Laporan Tutorial Bronkopneumonia

64

Click here to load reader

description

Bronkopneumonia

Transcript of Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Page 1: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Yuniza

Moderator : Faris Naufal Afif

Sekretaris Meja : David Wijaya

Hari, Tanggal : Senin, 15 April 2013

Rabu, 17 April 2013

Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan

2. Dilarang makan dan minum

Page 2: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

2.2 Skenario kasus

Didi, bayi laki-laki usia 9 blan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar

bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis

RR : 68x/menit, nadi: 132x/menit, regular, suhu: 38,6⁰c

Panjang badan: 72 cm, berat badan : 8,5kg

Keadaan spesifik:

Kepala: nafas cuping hidung (+)

Toraks: paru: inspeksi: simetris, retraksi intercostal, supraclavicular

Palpasi : stem fremitus kiri=kanan

Perkusi : redup pada basal kedua lapang paru

Auskultasi: peningkatan suara nafas vesikuler, ronki basah halus nyaring, tidak terdengar

wheezing

Pemeriksaan lain dalam batas normal.

Informasi tambahan : Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga

Pemeriksaan Laboratorium:

Hb 11,9 g%, Ht: 34 vol%, WBC 15.000/ mm3, LED: 18 mm/jam, Trombosit : 220.000/mm3,

Diff count 0/2/1/75/20/2, CRP: (-)

Radiologi:

Thoraks AP: infiltrat di parahilar kedua paru

Page 3: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

2.3 Paparan

1. Klarifikasi Istilah

1. Batuk : ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan

suara dari paru-paru

2. Sukar bernafas : keadaan dimana terjad kesulitan saat inspirasi dan

ekspirasi

3. Demam : peningkatan temperature tubuh sampai di atas rentang

normal

4. Compos mentis : keadaan normal atau sadar sepenuhnya

5. Nafas cuping hidung (+) : cuping hidung ikut bergerak saat inspirasi

6. Retraksi intercostal : tertariknya oto-oto interkoslat, subcostal, suprasternal

akibat meningkatnya pemakaian otot-otot leher dada

sebagai usaha untuk bernafas

7. Stem fremitus : pemeriksaan dengan palpasi yang digunakan untuk

mengetahui adanya getaran yang timbul di daerah

dada kanan dan dada kiri saat mengeluarkan suara

8. Wheezing : suara bersuit yang dibuat dalam bernafas

9. Ronki basah : suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang

melewati cairan pada bronkiolus berupa infiltrat

10. Suara nafas vesikuler : suara yang terdengar akibat adanya pusaran udara di

dalam alveolus

11. Atopi : predisposisi genetic untuk membentuk reaksi

hipersensitifitas cepat terhadap antigen lingkungan

12. CRP : suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit

sebagai respon terhadap infeksi atau inflamasi jaringan

13. Parahilar : didekat hilus paru

14. Infiltrate : substansi atau cairan yang tertimbun pada jaringan

dimana pada keadaan normal tidak dijumpai substansi

tersebut atau dtemukan dalam jumlah yang melebihi

batas normal

Page 4: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

2. Identifikasi Masalah

1. Didi, bayi laki-laki usia 9 blan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan

sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya

bertambah berat

2. Hasil pemeriksaan fisik

3. Hasil pemeriksaan laboratorium

4. Hasil pemeriksaan radiologi

Page 5: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

3. Analisis Masalah

1. Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk

dan sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini

keluhannya bertambah berat

a. Bagaimana etiologi dari batuk, sukar bernafas dan demam ?

Batuk

o Gejala flu.

o ISPA.

o Alergi

o Asma

o tuberculosis

o Benda asing yang masuk kedalam saluran napas

o Tersedak

o Faktor lingkungan (asap, rokok)

o Batuk Psikogenik.

Sukar bernafas

o Faktor keturunan. Pembawaan dari genetic yang memiliki paru-paru

dan organ pernafasan lemah.

o Factor lingkungan seperti udara dingin dan lembab, lingkungan yang

berdebu dan asap rokok dapat mengurangi supply oksigen ke paru-

paru.

o Produksi mucus yang berlebihan

o Masalah pada susunan tulang atau otot pada punggung bagian atas

Demam

Demam biasanya terjadi akibat infeksi virus (influenza), infeksi bakteri (tifus),

atau karena efek samping dari imunisasi atau obat-obatan tertentu

Page 6: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

b. Bagaimana mekanisme dari;

i.Batuk

Saat ada benda asing masuk ke dalam saluran pernafasan dan menempel pada

mukosa saluran pernapasan, terjadi aktivasi reseptor batuk yang kemudian

akan mengirimkan sinyal ke medula spinalis dan timbul perintah dari medula

spinalis agar otot intercosta berkontraksi dan diafragma berkontraksi. Hal ini

memicu terjadinya fase inspirasi yang cepat. Kemudian glotis akan menutup

dan otot – otot di sepanjang saluran pernapasan akan berkontraksi. Akibatnya,

terjadilah kenaikan tekanan intrathorax. Kemudian, terjadi lagi pembukaan

glotis sehingga terjadi ekspirasi secara cepat dan terjadilah batuk. Batuk akan

tetap terjadi (meski tidak secara terus menerus) bila penyebab aktivasi

reseptor batuk, seperti kolonisasi miroba penyebab batuk, tidak dihilangkan.

ii.Sukar bernafas

Sukar bernafas : infeksi pada bronkus (menyebabkan terjadinya edema,

akumulasi mucus, dan debris seluler yang akan menghambat jalan nafas) dan

alveolus (tekumpulnya eksudat didalam alveolus yang akan mengganggu

difusi) sulit bernafas.

iii.Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Dalam kasus ini, demam

terjadi sebagai pertanda telah terjadi infeksi. Zat yang dapat menyebabkan

demam disebut sebagai pirogen. Pirogen ada 2 jenis, yaitu pirogen endogen

dan pirogen eksogen. Pirogen endogen adalah zat yang berasal dari tubuh

hospes dan pirogen eksogen adalah zat yang berasal dari luar tubuh hospes.

