Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

16
Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses Judul : Stool Examination Tujuan : Menganalisis adanya kelainan mengetahui adanya sel epitel,makrofag, eritrosit, lekosit, , butir lemak, butir karbohidrat, serat tumbuhan , protozoa, telur dan larva cacing. A. Landasan Teori A.1 Pemeriksaan feses Feces ( tinja) normal terdiri dari sisa- sisa makanan yang tidak tercerna, air, bermacam produk hasil pencernaan makanan dan kuman- kuman nonpatogen. Orang dewasa normal mengeluarkan 100 – 300 gram tinja per hari. Dari jumlah tesebut 60- 70% merupakan air dan sisanya terdiri dari substansi solid (10-20%) yang terdiri dari makanan yang tidak tercerna (selulosa), sisa makanan yang tidak terabsorbsi, sel- sel saluran pencernaan (sel epitel) yang rusak, bakteri dan unsur- unsur lain (+ 30%). Tinja yang dikeluarkan merupakan hasil pencernaan dari + 10 liter cairan masuk dalam saluran cerna. Tinja normal menggambarkan bentuk dan ukuran liang kolon. Perhatian terhadap pemeriksaan tinja di laboratorium dan klinik pada umumnya masih kurang. Berlainan dengan pemeriksaan cairan tubuh lainnya, sampel tinja biasanya tidak dapat dikeluarkan pada waktu hendak diperiksa dan penderita biasanya enggan untuk mengumpulkan dan mengirimkannya untuk pemeriksaan. 1 | Page

Transcript of Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

Page 1: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

Judul : Stool Examination

Tujuan : Menganalisis adanya kelainan mengetahui adanya sel epitel,makrofag, eritrosit, lekosit, , butir lemak,

butir karbohidrat, serat tumbuhan , protozoa, telur dan larva cacing.

A. Landasan Teori

A.1 Pemeriksaan feses

Feces ( tinja) normal terdiri dari sisa- sisa makanan yang tidak tercerna, air, bermacam

produk hasil pencernaan makanan dan kuman- kuman nonpatogen. Orang dewasa normal

mengeluarkan 100 – 300 gram tinja per hari. Dari jumlah tesebut 60- 70% merupakan air dan

sisanya terdiri dari substansi solid (10-20%) yang terdiri dari makanan yang tidak tercerna

(selulosa), sisa makanan yang tidak terabsorbsi, sel- sel saluran pencernaan (sel epitel) yang

rusak, bakteri dan unsur- unsur lain (+ 30%). Tinja yang dikeluarkan merupakan hasil

pencernaan dari + 10 liter cairan masuk dalam saluran cerna. Tinja normal menggambarkan

bentuk dan ukuran liang kolon.

Perhatian terhadap pemeriksaan tinja di laboratorium dan klinik pada umumnya masih

kurang. Berlainan dengan pemeriksaan cairan tubuh lainnya, sampel tinja biasanya tidak dapat

dikeluarkan pada waktu hendak diperiksa dan penderita biasanya enggan untuk mengumpulkan

dan mengirimkannya untuk pemeriksaan. Hal yang sama dirasakan pula bila dokter, perawat atau

pegawai laboratorium lain diminta untuk melakukan pemeriksaan tinja.

Tinja merupakan spesimen yang penting untuk diagnosis adanya kelainan pada system

traktus gastrointestinal seperti diare, infeksi parasit, pendarahan gastrointestinal, ulkus peptikum,

karsinoma dan sindroma malabsorbsi. Pemeriksaan dan tes yang dapat dilakukan pada tinja

umumnya meliputi : Tes makroskopi, tes mikroskopi, tes kimia dan tes mikrobiologi.

