LAPORAN PRAKTIKUM 9

download LAPORAN PRAKTIKUM 9

of 23

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM 9

Nilai : Acc Asisten :

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN Pengeringan Bahan Hasil Pertanian

Oleh :

Nama NPM Hari, Tanggal praktikum Waktu Co.Ass

: Ayu Resti Pamungkassari : 150610090004 : Rabu, 2 Mei 2012 :13.00-15.00 WIB : 1. Tiwi 2. Wince Widaningsih 3. Oktaviana M.D 4. Pratiwi

LABORATORIUM TEKNIK PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bahan hasil pertanian merupakan bahan yang memiliki sifat perisibel atau bahan yang mudah mengalami kerusakan baik secara fisik atau secara kimia, kerusakan-kerusakan pada bahan hasil pertanian dapat mengakibatkan bahan hasil pertanian tersebut tidak dapat digunakan karena mengalami kerusakan seperti busuk. Selain itu dengan adanya kerusakan-kerusakan bahan hasil pertanian tersebut dapat menurunkan kualitas dan harga dari bahan hasil pertanian tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penanggulangan masalah tersebut salah satu operasi yang dapat meminimalisasi kerusakan bahan hasil pertanian adalah operasi pengeringan bahan hasil pertanian. Operasi bahan hasil pertanian tersebut bertujuan untuk memperpanjang proses penyimpanan bahan hasil pertanian, pengeringan dilakukan untuk mengawetkan bahan hasil pertanian. Dalam proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode laju pengeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Pengeringan merupakan suatu operasi yang cukup penting artinya dalam industry pertanian, pengawetan bahan maupun pengamanan hasil pertanian. Oleh karena itu, praktikum ini sangatlah penting dilakukan agar mahasiswa mengetahui teknik penanganan bahan hasil pertanian secara tepat dengan memperhatikan hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki oleh bahan hasil pertanian itu sendiri.

1.2 Tujuan 1. Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari kurva laju pengeringan dengan biji-bijian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari bahan pangan dengan menggunakan energi panas sehingga tingkat kadar air dari bahan tersebut menurun. Pengeringan merupakan proses utama dalam pengolahan bahan pangan atau merupakan bagian dari rangkaian proses. Dalam proses pengeringan terjadi penghilangan sebagian air dari bahan pangan. Dalam banyak hal biasanya proses pengeringan disertai dengan proses penguapan air yang terdapat pada bahan pangan, sehingga panas laten penguapan akan diperlukan. Dengan demikian, terdapat dua proses yang penting yang terjadi dalam pengeringan, yaitu pindah panas yang mengakibatkan penguapan air, serta pindah massa yang menyebabkan pergerakan air atau uap air melalui bahan pangan yang kemudian

mengakibatkannya terpisah dari bahan pangan. Pergerakan air dari dalam bahan pangan terjadi melalui proses difusi yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan uap air antara bagian dalam dan permukaan bahan pangan. Perpindahan energi di dalam bahan pangan berlangsung secara konduksi, sedangkan dari permukaan bahan pangan ke udara berlangsung secara konveksi. Disamping dapat mengawetkan bahan pangan, pengeringan juga memperkecil volume bahan, sehingga memudahkan dan mengefisienkan dalam penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Pengeringan juga mencegah penurunan mutu produk oleh perubahan sifat fisik dan kimia. Penghilangan air dalam proses pengeringan dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu (a) pengeringan yang terjadi pada tekanan atmosfir, dimana panas dipindahkan dari udara kering atau dari permukaan benda, (seperti logam) yang dipanaskan yang kontak langsung dengan bahan pangan, sehingga,

mengakibatkan air dari bahan pangan dipindahkan ke udara, (b) pengeringan yang terjadi pada tekanan vakum, pindah panas dilakukan pada tekanan rendah sehingga air lebih mudah menguap pada suhu yang lebih rendah. Pindah panas dalam pengeringan vakum biasanya berlangsung secara konduksi atau radiasi, dan (c) pengeringan beku, yaitu pengeringan dengan cara mensublimasi air dari fase

padat langsung menjadi uap air dengan cara pengaturan suhu dan tekanan yang memungkinkan proses sublimasi terjadi. Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan tersebut mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil pertanian diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air dengan lingkungan dimana bahan hasil pertanian berada. Untuk dapat memilih teknik penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:1) Faktor yang berhubungan dengan udara pengering

Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.2) Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan

Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung : a. Diffusi Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di bawah titik jenuh atmosferik dan padatan dengan cairan di dalam sistem bersifat mutually soluble. b. Capillary flow Cairan bergerak mengikuti gaya gravitasi dan kapilaritas. Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di atas titik jenuh atmosferik. Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu: 1) Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, baik dari udara maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara. 2) Pengeringan hampa udara Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada

tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran. 3) Pengeringan beku Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk menjamin terjadinya proses sublimasi. Semakin lama waktu pengeringan dalam pengering kabinet semakin kecil massa pada bahan tersebut.2.1 Kadar Air

Kandungan air dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). (Zain, 2005) Kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut :

Sedangan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut :

( Dimana : m M

)

= kadar air basis basah (%) = kadar air basis kering (%)

Wm = berat air dalam bahan (kg) Wd = berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg) Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering dipakai karena pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah dikeringkan tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan penurunan kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan dengan menggunakan dua metode, yaitu (Zain, 2005) : 1. Metode praktis, metode ini mudah dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti sehingga sering perlu dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang

termasuk metode ini adalah metode kalsium karbida dan metode pengukuran dengan alat ukur kadar air (electric moiture meter) 2. Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh pengeringan dan pemanasan pada kondisi tertentu dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk ke dalam metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode Karl Fisher. Kadar air juga dapat diukur dengan menggunakan Moisture tester. Berikut adalah metode penggunaan moiture tester yang biasa digunakan untuk mengukur persentasi kadar air suatu bahan hasil pertanian, terutama biji-bijian : 1. Membersihkan tempat sampel dengan sikat sebelum memasukan bahan dalam tempat sampel 2. Memasukan sampel yang paling baik dengan menggunakan sendok dan pinset 3. Memutarkan griding handle ke kiri (stop line) dan memasukan wadah sampel ke dalam instrumen 4. Menekan select button kemudian moisturing button 5. Menunggu selama 20 detik dan melihat hasil pengukuran pada layar LCD. 6. Menekan select button untuk merubah sampel 7. Pengukuran dapat dilakukan sebanyak tiga kali dengan sampel yang sama dan untuk mendapatkan nilai rata-rata tekan average button (interval pengukuran 3 menit) 8. Mematikan alat dengan menekan avarage button dua kali Prosedur penentuan kadar air Metode Oven menurut United Nations Industrial Development Organization, UNIDO (1995). 1. Menyalakan oven selama beberapa jam untuk memastikan keseragaman pemanasan 2. Mengeringkan cawan alumunium dan tutupnya pada suhu 103oC selama 1 jam, setelah itu masukan ke dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang.

3. Memasukan 15 gram sampel (untuk kadar air rendah atau kurang dari 15%) atau 100 gram (untuk kadar air tinggi atau lebih adri 25%) ke dalam cawan, tutup dan timbang cawan serta isinya. 4. Memasukan cawan yag telah berisi sampel tersebut kedalam oven dengan suhu 103oC dan biarkan selama 17 jam. 5. Setelah waktu pengeringan selesai, segera keluarkan cawan dari oven, tutup dan simpan dalam desikator. 6. Setelah 30 45 menit (suhu sampel telah mencapai suhu ruangan), cawan dengan isinya ditimbang. 7. Hitung kadar air bahan dengan cara membagi berat yang hilang dengan berat sampel awal kemudian dikalikan dengan 100. Prosedur penentuan kadar air Metode Oven menurut Sahay dan Singh (1994) 1. Metode Oven Udara (Oven Konveksi) a. Nyalakan oven selama beberapa jam untuk memastikan keseragaman pemanasan. b. Keringkan cawan alumunium dan tutupnya pada suhu 130oC selama 1 jam, setelah itu masukan ke dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. c. Masukan ke dalam cawan (a) 2-3 gram sampel yang sudah digiling (ground sample) jika kadar air maksimal 13% atau (b) 25 30 gram sampel utuh (tidak digiling). Setelah itu tutup dan timbang cawan beserta isinya d. Masukan cawan yang berisi sampel tersebut ke dalam oven dengan suhu 130oC selama 1 2 jam (untuk sampel a) atau 100oC selama 7296 jam (untuk sampel b). e. Setelah pengeringan selesai, segera keluarkan cawan dari oven, tutup dan simpan di dalam desikator untuk menurunkan suhunya sampai mencapai suhu ruangan. f. Setelah mencapai suhu ruangan, cawan dan isinya ditimbang. g. Kadar air sampel diukur berdasarkan penurunan berat dari berat sampel awal.

