Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

27
LAPORAN PROYEK ANATOMI DAN FISIOLOGI HEWAN (BI- 2103) PENGAMATAN SISTEM REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) DAN PERHITUNGAN PARAMETER FERTILITAS PADA SPERMA MANUSIA Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2014 Tanggal Pengumpulan: 22 Oktober 2014 Disusun oleh : Ogie Novrian Zulkarnain 10612072 Kelompok 1 Asisten: R. Achmad Dzulfikar Hermawan (10610004)

description

SISTEM REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus) DAN PERHITUNGAN PARAMETER FERTILITAS PADA SPERMA MANUSIA

Transcript of Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Page 1: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

LAPORAN PROYEK ANATOMI DAN FISIOLOGI HEWAN (BI- 2103)

PENGAMATAN SISTEM REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus)

DAN PERHITUNGAN PARAMETER FERTILITAS PADA

SPERMA MANUSIA

Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2014

Tanggal Pengumpulan: 22 Oktober 2014

Disusun oleh :

Ogie Novrian Zulkarnain

10612072

Kelompok 1

Asisten:

R. Achmad Dzulfikar Hermawan (10610004)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2014

Page 2: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu syarat untuk dikatakan mahkluk hidup adalah dapat menghasilkan

keturunan. Cara untuk menghasilkan keturunan adalah dengan bereproduksi. Oleh

karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi reproduksi, karena tanpa bereproduksi, keeksistensian suatu mahkluk

hidup akan hilang. Keberhasilan reproduksi dari suatu mahkluk hidup sangat

bergantung pada kemampuan reproduksi jantan dan betina dari spesies tersebut

(Campbell, 2008).

Proses menghasilkan keturunan ditentukan oleh fertilitas, baik fertilitas jantan

maupun betina. Fertilitas dapat ditentukan melalui parameter tertentu. Pada jantan,

beberapa parameter yang dapat digunakan dalam menentukan kemampuan fertilitas

adalah jumlah total sperma, motilitas, dan morfologi sperma (Coetzee et al., 1988).

Praktikum ini sangatlah penting untuk dilakukan, karena dengan mengetahui

dan mempelajari sistem reproduksi dan parameter fertilitasnya, dapat diketahui faktor

apa saja yang dapat memicu tingkat reproduksi sehingga faktor tersebut dapat

digunakan untuk membantu reproduksi spesies lain yang terhambat. Selain itu, dapat

diketahui juga keabnormalan yang terjadi pada jantan atau betina yang

mempengaruhi reproduksi, sehingga dapat ditentukan apakah jantan atau betina

tersebut fertil atau infertil (Coetzee et al., 1988).

1.2 Tujuan

Praktikum pengukuran parameter hematologi mencit ini bertujuan untuk:

1. Menentukan perbedaan sperma pada mencit dan manusia

2. Menentukan parameter fertilitas sperma manusia

Page 3: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Reproduksi Mencit Jantan dan Mencit Betina

Sistem reproduksi makhluk hidup membantu memastikan agar suatu spesies

tidak punah dan dapat melanjutkan keturunannya. Selain itu,fungsi sistem reproduksi

pada umumnya adalah menghasilkan, menyimpan,memberi nutrisi, dan mengatur

transportasi dari gamet, baik jantanmaupun betina. Sistem reproduksi pada umumnya

memiliki komponen-komponen dasar, yaitu gonad, saluran, kelenjar aksesori, dan

genitaleksternal (Martini et al., 2012).

Menurut Nalbandov (1990), sistem reproduksi jantan terdiridari sepasang testis

(gonad), kelenjar aksesori, dan sistem duktus termasuk organ kopulasi. Testis

merupakan hasil diferensiasi dari gonad jantan padatahap embrio dini. Pada mamalia,

testis umumnya berada dalam skrotum,sebuah kantung yang dilindungi oleh kulit dan

temperatur di dalamnya sekitar 96ºF (Scanlon , 2007). Fungsi testis adalah

menghasilkan hormon seks jantan dan menghasilkan gamet jantan (sperma).