INDIKASI PEMERIKSAAN:

1. Adanya diare dan konstipasi

2. Adanya ikterus

1 | P a g e

Page 2: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

3. Adanya gangguan pencernaan

4. Adanya lendir dalam tinja

5. Kecurigaan penyakit gastrointestinal

6. Adanya darah dalam tinja

SYARAT PENGUMPULAN FECES :

1. Tempat harus bersih, kedap, bebas dari urine, diperiksa 30 – 40 menit sejak dikeluarkan.

Bila pemeriksaan ditunda simpan pada almari es.

2. Pasien dilarang menelan Barium, Bismuth, dan Minyak dalam 5 hari sebelum

pemeriksaan.

3. Diambil dari bagian yang paling mungkin memberi kelainan.

4. Paling baik dari defekasi spontan atau Rectal Toucher à pemeriksaan tinja sewaktu

5. Pasien konstipasi à Saline Cathartic

6. Kasus Oxyuris à Schoth Tape & object glass

7. Alur pemeriksaan :

8. Pengumpulan bahan Pemeriksaan, Pengiriman dan Pengawetan bahan tinja, Pemeriksaan

tinja, serta Pelaporan hasil pemeriksaan.

9. Pemeriksaan feses juga meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, pada

pemeriksaan makroskopis yang diperksa adalah bau, warna, konsistensi, dan parasit.

Karena ada kemungkinan bisa tampak parasit di feses. Berikut adalah kemungkinan

interpretasi dari hasil pemeriksaan makroskopis.

Warna Tidak Patologis Patologis

Coklat, Coklat tua, kuning

coklat, coklat tua sekali

Oksidasi normal dari pigmen

empedu

Dibiarkan lama diudara

Makanan yang mengandung

banyak daging

 

Hitam Makanan mengandung zat

besi , bismuth

Pendarahan disaluran cerna

bagian proksimal

Abu- abu / putih Makanan mengandung coklat Steatore (konsistensi  seperti

2 | P a g e

Page 3: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

bubur dan berbuih)

Abu- abu muda sekali Makanan mengandung banyak

bahan susu barium

Obstruksi saluran empedu

Hijau atau kuning hijau Makanan mengandung banyak

bayam, sayuran hijau lain.

Pencahar berasal dari sayuran.

Makanan melalui usus dalam

waktu cepat hingga pigmen

empedu belum sempat

teroksidasi

Merah Makanan yang mengandung

banyak lobak merah (bit)

Pendarahan yang berasal dari

saluran cerna bagian distal

10.

11.

Makroskopik Penyebab

Butir, kecil, keras, warna tua Konstipasi

Volume besar, berbau dan mengambang Malabsorbsi zat lemak atau protein

Rapuh dengan lendir tanpa darah Sindroma usus besar yang mudah terangsang

inflamasi dangkal dan difus, adenoma dengan

jonjot- jonjot

Rapuh dengan darah dan lendir (darah

nyata)

Inflamasi usus besar, tifoid, shigella,

amubiasis, tumor ganas

Hitam, mudah melekat seperti ter Perdarahan saluran cerna bagian atas

Volume besar, cair, sisa padat sedikit Infeksi non-invasif (kolera, E.coli  keadaan

toksik, kkeracunan makanan oleh stafilokokus,

radang selaput osmotic (defisiensi disakharida,

makan berlebihan)

Rapuh mengandung nanah atau jaringan

nekrotik

Divertikulitis atau abses lain, tumor nekrotik,

parasit

Agak lunak, putih abu- abu sedikit Obstruksi jaundice, alkoholik

Cair bercampur lendir dan eritrosit Tifoid, kolera, amubiasis

Cair bercampur lendir dan leukosit Kolitis ulseratif, enteritis, shigellosis,

salmonellosis, TBC usus

Lendir dengan nanah dan darah Kolitis ulseratif, disentri basiler, karsinoma

3 | P a g e

Page 4: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

ulseratif colon, diverticulitis akut, TBC akut

A.2 Helmintes

Nematoda

Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup

sebagai parasit.Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan hospes

parasit (Host-Parasite Relationships). Karena dalam praktikum pemeriksaaan feses ini yang

digunakan adalah nematode pada usus yaitu : Ascaris lumbricoides, dan Trichuris trichuria maka

yang akan dibahas dalam landasan teori adalah kedua cacing tersebut.