2.2 Prinsip Dasar Pengeringan Mekanisasi pengeringan bahan hasil pertanian meliputi dua proses

perpindahan yaitu perpindahan massa air dari dalam bahan secara difusi dan perpindahan energi panas yang digunakan untuk menguapkan air dari permukaan bahan. Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi dalam beberapa kategori (Zain, 2005): 1. Pengeringan Konveksi Dalam pengeringan ini aliran udara panas dan kelembaban relatifnya rendah dengan kecepatan tinggi dialirkan pada bahan yang akan dikeringkan. 2. Pengeringan Konduksi Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada permukaan benda panas sehingga terjadi penguapan air ke lingkungan. 3. Pengeringan Hampa Udara Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada ruang yang terdapat sumber panas pada tekanan rendah. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada proses penguapan air. Penguapan air akan terjadi lebih cepat pada tekanan udara rendah jika dibandingkan dengan tekanan udara tinggi. 4. Pengeringan Beku Pada pengeringan beku, uap air disublimasi keluar dari bahan pada suhu dan tekanan yang rendah. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik pada kondisi proses pengeringan beku.

2.3 Peralatan Pengeringan Di dalam industri pangan dan bahan hasil pertanian, penggunaan mesin pengering sangat dibutuhkan. Terdapat banyak skema yang digunkan untuk mengelopokan mesin pengering. 2.3.1 Pengering Baki (Tray dryer) Pengering Baki atau tray dryer mempunyai bentuk persegi dan di dalamnya berisi rak-rak sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Bahan pangan atau bahan hasil pertanian yang biasanya sedemikian tipis disebarkan di atas baki yang terbuat dari bahan yang konduktivitas panasnya baik dengan alas

yang berlubang-lubang. Lubang-lubang pada baki ini dibuat untuk memperbesar perpindahan panas (konveksi) udara panas dan uap air. (Zain, 2005) Pemanasan dapat dilakukan dengan menggunakan aliran udara yang melalui baki, secara pemancaran dari permukaan yang dipanasi atau secara konduksi dari permukaan baki yang dipanasi. Umumnya pengering baki menggunkan pemnasan dengan aliran udara. Aliran udara paralel yang terdapat pada sistem pegering baki memungkinkan proses pengeringan awal berlagsung dengan cepat. Tetapi bahan yang berada di bagian bawah akan panas lebih cepat dibandingan bahan yang berada di bagian atas sehingga pengeringannya tidak merata dan waktu pengeringan umumnya berlangsung panjang, yaitu antara 10 sampai 60 jam. (Zain, 2005) 2.3.2 Pengering Terowongan (tunnel dryer) Pengeringan terowongan atau tunnel dryer merupakan pengembangan dari pengering baki. Pada pengering ini bahan hasil pertanian dengan tebal tetentu dihamparkan pada baki-baki yang ditumpuk dalam sebuah kabinet, lori atau truck dan bergerak melalui suatu terowongan dengan kecepatan tertentu. Jarak antara baki diatur agar panas di dalam dan sepanjang terowongan dapat melewati baki secara seragam. 2.3.3 Pengering Drum (drum dryer) Pengering drum atau pengering rol atau pengering silinder terdiri dari silinder atau drum berputar yang terbuat dari logam. Pada bagian dalam silinder putar tersebut dibuat berlubang. Bahan yang akan dikeringakn biasanya berbetuk larutan, bubur atau pasta disebarkan pada permukaan luars ilinder berputar bagian atas secara kontinyu. Panas dari bagian dalam silinder secara konduksi menuju permukaan. Proses pengeringa berlangsung selama perputaran silinder dan bahan yang ada di permukaan silinder tersebut dengan pisau agar terlepas. Pisau bekerja secara kontinyu mengikuti perpuataran silinder. (Zain, 2005) 2.3.4 Pengering Pnematik Pengering pnematic atau pengering flash terdiri dari dua bagian, yaitu burner dan kolom pengering. Bahan yang akan dikeringkan diangkat dengan cepat di dalam aliran uadara yang dipanaskan. Biasanya pada penegring ini ditambahkan beberapa bentuk pealatan klasifikasi. Di dalam alat klasifikasi,

