Laporan Praktikum Patoanatomi Hewan
-
Upload
indah-riwantrisna-dewi -
Category
Documents
-
view
137 -
download
10
Transcript of Laporan Praktikum Patoanatomi Hewan
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 1 dari 11
PPRRAAKKTTIIKKUUMM PPAATTOOAANNAATTOOMMII HHEEWWAANN
Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Terhadap Struktur Hepar Mencit
(Mus musculus L.)
Disusun Oleh :
Nama : Indah Riwantrisna Dewi
NIM : 07/252523/BI/8032
Golongan : Selasa/ 13.00-15.00
Kelompok : 5
Laboratorium Anatomi Hewan
Fakultas Biologi
Universitas Gadjah Mada
2010
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 2 dari 11
Tujuan
Mempelajari dan mengetahui pengaruh timbal asetat (Pb asetat) terhadap struktur hepar
mencit (Mus Musculus L.)
Tinjauan Pustaka
Kegiatan industri, pertanian, pariwisata maupun rumah tangga menghasilkan limbah yang
dapat mencemari lingkungan, bila pengelolaan limbahnya belum dilakukan dengan baik.
Kualitas air, tanah, maupun udara ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya kandungan
beberapa ion logam dan non logam dalam (Freedman, 1995). Salah satu logam yang potensial
mencemari lingkungan adalah Timbal (Pb). Timbal (Pb) dihasilkan dari kegiatan industri
pengolahan logam, electroplating, penyamakan kulit, baterai, pengolahan kayu, pestisida dan
insektisida. Secara alamiah. Timbal (Pb) masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan di udara
dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan
gelombang dan angin. Masuknya Pb ke dalam perairan akan meningkatkan konsentrasinya,
sehingga menyebabkan bioakumulasi dan biomagnifikasi pada biota (Palar, 1994).
Timbal yang biasa disebut timah hitam dengan simbol Pb termasuk ke dalam kelompok
logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia. Logam ini memiliki nomor atom (NA) 82
dengan berat atom 207,2. Melalui proses-proses geologi, timbal terkonsentrasi dalam deposit
seperti bijih logam. Persenyawaan bijih logam timbal ditemukan dalam bentuk galena (PbS),
anglesit (PbSO4), dan minim (Pb3O4). Logam ini banyak digunakan sebagai konstituen di dalam
cat, baterai dan campuran dalam bensin sebagai antiknock yang mampu meredam suara mesin
Logam timbal mempunyai sifat-sifat khusus seperti berikut:
1. Merupakan logam yang lunak sehingga dapat dipotong dan mudah dibentuk.
2. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga sering
digunakan sebagai bahan coating
3. Mempunyai titik lebur rendah sekitar 327,5 0C dan titik didih 1.620
0 C
4. Penghantar listrik yang tidak baik
5. Berwarna kelabu kebiruan
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 3 dari 11
6. Memiliki kerapatan yang lebih besar disbanding logam-logam biasa.
Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang seperti industri
baterai (Palar,1994).
Tabel 1. Bentuk persenyawaan Pb dan Kegunaannya
Bentuk Persenyawaannya Kegunaan
Pb + Sb Kabel telepon
Pb+As+Sn+Bi Kabel listrik
Pb+Ni Enyawa azida untuk bahan peledak
Pb+Cr+Mo+Cl Untuk Pewarnaan pada cat
Pb- asetat Pengkilatan keramik &bahan anti api
Pb+ Te Pembangkit listrik tenaga panas
Tetrametil-Pb & Tetraetil-Pb Aditive untuk bahan bakar kendaraan
bermotor
Gambar 1. Proses absorbs, distribusi, dan ekskresi Pb dalam tubuh
(Goodman & Gilman, 1995)
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya
persenyawaan tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya (absorbsi ) Pb ke dalam tubuh dapat
melalui makanan dan minuman (saluran pencernaan), udara (saluran pernafasan) dan penetrasi
pada selaput atau lapisan kulit. Proses absorbsi senyawa Pb ke dalam tubuh berlangsung sangat
lambat.