Mayoritas pirogen eksogen adalah mikroorganisme itu sendiri yang

difagositosis, produk mereka atau toxin yang mereka hasilkan. Sebagai respon

terhadap rangsangan pirogen eksogen, maka monosit dan makrofag

mengeluarkan pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis

Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INFα (interferon α). (Isselbacher et al,

2012 : 98) Pirogen tersebut akan beredar dalam sistem vaskular.

Page 7: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Di hipothalamus anterior, terdapat suatu daerah yang kaya neuron yang

disuplai oleh suatu jaringan vaskular yang disebut sebagai organum

vasculorum laminae terminalis (OVLT). Sel – sel endotel di daerah ini akan

melepaskan metabolit asam arakhidonat ketika terpapar pirogen endogen.

Metabolit asam aradikonat, yang sebagian besar adalah Prostaglandin E2 yang

dihasilkan melalui jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), akan berdifusi ke dalam

hipothalamus. Pusat termoregulasi hipotalamus akan meningkatkan patokan

termostat suhu tubuh kita. Hipotalamus akan berusaha mempertahankan suhu

di titik termostat yang baru tersebut sehingga hipotalamus merasa bahwa suhu

normal tubuh kita (37° C) sebagai terlalu dingin. Hipothalamus melalui sistem

saraf eferen akan memerintahkan pembuluh darah perifer untuk vasokontriksi

sehingga terjadi konservasi panas. Produksi panas tubuh juga akan

ditingkatkan melalui mekanisme menggigil (kontraksi otot dapat

meningkatkan produksi panas). Konservasi panas dan peningkatan produksi

panas akan membuat suhu tubuh kita naik menuju set point yang baru

sehingga kita menjadi demam. (Isselbacher et al, 2012 : 98)

Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan

pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan

mekanisme termoregulasi. Bila pirogen eksogen yang menjadi penyebab

demam dihilangkan, maka demam biasanya akan hilang dngan sendirinya.

Selain itu, set point hipothalamus juga dapat diturunkan dengan memberikan

obat – obatan yang dapat menghambat sintesis prostaglandin lokal oleh

inhibitor siklooksigenase seperti aspirin, ibuprofen ,atau asetaminofen

sehingga demam dapat mereda.

c. Mengapa keluhan bertambah berat ?

Penyakit yang diderita Didi tergolong penyakit akut, salah satu penyakit akut pada pernafasan yang sering terjadi pada anak-anak adalah pneumonia. Pada kasus pneumonia, kemungkinan kondisi pada Didi telah memasuki tahapan perkembangan pneumonia yang kedua, yaitu hepatisasi merah (48 jam berikutnya), dengan kondisi, paru tampak merah dan bergranula, karena sel-sel darah merah, leukosit PMN dan fibrin yag mengisi alveoli. Semakin hari semakin bertambah sesak, karena alveoli tidak dapat mengerjakan tugasnya secara normal (tempat pertukaran gas).

Page 8: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

d. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus ini ?

Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia

paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi

pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar 31%.

Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena

pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%.

Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk

Penanggulangan Pneumonia pada Balita (2002), anak laki-laki memiliki risiko

lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan anak perempuan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ?

No Pemeriksaan Didi Normal Interpretasi

1 Keadaan umum Tampak sakit berat - -

2 RR 68x/menit Anak usia 2 - 11 bulan 20 - 50 kali atau lebih per menit

takipneu

3 Denyut nadi 132x/menit, regular Min: 80x/menit

Max:160x/menit

normal

4 Suhu 38,6°C 36,5-37,2°C febris

5 Tinggi dan berat Tinggi : 72 cm

Berat: 8,5 kg

Tinggi : 66-72,3

cm

Berat : 7,0-9,2

kg

Normal

Page 9: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Keadaan Spesifik :

- Kepala

Napas cuping hidung abnormal – meningkatnya usaha napas

- Toraks (paru)

Inspeksi

- Simetris normal

- Retraksi intercostal, supraklavikular abnormal – meningkatnya

usaha napas

Palpasi

- Stemfremitus kanan = kiri normal

Perkusi

- Redup pada basal kedua lapangan paru abnormal (Normal :

Sonor)

Auskultasi

- Peningkatan suara napas vesikuler : abnormal (normal: vesikuler)

- Ronki basah halus nyaring : abnormal (normal: tidak ada)

- Tidak dijumpai wheezing normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari;

i. Keadaan umum

RR : takipneu terjadi karena adanya eksudat pada parenkim paru

yang menghambat difusi sehingga tubuh mengaktifkan mekanisme

kompensasi yaitu dengan meningkatkan laju respirasi sehingga

terjadilah takipneu

Demam terjadi karena adanya infeksi patogen sehingga mengaktifkan

pirogen endogen (berupa sitokin seperti interleukin dan TNF-alpha

yang dapat meningkatkan produksi prostaglandin sehingga setpoint di

thalamus meningkat dan terjadilah demam.

ii. Keadaan spesifik

Page 10: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Gbr.5. Retraksi pada dinding dada

Nafas cuping hidung (+):

Untuk melakukan ventilasi optimal karena terjadi gangguan ventilasi pada

alveoli, tubuh akan mengaktifkan otot – otot bantu pernapasan. Akibatnya,

kerja otot menjadi lebih berat. Peningkatan usaha pernapasan ini akan

tampak sebagai pergerakan cuping hidung.

Retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal:Terjadi penarikan ke dalam otot-otot interkostal, subcostal, dan

suprasternal. Hal ini menunjukkan penggunaan otot-otot bantu pernafasan

sebagai kompensasi untuk mengeluarkan udara

Perkusi redup pada basal paru:Normalnya suara yang didapat pada saat perkusi paru adalah sonor karena

paru yang normal berisi udara. Apabila ada perubahan menjadi redup,

artinya paru berisikan akumulasi cairan.

Ronki basah halus nyaring:

Ronkhi basah (dalam bahasa Inggris disebut rales) adalah suara napas

tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi karena

cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Ronkhi basah dapat dibedakan

menjadi ronkhi basah halus, sedang, dan kasar berdasarkan lokasi cairan

pada saluran napas. Ronkhi basah halus terjadi bila cairan berada di

duktus alveolus, bronkiolus, dan bronkus halus. Ronkhi basah sedang

terjadi bila cairan berasal dari bronkus kecil dan sedang. Ronkhi basah

kasar terjadi bila cairan berasal dari bronkus di luar jaringan paru.

Page 11: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

c. Bagaimana makna klinis tidak adanya riwayat atopi dalam keluarga?

Riwayat atopi dalam keluarga menunjukkan adanya kecenderungan untuk

mengalami reaksi hipersensitivitas/alergi. Tidak adanya riwayat atopi dapat

membantu menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit alergi seperti asma

bronkial, rinitis alergi, dermatitis atopi, alergi obat dan alergi makanan.

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ?

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan lab ?

Leukosit meningkat karena adanya infeksi

Pemeriksaan Nilai Hasil Nilai Normal Kesimpulan

Hb 11,9 gr/dl 11,3-14,1gr/dl Normal

Leukosit 15.000/mm3 5000-10.000 mm3 Meningkat

Diff.count

- Basofil

- Eosinofil

- Netrofil Batang

- Netrofil segmen

- Limfosit

- Monosit

0

2

1

75

20

2

0 – 1

0 – 3

5 – 11

15 – 35

45 – 76

3 - 6

Normal

Normal

Menurun

Meningkat

Menurun

Menurun

LED 18 mm/jam Denagan 2 cara

1. Westergren

anak- anak 0-20

mm/jam

2. Wintrobe anak-

anak 0 – 13

mm/jam

Normal

Meningkat

Trombosit 220.000mm3 250.000 –

600.000 / mm3

Menurun

CRP - - Normal

Page 12: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Neutrofil segmen meningkat karena adanya inflamsi akut maka terjadi

migrasi neurofil kesirkulasi yang berasal dari sumsum tulang dan persedian

marginal intarvaskular

LED meningkat karena adanya inflamasi.

c. Apa tujuan dilakukannya pemeriksaan CRP ?

CRP adalah suatu indikator terhadap proses inflamasi akut. Biasanya mulai

meningkat setelah 2 jam terhadap onset inflamasi dan akan mencapai

puncaknya dalam waktu 48 jam. CRP juga dapat menandakan suatu proses

infeksi bakterial yang sifatnya akut. Pemeriksaan CRP pada neonatal dan bayi

masih menjadi perdebatan sebab pada neonatal dan bayi, kemampuan untuk

menghasilkan protein inflamasi akut seperti CRP masih sangat terbatas

sehingga bila terjadi inflamasi atau infeksi, sering tidak terjadi peningkatan

CRP atau terjadi peningkatan yang sangat sedikit, jauh lebih rendah

dibandingkan peningkatan pada orang dewasa.

4. Pemeriksaan radiologi

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan radiologi ?

Infiltrat parahilar : abnormal

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan radiologi ?

Gambaran infiltrat pada rontgen thoraks terjadi karena adanya eksudat pada bronkus, bronkiolus, dan alveolus disekitarnya. Cairan (eksudat) lebih padat dari udara, sehingga ketika dirontgen daerah paru yang terisi eksudat terlihat lebih radio opaque daripada daerah disekitarnya yang hanya terisi udara).Mekanismenya:infeksi mikroorganisme : di alveolus aktivasi makrofag pelepasan sitokin-stitokin

peningkatan permeabilitas vaskular & aktivasi dan kemotaksis netrofil reaksi inflamasi di alveolus eksudat di aveolus gambaran infiltrat pada rontgen.

juga menginvasi saluran nafas (bronkiolus) respon inflamasi di bronkiolus eksudat di bronkiolus gambaran infiltrat pada rontgen.

5. Apakah ada pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan ?

a. Laboratorium

Page 13: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih

dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit

terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan

diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur

darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah

menunjukkan hipoksemia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Pemeriksaan kultur untuk menegakan penyebab pneumonia. Pemeriksaan kultur darah

seringkali positif terutama pada pneumonia pneumococcus dan merupakan cara yang

lebih pasti untuk mengidentifikasi organisme dibandingkan dengan kultur yang

potensial terkontaminasi seperti kultur sputum. Boleh dilakukan uji sensitivitas obat

agar terapi tepat sasaran.

b. Radiologis

Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari :

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing, dan hiperareasi.

