LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

25
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEK OBAT KELAS : 5 D GELOMBANG : 1 KELOMPOK : 4 ASRI AMINAH TANJUNG : 1104015360 DEWI PUSPA : 1104015064 DEWI PUSPITA DEWANTARI : 1104015065 DIAZ ILMAN ROZA : 1104015073 NURFITRIYANI : 1104015227 JURUSAN FARMASI FAKULTAS FARMASI DAN SAINS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA JAKARTA 2013

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEK OBAT

KELAS : 5 D

GELOMBANG : 1

KELOMPOK : 4

ASRI AMINAH TANJUNG : 1104015360

DEWI PUSPA : 1104015064

DEWI PUSPITA DEWANTARI : 1104015065

DIAZ ILMAN ROZA : 1104015073

NURFITRIYANI : 1104015227

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA

JAKARTA 2013

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

BAB 1

PENDAHULUAN

Obat merupakan terapi primer yang berhubungan dengan penyembuhan

penyakit.Tidak peduli dimanapun klien menerima pelayanan kesehatan,rumah

sakit,klinik,atau di rumah,perawat memegang peranan penting dalam persiapan

dan pemberian obat,mengajarkan cara menggunakan obat dan mengevaluasi

respons klien terhadap pengobatan.

Pada masa perawatan dan penyembuhan,perawat memegang peranan penting

dalam memberikan obat secara tepat waktu kepada klien,serta memastikan klien

atau keluarganya telah mengerti dan siap memberikan obat jika klien dipulangkan

ke rumah. Di setiap tatanan pelayanan kesehatan, perawat bertanggung jawab

mengevaluasi efek obat terhadap kesehatan klien,mangajari klien tentang obat dan

efek sampingnya,memastikan kepatuhan terhadap regimen obat,serta

mengevaluasi kemampuan klien dalam menggunakan obat sendiri. Pada beberapa

kasus, perawat secara langsung mengajarkan dan mengevaluasi anggota keluarga

klien yang mampu memberikan obat

TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui sifat kerja obat

2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kerja obat

3. Mengetahui rute pemberian obat

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Kerja Obat

     Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat tidak

menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah

fungsi fisiologis.obat dapat melindungi sel dari pengaruh agens kimia

lain,meningkatkan fungsi sel,atau mempercepat atau memperlambat proses kerja

sel.obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang(contoh insulin,hormon

tiroid,dan estrogen).

Aksi Obat Dapat Melalui Beberapa Cara :

1. Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik dari sel

2. Mengadakan campur tangan aktifitas seluler dari sel asing terhadap sel tuan

rumah, misalnya pemberian antibiotik untuk membunuh sel bakteri; pemberian

obat untuk membunuh sel kanker.( obat-obat kemoterapi )

3. Merupakan terapi pengganti, misalnya pemberian suplemen Kalium, pemberian

hormon atau vitamin untuk mencapai dosis fisiologis sehingga diperoleh aksi. 

Penggunaan Obat dapat menghasilkan lebih dari satu efek, yaitu :

1. Efek terapi ( utama ).

Terapi obat dapat bertujuan untuk : (a) terapi kausal ; (2) terapi simtomatik dan

(3) terapi substitusi 

2. Efek samping : adalah efek yang tidak diinginkan, atau efek obat yang tidak

termasuk kegunaan terapi, misalnya : Efek terapi pemberian morfin adalah

sebagai analgesik, tapi mempunyai efek samping depresi pernapasan dan

konstipasi..

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

3. Efek teratogen :

Adalah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu hamil, mengakibatkan cacat

pada janin, misalnya : tangan dan kaki seperti kepunyaan anjing laut atau bentuk-

bentuk lain yang tidak normal.

4. Efek toksik :

Adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari efek samping dan

merupakan efek yang tidak diinginkan. Efek ini disebabkan oleh dosis yang

berlebih

5. Idiosinkrasi :

Efek obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya.

6. Fotosensitisasi :

Adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat

penggunaan obat, misalnya penggunaan obat Bithionol sebagai antiseptika lokal.