bahan kering dipisahkan dari sisa, dikeluarkan sebagai hasil dan sisa yang basah dikeringkan kembali. (Zain, 2005) 2.3.5 Pengering Berputar (rotary dryer) Pengering berputar atau rotary terdiri dari silinder yang berputar pada sumbunya dengan bantuan gigi-gigi reduksi serta motor penggerak. Dinding bagian dalam silinder dibuat bealur skrup utuk pengadukan bahan. Pengering in biasanya digunakan utnuk pengeringan prosuk daging. Bahan yang akan dikeringkan dimasukan ke dalam silinder mendatar tempat bahan tersebut bergrak, kemudian dikeringkan baik oleh aliran udara melalui silinder maupun dengan cara konduksi panas dari dinding silinder. Pengering ini biasanya dibantu dengan bukcket elevator pada output serta belt conveyor pada daerah input. (Zain, 2005) 2.3.6 Pengering Kotak Di dalam pengering kotak in bahan yang dikeringkan dimasukan ke dalam sabuk angkut berbentuk kotak yang terbuat dari kawat kasa dan udara dihembuskan menembus tumpukan bahan ini. Sabuk angkut ini bergerak secara teru-menerus. (Zain, 2005) 2.3.7 Pengering Peti (bin dryer) Pengering peti atau bin dryer terdiri dari konatainer berbentuk silinder atau kubus dengan dasar berlubang. Bahan yang akan dikeringkan dmasukan kedalam kontainer yang berlubang dan udara hangat dihembuskan ke atas menembus melalui tumpukan bahan sehingga mengeingkan bahan tersebut. Udara melalui tempat bahan pada tingkat yang relatif lambat. (Zain, 2005) 2.3.8 Pengering Sabuk Pengering ini merpakan pengering konveyor dengan sabuk dibuat berlubang. Bahan yang akan dikeringkan ditebarkan di atas kawat kasa atau sabuk padat dan udara dilewatkan menembus atau englair di atas bahan. Pada umumnya sabuk bergerak, meskipun dalam beberapa desain sabuk tersebut hitam dan bahan diangkut dengan pengikis. (Zain, 2005) 2.3.9 Pengering Lemari Hampa Udara (Vakum) Pengering ini dugunakan untuk mengeringkan bahan-banah yang sensitiv terhadap perubahan suhu tinggi seperti sari buah dan larutan pekat lasinnya. Pengering ini beroperasi pada keadaan hampa udara dan pindah panas secara