Gambar 2.1 Organ reproduksi mencit jantan

(Sumber: McGill, 2009)

Page 4: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Sperma dihasilkan di tubulus seminiferus yang berada pada testis. Struktur

histologi tubulus berubah dengan cepat seiring dengan cepat seiring dengan

pertambahan usia.Sebelum menjadi dewasa, tubulus seminiferous hanya berisi sel-sel

spermatogonium dan sel Sertoli. Setelah mengalami perkembangan menjadi dewasa,

spermatogonium akan tumbuh menjadi spermatosit primer, kemudian menjadi

spermatosit sekunder, spermatid, dan akhirnya menjadi spermatozoa. Tubuh

spermatozoa terdiri dari bagian atas (kepala) yang berbentuk seperti kait, bagian

tengah, serta sebuah ekor. Diperkirakan bahwa kepala sperma yang menempel pada

sel sertoli akan mengalami pemasakan (Nalbandov, 1990). Pada celah di antara

tubulus seminiferous terdapat sel interstisial yang memproduksi testosterone ketika

dirangsang oleh Luteneizing Hormone (LH) dari kelenjar pituitary anterior (Scanlon,

2007).

Gambar 2.2 Sperma Mus musculus

(Sumber : Oliveira et al., 2009)

Sistem duktus pada jantan meliputi tubulus mesonefrik yang akan berkembang

menjadi vas eferen dan epididimis. Sistem duktus lainnya, seperti kelenjar prostat dan

kelenjar Cowper (kelanjar bulbo-uretra), berkembang dari sistem urogenital. Selain

itu, terdapat epididimis yang berguna sebagai temapt pematangan sperma dan aktivasi

fungsi flagela pada sperma (Scanlon, 2007). Epididimis dibatasi oleh sel-sel epitelium

kompleks semu berukuran tinggi dan memiliki stereosilia yang berfungsi untuk

Page 5: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

membantu pergerakan sperma menuju vas deferens (Nalbandov, 1990). Vas deferens

atau duktus deferens merupakan saluran yang menjadi penguhubung antara

epididimis dan uretra. Saluran ini memiliki lapisan otot yang melakukan kontraksi

untuk bergerak peristaltik pada saat proses ejakulasi (Scanlon, 2007).

Kelenjar aksesori pada sistem reproduksi Mus musculus jantan meliputi

vesikula seminalis, kelenjar prostat, kelenjar koagulasi, kelenjar prepusial, dan

kelenjar bulbo-uretra. Vesikula seminalis berfungsi mengeluarkan sekresi yang

mengandung fruktosa sebagai sumber energi dari sperma. Kelenjar prostat

mengeluarkan sekresi berupa cairan alkali yang membantu motilitas sperma. Selain

itu, otot polos yang berada di kelenjar prostat berperan dalam mendorong sperma dari

uretra selam proses ejakulasi. Kelenjar bulbo-uretra berperan dalam sekresi alkali

yang melapisi bagian dalam uretra sesaat sebelum proses ejakulasi dimulai. Sekresi

berupa alkali ini berfungsi untuk menetralkan keasaman dari urin yang ada di uretra

serta sebagai penetral suasana asam pada vagina (Scanlon, 2007). Kelenjar koagulan

berperan dalam menyekresikan zat untuk menggumpalkan semen sebelum ejakulasi.

Koagulum yang dihasilkan akan membentuk sumbat vagina (vaginal plug) di dalam

vagina betina. Kelenjar prepusial adalah kelenjar yang kaya akan feromon (Bronson

dan Caroom, 1971).

Menurut Nalbandov (1990), komponen sistem reproduksi utama pada Mus

musculus betina adalah ovarium dan sistem duktus. Pada semua mamalia, terdapat

sepasang ovarium yang terletak di dekat ginjal. Ovarium terdiri dari komponen

penting seperti folikel dan korpus luteum. Sistem duktus pada mamalia, termasuk

Mus musculus, terdiri atas oviduk, uterus, dan genitalia eksternal. Oviduk merupakan

saluran penghubung antara ovarium dan uterus. Ujung ovarium dari oviduknya

membentuk selubung sempurna yang membungkus ovarium seperti sebuah kantung

yang disebut bursa ovarii. Bursa pada Mus musculus bersifat sempurna kecuali

terdapat sebuah lubang kecil pada sebelah dindingnya.

