagaimana Helicobacter pilory menginfeksi saluran pencernaan?Helicobacter pylori tinggal menempel pada permukaan dalam lambung melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida yang spesifik dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung. Mekanisme utama dari bakteri ini dalam menginisiasi pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA.Racun VacA akan menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara, diantaranya adalah melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan permeabilitas parasel, pembentukan pori dalam membran plasma, atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel).Lokasi infeksiHelicobacter pylori di bagian bawah lambung dan mengakibatkan peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan komplikasi pendarahan dan pembentukan lubang-lubang. Peradangan kronis pada bagian distal lambung meningkatkan produksi asam lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak terinfeksi. Ini menambah perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari.Pada beberapa individu,Helicobacter pylori juga menginfeksi bagian badan lambung. Bila kondisi ini sering terjadi, menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya mempengaruhi borok di daerah badan lambung tetapi juga kanker lambung. 9. Mengapa dilakukan pemeriksaan adanya kemungkinan infeksi Helicobacter pilory?Karna dari segi etilogi yang terbanyak penyebab ulkus peptikum ini 90-95 % adalah kuman Helicobacter Pilory yang merupakan kuman komensal yang ada di lambung yang bisa membuat suasana basa pada lambung , ia bisa bertahan di lambung seumur hidup penderita dan dapat menyebabkan kanker lambung pada penderita nantinya.10. Bagaiman hasil endoskopi yang menunjukkan ulkus peptikum? Berdasarkan gradenya :Grade A :Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mmGrade B :Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat lain tidak berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.Grade C :Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa yang lain tetapi tidak difus.Grade D : Robekan mukosa difus.11. Mengapa pada penyakit lambung bisa saja hasil endoskopinya normal? Jika endoskopinya normal itu lebih ke dispepsianya fungsional (non ulkus) yang tidak jelas penyebabnya.12. Bagaimana cemas dan stres dapat menyebabkan penyakit lambung?Faktor psikis bisa berpengaruh terhadap lambung dengan 2 cara : Neurogen : rangsangan konflik emosi pada korteks serebri yang akan memengaruhi kerja hipotalalmus anterior nukleus vagus - n.vagus lambung Neurohumoral: kortikotropin merangsang produksi hormon adrenal sehingga merangsang produksi HCL.13. Mengapa tante merasakan rasa terbakar di dada?Heart burn biasanya di jumpai pada keadaan kelainan di esofagus dimana heart burn ini disebabkan oleh refluks esofagus, perasaan yang timbul setelah banyak makan atau akibat perubahan posisi waktu tidur terlentang kemudian miring ke kakanan. 14. Mengapa tantenya mengira ia sakit jantung sedangkan EKG nya normal?Karena untuk nyeri di ulu hati atau nyeri di sekitar epigastrium ini mempunyai banyak kemungkinan seperti pada penyakit jantung dimana nyerinya akan menjalar ke dada yang disusul nyeri dada yang hebat seperti menekan sehingga susah bernafas, namun banyak lagi kemungkinan yang terjadi , seperti GERD, akalasia , dll.15. Mengapa setelah endoskopi dinyatakan penyakitnya adalah GERD? Gambaran erosi : akibat produksi hcl (faktor agresif) berlebihan Sfincter : adanya kelemahan sfincter Adanya gambaran tukak.

Gangguan psikosomatisStress dan cemasSTEP 4 : SISTEMATIKA

NormalSindrom DispepsiaSakit maagKembung, mual, pusingKebiasaan makan mie instan

GERD

Pemeriksaan EndoskopiTidak normalNyeri ulu hatiPemakaian obat NSAID

Normal

PerdarahanTukak Lambung

Rasa terbakar di dada, sendawa, nyeri ulu hatiEKGHematemesis dan Melena

STEP 5 : LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.2. Mahasiswa mampu menjelaskan , epidemiologi, dan faktor risiko Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.3. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis dan patofisiologi Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.4. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan pemeriksaan penunjang Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.6. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dan rujukan Gastritis, Gastropati NSAID, Ulkus Peptikum, GERD, gangguan Psikosomatis.

STEP 6 : BELAJAR MANDIRI DENGAN MENGUMPULKAN INFORMASI MENGENAI HAL-HAL YANG AKAN DIBAHAS PADA LEARNING OBJECTIVE HARI KEDUA.