konveksi atau pemancaran. Bahan yang akan dikeringkan ditebar tipis di atas rak yang terletak di atas permukaan yang berlubang. Uap air dari bahan diembunkan sehingga pompa hampa udara dapat dipergunakan dengan gas yang tidak dapat dihembuskan. (Zain, 2005) 2.3.10 Pengering Semprot (spray dryer) Pengering semprot atau spray dryer digunakan untuk mengeringkan bahan yang berbentuk larutan kental serta berbentuk pasata, contohnya pengolahan susu menjadi tepung, telur utuh dan sebagainya. Bahan cair atau bahan padat dimasukan ke dalam injektor pneumatis dan melalui nissel bahan tersebut disemprotkan dalam bentuk tebaran halus ke daam aliran udara panas. Arah pergerakan udara panas dalam pengering dapat searah dapat pula berlawanan arah dengan arah jatuhnya bahan. Tempat pengumpul hasil pengeringan berada pada bagian paling bawah dari ruang pengering dan dikumpulkan dengan bantuan pengeruk ataupun klep berputar. Proses pengeringan terjadi sangat cepat, sehingga proses ini sangat berguna untuk berbagai bahan yang akan mengalami kerusakan bila dipanasi selama waktu tertentu. (Zain, 2005) 2.3.11 Pengering Beku (freeze dryer) Pengering beku atau freeze dryer digunakan untuk bahan-bahan yang sangat peka terhadap suhu tinggi, diantaranya sayuran, buah-buahan, sari buah, obat, daging, ikan danl ain-lain. Dalam pengering ini bahan diletakan di atas rak di dalam lemari yang memiliki kehampaan sangat tinggi. Pada umumnya, bahan dibekukan terlebih dahulu sebelum dimasukan ke dalam pengering. Panas dipindahkan ke dalam secara konduksi atau pancaran udara dipindahkan dengan pompa hampa udara dan diembunkan. 2.3.12 Pengering biji-bijian (grain dryer) Pada pengering ini bahan ditempatkan di dalam bak berpengaduk yang bagian dasarnya berlubang-lubang untuk melewatkan udara panas. Udara panas dialirkan dari bagian bawah bak yang pipa hisapnya dihubungkan dengan pipa output dari katel uap yang arah pergerakannya berlawanan arah dengan perputaran dari pengaduk(Zain, 2005)

2.3.13 Pengering Fluidasasi (Fluidized Bed Dryer) Pengering fluidisasi atau fluidized bed dryer (FBD) adalah pengering yang menggunakan prinsip menggunakan prinsip fluidisasi. Secara keseluruhan, sistem mesin. (Zain, 2005) 1. Pengering fluidized bed jenis curah Pengering fluidized bed jenis curah digunakan untuk penerapan multiproduk dengan kapasitas umpan rendah (biasanya < 50 gr/jam dan masih baik untuk kapasitas < 1000 kg/jam). Udara pengering biasanya dipanaskan ke suatu suhu tetap secara langsung atau tidak langsung. Laju aliran udara pengering biasanya juga tetap. Tetapi dimungkinkan untuk memulai pengeringan pada suhu udara masuk yang lebih tinggi dan laju aliran udara yang lebih rendah sampai kadar air produk menurun. Pengaduk dan penggetar mekanis dapat digunakan jika bahan sulit untuk difluidisasi. 2. Pengering fluidized bed aliran plug Pengering fluidized bed aliran plug biasanya mempunyai rasio antara tinggi dan lebar sebesar 5 : 1 atau 3 : 1. Padatan mengalir secara kontinyu melalui saluran dari bagian masukan hingga ke bagian keluaran. 3. Pengering fluidized bed sentrifugal Untuk meningkatkan laju pindah panas dan massa pada permukaan partikel basah yang cepat mengering dapat digunakan alat sejenis sentrifugal, sehingga gaya yang disebabkan oleh udara fluidisasi diimbangi dengan gravitasi buatan yang ditimbulkan oleh putaran tumpukan pada arah sumbu tegak. Peralatan fluidized bed berputar agak rumit dan penurunan waktu pengeringan untuk kebanyakan bahan biasanya tidak memadai untuk mengimbangi peningkatan biaya dan kerumitannya. 4. Pengering fluidizd bed bergetar Pengaduk atau penggaruk yang berputar perlahan digunakan untuk memudahkan fluidisasi pada zona pengumpan, dimana bahan yang sangat basah diumpankan ke dalam pengering aliran plug kontinyu. 2.3.14 Pengering Spouted Bed Pengering ini sangat cocok utnuk pengerinagn partikel yangs angat kasar dan padat utnuk fluidisasi tanpa bantuan. Tidak seperti tumpukan fluidisasi