Efek obat pengulangan atau penggunaan obat yang lama :

1. Hipersensitif :

Adalah suatu reaksi alergik yang merupakan respons abnormal terhadap obat

dimana pasien sebelumnya telah kontak dengan obat tersebut hingga berkembang

timbul antibodi.

2. Kumulasi :

Suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan akibat pengulangan penggunaan

obat, dimana obat diekskresi lebih lambat dibanding kecepatan absorpsinya.

3. Toleransi :

Suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama, sehingga

untuk memperoleh respon yang sama , dosis harus diperbesar

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

4. Takhifilaksis : 

Adalah fenomena berkurangnya kecepatan respons terhadap aksi obat pada

pengulangan penggunaan dosis yang sama (kurang sensitif). Respon semula tidak

terulang meskipun dengan dosis yang lebih besar. 

5. Habituasi :

Suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat. Kriterianya : (a)

selalu ingin menggunakan obat; (b) tanpa atau hanya sedikit kecenderungan untuk

menaikkan dosis; (c). memberikan efek yang merugikan pada suatu individu.

5. Adiksi :

Adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan fisik terhadap obat. Kriteria :

(a) ada dorongan untuk selalu menggunakan obat; (b). ada kecenderungan untuk

menaikkan dosis; (c). timbul ketergantungan psikhik dan biasanya diikuti

ketergantungan fisik.; (d) merugikan terhadap individu maupun masyarakat.

6. Resistensi terhadap bakteri :

Pada penggunaan antibiotik untuk infeksi oleh bakteri, dapat terjadi obat tidak

mampu bekerja lagi untuk membunuh atau menghambat perkembangan bakteri

tertentu.

Efek penggunaan obat campuran :

Penggunaan obat campuran dapat nenyebabkan efek : (1) Adisi; (2) Sinergis; (3)

Potensiasi; (4) Antagonis dan (5) Interaksi.

1. Adisi : 

Beberapa obat yang diberikan bersama-sama memberikan efek yang merupakan

penjumlahan dari efek masing-masing obat bila diberikan secara terpisah 

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

2. Sinergis : 

Beberapa obat mempunyai aksi yang hampir sama, bila diberikan bersama-

sama ,memberikan efek yang lebih besar dari efek masing-masing obat yang

diberikan secara terpisah 

3. Potensiasi :

Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi-aksi yang tidak sama,

memberikan efek yang lebih besar pada pasien, dari pada efek masing-masing

secara terpisah. 

4. Antagonis :

Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah satu obat mengurangi efek

dari obat yang lain

5. Interaksi obat :

Interaksi obat berlangsung dengan beberapa cara, yaitu : (a) Interaksi kimia ; (b)

Kompetisi untuk mengikat protein ( mendesak obat lain pada protein ); (c) Induksi

enzim ( menstimulasi pembentukan enzim di hati sehingga obat cepat

dibiotransformasi dan dieliminasi ); (d) Inhibisi enzim ( mengganggu fungsi hepar

dan enzim-enzimnya, sehingga memperkuat kerja obat lain ).

Faktor-faktor yang mempengaruhi aksi obat yaitu :

1. Berat badan

2. Umur

3. Jenis kelamin

4. Kondisi patologik pasien

5. Genetik ( Idiosinkrasi )

6. Cara pemberian obat : 

(a) yang memberikan efek sistemik : - oral; sublingual; bukal;-parenteral;-

implantasi subkutan; rektal; 

(b) yang memberikan efek lokal :- inhalasi; -topikal ( pada kulit ) : salep, krim ,

lotion ; - obat-obat pada mukosa : tetes mata, tetes telinga,

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

Mekanisme Kerja

      Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel

atau dengan berinteraksi dengan tempat reseptor.jel aluminium hidroksida obat

nengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar

asam lambung).obat-obatan,misalnya gas anestesi umum,berinteraksi dengan

membram sel.setelah sifat sel berubah,obat mengeluarkan

pengaruhnya.mekanisme kerja obat yang paling umum adalah terikat pada tempat

reseptor sel.reseptormelokalisasi efek obat.tempat reseptor berinteraksi dengan

obat karena memiliki bentuk kimia yang sama.obat dan reseptor saling berikatan

seperti gembok dan kuncinya.ketika obat dan reseptor saling berikatan,efekt

terapeutik dirasakan.setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok

reseptor yang unik.misalnya,reseptor pada sel jantung berespon terhadap preparat

digitalis.

