LAPORAN Terasi Cair
-
Upload
kumalasarievhy30871 -
Category
Documents
-
view
376 -
download
10
Transcript of LAPORAN Terasi Cair
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Teri
Ikan Teri mudah didapat hampir di seluruh perairan Indonesia. Oleh karena
itu, ikan teri menjadi salah satu ikan yang cukup banyak dikonsumsi sebagai lauk
pauk. Ikan Teri mengandung kalsium dan fluor dalam bentuk senyawa CaF2
dalam konsentrasi yang cukup besar. Karena ikan ini mudah rusak, perlu
dilakukan suatu cara untuk mengawetkannya/penggaraman. Cara yang lazim
dipakai adalah pengasinan. Salah satu jenis olahan ikan teri yaitu terasi cair.
Terasi bermutu baik biasanya diolah dari rebon dan ikan teri tanpa adanya
penggunaan bahan tambahan sebagai pengisi (filler). Terasi bermutu rendah
biasanya diolah dari limbah ikan, ikan umpan, ikan rusak/busuk dan
menggunakan filler seperti tepung tapioka dan tepung beras (Nuraini, 2008).
B. Proses Pembuatan Terasi
Terasi merupakan salah satu bumbu masakan tradisional Indonesia yang
sering digunakan oleh masyarakat. Pemakaian terasi bisa bermanfaat untuk
memberi rasa gurih dengan aromanya yang khas. Terasi dihasilkan dari
fermentasi udang atau rebon yang diolah dengan bumbu - bumbu lain.
Bentuknya padat dengan tekstur agak kasar dan berwarna cokelat keunguan.
Ciri khas terasi adalah aromanya yang agak tajam dan rasanya yang
gurih. Terasi banyak diproduksi di daerah pesisir Jawa. Tetapi ada juga sebuah
kawasan di Bangka paling populer dengan terasi yang sangat enak karena
memakai udang dan rebon segar. Biasanya dijual dalam bentuk bulat atau segi
empat panjang, dibungkus daun pisang, plastik atau kertas. Kadang, ada juga
jenis terasi yang berbentuk butiran kasar dan dikemas dalam botol plastik. Ada
juga jenis terasi matang yang sudah dipanggang dalam oven. Terasi yang
bermutu baik dipengaruhi oleh kesegaran bahan mentah yang digunakan,
komposisi kimia dan nutrisi bahan mentah, metoda pengolahan, mutu garam,
ketersediaan mikroorganisma pada bahan mentah, aktivitas enzim pada bahan
mentah, penambahan karbohidrat, ketersediaan oksigen, suhu, pH, lama
fermentasi dan penanganan produk akhir ( Anonim, 2007).
. Secara umum proses pengolahan terasi ikan adalah dengan menggarami
ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat selama 1-4 sampai minggu. Selanjutnya cairan yang dihasilkan disaring
untuk mendapatkan terasi ikan bebas ampas, lalu dikemas dalam botol steril
dan dipasteurisasi. Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi
dengan penambahan garam pada ikan terutama dari jenis Micrococci
(Micrococcus) dan penurunan pada jumlah mikroba Flavobacterium,
Achromobacter, Pseudomonas, Bacillus dan Sarcina yang semula banyak
terdapat pada ikan. Bakteri halofilik anaerobik memiliki peranan yang penting
selama fermentasi. Mikroorganisme yang dapat diisolasi dari terasi antara lain
Micrococcus, Neisseria, Aerococcus, Corynebacterium, Cytophaga,
Halobacterium, Acinobacter dan beberapa jenis kapang. Selama tujuh hari
fermentasi, jumlah bakteri total dari terasi cenderung menurun, tetapi jumlah
bakeri asam laktat tetap konstan (Rochima, 2005).
C. pH Terasi Cair
Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat selama fermentasi
dapat menurunkan pH terasi cair. Selama fermentasi, Lactobacillus sp. yang
tergolong homofermentatif dapat mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat.
Asam laktat terbentuk dari gula-gula sederhana yang terkandung dalam ikan.
Campuran garam, rebon dan bahan bahan lainnya pada pembuatan terasi pada
awalnya mempunyai nilai pH sekitar 6 dan selama proses fermentasi pH terasi
yang terbentuk akan naik menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai terbentuk
maka pH turun kembali menjadi 4,5. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut
maka akan terjadi peningkatan pH dan pembentukan amonia. Apabila garam
yang digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran
tersebut akan terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena amonia yang
terbentuk terdapat dalam jumlah yang besar (DPT, 1992).