dimana partikel bergerak secara acak, gerakan partikel di dalam spouted bed bersirkulasi ulang secara teratur. (Zain, 2005) 2.4 Pembuatan grafik. Data mentah atau hasil transformasi diplotkan dalam suatu garis lurus kemudian akan di peroleh nilai-nilai slope, intersep dan koefisien variabel sehingga persamaan dari data dapat dibentuk. Grafik merupakan persentasi visual dari sejumlah data yang ada, dimana presentasi visual dari data tersebut diwakilkan oleh huruf, tanda dan gambar dan memberikan keterangan dan informasi yang jelas tentang data yang divisualisasikan. Grafik dapat dipakai sebagai media pengambilan kesimpulan tanpa kehilangan makna. Persamaan regresi adalah persamaan matematik yang memungkinkan peramalan nilai suatu peubah takbebas (dependent variable) dari nilai peubah bebas (independent variable). Diagram Pencar (Scatter Diagram) adalah diagram yang menggambarkan nilai-nilai observasi peubah takbebas dan peubah bebas. Nilai peubah bebas ditulis pada sumbu X (sumbu horizontal) dan nilai peubah takbebas ditulis pada sumbu Y (sumbu vertikal). Persamaan eksponen adalah persamaan yang eksponennya memuat variabel atau persamaan dimana bilangan pokok atau eksponennya memuat variabel x. Untuk menyelesaikan persamaan eksponen perlu menggunakan sifatsifat eksponen. Logaritma adalah operasi matematika yang merupakan kebalikan dari eksponen atau pemangkatan. Slope dapat ditentukan dari dua titik dari suatu garis, misalnya koordinat ( ) dan Koordinat ( ), maka slope ( )( ). Intersep (b)

dapat ditentukan dari nilai y pada ordinat dengan sumbu y.

, dimana garis berpotongan

Kenyataannya, data percobaan tidaklah selalu membentuk tepat suatu garis lurus. Untuk membuat garis lurus,perlu suatu analisis statistik yaitu regresi linear. Jika dalam percobaan terdapan N pasangan data (koordinat), maka :

[

( ) ( ) ( ) ( ) ]

Prinsip regresi linear adalah meminimumkan jumlah kuadrat perbeadaan antara nilai y yang dihitung dengan persamaan regresi dan dari suatu data

percobaan. Tingkat ketepatan persamaan yang dibangun dari data-data yang diregresikan ditentukan oleh koefisien korelasi ( r ) yaitu suatu rasio dari variasi yang dapat dijelaskan dengan variasi yang tak dapat dijelaskan. Variasi yang dapat dijelaskan ( ( ) ( ( ( Variasi yang tak dapat dijelaskan ) ) )( ) ) atau yang dikenal dengan random error.

Nilai r berkisar 0 sampai 1. Jika dengan tepat pada garis regresi. Jika

, maka semua data diatas terpasngkan , maka semua data dari variabel terikat

dari variabel bebas tidak ada hubungannya. Dengan demikian persamaan yang dibangun dengan nilai r mendekati 1, maka persamaan tersebut cukup tepat untuk menyatakan persamaan linear dari data-data percobaan. (Setiasih, I.S, 2008)

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan 1. Alat Cawan Oven Timbangan analitik RH meter Desikator Moisture tester

2. Bahan Biji jagung

3.2 Prosedur Percobaan a. Kadar air : Kadar air bahan ditentukan dengan moisture tester 1. Memasukkan cawan dalam oven pada suhu 60-70C selama 2 jam. 2. Mengeluarkan dan menempatkan pada desikator sampai stabil 3. Menyiapkan cawan sebanyak 5 buah dan menandai untuk tiap interval 4. Memasukan sampel bahan berupa jagung kedalam cawan sebanyak 5 gram untuk masing-masing cawan. 5. Memasukan bahan dan cawan kedalam oven untuk dilakukan proses pengeringan pada suhu 60-70C. 6. Mengukur kadar air bahan untuk interval waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, 15, 30 dan 60 menit. 7. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut. 8. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan bahan.

