laporan pkm gandusari.docx

132
LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS GANDUSARI TRENGGALEK Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek Disusun oleh: Dimas Adhiatma, dr. Ika Veristiana, dr. Kristina Paskalita, dr. Elisabeth Erna, dr. Paulinne Windawati, dr. 1

Transcript of laporan pkm gandusari.docx

Page 1: laporan pkm gandusari.docx

LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

PUSKESMAS GANDUSARI

TRENGGALEK

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari

Kabupaten Trenggalek

Disusun oleh:

Dimas Adhiatma, dr.

Ika Veristiana, dr.

Kristina Paskalita, dr.

Elisabeth Erna, dr.

Paulinne Windawati, dr.

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Trenggalek

Jawa Timur

1i

Page 2: laporan pkm gandusari.docx

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun

Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat dengan baik dan benar.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada

makalah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan

saran serta kritik yang dapat membangun penulis . Kritik konstruktif dari pembaca

sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. 

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita

sekalian. 

Trenggalek, Januari 2014

Penulis

2

ii

Page 3: laporan pkm gandusari.docx

3

Page 4: laporan pkm gandusari.docx

Halaman Pengesahan

Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari

Kabupaten Trenggalek

Disusun oleh:

Dimas Adhiatma, dr.

Ika Veristiana, dr.

Kristina Paskalita, dr.

Elisabeth Erna, dr.

Paulinne Windawati, dr.

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 31 Januari 2014

Oleh:

Pembimbing Dokter Internsip Puskesmas Gandusari

Dr. MALUKYANTONIP. 19640603 200212 1 003

4

Page 5: laporan pkm gandusari.docx

Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari

Kabupaten Trenggalek

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Trenggalek

Jawa Timur

5

Page 6: laporan pkm gandusari.docx

PROMOSI KESEHATAN PUSKESMAS

Definisi :

Upaya membantu masyarakat agar mampu melaksanakan perilaku

hidup bersih dan sehat untuk menolong diri sendiri, melalui pembelajaran

dari, oleh, dan bersama masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan

didukung oleh kebijaksanaan publik yang berwawasan kesehatan.

Tujuan

Umum

Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat menuju kualitas hidup

yang lebih baik.

Khusus

Meningkatkan pengertian masalah kesehatan terutama masalah

gizi, kesehatan lingkungan, immunisasi, KB dan pemberantasan

penyakit menular dengan harapan untuk memperoleh dukungan dari

semua pihak melalui komunikasi dan informasi kesehatan.

Pengembangan kemampuan petugas dibidang komunikasi serta

pembinaan peran aktif dari masyarakat.

Kerjasama lintas sektor program dan lintas dalam rangka

mendukung program kesehatan.

Sasaran :

a. Individu dan keluarga

b. Sarana kesehatan, institusi pendidikan, tempat kerja, dan tempat umum

c. Organisasi kemasyarakatan

d. Program dan petugas kesehatan

e. Lembaga pemerintah / politisi, swasta

6

Page 7: laporan pkm gandusari.docx

Strategi Promkes

a. Pengembangan kebijakan promosi kesehatan daerah

b. Peningkatan sumber daya promkes

c. Pengembangan organisasi promkes

d. Integrasi dan sinkronisasi promkes

e. Pendayagunaan data dan pengembangan sistem informasi promkes

f. Peningkatan kerjasama dan kemitraan

g. Pengembangan pendekatan promkes

h. Fasilitas peningkatan promkes

Teknik dan metode Promkes

a. Metode

Pengertian sederhana disebut metode dan penyuluhan kesehatan adalah

cara untuk melaksanakan penyuluhan tersebut pada masyarakat.

b. Teknik

Telah segala upaya tertentu agar cara yang dilaksanakan dapat terwujud

secara baik dan sempurna.

a. Alat Peraga

Papan tulis

OHP

Poster

Modul

Kaflet

Booklef, buku

Kartu konsultasi

Kaset

Video film

Layar tancap

Slide

7

Page 8: laporan pkm gandusari.docx

Tabel Hasil Survei PHBS Rumah Tangga Puskesmas Gandusari Periode Oktober -

Desember Tahun 2014

Berdasarkan hasil survei, desa yang mempunyai rumah tangga sehat terbanyak

adalah Desa Gandusari. Desa yang mempunyai rumah tangga tidak sehat

terbanyak adalah Desa Sukorejo.

