Laporan Tutorial
-
Upload
arie-krisnayanti-ida-ayu -
Category
Documents
-
view
253 -
download
66
Transcript of Laporan Tutorial
BAB II ISI
2.1 HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA (BPH)
2.1.1 Definisi
Adalah suatu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari
uretra posterior. Kelenjar prostat dibagi dalam ebebrapa zona, yaitu: zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Bentuknya seperti buah
kenari dengan berat normal pada orang dewasa + 20 gram. Bila mengalami pembesaran, organ
ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar
dari buli-buli.
2.1.2 Etiologi
Hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging. Ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah:
1. Teori dihidrotestosteron
2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
4. Berkurangnya apoptosis sel prostat
5. Teori stem sel
Teori Dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit yang sangat berperan dalam pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-reduktase
dengan bantuan koenzim NADPH. Setelah itu, DHT berikatan dengan reseptor androgen (RA)
menbentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor
yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada sebuah penelitian dikatan, kadar DHT pada
Skenario 2 Page 1
pasien normal dengan penderita BPH adalah sama, hanya saja yang membedakan adalah jumlah
enzim 5alfa-reduktase dan reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Sehingga sel-sel prostat
lebih sensitif terhadap DHT.
Ketidakseimbangan Estrogen-Testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap.
Sehingga tampak perbandingan estrogen lebih tinggi dibandingkan testosteron. Diketahui bahwa
estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya ploriferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara:
meningkatkan sensifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen
meningkatkan jumlah reseptor androgen
menurunkan apoptosis sel-sel prostat
sehingga hasil akhir dari keadaan ini adalah pembesaran massa prostat.
Interaksi Stroma-Epitel
Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel
stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel stroma mendapat stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi
sel-sel epitel maupun sel stroma.
Berkurangnya Kematian Sel Prostat
Pada keadaan normal, terjadi proses apoptosis pada sel kelenjar prostat hal ini untuk
mempertahankan homeostasis. Pada beberapa keadaan, proses apoptosis ini terjadi secara tidak
seimbang. Belum ada teori pasti yang menjelaskan faktor-faktor yang menghambat proses
apotosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel. Hormon
Skenario 2 Page 2
estrogen juga dianggap mampu memperpanjang usia sel-sel prostat. Sedangkan faktor
pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.
Teori Stem Sel
Stem sel adalah sel yang memiliki kemampuan berploriferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel
ini sangat bergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun, maka menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya ploriferasi sel-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan dari sel stroma maupun sel epitel.
2.1.3 Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebakan penyempitan lumen uretra protatika dan menghambat
aliran urine. Keadaan ini penyebabkan peningkatan takanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buliberkontraksi lebih kuat guna melewati tahanan tersebut. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan ini
darasakan oleh pasien sebagai Lower Urinary Tract Symptom (LUTS).
Tekanan yang tinggi pada buli-buli juga menyababkan tekanan pada ureter juga
meningkat, sehingga dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter (refluks
vesiko-ureter). Keadaan ini bahkan dapat menyebabkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam keadaan gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat tidak hanya disebabkan oleh adanya
masa prostat yang menumbat uretra posterior, tapi juga disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
tonus otot polos yang ada pada stroma prostat
kapsul prostat
otot polos pada leher buli-buli. Otot ini dipersyarafi oleh serabut simpatis yang
berasal dari nervus pudendus.
Skenario 2 Page 3
2.1.4 Gambaran Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS),yang dibedakan menjadi:
1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi
(nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat
miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau
miksi harus menunggu lama , harus mengedan,kencing terputus-putus, dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow.
- Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang
Benjolan di pinggang (tanda dari hidronefrosis)
Demam (tanda infeksi atau urosepsis)
- Gejala di luar saluran kemih
Hernia inguinalis atau hemoroid, akibat sering mengejan pada saat miksi sehingga
meningkatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
2.1.5 Pemeriksaan Fisik
Buli-buli terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi
urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu
merupakan pertanda inkontinensia paradoksa.
Colok dubur (DRE, digital rectal examination) :
Diperhatikan :
Tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus (untuk menyingkirikan adanya
kelainan buli-buli neurogenik).
Mukosa resktum
Skenario 2 Page 4
Keadaan prostat, antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi
prostat, simetri antara lobus dan batas prostat.
BPH Ca Prostat
Konsistensi prostat
kenyal
Lobus kanan dan kiri
simetris
Tidak didapatkan nodul
Konsistensi prostat
kasar
Di antara lobus prostat
tidak simetris
Teraba nodul
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap
- Urinalisis: sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.
- Kultur urine: mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
- Tes faal ginjal: untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas.
- Tes gula darah: untuk mencari kemungkinan adanya penyakit DM yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).
- Periksa kadar penanda tumor PSA: bila dicurigai ca prostat.
