Laporan Tutorial

42
BAB II ISI 2.1 HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA (BPH) 2.1.1 Definisi Adalah suatu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Kelenjar prostat dibagi dalam ebebrapa zona, yaitu: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Bentuknya seperti buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa + 20 gram. Bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. 2.1.2 Etiologi Hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: 1. Teori dihidrotestosteron 2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron 3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat 4. Berkurangnya apoptosis sel prostat 5. Teori stem sel Skenario 2 Page 1

Transcript of Laporan Tutorial

Page 1: Laporan Tutorial

BAB II ISI

2.1 HIPERPLASIA PROSTAT BENIGNA (BPH)

2.1.1 Definisi

Adalah suatu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari

uretra posterior. Kelenjar prostat dibagi dalam ebebrapa zona, yaitu: zona perifer, zona sentral,

zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra. Bentuknya seperti buah

kenari dengan berat normal pada orang dewasa + 20 gram. Bila mengalami pembesaran, organ

ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar

dari buli-buli.

2.1.2 Etiologi

Hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan

proses aging. Ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia

prostat adalah:

1. Teori dihidrotestosteron

2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

4. Berkurangnya apoptosis sel prostat

5. Teori stem sel

Teori Dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit yang sangat berperan dalam pertumbuhan sel-sel

kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-reduktase

dengan bantuan koenzim NADPH. Setelah itu, DHT berikatan dengan reseptor androgen (RA)

menbentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor

yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada sebuah penelitian dikatan, kadar DHT pada

Skenario 2 Page 1

Page 2: Laporan Tutorial

pasien normal dengan penderita BPH adalah sama, hanya saja yang membedakan adalah jumlah

enzim 5alfa-reduktase dan reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Sehingga sel-sel prostat

lebih sensitif terhadap DHT.

Ketidakseimbangan Estrogen-Testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap.

Sehingga tampak perbandingan estrogen lebih tinggi dibandingkan testosteron. Diketahui bahwa

estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya ploriferasi sel-sel kelenjar prostat dengan

cara:

meningkatkan sensifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen

meningkatkan jumlah reseptor androgen

menurunkan apoptosis sel-sel prostat

sehingga hasil akhir dari keadaan ini adalah pembesaran massa prostat.

Interaksi Stroma-Epitel

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel

stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel stroma mendapat stimulasi

dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi

sel-sel epitel maupun sel stroma.

Berkurangnya Kematian Sel Prostat

Pada keadaan normal, terjadi proses apoptosis pada sel kelenjar prostat hal ini untuk

mempertahankan homeostasis. Pada beberapa keadaan, proses apoptosis ini terjadi secara tidak

seimbang. Belum ada teori pasti yang menjelaskan faktor-faktor yang menghambat proses

apotosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel. Hormon

Skenario 2 Page 2

Page 3: Laporan Tutorial

estrogen juga dianggap mampu memperpanjang usia sel-sel prostat. Sedangkan faktor

pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

Teori Stem Sel

Stem sel adalah sel yang memiliki kemampuan berploriferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel

ini sangat bergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya

menurun, maka menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya ploriferasi sel-sel pada BPH

dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang

berlebihan dari sel stroma maupun sel epitel.

2.1.3 Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebakan penyempitan lumen uretra protatika dan menghambat

aliran urine. Keadaan ini penyebabkan peningkatan takanan intravesikal. Untuk dapat

mengeluarkan urine, buli-buliberkontraksi lebih kuat guna melewati tahanan tersebut. Kontraksi

yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan ini

darasakan oleh pasien sebagai Lower Urinary Tract Symptom (LUTS).

Tekanan yang tinggi pada buli-buli juga menyababkan tekanan pada ureter juga

meningkat, sehingga dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter (refluks

vesiko-ureter). Keadaan ini bahkan dapat menyebabkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan

akhirnya dapat jatuh ke dalam keadaan gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat tidak hanya disebabkan oleh adanya

masa prostat yang menumbat uretra posterior, tapi juga disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

tonus otot polos yang ada pada stroma prostat

kapsul prostat

otot polos pada leher buli-buli. Otot ini dipersyarafi oleh serabut simpatis yang

berasal dari nervus pudendus.

Skenario 2 Page 3

Page 4: Laporan Tutorial

2.1.4 Gambaran Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar

saluran kemih.

Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms

(LUTS),yang dibedakan menjadi:

1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi

(nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat

miksi (disuria).

2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau

miksi harus menunggu lama , harus mengedan,kencing terputus-putus, dan waktu miksi

memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow.

- Gejala pada saluran kemih bagian atas

Nyeri pinggang

Benjolan di pinggang (tanda dari hidronefrosis)

Demam (tanda infeksi atau urosepsis)

- Gejala di luar saluran kemih

Hernia inguinalis atau hemoroid, akibat sering mengejan pada saat miksi sehingga

meningkatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

2.1.5 Pemeriksaan Fisik

Buli-buli terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi

urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu

merupakan pertanda inkontinensia paradoksa.

Colok dubur (DRE, digital rectal examination) :

Diperhatikan :

Tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus (untuk menyingkirikan adanya

kelainan buli-buli neurogenik).

Mukosa resktum

Skenario 2 Page 4

Page 5: Laporan Tutorial

Keadaan prostat, antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi

prostat, simetri antara lobus dan batas prostat.