Uterus adalah tempat hidup, perkembangan, serta pemberian nutrisi bagi janin.

Vagina merupakan tempat masuknya penis saat kopulasi. Genitalia eksterna terdiri

Page 6: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

atas klitoris, labia mayor dan minor,serta beberapa kelenjar yan bermuara pada

vestibulum vaginal. Klitoris adalah homolog embriologis dari penis. Labia minor

tersusun atas jaringan dasar yang disusun oleh jaringan ikat longgar dan diselubungi

epitelium sisik berlapis, sedangkan labia mayor merupakan lipatan kulit yang banyak

mengandung jaringan lemak dan lapisan tipis otot polos (Nalbandov, 1990).

Gambar 2.3 Alat Reproduksi Mus musculus Betina

(Sumber: McGill, 2009)

2.2. Parameter Fertilitas

Menurut Coetzee et al. (1998), beberapa parameter yang dapat digunakan

dalam menentukan kemampuan fertilitas pada jantan adalah jumlah total sperma,

konsentrasi serma, motilitas, dan morfologi. Menurut Vorvick (2012), jumlah sperma

normal adalah 20-150 juta sperma per milliliter. Menurut Guverich (2013), jumlah

total sperma yang ada dalam sampel semen dapat digunakan sebagai parameter

fertilitas dengan jumlah sperma normal per ejakulasi adalah 39 juta sperma. Keadaan

saat jumlah sperma lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah sperma normal disebut

Page 7: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

oligospermia, sedangkan jika tidak terdapat sperma pada sampel, maka disebut

azoospermia. Jumlah sperma dipengaruhi oleh hormone, keadaan saluran reproduksi,

atau penyakit yang diderita seperti diabetes (Guverich, 2013).

Konsentrasi sperma adalah jumlah sperma yang terdapat dalam 1 mm semen.

Jumlah normalnya ada 15 juta sperma/ mm. Keabnormalan konsentrasi sperma dapat

disebabkan jumlah sperma yang sedikit atau volume semen yang dikeluarkan ketika

ejakulasi sangat tinggi (Guverich, 2013).

Motilitas sperma adalah persentase jumlah sperma yang bergerak. Agar

fertilitas terjadi, sperma harus dapat bergerak mencapai ovum. Oleh karena itu,

motilitas sperma esensial dalam menentukan fertilitas jantan. Motilitas sperma

normal adalah paling sedikit 40% sperma dapat berpindah tempat dan paling sedikit

32% dapat berenang maju atau bergerak di tempat. Keabnormalan pada motilitas

sperma disebut asthernozoospermia. Keabnormalan ini dapat disebabkan oleh

penyakit yang diderita atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan oleh hewan tersebut

(Guverich, 2013).

Menurut Coetzee et al. (1998), morfologi sperma merupakan salah satu

indicator terbaik dalam menentukan fertilitas. Pada awalnya, sulit menentukan

fertilitas dengan morfologi sperma sebagai parameter karena morfologi sperma yang

bervariasi sehingga jenis sperma yang normal tidak diketahui. Akan tetapi dengan

obsevasi spermatozoa pada saluran reproduksi wanita dan kemunculan sperma pada

zona pellucida, morfologi dari sperma yang fertile akhirnya dapat diketahui

(Menkveld et al, 1991). Kemudian, bagian kepala, tengah, dan ekor dievaluasi dan

dibandingkan proporsinya dengan sperma yang lain untuk menentukan keabnoramlan

sperma (Guverich, 2013).