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 4 dari 11
Di alam senyawa Pb tersebar dalam bentuk Pb organik dan Pb anorganik. Kontaminasi Pb
dalam lingkungan memiliki efek yang bersifat toksik terhadap sistem hemopoietik,
kardiovaskuler, urinaria, reproduksi dan digesti pada hewan dan manusia. Pb organik relative
lebih mudah untuk diserap tubuh secara difusi pasif melalui selaput kulit dibanding senyawa Pb
anorganik. Sedangkan Pb anorganik akan lebih mudah diabsorbsi melalui saluran pencernaan.
Hal tersebut dikarenakan proses absorbsi senyawa Pb dipengaruhi oleh bentuk kimia senyawa Pb
tersebut (Purnomo & Muchyiddin, 2007).
Setelah absorbsi, senyawa Pb akan didistribusikan ke dalam berbagai jaringan. Akumulasi
senyawa Pb dapat terjadi pada jaringan lunak dan tulang. Akumulasi Pb paling tinggi dalam
jaringan lunak dapat dijumpai pada hepar dan ginjal dengan konsentrasi yang bervariasi.
Senyawa Pb dapat menimbulkan terjadinya kerusakan pada hepar karena adanya reaksi dari
logam dan komponen intra sel (Purnomo & Muchyiddin, 2007).Setelah melewati jaringan lunak,
senyawa Pb akan masuk dan terakumulasi pada tulang, karena logam ini berbentuk ion (Pb2+
)
yang mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+
(kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang
sehingga apabila kadar Ca, Fe dan Zn dalam tubuh rendah maka absorbsi dan akumulasi Pb di
jaringan tubuh akan meningkat yang pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan kadar Pb di
tubuh. Sebagian kecil dari senyawa Pb akan diekskresikan tetapi proses ekskresi tidak seimbang
dengan pemasukan timbal. Ekskresi senyawa Pb dapat melalui air seni, feses, keringat, air susu
ibu, dan dapat pula terdeposit pada kuku dan rambut(Palar, 1994).
Toksisitas timbal dalam tubuh diantaranya adalah :
1. Menurunkan Hb yang akan mengakibatkan munculnya masalah dalam proses-proses
fisiologis tubuh yang akhirnya akan merusak sel.
2. Mengganggu enzim oksidase sehingga menghambat sistem metabolisme sel
3. Dapat menyebabkan nekrosis, mitokondria kehilangan fungsi,dan kerusakan membran
Hepar merupakan kelenjar pencernaan terbesar di dalam tubuh. Hepar ini terletak di
bagian kanan hipokondria dan epigastrik atau didalam rongga abdomen dibawah diafragma .
Hepar disokong oleh lima jaringan pengikat (ligamen) yaitu ligamentum falciformis, ligamentum
coroner, sepasang ligamentum lateral dan ligamentum peritoneum. Hepar dibagi menjadi 4 lobi
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 5 dari 11
yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kuadrat dan lobus kaudal (Gray, 1949). Lobus ini membentuk
massa polygonal prigmatis dengan penyusun utama berupa hepatosit (sel-sel hati) yang tersusun
radier dalam lobulus, berupa sel-sel epitel berkelompok dalam lempeng – lempeng. Diantara
hepatosit terdapat sinusoid yang merupakan pembuluh darah yang melebar tidak teratur dan
hanya dibatasi satu lapis sel-sel endotel yang tidak teratur.
Hepar memiliki beberapa fungsi, antara lain :
1. Fungsi endokrin yaitu mensintesis protein seperti albumin, protrombin dan fibrinogen
plasma darah.
2. Fungsi eksokrin yaitu mensekresi empedu dan urea
3. Fungsi vascular yaitu tempat menyimpan metabolit-metabolit energetik dan vitamin
4. Fungsi metabolit yang bertanggungjawab terhadap perubahan lipid dan asam-asam
amino menjadi glukosa melalui proses enzimatis komplek (glukoneogenesis).
5. Mengatur kadar glukosa darah
6. Fungsi detoksifikasi dan inaktivasi senyawa-senyawa dengan cara oksidasi, metilasi
dan konjugasi (Junqueira dan Carneiro, 1980).
Hati menerima darah dari saluran pencernaan melalui vena portae dan pembuluh darah balik
yang melalui vena cava inferior. Hepar dapat mengalami kerusakan, salah satunya akibat
keracunan logam. Kerusakan hepar antara lain adalah sebagai berikut :
1. Perlemakan hepar (Steatosis)
Perlemakan hepar ditandai dengan munculnya kandungan lipid yang melebihi 5% dari
kondisi normal. Proses terjadinya degenerasi lemak diawali dengan adanya pengangkutan asam
lemak yang berlebihan dalam hepar sehingga mengakibatkan fungsi hepatosit abnormal.