BPH Ca Prostat

Konsistensi prostat

kenyal

Lobus kanan dan kiri

simetris

Tidak didapatkan nodul

Konsistensi prostat

kasar

Di antara lobus prostat

tidak simetris

Teraba nodul

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap

- Urinalisis: sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses

infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.

- Kultur urine: mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus

menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

- Tes faal ginjal: untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran

kemih bagian atas.

- Tes gula darah: untuk mencari kemungkinan adanya penyakit DM yang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).

- Periksa kadar penanda tumor PSA: bila dicurigai ca prostat.

Pencitraan

- FPA: untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa

prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi

urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.

- IVP (namun tidak direkomendasikan) untuk menerangkan kemungkinan adanya:

Hidroureter atau hidronefrosis

Skenario 2 Page 5

Page 6: Laporan Tutorial

Kemungkinan besar kelenjar prostat, yang ditunjukkan oleh adanya indentasi

prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat), atau ureter di sebelah distal

yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish

Trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli

- USG transrektal (TRUS) untuk mengetahui:

Besar atau volume kelenjar prostat

Adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna

Sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi prostat

Menentukan jumlah residual urine

Mencari kelainan lain dalam buli-buli

- USG transabdominal : untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan

ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

2.1.7 Tatalaksana

Watchfull waiting

- Pilihan terapi untuk pasien BPH dengan skor IPSS < 7 (Ringan).

- Konseling mengenai:

Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam

Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau

coklat)

Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin

Kurangi makanan pedas dan asin

Jangan menahan kencing terlalu lama

Tetap kontrol: ditanyakan keluhan apakah membaik (menggunakan skor baku) serta pemeriksaan

laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan memburuk, pertimbangkan terapi lain.

Medikamentosa

- Penghambar reseptor adrenergik-α:

Skenario 2 Page 6

Page 7: Laporan Tutorial

Prazosin (2x sehari); terazosin, alfuzosin & doksazosin (1x sehari) : untuk

memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.

Tamsulosin: sangat selektif terhadap otot polos prostat, dapat memperbaiki

pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut

jantung.

- Penghambat reduktase-α:

Bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT. Menurunnya kadar DHT

menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.

Finastride (5 mg sehari): diberikan sekali setealh 6 bulan mampu menyebabkan

penurunan prostat hingga 28 %, hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran

miksi.

Tindakan Operatif

- Indikasi dilakukan pembedahan:

Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

Mengalami retensi urine

Infeksi saluran kemih berulang

Hematuria

Gagal ginjal

Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi daluran kemih

bagian bawah.

Prostatektomi terbuka: paling invasif dan paling efisien sebagai terapi BPH. Pembedahan

terbuka dianjurkan pada prostat yang volumenya diperkirakan lebih dari 80-100 cm3.

TURP (Reseksi Prostat Transuretra): TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan

prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat.

Monitoring

- Pasien yang hanya mendapatkan pengawasan (watchfull waiting): dianjurkan kontrol

setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui adanya terjadi perbaikan

klinis.

Skenario 2 Page 7

Page 8: Laporan Tutorial

- Pasien yang mendapatkan terapi penghambat 5 α-reduktase: harus dikontrol pada

minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk menilai respon terhadap terapi. Kemudian setiap

tahun untuk menilai perubahan gejala miksi.

- Pasien yang menjalani pengobatan penghambat α-adrenergik: harus dinilai respons

terhadap pengobatan setelah 6 minggu dengan melakukan pemeriksaan IPSS,

uroflometri, dan residu urine pasca miksi.

- Setelah pembedahan, pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6 minggu pasca

operasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Kontrol selanjutnya setelah

3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.

2.1.8 Komplikasi

Akibat terjadinya retensi urine akut, menyebabkan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih

dan timbulnya batu saluran kemih khususnya batu buli-buli. Selain itu, tekanan intravesikal dapat

terus meningkat tinggi. Tekanan intravesikal yang tinggi ini diteruskan ke seluruh bagian buli-

buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.

Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan

akhirnya jatuh ke dalam gagal ginjal.

2.2 STRIKTURA URETRA

2.2.1 Definisi

Adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan lumen ini

disebabkan karena mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus

spongiosum.

2.2.2 Etiologi

Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan

bawaan. Infeksi yang paling sering terjadi yang menimbulkan striktura uretra adalah infeksi oleh

kuman genokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini

sekarang jarang dijumpai karena pemakaian antibiotika untuk memberantas uretritis.

Skenario 2 Page 8

Page 9: Laporan Tutorial

Trauma yang menyebabkan striktuta uretra adalah trauma tumpul pada selangakangan, fraktur

tulang pelvis, dan instrumentasi atau tindakan transuretra yang kurang hati-hati. Tindakan yang

kurang hati-hati pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan (false route) yang

menimbulkan kerusakan uretra yang menyisakan striktura dikemudian hari, demikian pula

fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakain kateter menetap menyebabkan penekanan uretra

terus menerus, menimbulkan hipoksia uretra daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula

atau striktura uretra.