Pencitraan
- FPA: untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
- IVP (namun tidak direkomendasikan) untuk menerangkan kemungkinan adanya:
Hidroureter atau hidronefrosis
Skenario 2 Page 5
Kemungkinan besar kelenjar prostat, yang ditunjukkan oleh adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat), atau ureter di sebelah distal
yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish
Trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli
- USG transrektal (TRUS) untuk mengetahui:
Besar atau volume kelenjar prostat
Adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna
Sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi prostat
Menentukan jumlah residual urine
Mencari kelainan lain dalam buli-buli
- USG transabdominal : untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan
ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
2.1.7 Tatalaksana
Watchfull waiting
- Pilihan terapi untuk pasien BPH dengan skor IPSS < 7 (Ringan).
- Konseling mengenai:
Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
coklat)
Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
Kurangi makanan pedas dan asin
Jangan menahan kencing terlalu lama
Tetap kontrol: ditanyakan keluhan apakah membaik (menggunakan skor baku) serta pemeriksaan
laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan memburuk, pertimbangkan terapi lain.
Medikamentosa
- Penghambar reseptor adrenergik-α:
Skenario 2 Page 6
Prazosin (2x sehari); terazosin, alfuzosin & doksazosin (1x sehari) : untuk
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.
Tamsulosin: sangat selektif terhadap otot polos prostat, dapat memperbaiki
pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut
jantung.
- Penghambat reduktase-α:
Bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT. Menurunnya kadar DHT
menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Finastride (5 mg sehari): diberikan sekali setealh 6 bulan mampu menyebabkan
penurunan prostat hingga 28 %, hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran
miksi.
Tindakan Operatif
- Indikasi dilakukan pembedahan:
Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
Mengalami retensi urine
Infeksi saluran kemih berulang
Hematuria
Gagal ginjal
Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi daluran kemih
bagian bawah.
Prostatektomi terbuka: paling invasif dan paling efisien sebagai terapi BPH. Pembedahan
terbuka dianjurkan pada prostat yang volumenya diperkirakan lebih dari 80-100 cm3.
TURP (Reseksi Prostat Transuretra): TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan
prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat.
Monitoring
- Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchfull waiting): dianjurkan kontrol
setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui adanya terjadi perbaikan
klinis.
Skenario 2 Page 7
- Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5 α-reduktase: harus dikontrol pada
minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap
tahun untuk menilai perubahan gejala miksi.
- Pasien yang menjalani pengobatan penghambat α-adrenergik: harus dinilai respons
terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS,
uroflometri, dan residu urine pasca miksi.
- Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca
operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah
3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.
2.1.8 Komplikasi
Akibat terjadinya retensi urine akut, menyebabkan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih
dan timbulnya batu saluran kemih khususnya batu buli-buli. Selain itu, tekanan intravesikal dapat
terus meningkat tinggi. Tekanan intravesikal yang tinggi ini diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya jatuh ke dalam gagal ginjal.
2.2 STRIKTURA URETRA
2.2.1 Definisi
Adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini
disebabkan karena mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus
spongiosum.
2.2.2 Etiologi
Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan
bawaan. Infeksi yang paling sering terjadi yang menimbulkan striktura uretra adalah infeksi oleh
kuman genokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini
sekarang jarang dijumpai karena pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis.
Skenario 2 Page 8
Trauma yang menyebabkan striktuta uretra adalah trauma tumpul pada selangakangan, fraktur
tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati-hati. Tindakan yang
kurang hati-hati pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan (false route) yang
menimbulkan kerusakan uretra yang menyisakan striktura dikemudian hari, demikian pula
fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakain kateter menetap menyebabkan penekanan uretra
terus menerus, menimbulkan hipoksia uretra daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula
atau striktura uretra.
2.2.3 Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya sikatrik
pada uretra. Jaringan sikatrik pada lumen uretra menimbulkan hamabatan aliran urine hingga
retensi urine. Aliaran urine yang terhamabat mencari jalan keluar si tempat lain (di sebeblah
proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan
abses periutera yang kemudian pecah membentuk fistula uterokutan. Pada keadaan tertentu
dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut fistula seruling
Derajat peneympitan uretra
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, stiktura uretra dibagi menjadi # 3 tingkatan yaitu :
1. Ringan; jika oklusi terjadi kurang kurang dari 1/3 diameter lumen uretra
2. Sedang; jika terdapat oklusi 1/3 samapi dengan ½ diameter lumen uretra
3. Berat; jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadangkala teraba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibrosa
2.2.4 Gejala klinis
Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian
timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih.
Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur uretra antara lain disuria, kesulitan
berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak nyaman,
nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan kantung kemih yang tidak puas.
Skenario 2 Page 9
2.2.5 Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui pola pancaran urine secara objektif, dapat diukur dengan cara
sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran dapat diukur dengan
membagi volume urin yang dikeluarkan pada saat miksi dibagi dengan lama proses miksi.
Kecepatan pancaran pria normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/
detik menandakan adanya obstruksi.
Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra dibuat foto
uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura adalah dengan membuat foto bipolar
sisto-uretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan
secara retrograde dari uretra.