Desa yang belum mencapai target jumlah rumah tangga sehat adalah Desa Jajar.

Laporan F2. Upaya Kesehatan Lingkungan

8

DesaƩ

Rumah Tangga

Target

Ʃ Rumah Tangga

yang Disurvei

Hasil Survei RT

Sehat Tidak Sehat

1 Ngrayung 1503 239 1348 323 10252 Jajar 1061 426 1045 85 9613 Wonorejo 1800 494 1692 510 11824 Sukorejo 3512 267 2886 885 20015 Gandusari 2517 224 2134 829 13056 Wonoanti 1424 163 1389 262 1127Jumlah 11817 2361 10494 2894 7601

Page 9: laporan pkm gandusari.docx

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari

Kabupaten Trenggalek

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Trenggalek

BAB 1

9

Page 10: laporan pkm gandusari.docx

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Usaha kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat. Usaha ini merupakan usaha yang perlu didukung oleh ahli rekayasa secara umum dan secara khusus oleh ahli rekayasa lingkungan.

Upaya Kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat mencakup lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya.

Tujuan program: mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.

Dalam hal ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, juga mematok target ODF ("open defecation free" atau terbebas dari segala bentuk aktivitas buang hajat sembarang tempat) di seluruh kecamatan, maksimal akhir tahun 2012. Tahapan untuk mencapai target "ODF" se-Kabupaten Trenggalek itu telah dilakukan sejak enam tahun lalu (2008). Kampanye ODF saat itu ditandai dengan peluncuran program jambanisasi serta sosialisasi kesehatan terkait pentingnya jamban pribadi bagi setiap warga/rumah. Hasilnya cukup siginifikan. Dalam kurun satu tahun sejak program jambanisasi diluncurkan, pembangunan jamban di setiap rumah penduduk mulai dilakukan secara masif. Tahun 2008 lalu program ini telah berhasil mengembangkan 40 desa ODF dan pada tahun 2009 bertambah lagi menjadi 65 desa ODF.

Hasil program ODF di Trenggalek belum mencapai angka 50% dari keseluruhan desa yang ada di Kabupaten Trenggalek. Oleh karena itu, kami mengangkat tema ini sebagai pembahasan kami dengan harapan kami dapat memberikan sedikit kontribusi terhadap keberhasilan program ODF di Trenggalek.

1.2 Tujuan Kegiatan

10

Page 11: laporan pkm gandusari.docx

Tujuan Umum

Meningkatkan jumlahnya desa yang bebas dari buang air besar (BAB) sembarangan di Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek

Tujuan Khusus

Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perubahan perilaku higiene sanitasi lingkungan terutama dalam hal buang air besar pada tempatnya.

BAB 2

11

Page 12: laporan pkm gandusari.docx

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang disebut juga Community-led Total Sanitation (CLTS) merupakan pendekatan untuk merubah pola pikir dan perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. STBM merupakan salah satu konsep untuk mempercepat pencapaian target MDGs poin ketujuh.

Saat ini STBM adalah sebuah program nasional di bidang sanitasi berbasis masyarakat yang bersifat lintas sektoral. Program ini dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI. Pada bulan September 2008 STBM dikukuhkan sebagai Strategi Nasional melalui Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 bahwa dalam rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Strategi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.

STBM memiliki 5 (lima) pilar utama yakni :bebas buang air besar sembarangan atau Open Defecation Free (ODF), mencuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan limbah cair rumah tangga.

Indikator output 5 PILAR STBM : setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF), setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga, setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah,kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar, setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar, setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

Dalam Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 disebutkan bahwa terdapat 6 (enam) strategi dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu: penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment), peningkatan

12

Page 13: laporan pkm gandusari.docx

kebutuhan (demand creation), peningkatan penyediaan (supply improvement), pengelolaan pengetahuan (knowledge management), pembiayaan, pemantauan dan evaluasi.