STEP 7: PEMBAHASAN1. Definisi dan klasifikasi1.1. GASTRITIS

Pengertian Gastritis :Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187).A. Gastritis AkutGastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan sembuh sempurna (Prince, 2005: 422). Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner, 2000).Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Suyono, 2001: 127). Gastritis Akut ErosifMenurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai (Suyono, 2001).Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemerisaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif, ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung (Suyono, 2001). Gastritis Akut HemoragikAda dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama diperkirakan karena minum alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan (aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah. Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit berat lainnya (Suyono, 2001).Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung proksimal yang timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi menahun yang lebih biasa pada traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda ke dalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa ulserasi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang mengancam nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta (Sabiston, 1995: 525).B. Gastritis KronikDisebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 522). Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui (Chandrasoma, 2005 : 522).Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut (Suyono, 2001).Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 128), klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik menjadi :1. Gastritis kronik superficialApabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.2. Gastritis kronik atrofikSebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis.3. Atrofi lambungAtrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.4. Metaplasia intestinalSuatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :1. Gastritis Kronis Tipe AGastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik, dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince, 2005: 423).Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam (Chandrasoma, 2005 : 522).Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar sel parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A) (Chandrasoma, 2005 : 522).2. Gastritis Kronis Tipe BGastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A. Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter pylori. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori (Prince, 2005: 423).Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik pada mukosa lambung superfisial. Infeksi aktif Helicobacter pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar mukus antrum. Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B) (Chandrasoma, 2005 : 523). Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada infeksi Helicobacter pylori sebelumnya (Suyono, 2001).Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen kelenjar. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamari sel yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis pada mukosa lambung. Helicobacter pylori ditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi yang menunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa. Keberadaan Helicobacter pylori berkaitan erat dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal (Chandrasoma, 2005 : 524).3. Gastritis kronis tipe ABGastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya menyebar keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan bertambahnya usia (Suyono, 2001: 130).

1.2. GASTROPATI NSAID

Gastropati NSAID adalah gejala gastropati yang mengacu kepada spektrum komplikasi saluran cerna bagian atas yang dihubungkan oleh penggunaan obat anti inflamasi non steroid dengan durasi waktu tertentu, dan biasanya disebabkan oleh penggunaan jangka panjang NSAID. Disebut gastropati NSAID bila terdapat kumpulan gejala-gejala gastropati yang bervariasi seperti dispepsia, nyeri abdominal, sampai komplikasi yang fatal seperti perforasi, ulserasi, dan perdarahan dimana gejala-gejala tersebut tidak ditemukan sebelum menggunakan NSAID.

1.3. ULKUS PEPTIKUM Definisi Tukak atau ulkus di mukosa lambung dan duodenum ok ketidakseimbangan fc defensif dan fc agresif.patogenesis : fc agresif > fc defensif Faktor defensif : lapisan mukosa, sekresi bikarbonat oleh sel epitel, aliran darah adekuat, regenerasi sel cepat, prostaglandinFaktor agresif:Asam lambung, pepsin,HP,stress, rokok, zat kimia/iritan, obat2 OAINS (asetosal dll), Kortikosteroid (prednison dll)

Klasifikasi Ulkus Peptikum Berdasarkan waktu timbulnya Akut Kronis Berdasarkan letak ulkus Esofagus, (jarang) Gaster Duodenum Jejunum. (jarang) Berdasarkan bentuk dan besarnya ulkus Bentuk bulat Bentuk garis Bentuk ganda (multiple ulcer). Berdasarkan dalamnya ulkus I. Mukosa II. Sub mukosa III. Muskularis IV. Serosa

1.4. GERD (gastroesophageal reflux disease) Definisi

Gastro-oesophageal reflux disease( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada kualitas hidup penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna. Berdasarkan Konsensus Montreal tahun 2006 (the Montreal definition and classification of gastroesophageal refluxdisease : a global evidence-based consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome)di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi (Vakil dkk, 2006).

Klasifikasi

Klasifikasi tingkatan penyakit ada 2 Savary-Miller dan Los Angeles classification, dan yang sering digunakan adalah Klasifikasi Los Angeles (LA):1.Grade A, Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm.2.Grade B, Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan.3.Grade C, Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen.4.Grade D, Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen).