Page 8: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Gambar 2.4 Spermatozoa manusia normal

(Sumber : Liu et al, 1998)

Gambar 2.5 Morfologi spermatozoa manusia

(Sumber : Martini et al, 2012)

2.3. Fungsi Reagen

Larutan PBS merupakan larutan penyangga atau buffer. Larutan buffer adalah

larutan yang digunakan untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar tidak banyak

berubah selama reaksi kimia berlangsung. Sifat yang khas dari larutan buffer ini

adalah pH-nya hanya berubah sedikit dengan pemberian sedikit asam kuat atau basa

kuat. Larutan PBS sendiri digunakan untuk mempertahankan osmolaritas dan

Page 9: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

mengencerkan sampel (sperma). Eosin adalah zat warna merah fluorescent yang

dihasilkan dari aksi brom pada fluorescein. Eosin dapat digunakan untuk mewarani

sitoplasma, kolagen, dan serat otot untuk pengujian di bawah mikroskop. Dalam

praktikum kali ini, eosin digunakan sebagai zat pewarna agar mudah terlihat dan

teramati (Mc Morris et al., 2001).

Page 10: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini terdapat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Tabel Alat dan Bahan Praktikum Sistem Respirasi

Alat Bahan

1. Gunting bedah

2. Jarum jara

3. Pinset

4. Scalpel

5. Baki dan styrofoam

6. Pipet

7. Kaca arloji

8. Kaca objek

9. Jarum pentul

10. Mikroskop

11. Hemacytometer

12. Cover glass

1. Sperma manusia

2. Mencit jantan dan betina

3. Larutan PBS

4. Pewarna nigrosin eosin

3.2 Cara Kerja

3.1.1 Pengamatan Morfologi Sperma Mencit

Sperma diisolasi dengan cara mencacah vas deferens, epididimis, dan

testis. Berikutnya sperma tersebut diletakkan dalam larutan PBS dalam masing-

masing wadah. Sperma yang telah diisolasi dipindahkan ke kaca arloji, lalu

dilarutkan dalam larutan PBS sebanyak 10 tetes, hasil campuran diteteskan

pada kaca objek. Ujung kaca lainnya ditetesi pewarna nigrosin eosin. Kaca

objek yang berbeda ditempelkan pada tetesan larutan sperma hingga menyebar

Page 11: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

dan digeserkan sampai mendekati tetesan pewarna. Diamkan kaca objek hingga

kering, lalu diamati.

3.1.2 Penghitungan Jumlah Sperma

Suspensi spermatozoa dibuat dengan mencampurkan sperma yang telah

diisolasi dengan larutan PBS 10 tetes. Larutan kemudian diteteskan pada

hemacytometer dan dihitung jumlah sperma pada 25 kotak bagian tengah.

Pengenceran dilakukan dengan faktor pengenceran :

Tabel 3.2 Faktor Pengenceran

Jumlah Spermatozoa

Pada 25 Segi Empat

Besar

Faktor Pengenceran Keterangan

<20 1:10 1 tetes sperma + 9

tetes PBS

20-100 1:20 1 tetes sperma + 19

tetes PBS

>100 1:50 1 tetes sperma + 49

tetes PBS

Setelah suspensi sperma diencerkan, teteskan pada hemacytometer dan

hitung kembali jumlah sperma pada 1 kotak di antara 25 kotak tersebut yang

dipilih secara acak. Kemudian dilakukan perhitungan ke 2 dengan cara

menghitung kembali sperma sejumlah kotak yang jumlahnya ditentukan oleh

jumlah sperma pada 1 kotak tersebut

Tabel 3.3 Jumlah kotak yang perlu dihitung kembali

Jumlah Spermatozoa pada 1

Kotak Acak

Jumlah Kotak yang Perlu Dihitung

Kembali

<10 25

Page 12: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

10-40 10

>40 5

Dari faktor pengenceran dan jumlah kotak yang dihitung kembali, dapat

diperoleh faktor koreksi. Faktor koreksi akan membagi total sperma dari kotak

yang nilai dan jumlahnya ditentukan oleh jumlah sperma pada 1 kotak

sebelumnya. Faktor koreksi tersebut adalah:

Tabel 3.4 Faktor koreksi

Pengenceran Jumlah kotak yang dihitung kembali

25 10 5

Faktor

Koreksi

1: 10 10 4 2

1: 20 5 2 4

1: 50 2 0.8 0.4

3.1.3 Perhitungan Motilitas

Sperma diisolasi lalu diteteskan pada kaca arloji dan ditambahkan larutan

PBS 9 tetes. Kemudian dibuat suspensinya dengan menggunakan pipet dan

diteteskan pada hemacytometer. Sperma dihitung berdasarkan motilitasnya pada

25 kotak. Perhitungan motilitas sperma dikelompokan menjadi 4 kelompok

yaitu:

A. Spermatozoa bergerak lurus dan cepat

B. Spermatozoa bergerak tidak lurus dan lambat

C. Spermatozoa bergerak di tempat

D. Spermatozoa tidak bergerak sama sekali

Page 13: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengolahan Data

4.1.1 Tabel Foto Pengamatan Histologi Organ Reproduksi Mus musculus

Tabel 4.1 Tabel hasil pengamatan histologi

Organ Foto Pengamatan Gambar Literature

Epididimis

Gambar 4.1 Epididimis Mus

musculus jantan (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

Gambar 4.5 Epididimis

Mus musculus jantan

(Perbesaran 400x)

(Sumber: Histology-

world.com, 2014)

Page 14: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Testis

Gambar 4.2 Testis Mus

musculus jantan (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

Gambar 4.6 Testis Mus

musculus jantan (Perbesaran

400x)

(Sumber: Histology-

world.com, 2014)

Vas

Deferens

Gambar 4.3 Vas Deferens Mus

musculus jantan (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

Gambar 4.7 Vas

Deferens Mus musculus jantan

(Perbesaran 400x)

(Sumber: Histology-

world.com, 2014)

Page 15: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Ovarium

Gambar 4.4 Ovarium Mus

musculus betina (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

Gambar 4.7 Ovarium

Mus musculus betina

(Perbesaran 400x)

(Sumber: Histology-

world.com, 2014)

4.1.2 Tabel Foto Apusan Sperma Manusia dan Mencit

Tabel 4.2 Tabel hasil pengamatan apusan sperma

Foto Pengamatan Gambar Literature

Gambar 4.9 Apusan sperma

manusia di hemacytometer

( Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)

Gambar 4.11 Apusan sperma

manusia di ( Perbesaran 1000x)

(Sumber: Histology-world.com,

2014)

Page 16: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Gambar 4.10 Apusan sperma

mencit (Perbesaran 400x)

(Sumber: Budiman, 2014)Gambar 4.12 Apusan sperma

mencit (Perbesaran 400x)

(Sumber: Wyrobek dan Bruce, 1975)

4.1.3 Perhitungan Parameter Fertilitas

Perhitungan persentase motilitas

A. Spermatozoa bergerak lurus cepat = 20

B. Spermatozoa bergerak lurus lambat = 16

C. Spermatozoa bergerak di tempat = 46

D. Spermatozoa tidak bergerak sama sekali = 22

Persentase Motilitas= A+BA+B+C+D

× 100 %

¿ 20+1620+16+46+22

× 100 %

¿34,615 %

Perhitungan jumlah sperma

Jumlah sperma pada 25 kotak = 70

Faktor pengenceran = 1 : 20

Jumlah Sperma pada 1 kotak random = 34

Page 17: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Jumlah kotak yang perlu dihitung kembali = 9

(66,58,48,54,61,56,61,51,60)

Faktor koreksi = 2

Jumlah Sperma=

Total sperma dari perhitungan ke−2( jutaml

)

Faktor Koreksi

¿ 66+58+48+54+61+56+61+51+60+342

=274,5( jutaml

)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan dengan hasil pengamatan, dapat diketahui perbedaan dari sperma

mencit dan manusia. Perbedaan tersebut terletak pada bagian kepala sperma.

Pada bagian kepala sperma mencit berbentuk seperti kait atau kail, sedangkan

pada bagian kepala sperma manusia yang normal berbentuk bulat lonjong.