2.2 Open Defecation Free (ODF)

Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. ODF ini merupakan salah satu pilar dasar dari STBM, yang memiliki peran penting dalam mewujudkan lingkungan dan sanitasi yang sehat dan terbebas dari penyakit. Apabila suatu komunitas masyarakat buang air bebas (BAB) di jamban, maka air tanah di lingkungan sekitar tidak akan tercemar bakteri Escherichia coli, dan angka prevalensi dan kematian akibat diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya dapat ditekan.

Pengupayaan tercapainya kondisi ODF dibutuhkan kerjasama lintas sektor antar masyarakat, pusat pelayanan kesehatan primer (PUSKESMAS), dan pemerintah. Hal dasar yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya jamban sehat, dan merubah perilaku dan pola BAB mereka. Edukasi ini dapat dilakukan oleh Puskesmas, yang merupakan garis depan pelayanan kesehatan masyarakat. Setelah itu, pemerintah berperan dalam hal pengadaan jamban sehat bagi para penduduk di daerah masing-masing.

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia/najis bagi keluarga yang lazim disebut kakus/WC. Sedangkan yang dimaksud jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Manfaat memiliki jamban adalah penularan penyakit dan pencemaran dari kotoran manusia.

Adapun syarat pembuatan jamban sehat, antara lain:

o Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan

lubang penampungan minumun 10 m)

o Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.

o Dilengkapi dinding dan atap pelindung.

o Cukup penerangan

o Tersedia air dan alat pembersih

o Aman digunakan

o Mudah dibersihkan

Terdapat beberapa jenis jamban, antara lain:

13

Page 14: laporan pkm gandusari.docx

Jamban cemplung / jamban tanpa leher angsa

(Kurang aman, sering terbuka sehingga banyak lalat dan tidak memenuhi syarat kesehatan

Kakus empang

(Dibuat di atas empang / kolam ikan, dengan maksud kotorannya dapat digunakan sebagai makanan ikan.

Jamban leher angsa

(Model terbaik, pada lekukan lehernya terdapat genangan air yang dimaksudkan untuk mencegah bau dan keluar masuknya hewan.

Beberapa cara pemeliharaan jamban yang baik adalah sebagai berikut:

Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

Disekeliling jamban tidak ada genangan air

Tidak ada sampah berserakan

Rumah jamban dalam keadaan baik

Tidak ada lalat, tikus, dan kecoa

Tersedia alat pembersih

Bila ada bagian yang rusak segera diperbaiki/diganti.

2.3 Penyakit Berbasis Lingkungan

Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit. Berdasarkan definisi ini, faktor penyebab yang paling dominan karena lingkungan, disamping juga faktor perilaku.

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Bahkan pada kelompok bayi dan balita, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan lebih 80% dari penyakit yang diderita oleh bayi dan balita. Keadaan tersebut mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Data Susenas 2001).

Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan, khususnya diare, sangat erat dengan masih rendahna akses sanitasi masyarakat. Laporan kemajuan Millenium Development Goals (MDGs) yang dikeluarkan oleh Bappenas pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa peningkatan akses masyarakat terhadap jamban sehat, tergolong pada target yang membutuhkan perhatian khusus, karena

14

Page 15: laporan pkm gandusari.docx

kecepatannya akses yang tidak sesuai dengan harapan. Dari target akses sebesar 55,6% pada tahun 2015, akses masyarakat pada jamban keluarga yang layak pada tahun 2009 baru sebesar 34%. Terdapat kesenjangan 21% peningkatan akses dari sisa waktu 6 tahun (2009 – 2015).

Munculnya kembali beberapa penyakit menular sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan bahaya kesehatan lingkungan yang berkaitan dengan cakupan air bersih dan jamban keluarga yang masih rendah, perumahan yang tidak sehat, pencemaran makanan oleh mikroba, telur cacing dan bahan kimia, penanganan sampah dan limbah yang belum memenuhi syarat kesehatan, vektor penyakit yang tidak terkendali (nyamuk, lalat, kecoa, ginjal, tikus dan lain-lain), pemaparan akibat kerja (penggunaan pestisida di bidang pertanian, industri kecil dan sektor informal lainnya), bencana alam, serta perilaku masyarakat yang belum mendukung ke arah pola hidup bersih dan sehat.