1.5. PSIKOSOMATIS SALURAN CERNA

Psikosomatis merupakan salah satu gangguan kesehatan atau penyakit yang ditandai oleh bermacam-macam keluhan fisik. Berbagai keluhan tersebut acapkali berpindah-pindah. Sebagai contoh dalam waktu beberapa hari terjadi keluhan pada pencernaan, disusul gangguan pernafasan pada hari-hari berikutnya. Atau kadang keluhan tersebut menetap hanya pada satu sistem saja, misal hanya pada sistem pencernaan (gangguan lambung). Kondisi inilah yang seringkali menjadi sebab berpindah-pindahnya penderita dari satu dokter ke dokter yang lain ("doctor shopping").

2. GASTRITIS2.1. Etiologia. Infeksi bakteri H. pylori Penyebab gastritis yang paling penting. Dengan prevalensi pada negara berkembang, anak terutama balita lebih banyak insidennya daripada orang dewasa. Sedangkan di negara maju, anak tetep lebih tinggi insidennya daripada orang dewasa, tetapi prevalensi kejadiannya lebih sedikit. Di Indonesia, ketika masyarakat diperiksa melalui urea breath test pada orang dewasa yang diduga menderita infeksi ini, ternyata prevalensinya menurun.b. Penggunaan obat: AntibiotikTerutama pada penyakit paru. Dicurigai karena ketika antibiotik mengeradikasi H. pylori, justru menimbulkan penyebaran infeksinya ke masyarakat. Pada awal infeksi, mukosa lambung akan mengalami inflamasi akut ketika dilakukan pemeriksaan endoskopi, ditemukan erosi, tukak, dan lesi. Tetapi hal tersebut sering diabaikan sehingga gastritis pun menjadi kronik. OAINS Ini juga merupakan penyebab gastritis yang paling penting. Keluhannya luas dari nyeri epigastrium sampai ulkus peptikum dengan komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas.c. Gangguan fungsi sistem imunDitemukannya autoantibodi terhadap faktor intrinsik dan sel parietal terhadap pasien dengan anemia pernisiosa.d. Infeksi virusMisalnya Enteric rotavirus, Calicivirus, CMV. Pada Enteric rotavirus dan Calicivirus, gambaran histopatologi tidak spesifik. Sedangkan pada CMV, gambaran histopatologi spesifik terutama pada pasien dengan imunocompromised.e. Infeksi jamurMisalnya Candida, sp; Histoplasma capsulatum, dan Mukonceae.2.2. PatogenesisGastritis pada umumbya dibagi menjadi:a. Gastritis akutPeradangan mukosa bersifat akut atau transien.b. Gastritis kronisPeradangan mukosa bersifat kronis dan menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel.Tetapi, pada gastritis khususnya akibat ingekasi H. pylori, patogenesisnya dibagi menjadi:(1) Gastritis kronik non atrofi predominasi antrumCiri khas yaitu inflamasi sedang sampai berat pada antrum gaster tapi belum sampai mengalami atrofi dan atau metaplasia. Sedangkan pada korpus, inflamasi yang terjadi yaitu ringan hingga tidak ada sama sekali.(2) Gastritis kronik non atrofi predominasi korpus / gastritis kronik autoimunBiasanya diikuti anemia pernisiosa dan anemia defisiensi besi. Dengan faktor resiko yaitu polip gaster dan tumor endokrin.(3) Gastritis kronik atrofi multifokalDengan ciri khusus, inflamasi di seluruh mukosa bisa terjadi dengan sangat berat seperti atrofi dan atau metaplasia. Faktor resiko yaitu displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster.2.3. Manifestasi klinisa. Gastritis akutTidak bergejala sama sekali atau ada tapi sangat samar. Bisa menyebabkan nyeri epigastrium, mual, dan muntah atau lebih jauh menyebabkan hematemesis dan melena.b. Gastritis kronikSedikit gejala. Pada gastritis autoimun biasanya hipoklorida/aklorida/hipergastrinemia.2.4. Diagnosis1. AnamnesisDari manifestasi klinik, tapi kadang kurang menegakkan diagnosis karena gejala sangat luas dan terkadang samar.2. Pemeriksaan fisikKadang kurang membantu, bahkan kadang dilanjutkan ke pemeriksaan penunjang untuk lebih pastinya.3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan endoskopiGambaran eritema, eksudatif, erosi, perdarahan, dsb. Pemeriksaan histopatologiSebaiknya disertai dengan pemeriksaan bakteri H. pylori. Terlihat perubahan morfologi dan menunjukkan kausa yang mendasari gastritis yang terjadi. Perubahan seperti degradasi epitel, hiperplasia, atrofi, metaplasia, dsb akan terlihat.2.5. Terapi 1. Untuk gastritis yang disebabkan oleh infeksi H. pyloriOBAT 1OBAT 2OBAT 3OBAT 4