2.2.3 Patofisiologi

Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya sikatrik

pada uretra. Jaringan sikatrik pada lumen uretra menimbulkan hamabatan aliran urine hingga

retensi urine. Aliaran urine yang terhamabat mencari jalan keluar si tempat lain (di sebeblah

proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan

abses periutera yang kemudian pecah membentuk fistula uterokutan. Pada keadaan tertentu

dijumpai banyak sekali fistula sehingga disebut fistula seruling

Derajat peneympitan uretra

Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, stiktura uretra dibagi menjadi # 3 tingkatan yaitu :

1. Ringan; jika oklusi terjadi kurang kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang; jika terdapat oklusi 1/3 samapi dengan ½ diameter lumen uretra

3. Berat; jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra.

Pada penyempitan derajat berat kadangkala teraba jaringan keras di korpus spongiosum

yang dikenal dengan spongiofibrosa

2.2.4 Gejala klinis

Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian

timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih.

Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur uretra antara lain disuria, kesulitan

berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak nyaman,

nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan kantung kemih yang tidak puas.

Skenario 2 Page 9

Page 10: Laporan Tutorial

2.2.5 Pemeriksaan penunjang

Untuk mengetahui pola pancaran urine secara objektif, dapat diukur dengan cara

sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya pancaran dapat diukur dengan

membagi volume urin yang dikeluarkan pada saat miksi dibagi dengan lama proses miksi.

Kecepatan pancaran pria normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/

detik menandakan adanya obstruksi.

Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra dibuat foto

uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai panjang striktura adalah dengan membuat foto bipolar

sisto-uretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan

secara retrograde dari uretra.

 

Gambar : Hasil pemeriksaan urethrogram. Tampak adanya striktur pada uretra

bulbar sepanjang 4 cm

Skenario 2 Page 10

Page 11: Laporan Tutorial

Melihat penyumbatan uretra secara langsung dilakukan melalui uretroskopi, yaitu melihat

striktura transuretra. Jika ditemukan striktura langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse)

yaitu memotong jaringan fibrotic dengan memakai pisau sachse.

Pemeriksaan yang lebih maju digunakan sistoskopi yaitu penggunaan kamera fiber optic

pada uretr. Dengan sitoskopi dapat dapat dilihat penyebab striktur, letaknya, dan karakter dari

striktur.

Gambar : prosedur sitoskopi

2.2.6 Terapi

Jika pasien datang karena retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk

mengeluarkan urin. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah :

Skenario 2 Page 11

Page 12: Laporan Tutorial

- Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang

kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya

menimbulkan striktura lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan

(false route)

- Uretromi interna : yaitu memotong jaringan sikatrik uretra dengan pisau otis atau dengan

pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura total, sedangkan pada strictura

yang lebih berat, pemotongan striktura dikerjakan secara visual dengan memakai pisau

sachse.

- Uretrotomi eksterna adalah tindakan operasiberupa pemotongan jaringan fibrosis,

kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih sehat.

- Pada striktura yang panjang dan buntu total, seringkali diperlukan beberapa tahapan

operasi, yakni tahap pertama dengan membelah uretra dan membiarkan untuk

epitelialisasi (johanson I) dan dilanjutkan pada tahap dengan membuat neouretra

(johanson II) .

Penggunaan antibiotic diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran kemih.

Antibiotic yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril,

maka antibiotic dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau sefalosporin generasi

ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin)

2.2.7 Penyulit

Obstruksi uretra yang lama menimbulkan statis urin dan menimbulkan berbagai penyulit,

diantaranya adalah : infeksi saluran kemih, terbentuknya divertikel uretra/ buli-buli, abses

periuretra, batu uretra, fistel uretro-kutan, dan karsinoma uretra.

2.2.8 Komplikasi

Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kandung kemih. Penumpukan urin

dalam kandung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi yang dapat menyebar ke kandung

kemih, prostat, dan gunjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga

menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan dibawahnya.

Skenario 2 Page 12

Page 13: Laporan Tutorial

Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit

ejakulasi, fistula uretrikutaneus, (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit) dan gagal ginjal

(jarang)

2.2.9 Prognosis

Striktura uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani pemeriksaan

yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah dilakukan observasi selama

satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda kekambuhan.

Kontrol berkala

Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan pancaran urin yang langsung dilihat oleh dokter,

atau dengan rekaman uroflometri. Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, seringkal pasien

harus menjalani beberapa tindakan, antara lain: (1) dilatasi berkala dengan busi dan (2) katerisasi

bersih mandiri berkala (KBMB) atau CIC (clean intermitten catherizzation) yaitu pasien

dianjurkan untuk melakukan katerisasi secara periodic pada waktu tertentu dengan kateter yang

bersih (tidak perlu steril) guna mencegah timbulnya kekambuhan striktura.

2.3 KARSINOMA PROSTAT

2.3.1 Definisi

Kanker Prostat adalah suatu tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat. Pemeriksaan

mikroskopis terhadap jaringan prostat pasca pembedahan maupun pada otopsi menunjukkan

adanya kanker pada 50% pria berusia diatas 70 tahun dan pada semua pria yang berusia diatas 90

tahun. Kebanyakan kanker tersebut tidak menimbulkan gejala karena penyebarannya sangat

lambat.

2.3.2 Epidemiologi

Biasanya keganasan prostat ditemukan pada usia di atas 50 tahun, insiden di Indonesia tidak

diketahui, sedangkan di Negara barat menurut hasil autopsi ditemukan sekitar 30% pada usia 70-

80 tahun dan sekitar 75% pada usia dia ats 80 tahun, akan tetapi hanya 10% dari mereka yang

berkembang sampai stadium klinis.