Infiltar alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Kosolidasi dapat menegnai 1 lobus (Pneumonia lobaris), atau terlihat sebagai

lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak

terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round

pneumonia.

Bronkopneumonia, terdapat gambaran difus merata pada kedua paru,

berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,

disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Lesi pneumonia pada anak banyak terbanyak berada di paru kanan, terutama di

lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal

ini merupakan prediktor perjalan penyakit yang lebih berat dengan risiko pleuritis

meningkat.

CXR dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia.

Pneumonia virus kecenderungan terlihat penebalan peribronkhial, infiltrat

interstisial merata, dan hiperinflasi. Sedangkan pada infeksi bakteri terlihat infiltrat

alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air

bronchogram.

Page 14: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

CXR pada pneumonia mikoplasma sangat bervariasi. Beberapa kasus gambarannya

mirip dengan CXR infeksi virus. Selain itu, terdapat bronkopneumonia terutama di

lobus bawah, infiltrat interstisial retikluonodular bilateral.

c. Serologis.

Uji ini mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah pada infeksi bakteri tipik,

kecuali pada infeksi Streptococcus group A yang dapat dikonfirmasi dengan

peningkatan titer antibodi, seperti antistreptolisin O.

Namun, untuk mendeteksi infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgG dapat

mengkonfirmasi diagnosis.

6. Differential diagnosis

Asthma Bronchiectasis Bronchitis Congestive heart failure Abses paru Ca paru Pulmonary edema Pulmonary embolism Sepsis

Didi, ♂9bln Bronkopneumonia Bronkitis Akut Bronkiolitis Akut

Takipneu + + +

Takikardi + + +

Demam Demam Tinggi Demam ringan Demam

ringan/normal

Nafas cuping + Mengi Mengi/normal

Retraksi

intercostal

+ +/jarang +

Redup + Hipersonor Hipersonor

Vesikuler ↑ Normal/↓ ↓

Ronki Basah + + -

Wheezing - + +

Page 15: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

7. Penegakan diagnosis

Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan

pneumonia adalah sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan

klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika keadaan

penyakit seorang balita termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis

penyakitnya kemungkinan adalah batuk pilek biasa, faringitis, tonsillitis, otitis atau

penyakit ISPA non-pneumonia lainnya.

a. Anamnesis

Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai:a. Keluhan utama (sesak nafas, demam tinggi, batuk produktif, rhinorrhea)b. Nafsu makannya berkurang atau tidakc. Umur anakd. Riwayat perjalanan penyakit e. Riwayat penyakit terdahulu f. Riwayat kehamilan ibu g. Riwayat kelahiran h. Riwayat makanan dan imunisasi i. Tumbuh kembang (TB dan BB)j. Keadaan keluarga (sosioekonomi)

Gambaran klinik pneumonia biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh

meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-

kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

b. Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat

terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada perkusi redup, pada

auskultasi terdengar suara napas vesikuler yang mungkin disertai ronki basah halus,

yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang digunakan oleh program P2 ISPA,

diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran

bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Adanya nafas

cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat

adalah anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit , anak usia 2 bulan

Page 16: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Bulu-bulu hidung menangkap partikel yang lebih besar

Partikel kecil masuk ke alveolar

Microbial pathogen terhisap

sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menit, anak usia 12 bulan sampai 5

tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit.

8. Working diagnosis

Bronkopneumoni berat

9. Pathogenesis dan patofisiologi

Page 17: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

10. Manifestasi klinis

a. Gejala nonspesifik infeksi :

Page 18: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Gelisah Menggigil dan demam 38,5 ° C sampai 41,1°C Diaforesis Anoreksia Malaise Nausea Sakit kepala

b. Gejala infeksi saluran pernapasan bawah

Batuk kental, produktif: Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat

Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan: Nyeri pleuritik, Nafas dangkal dan mendengkur, Takipnea

Sukar bernapas dan ada napas cuping hidung

c. Tanda pneumonia

Ronki basah di area yang terkena, peningkatan intensitas suara nafas di bagian parenkim (vesikular).

Gerakan dada tidak simetris dan ada retraksi dinding dada Perkusi redup - pekak Cyanosis: Area sirkumoral, Dasar kuku kebiruan

Beda manifestasi klinik pneumonia atipikal dan tipikal

11. Penatalaksanaan

I. Awal (supportif):a. Bed restb. Oksigen: 1-2 L

Page 19: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

c. Cairan: Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10mEq/500 ml (disesuaikan dengan BB dan suhu tubuh)

II. Simptomatika. Antipiretik: paracetamol 10-15 mg/KgBBb. Mukolitik: ambroxol 1,2-1,6 mg/KgBB

III. Antibiotik (Untuk usia 3 bulan – 5 tahun)Seharusnya diberikan berdasarkan hasil kultur dan uji resistensi dari penyebab pneumonia pada pasien. Tapi dapat diberikan obat berikut :

a. Ampisilin 50-100 mg/KgBB, secara intravena atau intramuscular, dosis: 4x/harib. Kloramfenikol 50-100 mg/KgBB, secara intravena, dosis: 4x/haric. Kloksasilin 50 mg, secara intravena atau intramuscular, dosis: 4x/harid. Gentamisin 5-7 mg, secara intravena atau intramuscular, dosis: 1-2x/harie. amoksisilin 25 mg/kg BB per hari secara oralf. kotrimoksazol (4 mg trimetoprim; 20 mg sulfometoksazol)/kgBB secara oral

IV. Rehabilitatif- Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui

selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.