BAB IV HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil Pengukuran Kadar Air Jagung Tabel 1 Data Hasil Pengamatan Massa bahan (gram) 5,01 5,03 5,00 5,00 5,00 5,01 5,04 5,02 5,03 5,04 0 1 2 3 4 5 15 30 45 60 11,4 11,6 11,0 10,6 10,6 10,9 10,1 9,5 8,7 8,6 11,6 11,1 11,1 10,7 10,4 10,9 9,6 9,6 8,5 9,0 12,0 11,5 10,8 10,6 11,1 10,9 10,4 9,4 8,5 8,8 11,6 11,4 10,9 10,6 10,7 10,9 10,03 9,5 8,6 8,8 0 11,4 5,48 3,54 2,68 2,18 0,67 0,31 0,19 0,15 Waktu (menit) 1 Kadar air (M) (%) 2 3 M ratarata (%) M/t (%/menit)

*keterangan : M t M/t Kelompok 1

= kadar air (%) = waktu (menit) = Laju pengeringan (%/menit)

Percobaan Ke-1: M rata-rata = (11,4+11,6+12,0 )/3 = 11,6% M/t = 0 Percobaan Ke-2: M rata-rata = (11,6+11,1+11,5 )/3 = 11,4 M/t = (11,4 )/1 = 11,4

Kelompok 2 Percobaan Ke-3: M rata-rata = (11+11,1+10,8)/3 = 10,9% M/t = (10,9 )/2 = 5,48 Percobaan Ke-4: M rata-rata = (10,6+10,7+10,6 )/3 = 10,6% M/t = (10,6 )/3 = 3,54 Kelompok 3 Percobaan Ke-5: M rata-rata = (10,6+10,4+11,1)/3 = 10,7% M/t = 10,7/4 = 2,68 Percobaan Ke-6: M rata-rata = (10,9+10,9+10,9 )/3 = 10,9% M/t = (10,9 )/5 = 2,18 Kelompok 4 Percobaan Ke-7: M rata-rata = (10,1+9,6+10,4)/3 = 10,03% M/t = (10,03 )/15 = 0,67 Percobaan Ke-8: M rata-rata = (9,5+9,6+9,4 )/3 = 9,5% M/t = (9,5 )/30 = 0,30 Kelompok 5 Percobaan Ke-9: M rata-rata = (8,7+8,5+8,6)/3 = 8,6% M/t = (8,6 )/45 = 0,19

Kelompok 6 Percobaan Ke-10: M rata-rata = (8,6+9,0+8,8)/3 = 8,8% M/t = (8,8 )/60 = 0,15

Grafik hubungan kadar air terhadap waktu14 Kadar Air Rata-Rata 12 10 8 6 4 2 0 0 20 40 Waktu (menit) 60 80 y = -0.0459x + 11.06 R = 0.8833

Grafik hubungan laju pengeringan terhadap waktu12 Laju Pengeringan 10 8 6 4 2 0 0 20 40 Waktu (menit) 60 80 y = 4.2124e-0.066x R = 0.8494

BAB V PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini, praktikan dimaksudkan untuk menghitung kadar air jagung yang telah mengalami proses pengeringan di oven. Proses pengeringan jagung dilakukan dengan interval waktu 1,2,3,4,5,15,30,45,60 menit. Untuk kadar air basis basah perbandingan antara selisih antara bahan pertanian sebelum dan sesudah dioven dibandingkan dengan berat sebelum dioven. Percobaan tersebut dilakukan denga tiga kali percobaan dan kemudian diambil rata-rata kadar air jagung setelah dioven. Dibawah ini merupakan grafik antara kadar air dan waktu pemanasan

14 12 Kadar Air Rata-Rata 10 8 6 4 2 0 0 20 40 Waktu (menit) 60 80 y = -0.0459x + 11.06 R = 0.8833

Tingkat ketepatan persamaan yang dibangun dari data-data yang diregresikan ditentukan oleh koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar 0 sampai 1. Jika Jika , maka semua data diatas terpasangkan dengan tepat pada garis regresi. , maka semua data dari variabel terikat dari variabel bebas tidak ada

hubungannya. Dengan demikian persamaan yang dibangun dengan nilai r mendekati 1, maka persamaan tersebut cukup tepat untuk menyatakan persamaan linear dari data-data percobaan. (Setiasih, I.S, 2008). Pada grafik diatas diperoleh juga perssamaan matematis dengan korelasi (r) laju pengeringan kadar air jagung sebesar , angka tersebut mendekati satu (1). Maka percobaan tersebut cukup

tepat untuk menyatakan laju pengeringan kadar air pada jagung dan percobaan

yang dilakukan oleh praktikan mempunyai derajat keeratan hubungan antara waktu dan kadar air.12 Laju Pengeringan 10 8 6 4 2 0 0 20 40 Waktu (menit) 60 80 y = 4.2124e-0.066x R = 0.8494