2.3.3 Patofisiologi Ca Prostat

Skenario 2 Page 13

Page 14: Laporan Tutorial

Patofisiologi kanker prostat tidak dapat lepas dari usia, radikal bebas, LDL-C, dan

beberapa faktor resiko lain. Beberapa faktor tersebut menyebabkan disfungsi sel, dalam

memproduksi hormon. Penelitian baru-baru ini menyebabkan patologi prostat berkembang ketika

sistem drainase (pengeluaran cairan) pada vena testis berhenti karena kerusakan satu jalan katup

pada vena-vena spermatik internal (varicocele bilateral). Dampak dari kegagal tersebut berupa

peningkatan tekanan hidorstatik yang berlebihan pada internal yang dikeluarkan satu jalan katup

secara vertikal diorientasikan vena-vena sperma (waktu ereksi).

Malfungsi dari katup ini membuat peningkatan tekanan hidrostatik pada sistem

pengaliran vena pada sistem reproduksi pria, 6 kali lebih besar daripada normal. Kondisi ini

membuat aliran darah vena memburuk (melawan arah normal aliran) dari tekanan darah tinggi

pada sistem drainase vena testis ke tekanan yang lebih rendah pada sistem drainase prostat. Level

testosteron pada darah vena ditemukan benar-benar meningkat, dengan konsentrasi yang sangat

tinggi dari 130 kali dari level serum. Setelah kondisi tersebut, testosteron mencapai prostat hanya

lewat saluran arteri prostat pada konsentrasi fisiologi normal. Kondisi ini mengembalikan

kecepatan pada kondisi fisiologi normal pada prostat, hanya suplai testosterone yang sampai

secara normal lewat arteri prostat. Sel-sel prostat kemudian tidak mampu menahan stimulasi

yang berlebih oleh testosteron yang masuk secara langsung dari testes via testis dan sistem

drainase prostat.

Jika limpahan berlebih pada sel-sel prostat dalam konsentrasi tinggi dari testosterone

yang ditemukan dibawah kondisi patologi dari varicocele menyebabkan gen-gen tersebut

berlimpah dalam kondisi stress yang diregulasi oleh testosterone. Dalam sel nucleus, gen-gen

tersebut secara kontinu diserang dalam konsentrasinya hampir 2 kali diatas intensitas dan

frekuensi fisiologi. Hal ini membuat apparatus nuklir gen melakukan traksripsi dan replikasi

pada generasi sel selanjutnya dan rata-rata menunjukkan produksi yang lebih tinggi dari pada

kebutuhan. Dibawah kondisi abnormal ini, produksi DNA normal berlawanan dengan generasi

selanjutnya, ketelitian produksi dan proses pengumpulan dari nukleotida DNA dikacaukan dan

ini mempromosikan mutasi sel dalam sel prostat yang berproliferasi. Kondisi yang terus-menerus

berkaitan berlimpahnya “mesin”-mesin” dalam hal replikasi dan transkripsi DNA yang stress

dipicu oleh besarnya konsentrasi testosteron, dan secara progressive menunggu waktu, produksi

sel-sel prostat hiperplastik dan kemudian menjadi sel-sel prostat yang bersifat mutan dengan

model progresif yang berpotensial menjadi malignan dari generasi ke generasi.

Skenario 2 Page 14

Page 15: Laporan Tutorial

2.3.4 Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan adanya

hubungan antara diet tinggi lemak dan peningkatan kadar hormon testosteron. Kanker prostat

merupakan penyebab kematian akibat kanker no 3 pada pria dan merupakan penyebab utama

kematin akibat kanker pada pria diatas 74 tahun.

Kanker prostat jarang ditemukan pada pria berusia kurang dari 40 tahun. Pria yang

memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kanker prostat adalah pria kulit hitam yang berusia

diatas 60 tahun, petani, pelukis dan pemaparan kadmium.

Angka kejadian terendah ditemukan pada pria Jepang dan vegetarian.

Kanker prostat dikelompokkan menjadi

Stadium A : benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik, biasanya

ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena penyakit lain.

Stadium B : tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada pemeriksaan fisik

atau tes PSA.

Stadium C : tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, tetapi belum sampai

menyebar ke kelenjar getah bening.

Stadium D : kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional

maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).

2.3.5 Gambaran Klinis

Pada kanker prostat stadium dini, sering kali tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis.

Tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium yang lebih lanjut, kanker prostat

stadium dini biasanya diketemukan pada saat pemeriksaan colok dubur berupa nodul keras pada

prostat atau secara kebetulan diketemukan adanya peningkatan kadar penanda tumor PSA

(prostate specific antigens) pada saat pemeriksaan laboratorium. Kurang lebih 10% pasien yang

datang berobat ke dokter mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi,

nyeri kencing, atau hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra.

Skenario 2 Page 15

Page 16: Laporan Tutorial

Meskipun jarang, kanker dapat menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang air

besar. Kanker prostat yang sudah mengadakan metastasis ke tulang memberikan gejala nyeri

tulang, fraktur pada tempat metastasis, atau kelainan neurologis jika metastasis pada tulang

vertebra.

Pemeriksaan fisis yang penting adalah melakukan colok dubur. Pada stadium dini

seringkali sulit untuk mendeteksi kanker prostat melalui colok dubur sehingga harus dibantu

dengan pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS). Kemampuan TRUS dalam mendeteksi

kanker prostat dua kali lebih baik daripada colok dubur. Jika dicurigai ada area hipoekoik

selanjutnya dilakukan biopsi transektal pada area tersebut dengan bimbingan TRUS.