Keabnormalan fungsi hepatosit ini disebabkan adanya akumulasi trigliserida di dalam hepatosit,
menurunnya sintesis apoprotein yang mengakibatkan pembentukkan LDL berkurang, serta dapat
disebabkan karena meningkatnya reaksi esterifikasi asam lemak menjadi trigliserid dan
meningkatnya masukan karbohidrat.
2. Nekrosis Hepar (Digestive gland)
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 6 dari 11
Nekrosis hepar merupakan terjadinya kematian hepatosit. Kerusakan ini bersifat akut dan
merupakan manifestasi toksik yang berbahaya, namun tidak selalu kritis karena sel hepar
memiliki kemampuan untuk tumbuh kembali. Nekrosis terjadi bersama pecahnya membrane
plasma. Tanda – tanda awal nekrosis terjadinya nekrosis adalah edema sitoplasma, dilatasi
retikulum endoplasma. dan disagregasi polisom (Carlton & Mc Gavin, 1995; Himawan, 1996).
Hasil dan Pembahasan
a. Hasil
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut :
Keterangan :
1. Vena sentralis
2. Hepatosit
3. Inti hepatosit
4. Sel kupfer
5. Sinusoid
11. Endotelium
Gambar 2. Struktur mikroanatomi hepar normal mencit (Mus musculus L.)
Gambar di atas merupakan struktur hepar normal mencit (Mus musculus L.) yang
menunjukkan adanya vena sentralis, hepatosit, inti hepatosit, sel kupfer, sinusoid, dan
endotelium. Hepatosit terlihat berderet secara radier menyusun massa polygonal prigmatis yang
merupakan struktur umum dari lobulus hepar. Inti tampak kompak dengan granula dan
berbentuk bulat. Di antara hepatosit terdapat sinusoid yang di dalamnya terdapat sel kupfer.
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 7 dari 11
Keterangan :
1. Vena sentralis
6. Inti hepatosit mengalami piknosis
7. Inti hepatosit mengalami karioreksis
8 . Hepatosit mengalami bengkak keruh
9. Hepatosit mengalami degenerasi
lemak
10. Sinusoid terisi eritrosit
11. Endotelium
Gambar 3. Struktur hepar mencit (Mus musculus L.) yang terdedah Timbal selama 2 minggu
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa struktur hepar mengalami degenerasi bengkak
keruh, degenerasi lemak, inti hepatosit mengalami piknosis dan karioreksis serta sinusoid terisi
oleh eritrosit.
b. Pembahasan
Dari kedua gambar di atas dapat dilihat betapa berbahayanya senyawa Pb apabila masuk
ke dalam tubuh. Adanya akumulasi senyawa Pb pada jaringan lunak sebagai contoh dalam kasus
ini adalah hepar menimbulkan terjadinya perubahan struktur hepar atau kerusakan yang pada
akhirnya menimbulkan gangguan fungsi hepar. Kerusakan yang muncul adalah degenerasi
bengkak keruh, degerasi lemak,inti hepatosit mengalami piknosis dan karioreksis serta sinusoid
terisi oleh eritrosit.
Kerusakan meningkat dari tingkat yang ringan ke tingkat yang berat sesuai dengan
meningkatnya konsentrasi Pb dalam jaringan. Edema terjadi karena Pb melakukan kontak
langsung dengan epitel yang mengakibatkan terjadinya iritasi. Iritasi pada jaringan epitel
disebabkan oleh Pb akan berpengaruh terhadap fungsi membran dengan menghambat Natrium
dan Kalium ATP-ase. Pada mekanisme normal pompa Natrium akan mendorong Na+ keluar dari
dalam sel dan menarik K+ masuk ke dalam sel, reaksi ini membutuhkan energi yang dihasilkan di
dalam sel. Timbal (Pb) berhasil merusak sel sehingga menyebabkan gangguan pada enzim ATP-
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 8 dari 11
ase dan produksi energi terganggu pula. Na+ tetap di dalam sel, air masuk ke dalam sel akibatnya
timbul pembengkakan atau degenerasi (Guyton, 1994). Degenerasi bengkak keruh adalah
kerusakan sel yang terjadi karena bertambahnya jumlah air di dalam sel . Kerusakan jenis ini
merupakan kerusakan tahap awal yang bersifat sementara dan reversibel (Himawan, 1996).