- Pengaturan posisi yang nyaman. Tujuannya untul meminimalisasi hambatan aktivitas gerakan thoraks dan meminimalisasi hambatan keluar masuknya udara di saluran pernapasan, misalnya duduk dengan posisi tubuh mendatar ke depan (leaning forward).

- Terapi Fisik DadaJenis terapi fisik dada yang sering digunakan kepada penderita penyakit paru akut, pneumonia, dan kronis adalah postural drainage, perkusi, dan vibrasi.Postural drainage merupakan cara klasik mengeluarkan lender dari paru dengan menggunakan gaya berat dan sekret (lendir) itu sendiri.Tujuannya adalah mencegah terkumpulnya lendir dalam saluran nafas serta mempercepat pengeluaran lendir. Sementara itu, perkusi merupakan jenis terapi fisik dada dengan memberikan energi mekanik (menimbulkan efek getar) pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru untuk tujuan melepaskan sekret yang tertahan. Vibrasi merupakan tindakan kompresi dada dengan tujuan menggerakkan sekret ke arah saluran nafas besar, dan dilakukan pada waktu pasien mengeluarkan nafas.

Page 20: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

12. Pencegahan

Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia. Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara di dalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia.

Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 kategori yaitu: Pencegahan Non spesifik, yaitu: 1. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi

Kemiskinan ↓ Tingkat pendidikan ↑ Kurang gizi ↓ Derajat kesehatan ↑

2. Lingkungan yang bersih, bebas polusi

Pencegahan Spesifik 1. Cegah BBLR 2. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang 3. Berikan imunisasi

Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal

Page 21: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi.

Pencegahan Sekunder Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:15

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan penambahan oksigen. b. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin. c. Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.

Pencegahan Tertier Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa:a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk. b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.

13. Komplikasi

Komplikasi pneumonia :

1. Efusi pleura

2. Empiema

3. Pneumothoraks

4. Piopneumothoraks

5. Pneumatosel

6. Abses paru

7. Sepsis

8. Gagal napas

9. Meningitis

10. Endocarditis

11. Pericarditis purulenta

Page 22: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

14. Prognosis

Tergantung dari penyebab pneumonia, waktu penegakkan diagnosis dan pengobatan.

Dengan diagnosis yang tepat waktu dan pengobatan yang tepat, prognosis adalah

baik/bonam. Menurut WHO tahun 2005, proporsi kematian balita dan bayi karena

pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%. Bila tidak didiagnosis tepat waktu

dan penanganan tidak tepat, prognosis bisa menjadi ke arah buruk/dubia ad malam

karena adanya kemungkinan komplikasi yang berat.

Untuk pneumonia yang didapat dari komunitas atau masyarakat, dapat juga digunakan

skor CURB-65, yaitu :

Interpretasi :

15. KDU

Tingkat Kemampuan 3B, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter

(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat

memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang

relevan (kasus gawat darurat).

Page 23: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

4. Hipotesis

Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan mengalami batuk, sukar bernafas dan demam karena

mengalami bronkopneumonia berat

Learning Issue

1. Sistem Respiratorius

Page 24: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

ANATOMI

Saluran atas : Hidung, faring, dan struktur yang terkait.

Saluran bawah : Laring, trakea, bronkus, paru-paru.

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan

mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan

homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga

hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan

karbondioksida dengan pembuluh darah.

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus dan bronkiolus terminalis

2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris

bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5

macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells),

sel basal, dan sel granul kecil.

Page 25: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Hidung

- Terdiri atas bagian eksternal dan internal

- Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago

- Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi

rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum

- Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang banyak mengandung vaskular

- Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir

- Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru

- Hidung berfungsi sebagai kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup

Faring

- Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan

rongga mulut ke laring

- Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring

(laringofaring)

Laring

Page 26: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

- Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring

dan trakea

- Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :

a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan

b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring

c. Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk

jakun (Adam’s apple)

d. Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di

bawah kartilago tiroid)

f. Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid

g. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara

(pita suara melekat pada lumen laring)

- Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi

- Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan

memudahkan batuk

Trakea

-Saluran Udara

Page 27: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

-Terbagi untuk membentuk :

a. Bronchi primer

b. Carina: refleks batuk

- Disebut juga batang tenggorok

- Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina.

Paru

- Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut

- Terletak dalam rongga dada atau toraks

Page 28: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

- Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa

pembuluhdarah besar.

- Struktur dapat dibayangkan sebagai:

Yang menutupi permukaan lapangan tenis (sekitar 75 m2) dengan plastictipis, dan dapat

menjejalkannya ke dalam 3 liter botol air minum.