PPI(dosis ganda)Klarithomisin(2x500 mg)Amoksisilin(2x100 mg)-

PPI(dosis ganda)Klarithomisin(2x500 mg)Metronidazol(2x500 mg)-

PPI(dosis ganda)Tetrasiklin(4x500 mg)Metronidazol(2x500 mg)Subsalisilat/subsitral(diberikan ketika kombinasi 2 Ab gagal)

2. Untuk gastritis autoimunDikelola atau diobati 2 hal yaitu:a. anemia pernisiosaterutama defisiensi kobalamin untuk memperbaiki komplikasi.b. Lesi pada mukosa gasterTerutama atrofi mukosa gaster dan keadaan irreversibel2.6. KomplikasiGastritis Akut Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi. Gastritis Kronis Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.2.7. Prognosis1. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.2. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A.3. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala klinis yang berulang.3. GASTROPATI NSAIDGastropati Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)3.1. EpidemiologiBelum terlalu banyak data yang menunjukkan kejadian gastropati penggunaan OAINS secara spesifik. Faktor risiko1. Usia >60 tahun2. Riwayat pernah menderita tukak3. Menderita penyakit sistemik berat4. Perokok5. Konsumsi alkohol EtiologiPenggunaan obat OAINS dalam jangka waktu lama.

3.2. PatogenesisOAINS merusak lambung dengan 2 mekanisme yaitu topikal dan sistemik.Kerusakan topikal terjadi karena sifat asam dan lipofilik dari OAINS sehingga saat digunakan, ini akan mempermudah trapping ion hidrogen masuk ke mukosa lambung sehingga menyebabkan pH asam lambung menjadi lebih rendah dan merusak mukosa lambung itu sendiri. Kerusakan sistemik terjadi karena OAINS menekan produksi prostaglandin dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase baik COX1, COX2 ataupun keduanya tergantung jenis obat OAINS nya apakah selektif atau non selektif. Prostaglandin merupakan salah satu faktor defensive lambung yang berfungsi melindungi lambung dengan menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukus, dan mingkatkan sekresi ion bikarbonat. Jika prostaglandin menurun akibat OAINS maka faktor defensive lambung akan menurun dan terjadi kerusakan pada mukosa lambung.

3.3. Gejala KlinisGejala hampir sama dengan gastritis.1. Mual dan muntah, 2. kembung, 3. nyeri di ulu hati, 4. sendawa, 5. cepat kenyang.

3.4. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang1. Anamnesis : Adanya gejala klinis berupa sindroma dispepsia dan ada riwayat pemakaian OAINS dalam jangka waktu lama seperti pada penderita OA/RA.2. Pemeriksaan fisik : Adanya nyeri tekan pada daerah epigastrium3. Diagnosis Banding Gastritis Dispepsia fungsional GERD3.5. Tatalaksana1. Jika ada sindroma dispepsia seperti pada gastritis, tatalaksana seperti gastritis seperti dengan pemberian ARH2 inhibitor dan PPI.2. Jika penggunaan obat OAINS bisa dihentikan berikan ARH2 inhibitor dan PPI3. Jika pasien harus menggunakan OAINS berikan OAINS setelah makan dengan kombinasi bersama PPI atau ARH2 inhibitor.

3.6. Komplikasi1. Perdarahan2. Ulkus lambung3. Perforasi3.7. Prognosis dan rujukanPrognosis baik jika belum ada komplikasi dan etiologi dapat diatasi.Dokter layanan primer harus dapat mendiagnosis, melakukan tatalaksana secara mandiri dan tuntas seperti pada gastritis (jika gastropati OAINS sudah menyebabkan radang pada mukosa lambung).