Stadium

Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor berdasarkan sistem TNM adalah seperti yang

terlihat pada gambar.

Organ confined

(tumor terbatas pada prostat)

T1

Secara kebetulan karsinoma

prostat diketemukan pada hasil

pemeriksaan histopatologi

setelah TURP pada BPH

T2

Pada colok dubur teraba nodul

keras yang masih terbatas

intrakapsular (prostat)

Invasi lokal T3

Tumor mengadakan invasi ke

vesikula seminalis

T4

Tumor mengadakan invasi ke

organ lain selain ke vesikula

seminalis (leher buli-buli,

sfingter eksterna dan rektum)

Skenario 2 Page 16

Page 17: Laporan Tutorial

Diseminasi Tumor sudah mengadakan

infiltrasi limfogen (N) maupun

hematogen (M)

2.3.6 Derajat diferensiasi sel

Di samping penentuan derajat diferensiasi tumor menurut Mostofi, dikenal pula

diferensiasi Gleason. Sistem Gleason didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar

prostat yang dilihat secara mikroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali), yang

dibedakan dalam 5 tingkat perubahan mulai dari tingkat very well differentiated (tingkat 1)

hungga undifferentiated (tingkat 5). Dari pengamatan mikroskopik suatu preparat,kemudian

ditentukan 2 jenis pola tumor, yaitu tumor yang mempunyai pola/tingkat yang paling ekstensif

disebut sebagai primary pattern dan pola/tingkat yang paling tidak ekstensif atau disebut

secondary pattern. Kedua tingkat tersebut kemudian dijumlahkan sehingga menjadi grading dari

Gleason. Karena itu grading Gleason berkisar antara 2 sampai dengan 10. Dari penjumlahan itu

kemudian disimpulkan tingkat histopatologinya seperti pada tabel berikut.

GRADE TINGKAT HISTOPATOLOGI

2-4 Well differentiated

5-7 Moderately differentiated

8-10 Poorly differentiated

Penanda Tumor

Untuk membantu menegakkan diagnosis suatu adenokarsinoma prostat dan mengikuti

perkembangan penyakit tumor ini, terdapat beberapa penanda tumor, yaitu (1) PAP (Prostatic

Acid Phosphatase) dihasilkan oleh sel asini prostat dan disekresikan ke dalam duktuli prostat dan

(2) PSA (Prostate Specific Antigens) yaitu suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sitoplasma sel

epitel prostat, dan berperan dalam melakukan likuefaksi cairan semen. Pada proses keganasan

prostat, PSA akan menembus basal membran sel epitel dan beredar melalui pembuluh vaskuler,

yang selanjutnya kadarnya meningkat pada pemeriksaan darah perifer. PSA berguna untuk

melakukan deteksi dini adanya kanker prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker prostat.

Skenario 2 Page 17

Page 18: Laporan Tutorial

Untuk meramalkan luas ekstensi tumor serta meramalkan adanya kemungkinan timbulnya

kekambuhan karsinoma prostat, dapat diitung melaui tabel dari Partin. Dengan cara memasukkan

variabel PSA, skor Gleason, dan stadium klinis ke dalam tabel Partin, dapat diramalkan luas

ekstensi maupun prognosis karsinoma prostat.

2.3.7 Pemeriksaan pencitraan

USG transrektal (TRUS). Pada pemeriksaan ultrasonografi transrektal dapat diketahui

adanya area hipo-ekoik (60%) yang merupakan salah satu tanda adanya kanker prostat dan

sekaligus mengetahui kemungkinan adanya ekstensi tumor ke ekstrakapsular. Selain itu dengan

tuntunan USG dapat diambil contoh jaringan pada area yang dicurigai keganasan melalui biopsi

aspirasi dengan jarum halus (BAJAH).

CT scan dan MRI. CT scan diperiksa jika dicurigai adanya metastatis pada limfonudi (N),

yaitu pada pasien yang menunjukkan skor Gleason tinggi (>7) atau kadar PSA tinggi.

Dibandingkan dengan ultrasonografi transrektal, MRI lebih akurat dalam menentukan luas

ekstensi tumor ekstrakapsuler atau ke vesikula seminalis.

Bone scan. Pemeriksaan sintigrafi pada tulang dipergunakan untuk mencari metastasis

hematogen pada tulang. Meskipun pemeriksaan ini cukup sensitif, tetapi beberapa kelainan

tulang juga memberikan hasil positif palsu, antara lain: artritis degeneratif pada tulang belakang,

penyakit Paget, setelah sembuh dari cedera patah tulang, atau adnaya penyakit tulang yang lain.

Karena itu dalam hal ini perlu dikonfirmasikan dengan foto polos pada daerah yang dicurigai.

Terapi

Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat tergantung pada stadium, umur

harapan hidup, dan derajat diferensiasinya seperti pada tabel berikut.

STADIUM ALTERNATIF TERAPI

T1 – T2 (A-B) Radikal prostatektomi

Observasi (pasien tua)

T3 – T4 (C) Radiasi

Prostatektomi

N atau M (D) Radiasi

Skenario 2 Page 18

Page 19: Laporan Tutorial

Hormonal

1. Observasi

Ditujukan untuk pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup kurang dari 10

tahun.