D. Warna Terasi Cair
Salah satu hal terpenting yang diperhatikan oleh konsumen dalam memilih
suatu produk adalah warna. Warna dapat menjadi daya tarik bagi konsumen
untuk mengkonsumsi produk tersebut. Warna merupakan hasil respon oleh
tubuh yang dilakukan secara visual sehingga warna sangat menentukan kualitas
produk. Pada umumnya kenampakan warna dari terasi cair yaitu berwarna
cokelat kehitaman. Adapun warna merah yang dihasilkan berasal dari
penambahan bahan pewarna (Idh, 2007).
Terasi yang berkualitas baik, salah satunya bisa ditandai oleh warnanya,
yaitu berwarna gelap atau hitam kecokelatan. Warna hitam pada terasi adalah
alami. Warna itu berasal dari pigmen ikan atau udang. Selain pigmen heme,
pada ikan maupun udang juga mengandung karotenoid, yaitu sekelompok
pigmen yang memberikan warna kuning, jingga, atau merah. Tunaxantin
merupakan pigmen ikan laut yang karakteristik, sedangkan astaxantin
merupakan pigmen terpenting yang terdapat pada udang. Warna terasi yang
kehitaman juga sering disebabkan oleh adanya penambahan gula merah (aren).
Penambahan gula merah dilakukan pada pembuatan terasi di berbagai daerah.
Penambahan gula merah tersebut menyebabkan terjadinya reaksi Maillard
(reaksi pencokelatan), yaitu antara gugus amino dari protein dengan gugus
karboksil gula pereduksi dari gula merah (Susiloningsih, 2009).
E. Aroma Terasi Cair
Terasi adalah produk awetan dari ikan atau udang rebon segar yang telah
diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai dengan proses
penggilingan dan penjemuran yang berlangsung relatif lama (sekitar 20 hari).
Terasi umumnya berbentuk padat, teksturnya agak kasar, dan mempunyai
kekhasan berupa aroma yang tajam. Aroma yang tajam ini dapat membuat
makanan menjadi lebih nikmat dan menggugah selera. proses fermentasi ikan
untuk terasi dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut
berupa senyawa yang mudah menguap. terdiri atas 16 macam senyawa
hidrokarbon, alkohol, nitrogen dan belerang. Persenyawaan tersebut antara lain
akan menghasilkan bau amonia, asam, busuk, gurih dan bau-bau khas lainnya.
Adanya campuran komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda
pula akan menyebabkan pasta ikan mempuyai bau/aroma yang khas pula
menurut daerah asal dan proses pembuatannya. (Idh, 2007).
F. Konsentrasi Garam
Garam dalam suatu substrat bahan pangan dapat menekan kegiatan
pertumbuhan mikroba tertentu, yang berperan dalam membatasi air yang
tersedia, mengeringkan protoplasma dan menyebabkan plasmolisis atau
pengeluaran isi sel akibat dari pengeluaran air secara osmosis. Garam dalam
pembuatan terasi ini berperan utama sebagai pemberi rasa asin dan sebagai
pengawet juga untuk menghentikan pertumbuhan mikroba dan enzim penyebab
kebusukan. Mekanisme pengawetan oleh garam adalah larutan garam
mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, dapat menyebabkan berkurangnya
kadar aw, sehingga air bebas yang dapat ditumbuhi mikroba menjadi terbatas.
Ion-ion Cl yang terdisosiasi dari NaCl dapat meracuni mikroorganisme
patogen (Rahayu, 1992)
Pada umumnya fermentasi pada hasil perikanan dengan melibatkan peran
mikroorganisme, yaitu dengan menggunakan bakteri asam laktat karena bakteri
asam laktat mampu menghasilkan asam organik berupa asam laktat dan asam
asetat, senyawa asetaldehid (meningkatkan cita rasa) serta semacam senyawa
antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri perusak. Selama proses
fermentasi, protein terhidrolisis menjadi turunannya, seperti protease, pepton,
peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-42% adalah
terasi yang baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah, maka
permukaan terasi akan diselimuti oleh kristal-kristal garam dan tekstur terasi
menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi terlalu tinggi maka terasi akan
menjadi terlalu lunak. Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan
proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-
senyawa komplek terutama protein menjadi senyawasenyawa yang lebih
sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi, protein ikan
akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida, kemudian asam-
asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang
berperan dalam pembentukan cita rasa produk (Harjantini, 2012).