Gambar : Hasil pemeriksaan urethrogram. Tampak adanya striktur pada uretra
bulbar sepanjang 4 cm
Skenario 2 Page 10
Melihat penyumbatan uretra secara langsung dilakukan melalui uretroskopi, yaitu melihat
striktura transuretra. Jika ditemukan striktura langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse)
yaitu memotong jaringan fibrotic dengan memakai pisau sachse.
Pemeriksaan yang lebih maju digunakan sistoskopi yaitu penggunaan kamera fiber optic
pada uretr. Dengan sitoskopi dapat dapat dilihat penyebab striktur, letaknya, dan karakter dari
striktur.
Gambar : prosedur sitoskopi
2.2.6 Terapi
Jika pasien datang karena retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk
mengeluarkan urin. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah :
Skenario 2 Page 11
- Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang
kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya
menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan
(false route)
- Uretromi interna : yaitu memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis atau dengan
pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total, sedangkan pada strictura
yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau
sachse.
- Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasiberupa pemotongan jaringan fibrosis,
kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih sehat.
- Pada striktura yang panjang dan buntu total, seringkali diperlukan beberapa tahapan
operasi, yakni tahap pertama dengan membelah uretra dan membiarkan untuk
epitelialisasi (johanson I) dan dilanjutkan pada tahap dengan membuat neouretra
(johanson II) .
Penggunaan antibiotic diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran kemih.
Antibiotic yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril,
maka antibiotic dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau sefalosporin generasi
ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin)
2.2.7 Penyulit
Obstruksi uretra yang lama menimbulkan statis urin dan menimbulkan berbagai penyulit,
diantaranya adalah : infeksi saluran kemih, terbentuknya divertikel uretra/ buli-buli, abses
periuretra, batu uretra, fistel uretro-kutan, dan karsinoma uretra.
2.2.8 Komplikasi
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih. Penumpukan urin
dalam kandung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi yang dapat menyebar ke kandung
kemih, prostat, dan gunjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga
menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan dibawahnya.
Skenario 2 Page 12
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit
ejakulasi, fistula uretrikutaneus, (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit) dan gagal ginjal
(jarang)
2.2.9 Prognosis
Striktura uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan
yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama
satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.
Kontrol berkala
Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan pancaran urin yang langsung dilihat oleh dokter,
atau dengan rekaman uroflometri. Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, seringkal pasien
harus menjalani beberapa tindakan, antara lain: (1) dilatasi berkala dengan busi dan (2) katerisasi
bersih mandiri berkala (KBMB) atau CIC (clean intermitten catherizzation) yaitu pasien
dianjurkan untuk melakukan katerisasi secara periodic pada waktu tertentu dengan kateter yang
bersih (tidak perlu steril) guna mencegah timbulnya kekambuhan striktura.
2.3 KARSINOMA PROSTAT
2.3.1 Definisi
Kanker Prostat adalah suatu tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat. Pemeriksaan
mikroskopis terhadap jaringan prostat pasca pembedahan maupun pada otopsi menunjukkan
adanya kanker pada 50% pria berusia diatas 70 tahun dan pada semua pria yang berusia diatas 90
tahun. Kebanyakan kanker tersebut tidak menimbulkan gejala karena penyebarannya sangat
lambat.
2.3.2 Epidemiologi
Biasanya keganasan prostat ditemukan pada usia di atas 50 tahun, insiden di Indonesia tidak
diketahui, sedangkan di Negara barat menurut hasil autopsi ditemukan sekitar 30% pada usia 70-
80 tahun dan sekitar 75% pada usia dia ats 80 tahun, akan tetapi hanya 10% dari mereka yang
berkembang sampai stadium klinis.
2.3.3 Patofisiologi Ca Prostat
Skenario 2 Page 13
Patofisiologi kanker prostat tidak dapat lepas dari usia, radikal bebas, LDL-C, dan
beberapa faktor resiko lain. Beberapa faktor tersebut menyebabkan disfungsi sel, dalam
memproduksi hormon. Penelitian baru-baru ini menyebabkan patologi prostat berkembang ketika
sistem drainase (pengeluaran cairan) pada vena testis berhenti karena kerusakan satu jalan katup
pada vena-vena spermatik internal (varicocele bilateral). Dampak dari kegagal tersebut berupa
peningkatan tekanan hidorstatik yang berlebihan pada internal yang dikeluarkan satu jalan katup
secara vertikal diorientasikan vena-vena sperma (waktu ereksi).