Dapat terlihat dari grafik hasil percobaan laju pengeringan kadar air pada jagung bahwa nilai kadar air yang terkandung dalam jagung menurun seiring dengan semakin lamanya waktu laju pengeringan, dengan kata lain bahwa kadar air berbanding terbalik dengan lamanya waktu pengeringan. Hal ini disebabkan karena dalam proses ini semakin lama waktu pengeringan, panas yang masuk kedalam bahan pun semakin banyak, sehingga terjadi proses penguapan air pada bahan tersebut. Proses penguapan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial antara bahan dan udara sekitarnya (oven). Pada proses pemanasan atau pengeringan awal terjadi penguapan air dari permukaan bahan dengan laju yang tetap dan sangat cepat. Kemudian setelah proses tersebut diperkirakan air perbukaan bahan sudah habis teruapkan, dan laju penguapan tidak dapat diimbangi oleh proses difusi air dari dalam permukaan bahan, sehingga pada keadaan di titik inilah yang dikatan dengan titik kritis dimana mulai terjadi perubahan fase dari laju pengeringan menurun. Setelah keadaan ini laju pengeringan berangsur menurun dan menurut literatur periode inilah yang dikatakan dengan laju pengeringan menurun.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 1. Pada percobaan pengeringan bahan hasil pertanian yaitu jagung, nilai kadar air yang terkandung didalamnya menurun, seiring dengan semakin lamanya waktu pengeringan. 2. Penurunan dan peningkatan kadar air pada suatu bahan pertanian dipengaruhi oleh Kadar air bahan pertanian sebelum proses pendinginan maupun pemanasan, Tingkat pemanasan atau pendinginan dan Lama waktu pemanasan atau pendinginan 3. Semakin tinggi suhu pemanasan suatu bahan pertanian dalam oven, maka kadar air yang terserap dari dalam bahan akan semakin besar sehingga kadar air basis keringnya semakin tinggi. 4. Pada kondisi pemanasan, maka suhu lingkungan akan lebih tinggi dari pada suhu bahan pertanian. Maka yang akan terjadi adalah bahan pertanian akan menerima panas dari lingkungan sehingga kadar air yang ada pada bahan akan menguap keluar seiring dengan bertambahnya suhu bahan

6.2 Saran 1. Dalam praktikum ini percobaan yang dilakukan adalah mengenai pengeringan bahan hasil pertanian, padahal pada praktikum sebelumnya proses pengeringan bahan hasil pertanian telah dijelaskan dan telah dilakukan percobaan yaitu pada kedelai, kacang hijau dan jagung. Sebaiknya dalam sebuah percobaan praktikum tidak melakukan

pengulangan materi praktikum sehingga pengetahuan mahasiswa lebih luas dan tidak terpaku pada materi perngeringan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Hariyadi, Purwiyatno. Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan: IPB. Rachmawan, obin. 2001. Pengeringan,,pendinginan dan pengemasan komoditas pertanian. Jakarta : SMK Pertanian. Priyanto, Gatot. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Rohman, Saepul. 19/12/08 at 1:21 pm. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan. Diakses tanggal 25 November 2011 pukul 15.00 WIB http://polisafaris.blogspot.com/2010/07/penguranagan-kadar-air-denganoven.html diakses pada tanggal 25 November 2011 pukul 15.30 WIB Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakart: . Penerbit Akademika Pressindo.

LAMPIRAN

Gambar 1 bahan percobaan (Jagung)

Gambar 2Bbahan percobaan ditimbang

Gambar 3 Oven

Gambar 4 memasukan bahan ke Oven