2. Prostatektomi radikal

Pasien yang berada dalam stadium T1-2 N0 M0 adalah cocok untuk dilakukan prostatektomi

radikal yaitu berupa pengangkatan kelenjar prostat bersama dengan vesikula seminalis. Hanya

saja operasi ini dapat menimbulkan penyulit antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan

inkontinensia. Tetapi dengan teknik nerve sparring yang baik terjadinya kerusakan pembuluh

darah dan saraf yang memelihara penis dapat dihindari sehingga timbulnya penyulit berupa

disfungsi ereksi dapat diperkecil.

3. Radiasi

Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-invasif dan tumor yang telah

mengadakan metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi.

Diseksi kelenjar limfe saat ini dapat dikerjakan melalui bedah laparoskopik di samping operasi

terbuka.

4. Terapi hormonal

Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep dari Hugins yaitu: “sel epitel prostat

akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan”. Sumber androgen ditiadakan dengan

cara pembedahan atau dengan medikamentosa. Meniadakan sumber/pengaruh androgen pada sel

target disebut sebagai androgen deprivation therapy (ADT). Menurut Labrie, menghilangkan

sumber androgen yang hanya berasal dari testis belum cukup, karena masih ada sumber androgen

dari kelenjar suprarenal yaitu sebesar 10% dari seluruh testoteron yang beredar di dalam tubuh.

Untuk itu Labrie menganjurkan untuk melakukan blokade androgen total. Bermacam-macam

cara dan jenis obat untuk terapi hormonal terdapat pada tabel berikut ini.

TINDAKAN/OBAT MEKANISME KERJA MACAM OBAT

Orkidektomi Menghilangkan sumber -

Skenario 2 Page 19

Page 20: Laporan Tutorial

androgen dari testis

Estrogen Anti androgen DES (di-etil stilbesterol)

LHRH agonis Kompetisi dengan LHRH Leuprolide, Buserelin,

Goserelin

Antiandrohen non

steroid

Mengahambat sintesis androgen Ketonazole,

aminoglutetimid,

spironolaktone

Menghambat aktivitas androgen

(sebagai antagonis reseptor

androgen)

Flutamid, casodex,

megesstrol asetat, dan

siproheptadin

Antiandrogen steroid Siproteron asetat

Blokade androgen total Menghilagkan sumber androgen

dari testis maupun dari kelenjar

suprarenal

Kombinasi orkidektomi

atau LHRH agonist dengan

antiandrogen

Tulang adalah tempat paling sering terjadinya metastasis kanker prostat; kejadian

metastasis kanker ini pada tulang 80%. Metastasis tulang menyebabkan berbagai morbiditas, di

antaranya adalah nyeri, kompresi korda spinalis, dan fraktur patologi. Terpai kanker prostat

stadium lanjut (termasuk yang telah metastasis ke tulang) adlah ADT. Namun keberhasilan ADT

hanya 70-80% dengan median durasi 12-24 bulan. Salah satu akibat jangka panjang ADT adalah

pada sistem 1) metabolisme (sensitifitas insulin menurun yang menyebabkan peningkatan kadar

LDL dan kolesterol) dan 2) skeletal ( diantaranya adalah meningkatnya turnover tulang, densitas

tulang atau bone mineral density (BMD) menurun, dan meningkatnya resiko terjadinya fraktur).

Untuk itu pada terapi ini dianjukan untuk selalu memantau BMD.

Bifosfonat (salah satunya adalah zolendronic acid) adalah obat yang terbukti dapatt

mengurangi nyeri dan menurunkan terjadinya permasalahan pada tulang (fraktur, hiperkalsemia,

dan kebutuhan untuk radioterapi dan pembedahan). Selain itu pemakaian penghambat receptor

activator of nuklear factor-kappa B ligand (RANKL), denosumab terbukti dapat meningkatkan

BMD.

Skenario 2 Page 20

Page 21: Laporan Tutorial

HRPC atau CRPC (hormone/castrate refractory prostate cancer): adalah terjadinya

kekambuhan kanker prostat meskipun pasien masih mendapatkan terapi hormonal (ADT), atau

kadar testoterone masih dalam kadar kastrasi (<50 ng/dl). Beberapa postulat yang dikemukakan

terjadinya HRPC adalah: 1) terjadinya mutasi reseptor androgen (AR/androgen receptor), 2)

amplifikasi/overekspresi AR, 3) meningkatnya sintesis AR intrakrin, 4) perubahan kofaktor AR

yang berakibat perubahan aktivita signalingligand-reseptor, dan 5) terjadinya crosstalk dengan

beberapa sitokoin dan growth factor. Beberapa obat yang dipakai untuk HRPC adalah

docetaxel/prednison, mitoxantrone/prednison, estramustine, atau kombinasi.

2.4 BATU URETRA

2.4.1 Etiologi

Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/batu ureter yang turun ke VU, kemudian masuk ke

uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali

terbentuk di dalam divertikuli uretra. Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih dai 1% dari

seluruh batu saluran kemih. Prevalensi terjadinya batu uretra pada wanita lebih jarang

dibandingkan dengan laki-laki, hal terjadi karena wanita memiliki uretra yang lebih pendek dan

angka kejadian untuk terjadinya batu VU lebih kecil daripada laki-laki

2.4.2 Manifestasi Klinis

miksi tiba-tiba berhenti

retensi urine

nyeri pinggang

terminal hematuria

jika batu berasal dari ureter yang turun ke VU pasien mengeluh nyeri pinggang

sebelum mengeluh kesulitan miksi

batu yang berada di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh pasien berupa benjolan

keras di uretra pars bulbosa maupun pendularis, atau terkadang tampak di MUE. Nyeri

akan dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada

jika batu pada uretra posterior, nyeri akan dirasakan di perineum atau rectum

Skenario 2 Page 21

Page 22: Laporan Tutorial

2.4.3 Diagnosa

dapat ditegakkan dengan :

palpasi

endoscopic visualization

radiografi

2.4.4 Terapi

Tindakan untuk mengambil/mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran, dan bentuk batu.

