Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

14
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI “ ANTHELMINTIK ” TEORI 3 Disusun oleh : Feri Andriyanto 17113237 A Dintami Kurniasih 17113238 A Arina Zulfah Primananda 17113239 A Agustinus Raviko Irganda 17113240 A FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI

description

Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

Transcript of Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

Page 1: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI

“ ANTHELMINTIK ”

TEORI 3

Disusun oleh :

Feri Andriyanto 17113237 A

Dintami Kurniasih 17113238 A

Arina Zulfah Primananda 17113239 A

Agustinus Raviko Irganda 17113240 A

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2013

Page 2: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

I. JUDUL

ANTHELMINTIK

II. DASAR TEORI

Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas

atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar obat cacing

efektif terhadap satu macam kelompok cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat

sebelum menggunakan obat tertentu.

Diagnosis dilakukan dengan menemukan cacing, telur cacing dan larva dalam

tinja, urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita. Sebagian besar obat cacing diberikan

secara oral yaitu pada saat makan atau sesudah makan dan beberapa obat cacing perlu

diberikan bersama pencahar.

Obat-obat penyakit cacing:

1. Mebendazol, Tiabendazol, Albendazol

2. Piperazin, Dietilkarbamazin

3. Pirantel, Oksantel

4. Levamisol

5. Praziquantel

6. Niklosamida

7. Ivermectin

Banyak obat cacing memiliki khasiat yang efektif terhadap satu atau dua jenis

cacing saja. Hanya beberapa obat saja yang memiliki khasiat terhadap lebih banyak jenis

cacing (broad spectrum) seperti mebendazol.

Mekanisme kerja obat cacing yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls

neuromuskuler sehingga cacing dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan menghambat

masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada cacing.

Page 3: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

Di negara berkembang seperti Indonesia, penyakit cacing merupakan penyakit rakyat

umum. Infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa cacing sekaligus. Infeksi

cacing umumnya terjadi melalui mulut, kadang langsung melalui luka di kulit (cacing

tambang, dan benang) atau lewat telur (kista) atau larva cacing, yang ada dimana-dimana di

atas tanah.

Cacing Tanah

Kerajaan : Animalia

Filum : Annelida

Kelas : Clitellata

Ordo : Haplotaxida

Famili : Lumbricoides

Jenis : Lumbricoides terrestris

Cacing yang merupakan parasit manusia dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni cacing

pipih dan cacing bundar.

1. Platyhelminthes. Ciri-cirinya bentuk pipih, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin

ganda (hemafrodit). Cacing yang termasuk golongan ini adalah cacing pita (Cestoda) dan

cacing pipih (Trematoda).

2. Nematoda (roundworms). Ciri-cirinya bertubuh bulat, tidak bersegmen, memiliki rongga

tubuh dengan saluran cerna dan kelamin terpisah. Infeksi cacing ini disebut

ancylostomiasis (cacing tambang), trongyloidiasis, oxyuriasis (cacing kremi), ascariasis

(cacing gelang) dan trichuriasis (cacing cambuk).

Page 4: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

III. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Cawan petri 6. Tangas air

2. Batang pengaduk 7. Termometer

3. Gelas ukur 8. Lampu duduk

4. Labu takar 9. Termos untuk menyimpan cacing

5. Pinset

Bahan :

1. Ekstrak uji

2. Larutan NaCL 0,9 %

3. Piperazin sitrat

4. aquadest

IV. CARA KERJA

Uji Aktivitas Anti cacing secara in vitro

1. Prinsip Metode

Cacing akan memperlihatkan gerakan yang berbeda dengan cacing yang normal

apabila di inkubasi dalam medium yang mengandung obat cacing, bila obat cacing

tersebut bekerja melumpuhkan atau membunuh cacing tersebut.

Page 5: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

2. Prosedur

Cawan petri disiapkan, masing-masing berisi ekstrak dan larutan piperazin

sitrat sesuai konsentrasi masing-,masing, serta larutan NaCL 0,9% yang telah

dihangatkan terlebih dahulu pada suhu 370C.

Cacing ascariasis yang masih aktif bergerak (normal) sebanyak 8ekor

dimasukkan kedalam masing-masing cawan petri, kemudian di inkubasi pada

suhu 370C.

Untuk melihatapakah cacing mati, paralisis, atau masih normal setelah di

inkubasi, cacing di usik dengan batang pengaduk. Jika cacing diam,

dipindahkan ke dalam air panas dengan suhu 500C. Apabila dengan cara ini

cacing tetap diam, bearti cacing tersebut telah mati, tetapi jika bergerak, berarti

cacing itu hanya paralisis.

Hasil yang diperoleh dicatat.

batasan mati dalam percobaan ini adalah cacing tidak bergerak bila

dimasukkan ke dalam air panas dengan suhu 500C.

3. Analisis Data

4. Penentuan LC50

Menentukan nilai probit berdasarkan presentase kematian larva melalui tabel

konversi probit

Buat kurva hubungan log konsentrasi vs probit berdasarkan persamaan y = a + bx,

dimana x = log LC 50 : y : nilai probit pada 50%, yaitu 5.