Malfungsi dari katup ini membuat peningkatan tekanan hidrostatik pada sistem
pengaliran vena pada sistem reproduksi pria, 6 kali lebih besar daripada normal. Kondisi ini
membuat aliran darah vena memburuk (melawan arah normal aliran) dari tekanan darah tinggi
pada sistem drainase vena testis ke tekanan yang lebih rendah pada sistem drainase prostat. Level
testosteron pada darah vena ditemukan benar-benar meningkat, dengan konsentrasi yang sangat
tinggi dari 130 kali dari level serum. Setelah kondisi tersebut, testosteron mencapai prostat hanya
lewat saluran arteri prostat pada konsentrasi fisiologi normal. Kondisi ini mengembalikan
kecepatan pada kondisi fisiologi normal pada prostat, hanya suplai testosterone yang sampai
secara normal lewat arteri prostat. Sel-sel prostat kemudian tidak mampu menahan stimulasi
yang berlebih oleh testosteron yang masuk secara langsung dari testes via testis dan sistem
drainase prostat.
Jika limpahan berlebih pada sel-sel prostat dalam konsentrasi tinggi dari testosterone
yang ditemukan dibawah kondisi patologi dari varicocele menyebabkan gen-gen tersebut
berlimpah dalam kondisi stress yang diregulasi oleh testosterone. Dalam sel nucleus, gen-gen
tersebut secara kontinu diserang dalam konsentrasinya hampir 2 kali diatas intensitas dan
frekuensi fisiologi. Hal ini membuat apparatus nuklir gen melakukan traksripsi dan replikasi
pada generasi sel selanjutnya dan rata-rata menunjukkan produksi yang lebih tinggi dari pada
kebutuhan. Dibawah kondisi abnormal ini, produksi DNA normal berlawanan dengan generasi
selanjutnya, ketelitian produksi dan proses pengumpulan dari nukleotida DNA dikacaukan dan
ini mempromosikan mutasi sel dalam sel prostat yang berproliferasi. Kondisi yang terus-menerus
berkaitan berlimpahnya “mesin”-mesin” dalam hal replikasi dan transkripsi DNA yang stress
dipicu oleh besarnya konsentrasi testosteron, dan secara progressive menunggu waktu, produksi
sel-sel prostat hiperplastik dan kemudian menjadi sel-sel prostat yang bersifat mutan dengan
model progresif yang berpotensial menjadi malignan dari generasi ke generasi.
Skenario 2 Page 14
2.3.4 Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya
hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron. Kanker prostat
merupakan penyebab kematian akibat kanker no 3 pada pria dan merupakan penyebab utama
kematin akibat kanker pada pria diatas 74 tahun.
Kanker prostat jarang ditemukan pada pria berusia kurang dari 40 tahun. Pria yang
memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker prostat adalah pria kulit hitam yang berusia
diatas 60 tahun, petani, pelukis dan pemaparan kadmium.
Angka kejadian terendah ditemukan pada pria Jepang dan vegetarian.
Kanker prostat dikelompokkan menjadi
Stadium A : benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik, biasanya
ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena penyakit lain.
Stadium B : tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada pemeriksaan fisik
atau tes PSA.
Stadium C : tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, tetapi belum sampai
menyebar ke kelenjar getah bening.
Stadium D : kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional
maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).
2.3.5 Gambaran Klinis
Pada kanker prostat stadium dini, sering kali tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis.
Tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium yang lebih lanjut, kanker prostat
stadium dini biasanya diketemukan pada saat pemeriksaan colok dubur berupa nodul keras pada
prostat atau secara kebetulan diketemukan adanya peningkatan kadar penanda tumor PSA
(prostate specific antigens) pada saat pemeriksaan laboratorium. Kurang lebih 10% pasien yang
datang berobat ke dokter mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi,
nyeri kencing, atau hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra.
Skenario 2 Page 15
Meskipun jarang, kanker dapat menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang air
besar. Kanker prostat yang sudah mengadakan metastasis ke tulang memberikan gejala nyeri
tulang, fraktur pada tempat metastasis, atau kelainan neurologis jika metastasis pada tulang
vertebra.
Pemeriksaan fisis yang penting adalah melakukan colok dubur. Pada stadium dini
seringkali sulit untuk mendeteksi kanker prostat melalui colok dubur sehingga harus dibantu
dengan pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS). Kemampuan TRUS dalam mendeteksi
kanker prostat dua kali lebih baik daripada colok dubur. Jika dicurigai ada area hipoekoik
selanjutnya dilakukan biopsi transektal pada area tersebut dengan bimbingan TRUS.
Stadium
Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor berdasarkan sistem TNM adalah seperti yang
terlihat pada gambar.