1.      Farmakokinetik

      Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk kedalam tubuh,mencapai

tempat kerjanya,dimetabolisme,dan keluar dari tubuh.dokter dan perawat

menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat,memilih

rute pemberian obat,menilai resiko perubahan kerja obat,dan mengobservasi

respon klien.

2.      Farmakodinamik

a.    Absorpsi

      Absorpsi adalah cara molekul obat masuk ke dalam darah.kebanyakan

obat,kecuali obat yang di gunakan secara topikal untuk memperoleh efek

lokal,harus masuk ke dalam sirkulasi sistemik untuk menghasilkan efek yang

terapeutik.faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat antra lain rute

pemberian obat,daya larut obat,dan kondisi di tempat absorpsi.

      setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi

obat,bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat

kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran napas

mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan

permukaan kapiler-alveolar. Pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang

paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk kedalam sirkulasi

sistematik.

      Daya larut obat yang diberikan per-oral setelah di ingesti sangat bergantung

pada bentuk atau preparat obat tersebut. Larutan dan suspensi yang tersedia dalam

bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi dari pada tablet atau kapsul. Bentuk dosis

padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan zat kimia pada sekresi

lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan

cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.

      Kondisi di tempat absorpsi memengaruhi kemudahan obat masuk kedalam

sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergores,obat topikal lebih mudah diabsorpsi.

Obat topikal yang biasanya diprogramkan untuk memeroleh efek lokal dapat

menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya

edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat

membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam pembuluh darah.

Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam

jaringan. Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus

mengkaji adanya faktor lokal, misalnya edema, memar atau adanya jaringan parut

bekas luka, yang menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai darah

yang lebih banyak dari pada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per

intramuskular(melalui otot)diabsorpsi lebih cepat dari pada obat yang disuntikkan

per subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih

karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan

klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang

tetrbaik adalah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan

absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.

      Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan. Saat

lambung berisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke duodenum,

sehingga absorpsi obat melambat. Beberapa makanan dan antasida membuat obat

berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat melewati lapisan saluran cerna.

Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat hancur

akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama makan.

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

Selubung enterik pada tablet tertentu tidak larut dalam getah lambung. Sehingga

obat tidak dapat dicerna di dalam saluran cerna bagian atas. Selubung juga

melindungi lapisan lambung dari iritasi obat.

      Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan.

Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda,

berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila klien tidak dapat menelan tablet

maka perawat akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan

tentang faktor yang dapat mengubah atau menurunkan absorpsi obat membantu

perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makana didalam saluran cerna

dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkutan obat kedalam saluran

cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat

harus mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan.

Contohnya, obat seperti aspirin,zat besi, dan fenitoin natrium(dilantin) mengiritasi

saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan, atau segera setelah makan.

Bagaimanapun, makanan dapat mempengaruhi absorpsi, misalnya kloksasilin

natrium dan penilisin. Obat-obatan tersebut harus diberikan sampai dua jam

sebelum makan atau dua sampai tiga jam setelah makan. Sebelum memberikan

obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan, informasi obat, atau

berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.

b.      Distribusi

      Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan didalam tubuh ke jaringan dan organ

tubuh dan akhirnya ketempat kerja obat tersebut. Laju dan luas distribusi

bergantung pada sifat fisik dan kimia obat dan struktur fisiologis individu yang

menggunakannya.

c.  Metabolisme

-Setelah mencapai tempat kerjanya, obat dimetabolisasi menjadi bentuk tidak

aktif, sehingga lebih mudah di eksresi

 -Sebagian besar biotransformasi berlangsung di bawah pengaruh enzim yang

mendetoksifikasi, mengurai (memecah), dan melepas zat kimia aktif secara

biologis.