- berat paru orang dewasa dapat mencapai 1 kg dan dapat menampung udara sebanyak 4-6 L

- Setiap paru mempunyai apeks dan basis

- Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris

- Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus

- Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen

bronkusnya

Bronkus

- Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri

- Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)

- Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri

terbagi menjadi 9 bronkus segmental

- Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang

Page 29: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

dikelilingi olehjaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf

Bronkiolus

- Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus

- Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk

selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

Bronkiolus Terminalis

- Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai

kelenjar lendir dan silia)

Bronkiolus respiratori

- Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori

- Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan

jalan udara pertukaran gas

Duktus alveolar dan Sakus alveolar

- Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar

- Dan kemudian menjadi alveoli

Alveoli

- Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2

- Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2

- Terdiri atas 3 tipe :

a. Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli

b. Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan

(suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)

c. Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja

sebagai mekanisme pertahanan

Pleura

Page 30: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

- Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis

- Terbagi mejadi 2 :

a. Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada

b. Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru

- Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk

memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah

pemisahan toraks dengan paru-paru

- Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah

kolap paru-paru.

Page 31: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

2. Pneumonia

Definisi

Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang

terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering

menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-

anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi

kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan

angka kematian anak.

Bronkopneumonia yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang biasanya mengenai

bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan

balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan

benda asing.

Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah

penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering

merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh

tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpain pada anak-anak dan orang

dewasa.

Etiologi

Jenis Mikroorganisme :

Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,

Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium

Tuberculosis.

Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.

Mycoplasma pneumoniae

Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,

Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans.

Aspirasi benda asing, makanan, kerosene, cairan amnion

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh

yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,

pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

Page 32: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Sumber Mikroorganisme

Community Aquired Pneumoni (CAP) → pneumonia yang di dapat di masyarakat

Hospital Acquired Pneumonia atau Pneumonia nosokomial

Pneumonia aspirasi

Pneumonia immunocompromised

CAPNosocomial

Pneumonia

Atypical

Pneumonia

S.pneumoniae

H.influenzae

Moraxella catarrhalis

S.aureus

Gram negative bacilli

Virus

Gram negative bacilli

S.aureus

Pseudomonas aerugi-

nosa

M.pneumoniae

C.pneumoniae

Legionella pneumophila

Woodhead M.Medicine International 1995; 31

Mild (Ambulatory Patients)Moderate (hospitalized, non

ICU)*Severe (ICU)*

S. Pneumoniae

M. Pneumoniae

H. Influenzae

C. Pneumoniae

Viruses

Mixed flora

(aspiration)

S. Pneumoniae

M. Pneumoniae

C. Pneumoniae

H. influenzae

Legionella spp

Mixed flora

(aspiration)

S. Pneumoniae

S. aureus

H. influenzae

Gram negative

bacilli Legionella

spp

File MJ. Tan JS. Cure open Purn Med 1997.

Tabel penyebab pneumonia berdasarkan umur:

Page 33: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Epidemiologi

Di negara maju seperti amerika dan eropa diperkirakan tiap tahunnya 30-45 dari 1000 anak

pada umur dibawah 5 tahun. 16-20 dari 1000 anak pada umur 5-9 tahun, dan 6-12 dari 1000

anak pada umur 9 tahun dan remaja.

Di RSU dr. Sutomo surabayamaningkata dari tahun ke tahun

Tahun 2003 : 190 pasien

Tahun 2004 : 231 pasien dan usia terbanyak pada usis < 1 tahun

Page 34: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Tahun 2005 : < 5 tahun sebanyak 547 dengan jumlah terbanyak pada usia 1-12 bulan

sebanyak 337 anak.

Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya umur.

Dinegara dengan 4 musim infeksi biasa terjadi pada musim dingin dan awal musim semi.

Dinegara tropis biasanya terjadi pada musim hujan

Faktor Risiko

Gangguan nutrisi

Usia muda

Kelengkapan imunitas

kepadatan hunian

Devisiensi vitamin A dan Zn

Paparan asap rokok

Patogenesis

Pneumonia adalah setiap keadaan radang paru dengan beberapa atau seluruh alveoli terisi

cairan. Infeksi dalam alveoli menyebabkan membran paru mengalami peradangan dan

berlobang-lobang sehingga cairan bahkan sel darah merah dan putih keluar dari darah dan

masuk ke alveoli alveoli yg terinfeksi secara perogresif terisi dengan cairan dan sel-sel

daerah paru menjadi berkonsolidasi (paru terisi cairan dan sisa sel)

Fisiologi guyton.

Dalam perjalan penyakit pneumonia, penyakit berlangsung dalam 4 stadium klinis, yaitu :

a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan

mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan

cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.

Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama

dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat

plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar

Page 35: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan

jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini

dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan

leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan

seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga

anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh

daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena

berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak

lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7 – 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

Manifestasi Klinis

Secara umum dapat dibagi:

a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabilitas,

gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah

atau diare.

Page 36: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

b. Gejala umum saluran napas bawah berupa batuk, takipnea, ekspektorasi sputum, napas

cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, sianosis.

c. Tanda pneumonia berupa retraksi dada, perkusi pekak (redup), fremitus melemah,

suara napas melemah, ronki.

d. Tanda infeksi ektrapulmonal.

Diagnosis Banding

Keadaan yang menyerupai pneumonia adalah bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda

asing, atelektasis, abses paru dan tuberkulosis.