4. ULKUS PEPTIKUM

4.1.Epidemiologi Kasus ulkus tersering adalah ulkus duodenum (90%) dan ulkus lambung serta esofagus dan jejunum. Penyakit ini menjadi ancaman besar bagi penduduk dunia dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Angka kejadian pada laki-laki 11-20% dan pada perempuan 8-11%, laki-laki > perempuan (3-4:1). Namun apabila perempuan sudah memasuki masa menopause, maka angka kejadiannya hampir sama.Etiologi Riwayat keluarga dengan ulkus peptikum Infeksi bakteri H. PyloriBakteri ini dapat bertahan dalam lingkungan asam di lapisan mukosa karena mempunyai urease khusus. Urease ini digunakan untuk menghasilkan CO2, NH3, HCO3- dan NH4+, sehingga menyangga ion H+ di sekelilingnya. Bakteri ini dipindahkan dari satu orang ke orang lain dan menyebabkan infeksi pada mukosa lambung (gastritis, terutama di daerah antrum). Infeksi dari bakteri ini nanti akan mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi sawar epitel, dan pada akhirnya terjadilah ulkus. Obat-obatan (OAINS - Obat Anti Inflamasi Non Steroid)OAINS merupakan kelompok obat-obatan yang digunakan untuk meredakan rasa nyeri atau sakit, misal naproxen, ketorolac, oxaproxin, ibuprofen dan aspirin. Orang yang mengkonsumsi OAINS dalam jangka waktu yang lama dan dengan dosis yang tinggi memiliki resiko besar untuk terdinya ulkus. Obat ini menghambat sintesis prostaglandin secara sistemik, termasuk di epitel lambung dan duodenum. Obat ini menurunkan sekresi HCO3- sehingga perlindungan pada mukosa menjadi lemah dan mukosa menjadi rusak. Kerusakan mukosa ini terjadi secara lokal melalui difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Hipersekresi asam pada saluran pencernaanKelebihan sekresi dari asam ini dapat mengiritasi mukosa dan menjadi ulkus. Tumor (kanker, lymphoma) Perokok berat Pengguna alkoholMenggunakan alkohol dalam jumlah banyak atau dalam konsentrasi tinggi akan merusak mukosa dan menyebabkan ulkus. Stres fisiologik : trauma multipel, sepsis, Stres emosionalStres emosional yang disertai dengan merokok, penggunaan OAINS dan alkohol dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan pepsinogen yang dapat mengiritasi mukosa.4.2. PatogenesisFaktor Agresif > Faktor Defensif Faktor Defensif (memelihara keutuhan mukosa)1. Lapisan mukosaSistem pertahanan mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 faktor pertahanan : Pre-epitel Epitel Post epitel/sub epitel 2. Sel epitel permukaanEpitel gastroduodenal mengalami iritasi oleh 2 faktor agresif : Perusak Endogen (HCl, pepsinogen/pepsin dan garam empedu). Perusak Eksogen (Bakteri H. Pylori, Obat-obat, kebiasaan merokok dan alkohol).3. Aliran darah mukosa adekuat Mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan dan sumber energi. Sebagai buffer difusi kembali dari asam.4. Regenerasi sel epitel Penggantian sel epitel mukosa kurang dari 48 jam. Sedikit kerusakan epitel mukosa diperbaiki dengan mempercepat penggantian sel yang rusak.5. ProstaglandinProstaglandin berfungsi sebagai : Penghambat produksi asam lambung. Prostaglandin merangsang peningkatan faktor-faktor defensif mukosa melalui mekanisme sitiprotektif.6. Pembentukan dan sekresi mukus Mukus adalah pelicin yang menghambat kerusakan mekanis. Barier terhadap asam. Barier terhadap enzim proteolitik (pepsin). Pertahanan terhadap organisme patogen.7. Sekresi bikarbonat Kelenjer lambung mensekresi bikarbonat 24mMol untuk menetralisir keasaman di sekitar lapisan epitel. Faktor Agresif (merusak mukosa)1. Asam lambung dan pepsin Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung dan sel peptikum/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang nanti oleh HCl diubah menjadi pepsin. Pepsin dengan pH < 4 sangat agresif terhadap mukosa lambung. Histamin terangsang dan mengeluarkan asam lambung sehingga timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, kerusakan mukosa gaster, gastritis dan ulkus lambung. 2. Bakteri H. PyloriBakteri ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral/batang, mikroaerofilik berflagela, hidup pada permukaan epitel, mengandung urease, hidup di antrum, migrasi ke proksimal lambung dan dapat berubah menjadi kokoid.3. OAINS Obat ini menghambat kerja enzim siklooksigenasi (COX) pada asam arakidonat, sehingga menekan produksi prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat hambatan prostaglandin melalui 4 tahap : Menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat. Terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa. Berkurangnya aliran darah mukosa. Kerusakan mikrovaskuler.4. Refluks cairan empedu5. Rokok