Kebanyakan biotransformasi berlangsung di dalam hati, walaupun paru-paru,

ginjal, darah dan usus juga memetabolisasi obat.

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

- Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan

mengubah banyak zat toksik

- Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan

- Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati

mempengaruhi kecepatan eliminasi obat dari tubuh.

- Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam

tubuh, akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.

d. Eksresi

- Setelah dimetabolisme, obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus dan

kelenjar eksokrin.

- Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak, ketika obat keluar melalui

kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi

- Perawat membantu klien melakukan praktik hygiene yang baik untuk

meningkatkan kebersihan dan intergritas kulit

- Apabila obat keluar melalui kelenjar mamae, bayi yang disusui dapat

mengabsorpsi zat kimia obat tersebut, resiko pada bayi yang menerima obat dan

resiko pada ibu yang tidak mendapatkan obat harus dipertimbangkan dengan

cermat.

- Saluran cerna adalah jalur lain eksresi obat. Banyak obat masuk kedalam

sirkulasi hati untuk dipecah oleh hati dan dieksresi kedalam empedu. Setelah zat

kimia masuk kedalam usus melalui saluran empedu, zat tersebut diabsorpsi

kembali oleh usus

- Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltic, misalnya laksatif dan enema,

mempercepat eksresi obat melalui feses, sedangkan factor-faktor yang

memperlambat misalnya tidak melakukan aktivitas atau diet yang tidak tepat akan

memperpanjang efek obat.

- Ginjal adalah organ utama eksresi obat, apabila fungsi ginjal menurun, yang

merupakan perubahan yang umum terjadi dalam penuaan, risiko toksisitas

meningkat

- Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara adekuat dosis obat perlu

dikurangi

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

- Apabila asupan cairan yang normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan

tepat

2.3 Faktor Yang Memengaruhi Kerja Obat   

            Akibat perbedaan cara dan tipe kerja obat,respon terhadap obat sangat

bervariasi.Faktor selain karakteristik  obat juga mempengaruhi kerja obat.Klien

mungkin tidak memberi respon yang sama terhadap setiap dosis obat yang

diberikan.Begitu juga obat yang sama dapat menimbulkan respons yang berbeda

pada klien yang berbeda.   

1.      Perbedaan Genetik

Susunan genetik memepengaruhi biotransformasi obat.Pola metabolik

dalam keluarga seringkali sama.Faktor genetik menentukan apakah enzim yang

terbentuk secara alami ada untuk meembantu penguraian obat.Akibatnya anggota

keluarga sensitif terhadap suatu obat. 

2.      Variabel Fisiologi

Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mengubah metabolisme obat

tertentu.hormon dan obat saling bersaing dalam biotransformasi karena kedua

senyawa tersebut terurai dalam proses metabolik yang sama..Variasi diurnal pada

sekresi estrogen bertanggung jawab untuk fluktuasi siklik reaksi obat yang

dialami wanita.Usia berdampak langsung pada kerja obat.Bayi tidak memiliki

banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat normal.Sejumlah

perubahan fisiologis yang menyertai penuaan memengaruhi respon terhadap terapi

obat.Sistem tubuh mengalami perubahan fungsi dan struktur yang mengubah

pengaruh obat.Perawat harus berupaya untuk meminimalkan efek obat yang

berbahaya dan meningkatkan kapasitas fungsi yang tersisa pada kien.Apabila

status nutrisi klien buruk,sel tidak dapat berfungsi dengan normal,sehingga

biotransformasi tidak berlangsung.seperti semua fungsi tubuh,metabolisme obat

bergantung pada nutrisi yang adekuat untuk membentuk enzim dan

protein.Kebanyakan obat berikatan dengan protein sebelum didistribusi ke tempat

kerja obat. Setiap penyakit yang merusak fungsi organ yang bertanggung jawab

untuk farmakoniketik normal juga merusak kerja obat. Perubahan integritas kulit,

penurunan absorpsi atau motilitas saluran cerna, dan kerusakan fungsi ginjal dan

hati hanya beberapa kondisi penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

dapat mengurangi kemanjuran obat atau membuat klien berisiko mengalami

toksikasi obat.