Diagnosis

WHO mengajukan pedoman diagnostik yang sederhana dalam pembagian bronkopneumonia,

yaitu :

1. Bronkopneumonia sangat berat.

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus

dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika

2. Bronkopneumonia berat.

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak

harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

3. Bronkopneumonia.

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

a. >60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

b. >50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun

c. >40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

4. Bukan bronkopenumonia.

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan

tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman

penyebab:

a. kultur sputum atau bilasan cairan lambung

b. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus deteksi

antigen bakteri

Page 37: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Penatalaksanaan

a. Terapi causative : Antibiotika folifragmasi

Yang menjadi pertimbangan :

- Apakah perlu menggunakan antibiotik atau tidak. Idealnya tata laksana sesuai dengan kuman penyebab infeksi. Namun kerap kali sulit membedakan pneumonia akibat virus atau bakteri dan besarnya kemungkinan infeksi bakteri sekunder sehingga pasien pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.

- Apakah perlu digunakan antibiotik dengan spektrum luas atau obat mana yang tepat. Golongan beta laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam merupakan jenis antibioti yang sudah dikenal cukup luas. Pneumonia karena infeksi pneumokokus bisa diatasi dengan penisilin dan ampisilin, sedangkan infeksi haemofilus bisa diatasi dengan ampisilin dan kloramfenikol. Kuman basil gram negatif seperti Proteus mirabilis bisa diatasi dengan aminogliosida. Pneumonia karena jamur dapat diatasi dengan pemberian anti jamur (antimikotik) seperti amphotericin B, ketokonazol, dan flukonazol. Pneuonia karena sitomegalovirus bisa diatasi dengan antiviral seperti asiklovir dan gansilovir.

- Cara pemberian obat secara oral atau parenteral. WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia tanpa retraksi dinding dada untuk dirawat secara poliklinis dengan antibiotik oral. Pasien dengan pneumonia berat sebaiknya dirawat inap dan diberi antibiotik secara parenteral. Menurut British Thoracic Society, anak – anak yang tidak bisa menerima antibiotik oral dan anak – anak dengan pneumonia berat dapat diberikan antibiotik secara parenteral.

- Faktor modifikasi pneumoniaYang termasuk dalam faktor modifikasi adalah:

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

Pecandu alkohol

Penyakit gangguan kekebalan

Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik Gram negatif

Penghuni rumah jompo

Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

Page 38: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis

Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

Gizi kurang

Empiris terapi pneumonia :

Page 39: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi / hasil biakan dan uji resistensi,

tetapi berhubung tidak selalu dapat dikerjakan dan memakan waktu maka dalam

praktek diberikan pengobatan polifragmasi atau empiris.

Ampicilin, 100mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis

Chloramphenicol :

- untuk umur < 6 bulan : 25-50 mg/kgBB/hari

- untuk umur > 6 bulan : 50-75 mg/kgBB/hari, dibagi 3-4 dosis atau

gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis

Pneumonia rawat jalan

Diberikan antibiotic lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau

kotrimoksazol.

Dosis amoksisilin : 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol : 4 mg/kgBB TMP

- 20 mg/kgBB sulfametoksazol.

Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid abru, dapat digunakan sebagai

terapi alternative beta laktam untuk pengobatan inisisal pneumonia, dengan

mempertimbangkan aktivitas ganda terhadap S.pneumonia dan bakteri atipik.

Pneumonia rawat inap

Pilihan antibiotic lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan beta

laktam atau kloramfenikol.

Pada pneumoni yang tidak responsive terhadap beta laktam dan kloramfenikol,

dapat diberikan antibiotic lain seperti gentamisisn, amikasin, atau sefalosporin,

sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.

b. Terapi suportif:

1. IVFD, Pembersihan jalan napas, oksigen.

Page 40: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

2.

Page 41: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Bila impending decompensatio cordis : retriksi cairan ¾ kebutuhan, beri diuretic,

NaCl di stop, jika tak teratasi beri digitalisasi

c. Terapi Simptomatik

a. Pemberian asetaminofen (untuk demam dan ketidaknyamanan)

b. Pemberian obat batuk

c. Jika terdapat wheezing, berikan rapid-acting bronchodilator.

d. Paracetamol untuk mengatasi demam yang tinggi

e. Oksigen untuk mengatasi sesak nafas, retraksi, takipnea

b. Rehabilitatif

Perlu dirawat di rumah sakit agar keadaannya dapat selalu terkontrol.

c. Promotif

Memberikan penjelasan mengenai faktor resiko, gejala, dan pencegahan pneumonia.

Berikan penyuluhan tentang pneumonia ke masyarakat terutama yang tinggal di

lingkunag beresiko tinggi.

Page 42: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Pedoman dari WHO untuk diagnosis dan tatalaksana :

Tanda dan gejala klasifikasi Penatalaksanaan

a.Sianosis sentral

b. Severe respiratory

distress (contoh : kepala

mengangguk-angguk)

c.Tidak sanggup minum

Pneumonia

sangat berat

d. harus di rawat di RS

e.diberi antibiotik.

f. berikan terapi oksigen

g. atur jalan nafas

h. turunkan panas badan,

jika ada

Chest indawing Pneumonia berat i. harus di rawat di RS

j. diberi antibiotik.

k. berikan terapi oksigen

l. atur jalan nafas

m. turunkan panas badan,

jika ada

Nafas cepat :

- ≥ 60 x/menit (pd usia

anak < 2 bln)

- >50 x/menit (anak usia 2

bln- 11 bln)

- > 40 X/menit (anak usia

1th- 5 th)

Pada auskultasi terdapat

definite crackles

Pneumonia n. tidak perlu dirawat

o. berikan antibiotik selama

5 hari

p. melegakan tenggorokan

dan batuk dengan

pengobatan yang aman

q. memberikan nasehat

kepada orang tua kapan

harus kembali segera

r. melakukan follow up selama

2 hari.

s.Hanya batuk

t. Tidak terdapat tanda

pneumonia

Bukan

pneumonia

(batuk atau

pilek)

u. Tidak perlu dirawat

v. melegakan tenggorokan

dan batuk dengan

pengobatan yang aman

w. memberikan nasehat

kepada orang tua kapan

harus kembali segera

x. melakukan follow up

selama 5 hari jika tidak ada

Page 43: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

perbaikan.

Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak yang berada dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.

Komplikasi

Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai antara lain empiema danotitis media akut. Sementara komplikasi lainnya seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, dan peritonitis lebih jarang terjadi.

Pencegahan

a. Imunisasi

Pneumonia dapat disebabkan oleh Haemophillus influenza dapat dicegah dengan

pemberian imunisasi Hib.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara

lain:

Vaksinasi Pneumokokus

Vaksinasi H. influenza

Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

b. Meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas

seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga

kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.

Bronkopneumonia / Pneumonia Lobaris

A. DEFINISI

Page 44: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Bronkopneumoni atau pneumonia lobaris merupakan bagian dari pneumonia berdasarkan

kriteria pembagian secara anatomis. Bronkopneumoni adalah peradangan atau inflamasi

saluran pernafasan akut yang mengenai jaringan peribronchial. Dalam hal ini proses

radang mengenai lobulus paru. Lobulus paru merupakan bagian segmen paru, sedangkan

segmen paru merupakan bagian dari lobus paru.

B.ETIOLOGI

Broncopneumoni dibagi menjadi spesifik dan aspesifik. Yang spesifik disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculose, sedangkan yang tidak spesifik bisa disebabkan oleh virus,

jamur, bakteri, bahan kimia, ataupun karena aspirasi. Virus antara lain Respiratory syncial

virus, adenovirus, citomegalovirus, jamur antara lain aspergilus, koksidiomikosis,

sedangkan karena aspirasi dapat dari makanan, cairan lambung, benda asing. Tapi pada

umumnya penyebab terbanyak adalah bakteri terutama Streptococcus pneumonia dan

Haemophilus influnzae.

C.PATOGENESIS

Page 45: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Bakteri, atau penyebab lain terisap kesaluran napas, adanya aspirasi mikoroorganisme

yang ada di nasofaring atau penyebab hematogen dari fokal infeksi di tempat lain

menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang memudahkan proliferasi dan

penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya

sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Peradangan ini

biasanya di mulai di bronkioli terminal. Mereka tersumbat oleh eksudat mukopurulen yang

membentuk bercak-bercak konsolidasi lobuli yang berdekatan.

D.GEJALA KLINIS

Secara umum dapat dibagi menjadi :

1. Manifestasi nonspesifik infeksi   :  Panas yang bersifat remitten, takikardi, gelisah,

nafsu makan berkurang

2. Gejala umum saluran pernafasan bagian bawah berupa batuk, sesak napas, nafas

cuping hidung, merintih dan sianosis, frekuensi nafas meningkat, jika memberat dapat

terjadi hipoksia. Tampak adanya retraksi suprasternal, intercosta, ataupun pernafasan

abdomen untuk mengkopensasi.

E.PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan adanya suara dasar bronkial setempat-

setempat (tergantung pada lokalisasi kelainan)

Ditemukan ronkhi basah (halus atau sedang) Yang letaknya basal atau difus

Apabila pleura ikut terserang akan terdapat nyeri pleura atau pleura friction rub

 

F.PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah tepi

Page 46: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

Menunjukan leukositosis dengan predominan PMN atau dapat ditemukan

leukopenia yang menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan

atau sedang.

2. Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bercak konsolidasi

3. Pemeriksaan mikrobiologi dari spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,

sputum, aspirasi paru dapat ditemukan adanya bakteri, virus, jamur penyebab

untuk menegakan diagnosa penyebab.

G. DIAGNOSA BANDING

1.      Bronkhitis

2.      Bronkhiolitis

3.      Bronkhopneumoni duplek : - spesifik

                                  -   aspesifik

H. KOMPLIKASI

Intra  Pulmonal

·         Emfisema

·         Efusi pleura

·         Atelektasis

·         Pleuritis

·         Cpsa

·         Bronkiektasi

Ektra pulmonal

Sepsis

Encelopati

Kejang demam

Page 47: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

KERANGKA KONSEP

Jamur, bakteri, virus, atau protozoa masuk ke saluran napas

dan parenkim paru

Makrofag menfagosit patogen

reaksi inflamasi

Permeabilitas kapiler ↑

Eksudasi cairan plasma dan sel radang

Reflek batuk + batuk produktif

Akumulasi di saluran napas

Produksi mukus ↑

demam

Set point suhu pada hipotalamus ↑

Produksi prostaglandin

Sitokin (IL1, IL6,TNF α) ↑

Kongesti alveoli + bronkiolus

Difusi O2 ↓

Oksigenasi jaringan ↓

RR ↑

Aktivasi otot bantu pernapasan, retraksi intercostal, napas cuping

hidung

Air flow terganggu

Perkusi redup pada basal paru, rales, vesikuler

meningkat, gambaran infiltrat pada foto thorax

Takipneu, sukar bernapas

LED ↑, leukositosis

Page 48: Laporan Tutorial Bronkopneumonia

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Robbins Kumar, Basic Pathology