Banyaknya sel yang rusak atau mengalami kematian mengakibatkan terjadinya proliferasi
sel untuk menggantikan sel yang mengalami kerusakan. Adanya proliferasi sel ini menyebabkan
bersatunya dua lamela yang berdekatan, hal ini dinamakan sebagai hiperplasia. Adanya
hiperplasia akan mengurangi luas permukaan kontak antara ctenidia dengan oksigen,
mengakibatkan proses pertukaran gas selama respirasi menjadi terhambat.
Dari hasil pengamatan tidak ditemukan adanya sel kuppfer maupun penyelubung hepar
yang biasanya ditemukan pada jaringan hepar organisme tingkat tinggi. Karena sifat Pb yang
akumulatif dan nonregulation maka konsentrasi Pb dalam jaringan hepar terus meningkat.
Peningkatan konsentrasi dalam jaringan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan jaringan.
Logam Pb mengakibatkan kerusakan berupa: edema, sel epitel terlepas dari membran
basal, hiperplasia dan kerusakan filamen. Kerusakan pada hepar berupa edema, inti piknotik,
karyoreksis, karyolisis, sitolisis dan nekrosis. Kerusakan meningkat seiring bertambahnya
konsentrasi Pb dalam jaringan hepar Mus musculus L.
Degenerasi lemak adalah gejala awal nekrosis yang bersifat reversibel. Kerusakan jenis
ini ditandai dengan terjadinya pengumpulan lemak secara abnormal dalam sel parenkim. Dalam
kasus ini degenerasi lemak ditandai dengan munculnya vakuola lemak berukuran kecil di daerah
sekitar inti sel. Penyebab degenerasi lemak antara lain karena terganggunya pernapasan sel oleh
toksikan (senyawa Pb), gangguan pernafasan mengakibatkan berkurangnya ATP yang
dihasilkan sehingga menurunkan pemakaian asam lemak, hepar tidak dapat menggunakan dan
memobilisasi lemak (Himawan, 1996).
Perubahan yang terjadi pada membran sel mencerminkan gangguan pengaturan ion dan
volume yang disebabkan oleh kehilangan ATP (Robbins dan Kumar, 1995). Pecahnya membran
sel menyebabkan kalsium yang masuk ke dalam sel berlebih dan diikuti oleh pembengkakan
mitokondria karena pergeseran ion yang terjadi pada bagian dalam sel. Disusul dengan pelebaran
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 9 dari 11
Retikulum Endoplasma (RE) yang diikuti oleh pelepasan ribosom dan pecahnya polisom disertai
pengurangan sintesis protein yang berlanjut menjadi fragmentasi progresif RE dan pembentukan
gambaran myelin. Perubahan pada lisosom terjadi paling akhir, lisosom yang robek dan
menghilang merupakan struktur yang ditemukan sebagai bentuk sel mati. Inti sel yang mati
biasanya menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Prosesnya dinamakan piknosis
dan intinya disebut piknotik. Selanjutnya inti dapat hancur sambil meninggalkan pecahan-
pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel, prosesnya disebut karyoreksis. Akhirnya pada
beberapa keadaan inti sel yang mati kehilangan kemampuan mereka untuk diwarnai dan
menghilang, prosesnya disebut karyolisis (Price dan Wilson, 1995). Ketiga kerusakan tersebut
adalah perubahan awal dari nekrosis. Nekrosis merupakan perubahan morfologi atau struktur sel
yang bersifat irreversible yang dapat disebabkan karena rusaknya susunan enzim di dalam sel.
Mekanisme terjadinya nekrosis akibat senyawa Pb adalah dengan merubah keseimbangan
kalsium intrasel melalui dua cara yaitu timbal berinteraksi langsung dengan kanal kalsium atau
calcium – dependent ATPase, sehingga mengubah keseimbangan kalsium dan timbal
menyebabkan kerusakan oksidatif pada membran plasma sehingga terjadi pelepasan kalsium dari
organela intrasel (mitokondria dan retikulum endoplasma). Atau dapat dikatakan bahwa timbal
menyebabkan terjadinya nekrosis dengan mengubah keseimbangan ion sehingga terjadi
kerusakan oksidatif, disfungsi mitokondria, dan kerusakan membran sel (Massaro, 1997).