Ascaris lumbricoides

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang

disebabkannya disebut askariasis.

Distibusi Geografis

Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia

menunjukkan bahwa prevalensi A.lumbricoides masih cukup tinggi sekitar 60-90%.

Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%.

Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar

halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah.

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing jantan berukuran lebih kecil dan cacing betina. Stadium dewasa hidup di rongga

usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari; terdiri

atas telur yang dibuahi dan tidak dibuahi.

4 | P a g e

Page 5: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

Fertile (corticated) Infertile

Fertile (decorticated)

Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan

larva.Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Keadaan ini disebut

Loeffler Syndrome.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat

keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah dasar. Efek yang serius dari

cacing ini adalah obstruksi ileus.

Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan tinja secara

langsung. Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat

5 | P a g e

Albuminoid

Glikogen

Vitelin

Glikogen

Vitelin

GlikogenAlbuminoid

Page 6: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun

melalui tinja.

Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara missal. Untuk perorangan

atau secara massal.Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya

piperazin, pirantel pamoat 10 mg/ kg berat badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau

albendazol 400 mg. Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi

campuran A.lumbricoides dan T. Trichuria.

Prognosis

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, penyakit dapat

sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan angka kesembuhan sekitar 70-99%.

Trichuris trihuria

Hospes dan Nama Penyakit

Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit ini disebut trichuriasis.

6 | P a g e

Mucoid Plug

Page 7: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

Distribusi Geografik

Cacing ini bersifat kosmopolit; terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti

di Indonesia.

Epidemiologi

Faktor penting dalam penyebaran penyakit ini adalah kontaminasi tanah dengan tinja.

Telur tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimum 30’C. Frekuensi di

Indonesia cukup tinggi berkisar antara 30-90% di daerah pedesaan.

Morfologi dan Daur Hidup

Panjang cacing betina kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian

anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian

posteriornya bentuknya lebih gemuk. Pada cacing betina lebih membulat dan tumpul.Seekor

cacing betina diperkirakan menghasilkan telur antara 3000-20.000 butir.

Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan jernih pada kedua

kutub.Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan.dan bagian dalamnya jernih. Telur

matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.

Patologi dan Gejala Klinis

Cacing trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga

ditemukan pada kolon ascendens. Pada Infeksi berat, terutama pada anak, cacing tersebar di

seluruh kolon dan rectum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu

defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang

menimbulkan iritasi dan peradangan pada mukosa usus.

Diagnosis

Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan tinja, dengan ditemukan adanya telur.

Pengobatan

7 | P a g e

Page 8: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

-Albendazol 400 mg (dosis tunggal)

-Mebendazol 100 mg (dua kali sehari selama 3 hari berturut-turut)

8 | P a g e

Page 9: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

JADWAL PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Jum’at, 2 Oktober 2012

Tempat : Laboratorium Anatomi & Histologi Fakultas Kedokteran Unram

Pukul : 14.30 – 16.30 WITA

Prosedur Pemeriksaan Feses

Alat:

1. Mikroskop2. Kaca objek3. Kaca penutup4. Masker5. Sarung Tangan6. Pipet7. Ose

Bahan:

1. Spesimen feses yang ditaruh dalam wadah kecil2. Larutan Eosin 1-2%, dan larutan lugol

Prosedur

1. Memakai masker dan sarung tangan sebagai pencegahan umum2. Mempersiapkan kaca objek diatas meja3. Mengambil Larutan Eosin 1-2% dan lugol menggunakan pipet dan meneteskan masing-

masing 1 tetes diatas kaca objek4. Mengambil wadah kecil yang berisi spesimen feses kemudian mengambil sekitar 1 mg

menggunakan ose kemudian menaruhnya diatas kaca objek dan meratakan dengan Larutan Eosin 1-2% dan larutan lugol yang sudah diteteskan sebelumnya