3.      Kondisi Lingkungan

Stres fisik dan emosi yang berat akan memicu respons hormonal yang

pada akhirnya menggangu metabolisme obat pada klien. Radiasi ion

menghasilkan efek yang sama dengan mengubah kecepatan aktivitas enzim. panas

dan dingin dapat memengaruhi respons terhadap obat. Klien hipertensi diberi

vasodilator untuk mengatur tekanan darahnya. Pada cuaca panas,dosis vasodilator

perlu di kurangi karnar suhu yang tinggi meningkatkan efek obat. Cuaca dingin

cenderung meningkatkan vasokontriksi, sehingga dosis vasolidator perlu di

tambah. Reaksi suatu obat bervariasi, bergantung pada lingkungan obat tersebut

digunakan. Klien yang dilindungi dalam isolasi dan diberi analgesik memperoleh

efek peredaan nyeri yang lebih kecil dibanding klien yang dirawat di ruang tempat

keluarga dapat mengunjungi klien. Contoh lain ialah jika minum alkohol

sendirian; efek yang timbul hanya mengantuk. Namun. Minum bersama

sekelompok teman membuat individu menjadi ceria dan bergaul.

4.      Faktor Psikologis

Sejumlah faktor psikologis memengaruhi penggunaan obat dan respons

terhadap obat. Sikap seseorang terhadap obat berakar dari pengalaman

sebelumnya atau pengaruh keluarga. Melihat orangtua sering menggunakan obat-

obatan dapat membuat anak menerimat obat sebagai bagian dari kehidupan

normalnya.Makna obat atau signifikansi mengonsumsi obat mempengaruhi respon

klien terhadap terapi.Sebuah obat  dapat digunakn sebagai  cara untuk mengatasi

rasa tidak aman.Pada situasi ini ,klien bergantung pada obat  sebagai media

koping dalam kehidupan .Sebaliknya jika klien kesal  terhadap kondisi fisik

mereka ,rasa marah dan sikap bermusuhan dapat menimbulkan reaksi yang

diinginkan terhadap obat.Obat seringkali memberi rasa aman .penggunaan secara

teratur obat tanpa resep atau obat yang dijual bebas.misalnya vitamin,laksatif,dan

aspirin,banyak orang merasa mereka dapat mengontrol kesehatannya.Prilaku

perawat saat memberikan obat dapat berdampak secara signifikan pada respon

klien terhadap pengobatan.Apabila perawat memberi kesan bahwa obat dapat

membantu pengobatan kemungkinan akan memberi efek yang positif.Apabila

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

perawat terlihat kurang peduli saat klien  merasa tidak nyaman,obat yang

diberikan terbuktif relatif tidak efektif.  

5.       Diet  

Interaksi obat dan nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien

dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien.Contoh vitamin K(terkandung dalam

sayuran hijau berdaun)merupakan nutrien yang melawan  efek warfarin

natrium(Coumadin)mengurangi efeknya pada mekanisme pembekuan

darah .Minyak mineral menurunkan  absorbsi  vitamin larut lemak.Klien

membutuhkan nutrisi  tambahan ketika mengonsumsi  obat yang menurunkan efek

nutrisi .Menahan konsumsi nutrien tertentu dapat menjamin efek terapeutik obat.