Apabila garam yang digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka
campuran tersebut akan terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena
amonia yang terbentuk terdapat dalam jumlah yang besar. Hal itu dapat terjadi
apabila pemberian garam kurang dari 10% (Ginte, 2013). Penambahan garam
yang digunakan berkisar antara 20-30 % dari berat total ikan yang diolah,
bertujuan untuk mencegah penyusupan bakteri pembusuk atau lalat yang ingin
bertelur. Secara garis besar, selama proses penggaraman berlangsung terjadi
penetrasi garam dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan
karena adanya perbedaan konsentrasi (Ulfa, 2012).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Laut mengenai Terasi
Cair/Bahan Kecap Ikan dilakukan pada hari Jumat, 4 Oktober 2013 pada
pukul 08.30-12.00 WITA, bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan,
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat - alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :
- toples kaca - pisau
- kain saring - talenan
- sendok - blender
- wadah
Bahan - bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
- ikan - aluminum foil
- air mineral - sunlight
- plastik gula - tissue roll
- label - garam
C. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Dibersihkan bahan (ikan)
2. Ditimbang ikan
3. Dicuci dengan bersih dengan air mengalir, pada pencucian ketiga tambahkan
garam
4. Dicampur dengan merata
5. Masukkan kedalam plastik gula
6. Ambil plastik gula lainnya kemudian diisi air mineral secukupnya
7. Dimasukkan ke dalam toples kaca yang steril dengan terlebih dahulu
memasukkan plastik gula yang berisi air mineral kemudian plastik gula yang
berisi ikan.
8. Pastikan plastik gula tidak bocor lalu tutup rapat toples kaca
9. Difermentasi selama 1 bulan, diamati tiap minggunya
10. Dihasilkan terasi cair
11. Dilakukan uji organoleptik
(apabila tidak digunakan, dapat disimpan di refrigerator/suhu rendah)
D. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada praktikum ini adalah:
1. Rasa
2. Aroma
3. Tekstur
4. Warna
E. Perlakuan Praktikum
Perlakuan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Ikan layang kecil
2. Ikan bete-bete
IV. PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil dari praktikum prmbuatan terasi cair yaitu:
Tabel 02. Hasil pengamatan praktikum pembuatan terasi cair
No KlppH Asam laktat (%) Warna Aroma
1 2 1 2 1 2 1 21 1 - - - - - - - -
2 2 7 6 0,0307 0,309Coklat
kehitamanCoklat
kehitamanbusuk Busuk
3 3 - - - - - - - -
4 4 5 5 1 39,6Coklat
kehitamanCoklat
kehitamanAroma terasi
Busuk
5 5 - - - - - - - -
6 6 4 - 0,72 -Abu-abu
kehitaman- busuk -
Sumber: Data Primer praktikum Aplikasi Teknologi Pengolahan Hasil Laut, 2013.
B. Pembahasan
Selama proses fermentasi terasi tidak memerlukan oksigen. Proses
fermentasi pada ikan tertutup rapat. Lamanya proses fermentasi juga
mempengaruhi hasil terasi ikan tersebut. Mikroorganisme yang berkembang
selama fermentasi ikan yaitu Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. Beberapa jenis
khamir juga diperkirakan ikut berkembang dalam fermentasi. Selama proses
fermentasi terjadi hidrolisis jaringan ikan oleh enzim protease yang dihasilkan
oleh mikroorganisme. Peran enzim ini adalah sebagai pemecah ikatan
polipeptida-polipeptida pada asam amino menjadi ikatan yang lebih sederhana..
Hal ini sesuai dengan pendapat Harjantini (2012) bahwa selama proses
fermentasi, protein ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptida,
kemudian asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-
komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk.
Asam laktat yang diperoleh pada fermentasi terasi cair pada minggu
pertama dan minggu kedua memiliki perbedaan yang sangat signifikan. Minggu
pertama asam laktat 1% dan minggu kedua asam laktat 39,6%. Hal tersebut
karena terjadinya proses fermentasi yang lama sehingga menyebabkan gula-gula
sederhana yang terdapat pada ikan terurai menjadi asam laktat. Selain itu
perbedaan yang signifikan tersebut juga disebabkan karena proses titrasi yang
tidak sama pada minggu satu dan dua. Hal ini mengakibatkan sampel terlalu
pekat sehingga titrasi berjalan lambat. Hal ini sesuai dengan Hamdani (2013),
bahwa Selama fermentasi, Lactobacillus sp. yang tergolong homofermentatif
dapat mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat. Asam laktat terbentuk dari
gula-gula sederhana yang terkandung dalam ikan.
pH terasi cair pada minggu pertama dan minggu kedua menunjukkan
angka yang sama yakni 5. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
selama fermentasi dapat menurunkan pH terasi cair. Namun terjadi kesalahan
pada pembacaan kertas pH karena selama proses fermentasi seharusnya pH
terasi cair naik. Hal ini sesuai dengan DPT (1992), bahwa selama proses
fermentasi pH terasi yang terbentuk akan naik setelah terasi selesai terbentuk
maka pH turun kembali. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut maka akan
terjadi peningkatan pH dan pembentukan amonia.