Organ confined
(tumor terbatas pada prostat)
T1
Secara kebetulan karsinoma
prostat diketemukan pada hasil
pemeriksaan histopatologi
setelah TURP pada BPH
T2
Pada colok dubur teraba nodul
keras yang masih terbatas
intrakapsular (prostat)
Invasi lokal T3
Tumor mengadakan invasi ke
vesikula seminalis
T4
Tumor mengadakan invasi ke
organ lain selain ke vesikula
seminalis (leher buli-buli,
sfingter eksterna dan rektum)
Skenario 2 Page 16
Diseminasi Tumor sudah mengadakan
infiltrasi limfogen (N) maupun
hematogen (M)
2.3.6 Derajat diferensiasi sel
Di samping penentuan derajat diferensiasi tumor menurut Mostofi, dikenal pula
diferensiasi Gleason. Sistem Gleason didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar
prostat yang dilihat secara mikroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali), yang
dibedakan dalam 5 tingkat perubahan mulai dari tingkat very well differentiated (tingkat 1)
hungga undifferentiated (tingkat 5). Dari pengamatan mikroskopik suatu preparat,kemudian
ditentukan 2 jenis pola tumor, yaitu tumor yang mempunyai pola/tingkat yang paling ekstensif
disebut sebagai primary pattern dan pola/tingkat yang paling tidak ekstensif atau disebut
secondary pattern. Kedua tingkat tersebut kemudian dijumlahkan sehingga menjadi grading dari
Gleason. Karena itu grading Gleason berkisar antara 2 sampai dengan 10. Dari penjumlahan itu
kemudian disimpulkan tingkat histopatologinya seperti pada tabel berikut.
GRADE TINGKAT HISTOPATOLOGI
2-4 Well differentiated
5-7 Moderately differentiated
8-10 Poorly differentiated
Penanda Tumor
Untuk membantu menegakkan diagnosis suatu adenokarsinoma prostat dan mengikuti
perkembangan penyakit tumor ini, terdapat beberapa penanda tumor, yaitu (1) PAP (Prostatic
Acid Phosphatase) dihasilkan oleh sel asini prostat dan disekresikan ke dalam duktuli prostat dan
(2) PSA (Prostate Specific Antigens) yaitu suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sitoplasma sel
epitel prostat, dan berperan dalam melakukan likuefaksi cairan semen. Pada proses keganasan
prostat, PSA akan menembus basal membran sel epitel dan beredar melalui pembuluh vaskuler,
yang selanjutnya kadarnya meningkat pada pemeriksaan darah perifer. PSA berguna untuk
melakukan deteksi dini adanya kanker prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker prostat.
Skenario 2 Page 17
Untuk meramalkan luas ekstensi tumor serta meramalkan adanya kemungkinan timbulnya
kekambuhan karsinoma prostat, dapat diitung melaui tabel dari Partin. Dengan cara memasukkan
variabel PSA, skor Gleason, dan stadium klinis ke dalam tabel Partin, dapat diramalkan luas
ekstensi maupun prognosis karsinoma prostat.
2.3.7 Pemeriksaan pencitraan
USG transrektal (TRUS). Pada pemeriksaan ultrasonografi transrektal dapat diketahui
adanya area hipo-ekoik (60%) yang merupakan salah satu tanda adanya kanker prostat dan
sekaligus mengetahui kemungkinan adanya ekstensi tumor ke ekstrakapsular. Selain itu dengan
tuntunan USG dapat diambil contoh jaringan pada area yang dicurigai keganasan melalui biopsi
aspirasi dengan jarum halus (BAJAH).
CT scan dan MRI. CT scan diperiksa jika dicurigai adanya metastatis pada limfonudi (N),
yaitu pada pasien yang menunjukkan skor Gleason tinggi (>7) atau kadar PSA tinggi.
Dibandingkan dengan ultrasonografi transrektal, MRI lebih akurat dalam menentukan luas
ekstensi tumor ekstrakapsuler atau ke vesikula seminalis.
Bone scan. Pemeriksaan sintigrafi pada tulang dipergunakan untuk mencari metastasis
hematogen pada tulang. Meskipun pemeriksaan ini cukup sensitif, tetapi beberapa kelainan
tulang juga memberikan hasil positif palsu, antara lain: artritis degeneratif pada tulang belakang,
penyakit Paget, setelah sembuh dari cedera patah tulang, atau adnaya penyakit tulang yang lain.
Karena itu dalam hal ini perlu dikonfirmasikan dengan foto polos pada daerah yang dicurigai.
Terapi
Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat tergantung pada stadium, umur
harapan hidup, dan derajat diferensiasinya seperti pada tabel berikut.
STADIUM ALTERNATIF TERAPI
T1 – T2 (A-B) Radikal prostatektomi
Observasi (pasien tua)
T3 – T4 (C) Radiasi
Prostatektomi
N atau M (D) Radiasi
Skenario 2 Page 18
Hormonal
1. Observasi
Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup kurang dari 10
tahun.
2. Prostatektomi radikal
Pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0 adalah cocok untuk dilakukan prostatektomi
radikal yaitu berupa pengangkatan kelenjar prostat bersama dengan vesikula seminalis. Hanya
saja operasi ini dapat menimbulkan penyulit antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan
inkontinensia. Tetapi dengan teknik nerve sparring yang baik terjadinya kerusakan pembuluh
darah dan saraf yang memelihara penis dapat dihindari sehingga timbulnya penyulit berupa
disfungsi ereksi dapat diperkecil.
3. Radiasi
Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-invasif dan tumor yang telah
mengadakan metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi.
Diseksi kelenjar limfe saat ini dapat dikerjakan melalui bedah laparoskopik di samping operasi
terbuka.