4.3.Gejala Klinis Nyeri1. Nyeri pekak, persiten, rasa terbakar pada mid epigastrium atau di punggung.2. Nyeri hilang dengan makan atau minum antasida, namun apabila lambung sudah kosong dan alkali hilang, nyeri akan kembali timbul.3. Nyeri tekan tajam dengan memberikan tekanan kuat pada epigastrium, atau sedikit ke kanan garis tengan tubuh. Pirosis (Nyeri Ulu Hati)Sensasi terbakar pada esofagus atau lambung karena eruktasi asam. Muntah1. Jarang terjadi pada ulkus duodenum tak-terkomplikasi.2. Mungkin didahului mual atau bisa saja tidak. Konstipasi dan PerdarahanSebagai akibat dari diet dan obat.

4.4.Diagnosis Endoskopi : Untuk melihat sumber perdarahan dan lesi ulkus. X-Foto dengan Barium Meal : Niche mukosa. Pemeriksaan kuman H. Pylori dengan menggunakan Tes Serologi, CLO (Campylobacter Like Organism), UBT (Urease Breath Test) dan biakan.Diagnosis Banding GERD Gastritis

4.5.TatalaksanaSasaran penatalaksanaan adalah dengan mengatasi keasaman lambung. Terapi Konservatif1. Diet Makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan sekresi dan dapat menetralisir asam lambung. Makan dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, asam dan alkohol. Perut tidak boleh kosong/terlalu penuh2. Tata Cara Hidup Penderita harus banyak istirahat dan sebaiknya dirawat di Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya komplikasi. Bagi yang mengalami dasar kelainan psikis, emosional, sebaiknya perlu ketenangan atau bila perlu dikonsulkan pada ahli jiwa klinik (psikologi klinik).3. MerokokSampai sekarang rokok masih belum terbukti sebagai faktor predisposisi terjadinya ulkus. Namun, merokok dapat mengurangi nafsu makan dan dengan menghentikan rokok, dapat meningkatkan nafsu makan. Penderita ulkus yang merokok sebaiknya menghentikan rokoknya supaya membantu proses penyembuhan.4. Alkohol Terapi MedikamentosaObat yang digunakan biasanya bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri/keluhan, menyembuhkan ulkus, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi. Jenis obat : Antasida, antikolinergik, prokinetik, obat golongan sitoprotektif, H2 reseptor antagonis dan omeprazol, antibiotik. Terapi PembedahanBertujuan :1. Menekan faktor agresif terutama sekresi asam lambung san pepsin terhadap patogenesis ulkus peptikum.2. Untuk mengeluarkan tempat yang paling resisten di antrum dan mengoreksi stasis di lambung.

Tindakan pembedahan ada 2 macam :3. Reseksi bagian distal lambung atau Gastrektomi Sebagian (Partial Gastrectomy) Gastroduodenostomi (Billroth I) Gastroyeyunostomi (Billroth II)Akibat dari gastrektomi ini, akan timbul keluhan : refluks esofagal, pengosongan lambung terlalu cepat (sindrom dumping), refluks enterogastrik, gastritis dan kemungkinan timbul Ca lambung di daerah anstomosis. 4. VagotomiBermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung treutama pada ulkus duodenum.

4.6.Komplikasi Perdarahan Perforasi Obstruksi Ca Lambung

4.7.Prognosis Apabila penyebab yang mendasari dari ulkus peptikum ini diatasi, maka akan memberikan prognosis yang baik. Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi infeksi H. Pylori, menghindari OAINS dan meminum obat anti sekretorus pada lambung. Terapi dengan infeksi H.pylori akan mengubah secara ilmiah riwayat penyakit dengan menurunkan angka kejadian penyakit ini.5. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)

5.1. Etiologi

Penyakit gastroesofageal refluks bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi oleh karena perubahan yang sifatnya sementara ataupun permanen pada barrier diantara esophagus dan lambung. Selain itu juga, dapat disebabkan oleh karena sfingter esophagus bagian bawah yang inkompeten, relaksasi dari sfingter esophagus bagian bawah yang bersifat sementara, terrganggunya ekspulsi dari refluks lambung dari esophagus, ataupun hernia hiatus.