Warna yang didapatkan pada pembuatan terasi cair yaitu berwarna
kehitaman. Warna yang didapatkan merupakan warna terasi yang berkualitas
baik yaitu berwarna gelap atau hitam kecokelatan. Warna hitam pada terasi
adalah alami. Warna itu berasal dari pigmen ikan yang memberikan warna khas
pada terasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Susiloningsih (2009), bahwa Terasi
yang berkualitas baik, salah satunya bisa ditandai oleh warnanya, yaitu berwarna
gelap atau hitam kecokelatan. Warna hitam pada terasi adalah alami. Warna itu
berasal dari pigmen ikan atau udang
Pemeraman atau proses fermentasi ikan untuk terasi dapat menghasilkan
aroma yang khas. Komponen aroma tersebut berupa senyawa yang mudah
menguap. Adanya campuran beberapa senyawa pada proses fermentasi seperti
alkohol, lemak, protein akan menyebabkan terasi ikan mempuyai bau/aroma yang
khas pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Idh (2007), bahwa Terasi umumnya
berbentuk padat, teksturnya agak kasar, dan mempunyai kekhasan berupa aroma
yang tajam. Aroma yang tajam ini dapat membuat makanan menjadi lebih nikmat
dan menggugah selera. proses fermentasi ikan untuk terasi dapat menghasilkan
aroma yang khas.
Garam dalam pembuatan terasi ini berfungsi sebagai pemberi rasa dan
sebagai pengawet alami karena garam pada proses fermentasi terasi cair,
garam dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan
patogen. Karena garam merupakan suatu substrat yang dapat menekan
aktivitas pertumbuhan mikroba. Pemberian garam dengan konsentrasi tinggi
akan mencegah penyusupan bakteri pembusuk sedangkan jika konsentrasi
garam yang diberikan terlalu sedikit akan terjadi pembusukan karena amonia.
Hal ini sesuai dengan Ulfa (2012) bahwa penambahan garam yang digunakan
berkisar antara 20-30 % dari berat total ikan yang diolah, bertujuan untuk
mencegah penyusupan bakteri pembusuk atau lalat yang ingin bertelur. Juga
pendapat (Ginte, 2013) bahwa apabila garam yang digunakan kurang dari 10%
selama fermentasi dan akan terus berlanjut maka akan terjadi pembusukan
karena amonia yang terbentuk terdapat dalam jumlah yang besar.
Pembuatan terasi cair pertama-tama disediakan bahan berupa ikan.
Kemudian dilakukan penggaraman pada ikan setelah dicuci. Kemudian dilakukan
proses fermentasi biasanya memakan waktu 1-4 minggu dengan suhu optimum
pada fermentasi terasi cair yaitu 20-30 oC (suhu ruang). Secara umum proses
pengolahan terasi cair adalah dengan menggarami ikan, diberi air didalam plastik,
kemudian disimpan dalam wadah yang tertutup rapat selama 3 sampai beberapa
bulan dalam botol steril dan dipasteurisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Anonim (2007), bahwa Secara umum proses pengolahan terasi ikan adalah
dengan menggarami ikan yang telah dihaluskan, kemudian disimpan dalam
wadah yang tertutup rapat selama 1-4 minggu. Lalu dikemas dalam botol steril
dan dipasteurisasi.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan merupakan bahan makanan yang mudah membusuk sehingga
pengolahan dan pengawetan mutlak diperlukan, untuk menjaga agar produk
yang dihasilkan nelayan dapat sampai ditangan konsumen dalam keadaan baik
dan layak dimakan. Untuk mempertahankan mutu ikan diperlukan suatu
penanganan, yang berupa proses pengolahan baik bersifat tradisional
(pengeringan, pemindangan, pengasapan dan fermentasi) maupun secara
modern (pendinginan dan pembekuan). Manusia telah membuat berbagai
macam variasi dalam mengolah atau mengawetkan ikan, diantaranya:
pendinginan, pembekuan, pengalengan, penggaraman, pengeringan,
pengasapan, pembuatan hasil olahan khusus (bakso ikan, abon ikan, dan terasi.
Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang
hanya mengalami perlakuan penggaraman tanpa diikuti dengan penambahan
asam, kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Terasi
yang bermutu baik dipengaruhi oleh kesegaran bahan mentah yang digunakan,
komposisi kimia dan nutrisi bahan mentah, metoda pengolahan, mutu garam,
ketersediaan mikroorganisme pada bahan mentah, aktivitas enzim.
Uraian diatas menjelaskan pentingnya dilakukan praktikum ini untuk
mengetahui cara pembuatan terasi cair yang berbahan dasar ikan dengan baik
dan benar dan pengaruh jenis ikan yang berbeda terhadap terasi ikan yang
dihasilkan.
B. Tujuan dan Kegunaan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan terasi cair berbahan dasar ikan
dengan baik dan benar.
2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis ikan yang berbeda sebagai
bahan dasar pada pembuatan terasi cair ika.
Kegunaan dilakukan praktikum ini adalah agar kedepannya lebih mudah
untuk mengetahui cara membuat terasi cair yang berbahan dasar ikan dengan
baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Terasi & Tips Pembuatannya. http://www . indocookingclub. com/%20ic_read htm?id=92,%20 . . Diakses pada hari minggu, 20 oktober 2013.
Ditjen Perikanan Tangkap. 2006. Statistik perikanan tangkap Indonesia, 2004. Ditjen Perikanan Tangkap. Jakarta
Enny Susiloningsih. 2009. Terasi. http://wanditedc.blogspot.com/2009/03/terasi.html. Diakses pada hari minggu, 20 oktober 2013
Ginte. 2013. Teknik Fermentasi. http://ginte.wordpress.com/2013/03/06/teknik-fermentasi/ . Diakses tanggal 25 Oktober 2013. Makassar.
Harjantimi, utami. 2012. Fermentasi ikan . http:/ /utamiharjantini. blogspot. com/ 2012/06/fermentasi-ikan.html. Diakses pada hari minggu, 20 oktober 2013
Idh. 2007. Pembuatan Terasi Lezat Edisi 79 Tahun IV, 25 April - 8 Mei 2007.
Nuraini, Rahma. 2008. Ikan Teri. http://kanikanpin.blogspot.com/2013/07/ternyata-ikan-teri-banyak-manfaatnya.html. Diakses pada hari Rabu, 23 oktober 2013
Rahayu, P. W., 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Rochima, Emma .2005.. Pengaruh Garam terhadap Pembuatan Terasi http://repository ipb .ac.id/ bitstream/ handle/ 123456789/29552/ EmmaRochima_PengaruhFermentasiGaram_2005_No2_46-56. Pdf Diakses pada hari Rabu, 23 oktober 2013
Soedja, W. 2002. Terasi Segar. Mukti Masuk Swalayan: Jakarta.
Ulfa, Fara Salsabila. 2012. Ikan Peda (eknologi Hasil Perikanan). http://farasabillaulfa.blogspot.com/. Diakses tanggal 25 Oktober 2013. Makassar.
LAPORAN PRAKTIKUMAPLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT
TERASI CAIR
OLEH
KELOMPOK : IV ( EMPAT )
: 1. DARMA (G311 11 2) 2. ENDAH GRACIA S (G611 11 001)
3. KHAIRAH SAKINAH JUFRI (G311 11 262) 4. NURWANA (G311 11 2) 5. ASIH SEPTIARSIH (G311 11 268) 6. NURUL ILMI MUSRA (G311 11 ) 7. NORMAN MASMUR (G311 11 26) 8. ANMAR (G311 11 2)
ASISTEN: THITIN BINALOPA
LABORATORIUM KIMIA ANALISA DAN PENGAWASAN MUTU PANGANPROGRAM ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2013V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses pembuatan terasi cair dengan berbahan dasar ikan dapat dilakukan
dengan menambahkan garam pada ikan sebagai bahan pengawet, setelah itu
dilakukan proses fermentasi selama 1 bulan dengan melakukan pengamatan
tiap minggu dan dilakukan uji organoleptik terhadap rasa, tekstur, warna dan
aroma terasi cair.
2. Ikan yang digunakan pada pembuatan terasi cair adalah ikan teri dan ikan
layang. Penggunaan jenis ikan berbeda mempengaruhi fermentasi terasi cair.
Ikan teri yang berukuran kecil lebih mudah terfermentasi dibandingkan dengan
ikan layang yang memiliki ukuran yang lebih besar.
B. Saran
Untuk praktikum selanjutnya, praktikan harus memahami prosedur praktikum
sebelum praktikum berlangsung agar kesalahan saat praktikum dapat
diminimalisir.