Para ahli kesehatan masyarakat sangat sepakat dengan kesimpulan Bloom yang mengatakan bahwa kontribusi terbesar terhadap terciptanya peningkatan derajat kesehatan seseorang berasal dari kualitas kesehatan lingkungan dibandingkan faktor yang lain. Bahkan, lebih jauh menurut hasil penelitian para ahli, ada korelasi yang sangat bermakna antara kualitas kesehatan lingkungan dengan kejadian penyakit menular maupun penurunan produktivitas kerja. Pendapat ini menunjukkan bahwa demikian pentingnya peranan kesehatan lingkungan bagi manusia atau kualitas sumber daya manusia.

Penerapan konsep paradigma kesehatan lingkungan merupakan salah satu alternatif  upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan. Berdasar konsep ini kita harus mengetahui perjalanan suatu penyakit atau patogenesis penyakit tersebut berdasarkan kaca mata ilmu kesehatan lingkungan, sehingga kita dapat melakukan intervensi secara cepat dan tepat. Skema patogenesis penyakit terkait dengan lingkungan digambarkan digambarkan dengan jelas dan sederhana pada teori simpul Achmadi (Ahmadi, 2005)

Berpedoman pada skema tersebut, kemudian dapat dilakukan segmentasi perjalanan suatu penyakit berdasarkan simpul-simpulnya. Konsep ini kemudian kita kenal sebagai teori simpul Achmadi.  Simpul pertama dari teori ini berupa sumber penyakit. Sumber penyakit adalah sesuatu yang secara konstan mengeluarkan agent penyakit. Agent penyakit merupakan komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit baik melalui kontak secara langsung maupun melalui perantara. Beberpa contoh agent biologi seperti  Bakteri, Virus, Jamur, Protozoa, Amoeba, dan lain-lain. Sedangkan agent kimia misalnya logam berat (Pb, Hg), air pollutants, Debu dan serat, pestisida, dan lain-lain. Contoh Agent Fisika berupa Radiasi, Suhu, Kebisingan, Pencahayaan, dan lain-lain.

Pada simpul dua, merupakan peran komponen lingkungan sebagai media

15

Page 16: laporan pkm gandusari.docx

transmisi. Komponen lingkungan berperan dalam patogenesis penyakit, karena dapat memindahkan agent penyakit. Komponen lingkungan yang lazim kita kenal sebagai media transmisi antara lain udara, air, makanan, binatang, serta manusia. Kita dapat mengambil beberapa contoh bagaimana kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue masih sulit dikendalikan. Kita juga dapat berkaca pada data patogenitas diare, yang telah mampu sangat menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Penyakit tersebut merupakan dua diantara banyak penyakit dengan peran lingkungan sebagai media transmisinya.

Sedangkan simpul tiga, merupakan komponen penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit. Beberapa komponen yang terkait dengan hal ini diantaranya merupakan faktor perilaku, pengetahuan, sikap, dan lainnya. Kita dapat melihat data bahwa intervensi pada aspek perilaku telah mampu secara signifikan menurunkan kejadian penyakit berbasis lingkungan. Sebagaimana data penurunan 45% resiko penyakit diare karena intervensi pada perilaku cuci tangan pakai sabun (Depkes, 2008).

BAB 3

RENCANA DAN EVALUASI KEGIATAN

16

Page 17: laporan pkm gandusari.docx

Untuk kawasan Trenggalek, tercatat 58 desa/kelurahan yang mengklaim sebagai ODF, tetapi setelah diverifikasi jumlah desa ODF masih 0. Untuk Gandusari sendiri, terdapat 3 desa yang menyatakan dirinya ODF, yaitu Wonoanti, Sukorejo, dan Jajar.