5.2.PatogenesisEsofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah.

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuatb. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelanc. Meningkatnya tekanan intraabdominalDengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari lumen esophagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik. Pemisah antirefluksPemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen.Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung yang lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES. Bersihan asam dari lumen esophagusFaktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat.Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esophagus.Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal.Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus tidak aktif. Ketahanan epithelial esophagusBerbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus.Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari :-membran sel-batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan esophagus-aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO2-sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ dan Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus, sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, dan enzim pancreas.

Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barretts esophagus dan adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang.Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD. Yang dimaksud dengan non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena hipersensitivitas visceral.

5.3. Manifestasi KlinisManifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah gejala tersering.2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut terasa asam dan pahit.3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)Gejala Atipikal :1. Batuk kronik dan kadang wheezing2. Suara serak3. Pneumonia4. Fibrosis paru5. Bronkiektasis6. Nyeri dada nonkardiak

5.4. DIAGNOSISAnamnesis Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn) Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar.. Penyempitan (stricture) pada kerongkongan dari reflux membuat menelan makanan keras meningkat lebih sulit. Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi yang disebut Barretts esophagus). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang. GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/NCCP), suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesophageal high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (misalnya teofilin). Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik.Pemeriksaan fisikPada kasus GERD pemeriksaan fisik tidak terlalu banyak membantu.Pemeriksaan PenunjangDisamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu : Endoskopi saluran cerna bagian atasPemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks).Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esophagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD.

Barrets EsophagusPemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barretts esophagus, displasia, atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan histopatologi/biopsy pada NERD.Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi pada pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasifikasi Savarry-Miller. Esofagografi dengan bariumDibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala disfagia, dan pada hiatus hernia. Pemantauan pH 24 jamEpisode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal. Pemeriksaan Darah Samar Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan maupun kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena). Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya. Pada pemeriksaan colok dubur, dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang mengandung zat kimia. Setelahditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan berubah bila terdapat darah. Diagnosis Banding AchalasiaAkalasia (Kardiospasme, Esophageal aperistaltis, Megaesofagus) adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan saraf, yang tidak diketahui penyebabnya. Gastritis (radang lapisan lambung)Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Kanker esophagus Pada kanker kerongkongan adalah squamous sel carcinoma dan adenocarcinoma, yang terjadi di dalam sel yang melewati dinding pada kerongkongan. Kanker ini bisa terjadi dimana saja di dalam kerongkongan dan bisa terlihat sebagai penyempitan pada kerongkongan (penyempitan), sebuah pembengkakan, daerah flat yang tidak normal (plaque), atau jaringan yang tidak normal (fistula). Ulkus PeptikumUlkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan getah pencernaan. Ulkus yang dangkal disebut erosi. EsophagitisEsophagitis terutama disebabkan oleh GERD. Tetapi dapat pula disebabkan oleh infeksi, efek obat, terapi radiasi, penyakit sistemik, dan trauma.

5.5. PENGOBATANPada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.Non MedikamentosaModifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup, yaitu :Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus. Makan makanan terakhir 3-4 jam sebelum tidurBerhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel

Mengurangi konsumsi lemak serta Mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambungMenurunkan berat badan pada pasien kegemukan Menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomenMenghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.MedikamentosaTerdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step down.Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD : AntasidGolongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Antagonis reseptor H2Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi. Obat-obatan prokinetikSecara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam. MetoklopramidObat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia. DomperidonGolongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung. CisaprideSebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi). Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.

5.6. KOMPLIKASIKomplikasi GERD antara lain :Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.Dalam esophagus Barret, kerusakan pada lapisan esofagus misalnya dengan refluks asam dari GERD dapat menyebabkan perubahan abnormal pada sel-sel yang melapisi esofagus. Sel-sel normal yang melapisi esofagus rusak dan diganti dengan jenis sel tidak biasanya ditemukan di kerongkongan. Orang dengan esophagus Barrett mungkin berisiko terkena kanker kerongkongan, tetapi kebanyakan orang dengan esophagus Barret tidak mengembangkan kanker kerongkongan.