4. Terapi hormonal
Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep dari Hugins yaitu: “sel epitel prostat
akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan”. Sumber androgen ditiadakan dengan
cara pembedahan atau dengan medikamentosa. Meniadakan sumber/pengaruh androgen pada sel
target disebut sebagai androgen deprivation therapy (ADT). Menurut Labrie, menghilangkan
sumber androgen yang hanya berasal dari testis belum cukup, karena masih ada sumber androgen
dari kelenjar suprarenal yaitu sebesar 10% dari seluruh testoteron yang beredar di dalam tubuh.
Untuk itu Labrie menganjurkan untuk melakukan blokade androgen total. Bermacam-macam
cara dan jenis obat untuk terapi hormonal terdapat pada tabel berikut ini.
TINDAKAN/OBAT MEKANISME KERJA MACAM OBAT
Orkidektomi Menghilangkan sumber -
Skenario 2 Page 19
androgen dari testis
Estrogen Anti androgen DES (di-etil stilbesterol)
LHRH agonis Kompetisi dengan LHRH Leuprolide, Buserelin,
Goserelin
Antiandrohen non
steroid
Mengahambat sintesis androgen Ketonazole,
aminoglutetimid,
spironolaktone
Menghambat aktivitas androgen
(sebagai antagonis reseptor
androgen)
Flutamid, casodex,
megesstrol asetat, dan
siproheptadin
Antiandrogen steroid Siproteron asetat
Blokade androgen total Menghilagkan sumber androgen
dari testis maupun dari kelenjar
suprarenal
Kombinasi orkidektomi
atau LHRH agonist dengan
antiandrogen
Tulang adalah tempat paling sering terjadinya metastasis kanker prostat; kejadian
metastasis kanker ini pada tulang 80%. Metastasis tulang menyebabkan berbagai morbiditas, di
antaranya adalah nyeri, kompresi korda spinalis, dan fraktur patologi. Terpai kanker prostat
stadium lanjut (termasuk yang telah metastasis ke tulang) adlah ADT. Namun keberhasilan ADT
hanya 70-80% dengan median durasi 12-24 bulan. Salah satu akibat jangka panjang ADT adalah
pada sistem 1) metabolisme (sensitifitas insulin menurun yang menyebabkan peningkatan kadar
LDL dan kolesterol) dan 2) skeletal ( diantaranya adalah meningkatnya turnover tulang, densitas
tulang atau bone mineral density (BMD) menurun, dan meningkatnya resiko terjadinya fraktur).
Untuk itu pada terapi ini dianjukan untuk selalu memantau BMD.
Bifosfonat (salah satunya adalah zolendronic acid) adalah obat yang terbukti dapatt
mengurangi nyeri dan menurunkan terjadinya permasalahan pada tulang (fraktur, hiperkalsemia,
dan kebutuhan untuk radioterapi dan pembedahan). Selain itu pemakaian penghambat receptor
activator of nuklear factor-kappa B ligand (RANKL), denosumab terbukti dapat meningkatkan
BMD.
Skenario 2 Page 20
HRPC atau CRPC (hormone/castrate refractory prostate cancer): adalah terjadinya
kekambuhan kanker prostat meskipun pasien masih mendapatkan terapi hormonal (ADT), atau
kadar testoterone masih dalam kadar kastrasi (<50 ng/dl). Beberapa postulat yang dikemukakan
terjadinya HRPC adalah: 1) terjadinya mutasi reseptor androgen (AR/androgen receptor), 2)
amplifikasi/overekspresi AR, 3) meningkatnya sintesis AR intrakrin, 4) perubahan kofaktor AR
yang berakibat perubahan aktivita signalingligand-reseptor, dan 5) terjadinya crosstalk dengan
beberapa sitokoin dan growth factor. Beberapa obat yang dipakai untuk HRPC adalah
docetaxel/prednison, mitoxantrone/prednison, estramustine, atau kombinasi.
2.4 BATU URETRA
2.4.1 Etiologi
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/batu ureter yang turun ke VU, kemudian masuk ke
uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali
terbentuk di dalam divertikuli uretra. Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih dai 1% dari
seluruh batu saluran kemih. Prevalensi terjadinya batu uretra pada wanita lebih jarang
dibandingkan dengan laki-laki, hal terjadi karena wanita memiliki uretra yang lebih pendek dan
angka kejadian untuk terjadinya batu VU lebih kecil daripada laki-laki
2.4.2 Manifestasi Klinis
miksi tiba-tiba berhenti
retensi urine
nyeri pinggang
terminal hematuria
jika batu berasal dari ureter yang turun ke VU pasien mengeluh nyeri pinggang
sebelum mengeluh kesulitan miksi
batu yang berada di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh pasien berupa benjolan
keras di uretra pars bulbosa maupun pendularis, atau terkadang tampak di MUE. Nyeri
akan dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada
jika batu pada uretra posterior, nyeri akan dirasakan di perineum atau rectum
Skenario 2 Page 21
2.4.3 Diagnosa
dapat ditegakkan dengan :
palpasi
endoscopic visualization
radiografi
2.4.4 Terapi
Tindakan untuk mengambil/mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran, dan bentuk batu.