Efek toksik senyawa Pb mampu menghambat kerja enzim di mitokondria dan retikulum
endoplasma. Pada retikulum endoplasma menyebabkan terjadinya gangguan sintesis protein,
sedangkan pada mitokondria menyebabkan terganggunya proses respirasi sel. Pemasokan energi
yang diperlukan untuk memelihara fungsi dan struktur RE berkurang dan sintesis protein juga
berkurang. Kegagalan dalam pengikatan energi akibat terganggunya mitokondria akan
menyebabkan sel kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida akibatnya terjadi akumulasi
lemak yang dikenal sebagai degenerasi lemak. Perubahan-perubahan dalam sel akibat
pemasukan zat toksik dapat terjadi dengan cepat dan reversible, tetapi bila keadaan terus
berlanjut akan menjadi irreversible sehingga akan tampak robekan pada membran sel dan
membran organel mengakibatkan sitolisis (Oktavianti, 2004).
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 10 dari 11
Kerusakan terakhir yang terlihat pada hepar yang terdedah senyawa Pb adalah munculnya
timbunan eritrosit pada sinusoid atau disebut hemoragi, yaitu kerusakan sel akibat gangguan
sirkulasi. Adanya gangguan sirkulasi pada hepar disebabkan hepatosit membengkak sehingga
sinusoid menyempit. Menyempitnya sinusoid mengakibatkan aliran darah dari vena sentralis
menjadi tidak lancar yang akan mengakibatkan tertimbun eritrosit di dalam sinusoid.
Simpulan
Dari hasil pengamatan terhadap struktur mikroanatomi hepar yang terdedah senyawa Pb
dapat ditarik simpulan bahwa timbal (Pb) dapat menyebabkan terjadinya kerusakan yang
akhirnya mengakibatkan kematian sel (nekrosis). Kerusakan sel yang dapat menyebabkan
nekrosis akibat toksisitas senyawa Pb adalah inti hepatosit mengalami piknosis, karioreksis,
karyolisis, degenerasi lemak, degenerasi bengkak keruh, dan sinusoid terisi oleh eritrosit.
PETUNJUK DAN BUKU KERJA PRAKTIKUM PATOANATOMI HEWAN LABORATORIUM ANATOMI HEWAN
No. Dokumen DOK-UGM-BI-07-03 FO-UGM-BI-07-09
Berlaku sejak 03 Maret 2008
Revisi 00
Halaman 11 dari 11
Daftar Pustaka
Carlton, W. W., & M.D Mc Gavin. 1995. Veterinary Pathology. 2nd
ed. Mosby. USA.
Freedman, B. 1995. Environmental Ecology. 2nd ed. London: Academic Press.
Goodman, L.S., & A. Gilman. 1955. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 2nd
ed. The
Mac Millan Co. New York.
Gray. 1949. Text Book of Anatomy and Physiology.11th
Edition. The Mc Millan Company. New
York. Pp. 289-299
Guyton, A.C. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah: Dharma, A. dan P.
Lukmanto. Jakarta: EGC.
Himawan, S. 1996. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Patologi Anatomik. Fakultas Kedokteran
UI. Jakarta.
Junquiera, L.C. and J. Carneiro. 1980. Histologi Dasar (Basic Histology) 3th
Edition. Penerbit
buku EGC. Jakarta. Hal. 256-286
Massaro, M.J. 1997. Hand Book of Human Toxicology. CRC Press. New York.
Oktavianti, R. 2004. Struktur Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian
Aspartam Secara Oral. [Skripsi]. Surakarta: Biologi FMIPA UNS.
Palar, H. 1994. Pencemaran &Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Hal. 52-
53, 74-90.
Price, S.A., & M. Wilson.1984. Patofisiologi (diterjemahkan oleh Adji Darma). Edisi ke-4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Purnomo & Muchyiddin. 2007. Analisis Kandungan Timbal (Pb) pada Ikan Bandeng (Chanos
chanos Forsk.) di Tambak Kecamatan Gresik. Neptunus, Vol. 14, No. 1, Juli 2007: 68 –
77.
Robbins, S.L dan V. Kumar. 1995. Patologi I. Jakarta: EGC.