5.7. PROGNOSISPada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi bila perlu (on-demand therapy) yaitu pemberian obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.

6.ASPEK PSIKOSOMATIS PADA GANGGUAN SALURAN PENCERNAANGANGGUAN PSIKOSOMATIK Cukup banyak ditemukan Seringkali diabaikan / dilupakan Keluhan sangat bermacam-macam Disadari setelah beberapa kali pemeriksaan Gangguan psikosomatik dapat menyebabkan berbagai perubahan yang abnormal pada system di tubuh, dan kasus terbanyak terjadi perubahan pada system pencernaan. Salah satu dari gangguan tersebut adalah dyspepsia fungsional. 6.1.Etiologi dan Faktor ResikoGangguan pada system pencernaan terkait gangguan pada psikosomatik biasanya disebabkan oleh ansietas dan depresi. Ansietas memiliki cirri-ciri cemas, tidak bisa relaks atau tegang yang berlangsung lebih dari 3 bulan yang disertai dengan gejala-gejala psikis dan somatic akibat adanya ketidakseimbangan system saraf otonom.Sedangkan depresi bisa dikatakan lebih parah dari ansietas. Depresi memiliki 3 trias, yaitu tidak bisa menikmati hidup, tidak ada perhatian pada lingkungan dan lelah sepanjang hari.

Tabel Perbedaan Ansietas dengan Depresi

AnsietasDepresi

Somatis :

Pola tidurSulit tidurCepat bangun

Rasa lelah-+

Paling tidak enakSore hariPagi hari

Psikis :Rasa kasih sayang+-

Perhatian hobi+-

Humor+-

Tujuan hidup+-

Menangis_+

Menyalahkan diri_+

6.2.Patofisiologi dan psikopatologiPatofisiologi penyakit-penyakit psikosomatik bersumber pada adanya ketidakseimbangan saraf autonom vegetative. Saraf-saraf autonom vegetative mempersarafi sebagian besar alat-alat visceral pada tubuh, sehingga keluhan terletak pada berbagai organ.Faktor psikis dan emosi (seperti pada ansietas dan depresi) dapat mempengaruhi fungsi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung serta menurunkan ambang rasa nyeri.6.3.Manifestasi klinisKeluhan bermacam-macam, tidak spesifik. Pada pasien dyspepsia bisa muncul nyeri ulu hati sesudah makan, kembung, sering sendawa, cepat kenyang, anoreksia, nausea, vomitus, rasa terbakar pada daerah ulu hati dan regurgitasi. Dyspepsia fungsional ini umumnya bersifat kronis dan sering kambuh.6.4.Dasar Dignosis1. Anamnesis Pada anamnesis harus ditanyakan sejak kapan gejala muncul, berapa lama, adakah masalah yang sedang dihadapi saat ini atau masalah masa lalu yang masih dipikirkan terus-menerus. Seringkali pasien depresi takut mengakui menderita depresi karena takut disebut sakit jiwa.2. Pemeriksaan fisikDilakukan sesuai dengan keluhan pasien3. Pemeriksaan penunjangPada dasarnya jika sudah jelas bahwa pasien selalu merasakan keluhan setiap merasa stress, maka tidak perlu pemeriksaan penunjang.Menurut penelitian Fisher, dkk, pada endoskopi 3.367 pasien dyspepsia dan ternyata 33.6% hasil endoskopinya normal. 6.5.Tatalaksana1. Pendekatan psikosomatik -> perhatikan aspek fisik, psikososial dan lingkungan. Beritahu pasien untuk dapat mengendalikan stress. Dekatkan diri kepada Tuhan.2. Keluhan dyspepsia -> beri obat seperti antasida, obat H2 antagonis seperti simetidine, ranitidine, famotidin3. Dekatkan diri kepada Tuhan.6.6.KomplikasiSama dengan komplikasi pada gastritis6.7.Prognosis dan RujukanPrognosis baik jika pemicu stress bisa dikendalikanRujuk ke konsultan psikosomatik atau psikiater

DAFTAR PUSTAKA

Sabiston, David C.1994.Buku Ajar Bedah (Bagian 2). Jakarta:EGCSjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong.2003.Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 2). Jakarta : EGC