batu pada MUE atau fossa navikularis dapat diambil dengan forsep setelah terlebih
dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra (meatotomi)
batu kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluatkan dengan melakukan lubrikasi terlebih
dahulu dengan memasukkan campuran jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan harapan
batu dapat keluar spontan
batu yang masih cukup besar dan berada di uretra posterior didorong dahulu ke VU
kemudian dilakukan litotripsi.
batu besar dan menempel di uretra sehingga sulit untuk berpindah tempat meskipun telah
dilubrikasi, mungkin perlu dilakukan uretrolitotomi atau dihancurkan dengan pemecah
batu transuretra.
Penegakan diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan fisik perlu juga di lakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan laboratorium urine
- ditemukan pH > 7,6 dengan kuman urea splitting
Skenario 2 Page 22
- sedimen sel eritrosit meningkat 90 %
- jumlah leukosit juga ikut meningkat (jika terjadi infeksi)
pemeriksaan IVP
hanya tampak batu radio-opak, pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.
2.4.5 Penatalaksanaan
o Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran dan bentuk. Seringkali
batu yag ukurannya tidak terlalu besar dapat keluar spontan asalkan tidak ada kelainan atau
penyempitan pada uretra
o Batu pada meatus uretra eksternum atau fossa navikularis dapat diambil dengan forsep
setelah terlebih dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra (meatotomi).
o Batu yang kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluarkan dengan melakukan lubrikasi
terlebih dahulu dengan memasukkan campuran jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan
harapan batu dapat keluar spontan.
o Batu yang masih cukup besar dan berada di uretra posterior didorong dahulu ke buli–buli
kemudian dilakukan litotripsi
o Untuk batu yang besar dan menempel di uretra sehingga sulit berpindah tempat (meskipun
telah dilubrikasi), mungkin perlu dilakukan uretrolitotomi atau dihancurkan dengan
pemecah batu transuretra.
Pencegahan
Setelah atu di keluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah
pentingnya adalah supaya menghindari timbulnya kekambuhan.
Pada umumnya pencegahannya berupa ;
Skenario 2 Page 23
- menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan di usahankan produksi urine sebanyak
2-3 liter/hari
- diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
- aktivitas harian yang cukup
- pemberian medikamentosa
beberapa diet untuk mengurangi kekambuhan
- rendah protein, karena protein akan memacu eksresi kalsium urine dan menyebabkan
suasana urine menjadi lebih asam
- rendah oksalat
- rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri
- rendah purin
- diet rendah kalsium tidak di anjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri
absortif tipe II.
Komplikasi
Dapat terjadi divertikulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi air
kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter.
2.5 HIDRONEFROSIS
Hidronefrosis mengacu pada pelebaran pelvis dan kaliks ginjal, disertai atrofi parenkim akibat
obstruksi aliran keluar urine. Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan dan dapat terletak
di semua tingkat saluran kemih dari uretra sampai pelvis ginjal. Penyebab tersering adalah :
a. congenital
b. di dapat : benda asing, tumor, peradangan, neurogenik, kehamilan normal.
Hidronefrosis bilateral hanya terjadi apabila obstruksi terletak ureter. Apabila sumbatan terletak
di ureter atau di atasnya, lesi unilateral.
Perjalanan
Skenario 2 Page 24
Obstruksi bilateral total menyebabkan anuria yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila
obstruksi terletak dibawah kandung kemih, gejala yang dominan adalah keluhan peregangan
kandung kemih. Secara paradox obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria bukan
oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urine dan hal ini dapat
menyamatkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya hidronefrosis unilateral dapat tetap
asimtomatik dalam jangka lama kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu
sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan fisik
rutin. Kadang – kadang penyebab dasar hidronefrosis seperti kalkulus ginjal atau tumor
obstruktif , menimbulkan gejala yang secara tidak lansung menimbulkan perhatian ke
hidronefrosis.
2.6 Analisis gejala-gejala pada skenario
Mengejan saat berkemih
Mengejan saat berkemih merupakan salah satu kelainan berkemih yang berhubungan dengan
mekanisme voiding (pengeluaran) urine. Pada miksi normal, saat sfingter uretra eksternum
mengadakan relaksasi beberapa detik kemudian urine mulai keluar. Adanya obstruksi
infravesika, menyebabkan keadaan yang disebut hesitansi, yaitu keluarnya urine menjadi lebih
lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk mulai miksi.