Perbedaan ini sesuai dengan pernyataan Rugh (1968) yang menyatakan bahwa

bagian kepala pada sperma mencit berbentuk seperti kait, yang digunakan untuk

mengaitkan pada ekor sperma mencit lainnya, agar kemungkinan untuk berhasil

membuahi ovarium mencit betina lebih tinggi.

Morfologi spermatozoa juga dapat dibedakan menurut abnormalitasnya.

Abnormalitas dapat terjadi pada kepala, midpiece (bagian badan), dan ekor

(Arsyad dan Hayati, 1994). Dalam hasil pengamatan terlihat berbagai jenis

abnormalitas sperma,seperti kepala sperma yang berjumlah 2, tetapi hasil

pengamatan abnormalitas ini tidak terdokumentasi, sehingga kelompok kami

tidak mempunyai foto dari abnormalitas sperma tersebut.

Sesuai dengan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah sperma dan

persentase mortilitas manusia, didapatkan jumlah sperma manusia sebesar

274,5( jutaml

) dan persentase motilitasnya sebesar 34,615 %. Menurut Manuaba

(2000) persentase motilitas manusia yang normal adalah > 50% dan menurut

Page 18: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

Vorvick (2012) jumlah sperma manusia normal pada umumnya sekitar > 20 juta

sperma per milliliter. Persentase motilitas yang didapatkan dalam hasil

pengamatan lebih sedikit dengan literature yang ada, sehingga dapat diketahui

bahwa sperma tersebut tidak normal atau adanya kesalahan dalam penghitungan

persentase motilitas sperma tersebut. Kemungkinan kesalahan yang terjadi dalam

penghitungan motilitas sperma tersebut ialah ketidaktelitian dalam menghitung

jumlah sperma yang bergerak. Sedangkan jumlah sperma yang didapatkan dalam

hasil pengamatan sesuai dengan literature, sehingga dapat diketahui bahwa

jumlah sperma tersebut normal.

Page 19: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan dua hal, yaitu:

1. Perbedaan dari sperma mencit dan manusia terletak pada bagian kepala

sperma. Pada bagian kepala sperma mencit berbentuk seperti kail dan

bagian kepala sperma manusia berbentuk bulat lonjong.

2. Parameter fertilitas sampel sperma manusia :

Persentase mortilitas = 34,615 %

Jumlah sperma = 274,5 juta/ml

Page 20: Laporan Praktikum Proyek Anatomi Dan Fisiologi Hewan 4

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. M. & Hayati, L. 1994. Penuntun Laboratorium WHO untuk

Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Sperma – Getah Servik.

Bagian Biologi Medik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya.

Martini, Frederic H., Nath, Judi L., Bartholomew, Edwin F. 2012. Fundamentals of

Anatomy and Physiology 9th edition. New York: Pearson International.

Bronson, F. H., Caroom, D.. 1971. “Preputial Gland of Male Mouse: Attractant

Function”. Journal for the Society of Reproduction and Fertilization. 25: 279-

282

Coetzee, Kevin, Kurge, Thinus F., dan Karl J. Lombard. 1998. “Predictive Value of

Normal Sperm Morphology: A Structured Literature Review”. Human

Reproduction Update Vol.4. 1: 73-82

Gurevich, Rachel. 2013. “Understanding Semen Analysis Results”.

http://infertility.about.com/od/infertilitytesting/a/Understanding-Semen-

Analysis-Results.htm. Diakses pada 21 Oktober 2014

Liu, D.Y, Baker, H.W.G. 1988). “The Proportion of Human Sperm with Poor

Morphology but Normal Intact Acrosomes Detected with Pisum sativum

Aglutinin Correlates with Fertilization In Vitro”. Fertility and Sterility. 50:288-

293

McGill. 2009. “Handout Mouse Module 1”.

http://neuroacf.mcgill.ca/uploads/file/Handout%20Mouse%20Module

%201.pdf. Diakses pada 21 Oktober 2014.