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

BAB 3

METODOLOGI PRAKTIKUM

ALAT

Alat suntik ( rute intra peritoneal)

Timbangan hewan

Wadah pengamatan

Stopwatch

BAHAN

Mencit jantan 2 ekor, mencit betina 2 ekor berat badan sekitar 20 g

Obat : diazepam dosis 25 mg/kgbb

Alkohol 95 %

PROSEDUR PENGERJAAN

Siapkan hewan coba: 2 mencit jantan 2 mencit betina

Timbang hewan, catat. Hitung dosis VAO : BB(kg) x dosis

(mg/kgbb)/konsentrasi obat yang dipakai (lihat disediaan) ; volume obat

yang disuntikan ke hewan percobaan

Suntikkan obat melalui rute pemberian secara intra peritonea, sebelumnya

daerah yang akan disuntikkan di oleskan alkohol.

Setelah penyuntikkan obat, masing-masng mencit jantan dan betina)

ditempatkan pada tempat terpisah dan amati responnya

BAB 4

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanggal praktikum 10 oktober 2013

Perhitungan VAO hewan coba

Mencit I :

25mg

kgbbX 0.028 kg

5mgml

=0,4 ml

Mencit II :

25mg

kgbbX 0.029 kg

5mgml

=0 , 1 45 ml

Mencit III :

25mg

kgbbX 0.030 kg

5mgml

=0 , 15 ml

1. Mencit jantan

Mencit BB (kg) Dosis(VAO)

t(waktu)menit ke-

Respon

1 0,033 0,165 ml 3 Resisten

2 0,028 O,145 ml 6 Resisten

2. Mencit betina

Mencit BB (kg) Dosis(VAO)

t(waktu)menit ke-

Respon

1 0,027 0,135 ml 18 Resisten

2 0,030 O,15 ml 3,6 Peka

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini adalah meliat efek kerja obat terhadap perbedaan jenis

kelamin. Berasarkan data diatas terlihat efek kerja obat cepat di respn oleh mencit

jantan no.1 dengan memberikan efek resisten terhadap rangsangan. Sementara

efek kerja obat yang direson paling lama diberikan oleh mencit betina no.1 yang

pada menit ke 18 baru memberikan efek yaitu resisten terhadap rangsangan. Pada

literatur efek kerja obat dapat dipengaruhi oleh faktor kelamin, berdasarkan hasil

pengamatan mencit jantan memberikan efek paling cepat dibanding mencit betina.

KESIMPULAN

 Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh

darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih

dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.

·         Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih

cepat

·         Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh

daripada rute pemberian obat yang lainnya.

Faktor Yang Mempengaruhi Efek Obat

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efek obat di dalam tubuh. Faktor-

faktor tersebut adalah :

Faktor Kondisi Fisiologis : ditentukan oleh usia, berat badan, luas permukaan

tubuh, atau kombinasi dari hal-hal ini.

Faktor Kondisi Patologik : kondisi penyakit yang diderita oleh pasien dapat

mempengaruhi kerja obat.

Faktor Toleransi : menurunnya efek akibat pemberian yang berulang-ulang.

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOG1 2

Faktor Interaksi Obat : obat dapat meningkat atau menurun efeknya apabila

berinteraksi dengan senyawa obat lain di dalam tubuh.

Faktor Genetik : setiap orang memiliki struktur genetik yang berbeda yang

memungkinkan terjadinya variasi respon terhadap obat.

DAFTAR PUSTAKA

Potter&perry,1999, Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGC

http://www.farmasiku.com/index.php?

target=pages&page_id=Cara_Menyimpan_Obat

http://zianarmie.wordpress.com/2011/02/09/pemberian-obat/

http://nikenprawesti.blogspot.com/2012/09/cara-pemberian-obat.html

http://diajengdianhusada.blogspot.com/2013/04/makalah-sifat-kerja-obat-rute-

pemberian.html

Anief, M., 1993, Farmasetika, Yogyakarta : Gadjah mada University Press

Marbawati , Dewi., dan Bina Ikawati, “Kolonisasi Mus musculus albino Di

Laboratorium loka Litbang P2B2 Banjarnegara”, Balaba Vol. 5, No.01

Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Edisi II, Depok: Leskonfi

Tim Penyusun, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi V, Jakarta : Departemen

Farmakologi FKUI