NO DESAJUMLAH KK

RUMAHJSP JSSP SHERING OD

1 GANDUSARI 2130 960 913 154 103

2 WONOANTI 1252 502 669 81 0

3 SUKOREJO 2488 1275 1048 165 0

4 WONOREJO 1335 533 743 53 4

5 NGRAYUNG 1122 410 309 213 200

6 JAJAR 813 101 585 127 0

JUMLAH 9140 3781 4267 793 307

Tabel 1 : Laporan Perkembangan ODF di Wilayah Gandusari, Trenggalek Tahun 2014

Tabel 1 menunjukkan bahwa di desa gandusari masih banyak yang menggunakan jamban dengan tipe OD yaitu di desa gandusari 103 KK, desa Wonorejo 4 KK, dan desa Ngrayung sebanyak 200 KK. Sedangkan pada desa Wonoanti, Sukorejo, dan Jajar sudah tidak ada yang menggunakan jamban dengan tipe OD.

Selain itu, puskesmas Gandusari juga telah melakukan kegiatan-kegiatan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat. Tabel di bawah menunjukkan usaha penyehatan lingkungan yang telah dilakukan puskesmas Gandusari pada tribulan ke4 tahun 2014:

NO JENIS KEGIATAN

JML S/D YG

LALU TAMBAH TRIB IV

KOMULATIF

DIPERIKSA MEMENUHI SYARAT

YLLTRIB

IV JML % YLLTRIB

IV JML %

1 2 3 4 5=(3+4) 6 7 8 9=(8:5) 10 11 12 13=(12:8)

A PLP & AIR BERSIH

1 Jumlah penduduk 35,757 35,757

17

Page 18: laporan pkm gandusari.docx

2 Jumlah KK 11,638 11,638

3 KK menggunakan air bersih

a. PP : KU/SR

b. PMA 457 457

c. PAH

d. SPT DK/SPT DLM

e. Sumur Gali 5,732 9 5,741 117 117 2 36 36 30

f. Sumur Artesis

g. PDAM : KU 7 7

SR 200 200

4 SAB yang ada

a. PMA

b. PAH

c. SPT DK/SPT DLM

d. Sumur Gali

5 Inspeksi SAB: Rendah 36 36

Sedang 35 35

Tinggi 57 57

Amat tinggi 39 39

6 SAB diperbaiki

7 SAB di chlorinasi/kaporit

8 Sampel Air diperiksa

a. Air minum : Bakteri

Kimia

b. Air bersih : Bakteri 5 13 18 2 9 11 61

Kimia

18

Page 19: laporan pkm gandusari.docx

c. Air Limbah

d. Tanah

9 Jumlah Air minum depot isi ulang : 6 0 6 6 5 11 100 6 5 11 100

Sampel air diperiksa Bakteri 0 1 1 0 1 1 100

Kimia

10 Jumlah Pokmair 7 7

- Pokmair disuluh 5 5 2 2 40

11 Jumlah rumah 10,234 10,234

- Sehat 9,652

- Tidak sehat 582

12 Jumlah jamban

- Leher angsa 4,471 55 4,526

- Cemplung tertutup 4,296 4,296

- Cemplung tana tutup

- Tidak punya 288 231

- Numpang 827 827

13 KK menggunakan SPAL 5,731 665 6,396

14KK mempunyai tempat sampah 8,508 526 9,034

15 KK mempunyai tempat CTPS

16 Jumlah TPS 2 2 2 2 100

17 Jumlah TPA

18 Pengukuran kepadatan lalat(kl)

19 Jumlah TP3 Pestisida 5 5 3 3 60 1 1 33

-Pengelola TP3P dikursus

-Pemeriksaan Cholins darah

20Sarana pengolahan limbah di sarkes 1 1 1 1 100 1 1 100

21 Penyuluhan kesling (kl) 122 57 179

19

Page 20: laporan pkm gandusari.docx

B PENYEHATAN MAKMIN

1 Jasa boga

2 Restoran

3 Rumah makan

4 Grading : A

B

C

5 Makanan jajanan: warung 32 32 20 31 51 100 11 18 29 57

ped kaki lima 7 7 5 3 8 100 1 1 2 25

6 Industri rumah tangga pangan

7 PIRT punya ijin / SP 35 35 29 23 52 100 16 15 31 60

8 Pengelola TPM dikursus 50 50

9 Kantin Sekolah

10 Sampel makmin diperiksa 5 9 14 5 6 11 78

11 Kejadian keracunan: Menderita

meninggal

12 Sumber keracunan :

a.

b.

c.