batu pada MUE atau fossa navikularis dapat diambil dengan forsep setelah terlebih

dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra (meatotomi)

batu kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluatkan dengan melakukan lubrikasi terlebih

dahulu dengan memasukkan campuran jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan harapan

batu dapat keluar spontan

batu yang masih cukup besar dan berada di uretra posterior didorong dahulu ke VU

kemudian dilakukan litotripsi.

batu besar dan menempel di uretra sehingga sulit untuk berpindah tempat meskipun telah

dilubrikasi, mungkin perlu dilakukan uretrolitotomi atau dihancurkan dengan pemecah

batu transuretra.

Penegakan diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan fisik perlu juga di lakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang

pemeriksaan laboratorium urine

- ditemukan pH > 7,6 dengan kuman urea splitting

Skenario 2 Page 22

Page 23: Laporan Tutorial

- sedimen sel eritrosit meningkat 90 %

- jumlah leukosit juga ikut meningkat (jika terjadi infeksi)

pemeriksaan IVP

hanya tampak batu radio-opak, pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal.

2.4.5 Penatalaksanaan

o Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran dan bentuk. Seringkali

batu yag ukurannya tidak terlalu besar dapat keluar spontan asalkan tidak ada kelainan atau

penyempitan pada uretra

o Batu pada meatus uretra eksternum atau fossa navikularis dapat diambil dengan forsep

setelah terlebih dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra (meatotomi).

o Batu yang kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluarkan dengan melakukan lubrikasi

terlebih dahulu dengan memasukkan campuran jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan

harapan batu dapat keluar spontan.

o Batu yang masih cukup besar dan berada di uretra posterior didorong dahulu ke buli–buli

kemudian dilakukan litotripsi

o Untuk batu yang besar dan menempel di uretra sehingga sulit berpindah tempat (meskipun

telah dilubrikasi), mungkin perlu dilakukan uretrolitotomi atau dihancurkan dengan

pemecah batu transuretra.

Pencegahan

Setelah atu di keluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak kalah

pentingnya adalah supaya menghindari timbulnya kekambuhan.

Pada umumnya pencegahannya berupa ;

Skenario 2 Page 23

Page 24: Laporan Tutorial

- menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan di usahankan produksi urine sebanyak

2-3 liter/hari

- diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu

- aktivitas harian yang cukup

- pemberian medikamentosa

beberapa diet untuk mengurangi kekambuhan

- rendah protein, karena protein akan memacu eksresi kalsium urine dan menyebabkan

suasana urine menjadi lebih asam

- rendah oksalat

- rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri

- rendah purin

- diet rendah kalsium tidak di anjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperkalsiuri

absortif tipe II.

Komplikasi

Dapat terjadi divertikulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi ekstravasasi air

kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter.

2.5 HIDRONEFROSIS

Hidronefrosis mengacu pada pelebaran pelvis dan kaliks ginjal, disertai atrofi parenkim akibat

obstruksi aliran keluar urine. Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan dan dapat terletak

di semua tingkat saluran kemih dari uretra sampai pelvis ginjal. Penyebab tersering adalah :

a. congenital

b. di dapat : benda asing, tumor, peradangan, neurogenik, kehamilan normal.

Hidronefrosis bilateral hanya terjadi apabila obstruksi terletak ureter. Apabila sumbatan terletak

di ureter atau di atasnya, lesi unilateral.

Perjalanan

Skenario 2 Page 24

Page 25: Laporan Tutorial

Obstruksi bilateral total menyebabkan anuria yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila

obstruksi terletak dibawah kandung kemih, gejala yang dominan adalah keluhan peregangan

kandung kemih. Secara paradox obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria bukan

oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urine dan hal ini dapat

menyamatkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya hidronefrosis unilateral dapat tetap

asimtomatik dalam jangka lama kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu

sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan fisik

rutin. Kadang – kadang penyebab dasar hidronefrosis seperti kalkulus ginjal atau tumor

obstruktif , menimbulkan gejala yang secara tidak lansung menimbulkan perhatian ke

hidronefrosis.

2.6 Analisis gejala-gejala pada skenario

Mengejan saat berkemih

Mengejan saat berkemih merupakan salah satu kelainan berkemih yang berhubungan dengan

mekanisme voiding (pengeluaran) urine. Pada miksi normal, saat sfingter uretra eksternum

mengadakan relaksasi beberapa detik kemudian urine mulai keluar. Adanya obstruksi

infravesika, menyebabkan keadaan yang disebut hesitansi, yaitu keluarnya urine menjadi lebih

lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk mulai miksi.