5. Setelah homogen, kemudian campuran feses-eosin dan feses lugol ditutup menggunakan kaca penutup

6. Meletakkan kaca objek diatas mikroskop7. Mengamati dan mencatat hasil pengamatan mikrosop

9 | P a g e

Page 10: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

Hasil Pengamatan

10 | P a g e

Page 11: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

Hasil Pengamatan

Mikroskopis :

Pada hasil pengamatan didapatkan telur cacing askaris dan trichuris trichuria. Terutama

pada sediaan feses askaris didapatkan telur yang decorticated dan corticated yang bersifat fertile.

Didapatkan juga sediaan telur askariasis yang infertile. Pda sediaan Trichuris trichiura

didapatkan telur yang berbentuk oval dan transparan dengan 2 mukoid plug.

Makroskopis :

Jadi, pada pengamatan makroskopik didapatkan feses berbau tidak terlalu busuk atau

asam, konsistensi agak lunak, warna hitam, tidak berlendir, dan tidak ditemukan adanya

campuran darah atau penampakan parasit.

Pembahasan

Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan adanya beberapa bentukan dari telur

ascaris antara lain fertile, yang menandakan bahwa pasien dapat dikatan positif mengalami

infeksi parasit cacing ascaris, selain itu pada sedian juga ditemukan adanya telur dari cacing

trichuris dan dapat menjadi penanda bahwa pada pasien tersebut selain mengalami infeksi ascaris

juga pasien positif menglami infeksi dari parasit Trichuris.

Pada gambaran makroskopik tidak didapatkan kelainan karena pewarnaan hitam juga

tidak hanya bisa terjadi akibat pendarahan pada upper GI tract tetapi juga dapat dipengaruhi oleh

makanan yang dikonsumsi oleh orang tersebut dan untuk memastikan dari hal tersebut dapat

dilakukan pemeriksaan mikroskopis apakah ada ditemukan eritrosit pada feses.

11 | P a g e

Page 12: Laporan Praktikum Pemeriksaan Feses

DAFTAR PUSTAKA

1. Burtis CA. ,1996, Fecal Collection in Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry, Fourth

Ed, Philadelphia : WB Saunders Company, 722-723.

2. Fischbach FT,1998, Stool Examination, In A of Laboratory and Diagnostic Test, Ed V,

New York : Lippincott Philadelphia, ,; 254-276

3. Ganda Subrata. R. ,1999, Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan ke-9, Jakarta : Dian

Rakjat, , 180- 185

4. Herry J.B. et al. ,1996 ,Examination of feces, in Clinical Diagnosis and Management by

Laboratory Methods, Nine Ed, Philadelphia : WB Saunder Co; 537-541

5. Jawetz, Melnick, & Adelberg, 2007, Mikrobiologi Kedokteran, ed 23rd, Jakarta: EGC

6. Narang B,S and Reynolds T. ,1988, Stool Examination, In Medical Laboratory

Technology A Procedure manual for Ruotine Diagnoctic Test, Vol.II, New Delhi : Mc

Graw hill Publisching Co Limited, , ; 880-891

7. Pemeriksaan tinja. Dalam Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium puskesmas, Pusat Lab.

Kesehatan Bekerja sama dengan  Dit. jend. Binkesmas, , 1991, Jakarta; 63-67

8. Prianto J, dkk., 1999 ,Atlas Parasitologi Kedokteran, Cetakan ketiga, Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama

9. Standar Pelayanan Medis FK-UNPAD-RSUP dr. Hasan Sadikin, 1996, Bandung, hal.

38-40

10. Widmann FK., 1995,Tinjauan Klinis atas Hasil pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9,

Penerbit Buku Kedokteran Jakarta : EGC,hal. 571- 584

12 | P a g e