Caliber kencingnya mengecil disertai pancaran urine bercabang, sering tidak puas, dan
ada yang menetes di akhir kencing
Timbulnya keadaan hesitansi pada pasien, seringkali mengakibatkan pancaran urine menjadi
lemah, tidak jauh, dan kecil. Pancaran urine yang bercabang dapat terjadi karena adanya
obstruksi atau benda asing pada saluran kemih pasien, misalnya pada striktura uretra, yang
mengakibatkan pancaran urine kecil, deras, bercabang, dan kadang-kadang berputar. Salah satu
faktor risiko pasien dalam skenario tersebut adalah riwayat pemasangan kateter 3 tahun yang
lalu, dimana pemakaian kateter yang lama, tidak steril, tindakan pemasangan kateter yang salah,
fiksasi kateter tidak benar, ukuran kateter yang tidak sesuai dengan ukuran uretra pasien dapat
Skenario 2 Page 25
mengakibatkan trauma pada uretra pasien yang dapat menimbulkan jaringan fibrosis sehingga
menghambat aliran urine dan menimbulkan gangguan berkemih pada pasien.
Pasien merasa tidak puas di akhir berkemih merupakan salah satu kelainan berkemih yang
berhubungan dengan mekanisme pasca miksi. Jika pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
mengosongkan isinya, menyebabkan terjadinya retensi urine dimana pasien masih merasa ada
sisa urine di dalam buli-buli dengan masih keluar tetesan-tetesan urine (terminal dribbling).
Kencing malam lebih dari 2 kali
Berkemih lebih dari satu kali pada malam hari disebut nokturia. Beberapa hal yang menyebabkan
nokturia pada pasien dalam skenario tersebut adalah adanya peningkatan produksi urine
(misalnya mengkonsumsi banyak air sebelum tidur, terutama kopi dan alkohol) atau kapasitas
buli-buli yang menurun, dan terkait dengan usia pasien dalam skenario tergolong usia tua dimana
tidak jarang terjadi peningkatan produksi urine pada malam hari karena kegagalan ginjal
melakukan konsentrasi (pemekatan) urine.
Pemeriksaan lanjutan untuk pasien di skenario
Adapun pemeriksaan/data tambahan yang diperlukan untuk dapat menegakkan diagnosis
penyakit pada kasus ada berbagai macam.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik urologi meliputi pemeriksaan ginjal, buli-buli, genitalia eksterna,
dan pemeriksaan neurologi. Pada inspeksi diperhatikan apakah terdapat pembesaran asimetri
pada daerah pingang atau abdomen sebelah atas yang mungkin disebabkan oleh karena
hidronefrosis, tumor ginjal, atau tumor pada organ retriperitoneum lainnya, diperhatikan
kemungkinan adanya kelainan pada penis atau uretra. Pada palpasi dirasakan terdapat benjolan di
pinggang, teraba buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis
akibat retensi urine, teraba jaringan keras pada daerah ventral penis (salah satu tanda striktura
uretra anterior).
Colok dubur
Skenario 2 Page 26
Pada pemeriksaan colok dubur dapat diperiksa tonus sfinter ani dan reflex bulbus kavernosus,
mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, menilai keadaan prostat (pada BPH
konsistensi prostat kenyal dan tidak didapatkan nodul).
Pemeriksaan penunjang
Urinalisa
Pemeriksaan urinalisa untuk memeriksa makroskopik, kimiawi, dan mikroskopik urine. Untuk
mancari kemungkinan adanya hematuria, piuria untuk mendeteksi adanya infeksi, perdarahan.
Darah rutin
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung
jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Uriflometri
Untuk mengetahui pola pancaran urine secara objektif dapat menggunakan alat uroflometri.
Derasnya pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan pada saat
miksi. Kecepatan pancaran pria normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari
10 ml/detik menandakan ada obstruksi.
Foto polos abdomen
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu
prostat, dan dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan
tanda dari suatu retensi urine.
Ultrasonography (USG)
USG dapat berguna untuk mendeteksi batu non opak yang tidak dapat terdeteksi oleh foto polos,
untuk mencari nodul pada keganasan prostat, menentukkan volume atau besarnya prostat,
mencari kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan darah), menghitung sisa (residu) urine
pasca miksi, hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat.
Skenario 2 Page 27
Intravenous urografi (IVU)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun
ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditujukan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter
disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, penyulit yang terjadi pada
buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakula
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Skenario 2 Page 28
Jadi dari skenario yang telah kelompok kami telaah dalam tutorial dapat disimpulkan bahwa
gejala-gejala pada skenario adalah gejala retensi urine dimana retensi urine ada beberapa faktor
yang mempengaruhi yaitu 1. Karena kelemahan otot detrusor seperti kelainan system saraf
perifer akibat Diabetes Melitus dan juga kelainan pada medulla spinalis, 2. karena adanya
obstruksi pada saluran kemih seperti BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) Striktura Uretra, dan
batu uretra. Dari analisis kasus skenario kelompok lebih memeilih obstruksi pada saluran kemih
yaitu BPH dan striktura sebagai differential diagnosis yang paling awal karena dari anamnesis
dan insidensi kasus kedua penyakit tersebut yang paling mendekati. Jadi untuk menunjang
diagnosisnya diperlukan pemeriksaan penunjang seperti colok dubur, pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan pencitraan seperti foto polos abdomen(BNO) dan juga IVP.
Skenario 2 Page 29