Caliber kencingnya mengecil disertai pancaran urine bercabang, sering tidak puas, dan

ada yang menetes di akhir kencing

Timbulnya keadaan hesitansi pada pasien, seringkali mengakibatkan pancaran urine menjadi

lemah, tidak jauh, dan kecil. Pancaran urine yang bercabang dapat terjadi karena adanya

obstruksi atau benda asing pada saluran kemih pasien, misalnya pada striktura uretra, yang

mengakibatkan pancaran urine kecil, deras, bercabang, dan kadang-kadang berputar. Salah satu

faktor risiko pasien dalam skenario tersebut adalah riwayat pemasangan kateter 3 tahun yang

lalu, dimana pemakaian kateter yang lama, tidak steril, tindakan pemasangan kateter yang salah,

fiksasi kateter tidak benar, ukuran kateter yang tidak sesuai dengan ukuran uretra pasien dapat

Skenario 2 Page 25

Page 26: Laporan Tutorial

mengakibatkan trauma pada uretra pasien yang dapat menimbulkan jaringan fibrosis sehingga

menghambat aliran urine dan menimbulkan gangguan berkemih pada pasien.

Pasien merasa tidak puas di akhir berkemih merupakan salah satu kelainan berkemih yang

berhubungan dengan mekanisme pasca miksi. Jika pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi

mengosongkan isinya, menyebabkan terjadinya retensi urine dimana pasien masih merasa ada

sisa urine di dalam buli-buli dengan masih keluar tetesan-tetesan urine (terminal dribbling).

Kencing malam lebih dari 2 kali

Berkemih lebih dari satu kali pada malam hari disebut nokturia. Beberapa hal yang menyebabkan

nokturia pada pasien dalam skenario tersebut adalah adanya peningkatan produksi urine

(misalnya mengkonsumsi banyak air sebelum tidur, terutama kopi dan alkohol) atau kapasitas

buli-buli yang menurun, dan terkait dengan usia pasien dalam skenario tergolong usia tua dimana

tidak jarang terjadi peningkatan produksi urine pada malam hari karena kegagalan ginjal

melakukan konsentrasi (pemekatan) urine.

Pemeriksaan lanjutan untuk pasien di skenario

Adapun pemeriksaan/data tambahan yang diperlukan untuk dapat menegakkan diagnosis

penyakit pada kasus ada berbagai macam.

Pemeriksaan fisik

Dilakukan pemeriksaan fisik urologi meliputi pemeriksaan ginjal, buli-buli, genitalia eksterna,

dan pemeriksaan neurologi. Pada inspeksi diperhatikan apakah terdapat pembesaran asimetri

pada daerah pingang atau abdomen sebelah atas yang mungkin disebabkan oleh karena

hidronefrosis, tumor ginjal, atau tumor pada organ retriperitoneum lainnya, diperhatikan

kemungkinan adanya kelainan pada penis atau uretra. Pada palpasi dirasakan terdapat benjolan di

pinggang, teraba buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis

akibat retensi urine, teraba jaringan keras pada daerah ventral penis (salah satu tanda striktura

uretra anterior).

Colok dubur

Skenario 2 Page 26

Page 27: Laporan Tutorial

Pada pemeriksaan colok dubur dapat diperiksa tonus sfinter ani dan reflex bulbus kavernosus,

mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, menilai keadaan prostat (pada BPH

konsistensi prostat kenyal dan tidak didapatkan nodul).

Pemeriksaan penunjang

Urinalisa

Pemeriksaan urinalisa untuk memeriksa makroskopik, kimiawi, dan mikroskopik urine. Untuk

mancari kemungkinan adanya hematuria, piuria untuk mendeteksi adanya infeksi, perdarahan.

Darah rutin

Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan hemoglobin, leukosit, laju endap darah, hitung

jenis leukosit, dan hitung trombosit.

Uriflometri

Untuk mengetahui pola pancaran urine secara objektif dapat menggunakan alat uroflometri.

Derasnya pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan pada saat

miksi. Kecepatan pancaran pria normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari

10 ml/detik menandakan ada obstruksi.

Foto polos abdomen

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu

prostat, dan dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan

tanda dari suatu retensi urine.

Ultrasonography (USG)

USG dapat berguna untuk mendeteksi batu non opak yang tidak dapat terdeteksi oleh foto polos,

untuk mencari nodul pada keganasan prostat, menentukkan volume atau besarnya prostat,

mencari kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan darah), menghitung sisa (residu) urine

pasca miksi, hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat.

Skenario 2 Page 27

Page 28: Laporan Tutorial

Intravenous urografi (IVU)

Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun

ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang

ditujukan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter

disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish, penyulit yang terjadi pada

buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakula

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Skenario 2 Page 28

Page 29: Laporan Tutorial

Jadi dari skenario yang telah kelompok kami telaah dalam tutorial dapat disimpulkan bahwa

gejala-gejala pada skenario adalah gejala retensi urine dimana retensi urine ada beberapa faktor

yang mempengaruhi yaitu 1. Karena kelemahan otot detrusor seperti kelainan system saraf

perifer akibat Diabetes Melitus dan juga kelainan pada medulla spinalis, 2. karena adanya

obstruksi pada saluran kemih seperti BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) Striktura Uretra, dan

batu uretra. Dari analisis kasus skenario kelompok lebih memeilih obstruksi pada saluran kemih

yaitu BPH dan striktura sebagai differential diagnosis yang paling awal karena dari anamnesis

dan insidensi kasus kedua penyakit tersebut yang paling mendekati. Jadi untuk menunjang

diagnosisnya diperlukan pemeriksaan penunjang seperti colok dubur, pemeriksaan laboratorium

dan pemeriksaan pencitraan seperti foto polos abdomen(BNO) dan juga IVP.

Skenario 2 Page 29