Hitung nilai LC 50 sampel {m = a – b (Σpi – 0,5 ) }

m = log LC 50

a = log dosis terendah yang masih memberikan respon 100%

b = beda log dosis yang berurutan

pi = jumlah hewan uji yang mati / jumlah total hewan uji

Page 6: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

V. DATA DAN HASIL PERCOBAAN

a. Dosis larutan induk pirantel pamoat : 125 mg/5ml

b. Pengenceran untuk preparasi sampel

Kelompok 1 Kelompok 3

25x

= 125

575x

= 125

5

X = 1 ml X = 3 ml

Kelompok 2 Kelompok 4

50x

= 125

5100

x =

1255

X = 2 ml X = 4 ml

a. Data pengamatan

No. C (mg) Jumlah cacing yang mati

15’ 30’ 45’ 60’

m p h

1 25 0 0 1 - - 10

2 50 0 1 2 5 1 4

3 75 1 7 9 10 - -

4 100 3 10 10 10 - -

5 NaCl 0 0 0 - - 10

Page 7: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

b. Tabel data uji toksisitas

No. C (mg) Jumlah cacing yang mati/10 ekor %mati

matihidup

x100%

Nilai

probit

Log

dosis

C

15’ 30’ 45’ 60’

1 25 0 0 0 0 0 % 0 1,398

2 50 0 0,1 0,2 0,6 60 % 5,25 1,699

3 75 0,1 0,7 0,9 1 70% 8,88 1,875

4 100 0,3 1 1 1 100% 8,88 2

5 NaCl 0 0 0 0 0% 0 0

C25 = 0

10 x 100% = 0%

C50 = 6010

x 100% = 60%

C75 = 7010

x 100% = 70%

C100= 1010

x 100% = 100%

NaCL = 0

10 x 100% = 0%

Data yang digunakan adalah data ke-dua sampai data ke-empat (ada 3 data)

c. Perhitungan LC50 RL : log konsentrasi vs probit

y = a+bx

a = - 15.778

b = 12.7368

r = 0,9176

persamaan regresi linear

Page 8: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

y =a+bx

y = -15.778+12.7368x

d. Perhitungan data

Diketahui y=5

y =a+bx

5 = -15.778+12.7368x

x = 1,646

LC50 = antilog x

= antilog 1,646

= 44,259 mg

25 50 75 100 NaCl0

2

4

6

8

10

12

grafik hubungan konsentrasi dan respon

mati/paralisis

Dosis (mg)

resp

on :

mati

/par

alisi

s (ek

or)

Page 9: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

VI. PEMBAHASAN

Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949).

Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A. lumbricoides

dan E. vermicularis sebelumnya pernah dipakai untuk penyakit pirai. Piperazin juga

terdapat sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga didapat sebagai garam

sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat stabil non higroskopis, berupa

kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannnya bersifat sedikit asam.

Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin sehinggga

terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Cacing biasanya

keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar untuk mengeluarkan

cacing itu. Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi normal kembali bila ditaruh

dalam larutan garam faal pada suhu 37°C.

Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas

membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat,

sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis.

Pada praktikum kali ini cacing yang digunakan adalah jenis Ascaris lumbricoides

Adapun larutan induk yang digunakan adalah piperazin sitrat yang dibuat larutan dengan

konsentrasi yang berbeda-beda yaitu mulai dari 25, 50, 75, 100 mg ,dan Nacl 0,9%. Hal

ini bertujuan untuk mengetahui LC50 dari masing - masing larutan tersebut dengan

berbagai konsentrasi.

Sebelum mengambil cacing kita mengambil dahulu pirantel pamoat sebanyak 3ml

kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 100 ml. Dengan masing-masing

konsentrasi (25, 50, 75, 100 dan NaCl) kedalam labu takar 100 ml. Kemudian dimasukkan

kedalam cawan petri yang sudah diberi cacing 10ekor tiap cawan.

Kemudian kita amati setiap 15 menit, selama 1 jam. lalu dicatat cacing yang paralisi

dan mati. Setalah mendapat 1 jam perlakuan, ternyata pada konsentrasi 50, 75 dan 100

terdapat cacing yang paralisis dan mati. sedangkan pada konsentrasi 25 dan NaCl tidak

terdapat cacing yang mati. Hal ini dapat diketahui semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah

presentase kematian cacing juga semakin meningka

Page 10: Laporan Resmi Praktikum Toksikologi_ Atelmintik

Dalam praktek kali ini kita mendapatkan angka kematian dari hewan coba (LC50)

dengan metode perhitungan analisis probit, sebesar 44,259 mg.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan :

Mekanisme kerja obat cacing yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls neuromuskuler sehingga cacing dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan menghambat masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada cacing.

Dalam praktek kali ini didapatkan cacing yang mati pada konsentrasi 75 dan 100mg,

sedangkan cacing yang tidak mati pada konsentrasi 25mg dan NaCl sebagai kontrol (-).

semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah presentase kematian cacing juga semakin

meningkat.

Nilai LC50 pada metode perhitungan analisis probit adalah 44,259 mg

VIII. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim.A.http://puputo.blogspot.com/2008/12/farkol-antelmintik.html

2. Anonim.B.http://gurungeblog.wordpress.com/2008/11/11/mengenal-seluk-beluk-

phylum-annelida/

3. Anonim.2010. http://farmakologi.files.wordpress.com/2010/02/antelmintik.pdf

4. Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat – Obat Penting, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta

5. Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 44, Ikatan Sarjana Farmasi

Indonesia, Jakarta