C PENYEHATAN TTU

1 Hotel bintang

2 Hotel melati

3 Kolam renang 1 1 1 1 100 1 1 100

4 Obyek wisata

5 Pasar 2 2 2 2 100

6 Terminal

20

Page 21: laporan pkm gandusari.docx

7 Gedung pertunjukan

8 Gelanggang Olah Raga

9 Tempat Ibadah : Masjid 55 55 9 19 28 50 6 9 15 53

Gereja 1 1 1 1 100 1 1 100

……………..

10 Pondok Pesantren 2 2 2 2 100 1 1 50

11 Sarana kesehatan

- Rumah Sakit

- Puskesmas 1 1 1 1 100 1 1 100

- Puskesmas Pembantu 2 2 2 2 100 2 2 100

- Pokesdes/Polindes 6 6 6 6 100 5 5 83

12 Pangkas rambut 2 2 1 1 50 1 1 100

13 Salon 8 8 6 6 75 4 4 66

14 Panti pijat

15 Industri

16 Institusi : Kantor 12 12 14 12 26 100 11 10 21 81

SD 31 31 40 17 57 100 38 15 53 92,98

SLTP 4 4 3 1 4 100 3 1 4 100

SLTA 3 3 5 3 8 100 3 2 5 62,5

PT

…………………

17 Pengelola TTU dikursus

Tabel 2. Laporan Kegiatan Penyehatan Lingkungan Puskesmas Gandusari s/d tribulan IV 2014

Tabel 2 menunjukkan dari 117 sumur galian diwilayah puskesmas Gandusari ternyata 30% masih tidak memenuhi syarat. Dan dari 18 sampel air bersih yang diperiksa ternyata sebanyak 11 sampel atau 61% nya mengandung bakteri.

Data di atas menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan di wilayah

21

Page 22: laporan pkm gandusari.docx

puskesmas Gandusari masih perlu perbaikan. Salah satunya dengan cara pemicuan. Pemicuan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan respon penduduk terhadap masalah kesehatan. Berbeda dengan penyuluhan yang lebih memberikan informasi dan ajakan kepada masyarakat untuk mengubah perilaku. Pemicuan membuat masyarakat aktif dalam mencari sumber masalah kesehatan, mengenali permasalahan yang perlu segera diselesaikan dan mencari solusi sendiri bagaimana cara penyelesaiannya. Kadang kala cara ini mengeluarkan efek malu karena perilaku tidak sehat oleh masyarakat, dan diharapkan adanya perubahan perilaku. Pemicuan membuat masalah lebih sadar, sehingga masyarakat ikut andil bagian dalam menjaga kesehatan daerahnya sendiri.

Pemicuan ODF telah memberikan efek positif, dengan penambahan jumlah jamban sehat yang dibangun di setiap desa. Hanya saya, ODF bukan hanya masalah seberapa banyak jamban sehat yang dibangun, tetapi perilaku untuk menggunakan jamban sehat setiap kali buang air besar. Sehingga banyak desa (termasuk Wonoanti, Sukorejo, dan Jajar) yang mengatakan dirinya sebagai desa ODF, tetapi tidak diakui secara nasional.

Masalah ini penting karena apabila Gandusari gagal dalam program ODF maka akan timbul masalah yang lebih besar. Terutama tentang pencemaran air minum. Dari data di atas menunjukkan bahwa 30% sumur galian tidak layak dan 61% sumber air bersih di puskesmas gandusari tercemar bakteri. Hal ini membuktikan bahwa masalah ODF ini sudah tidak dapat ditawar lagi. Harapannya apabila program ODF berhasil dilaksanakan maka indikator-indikator air bersih akan menjadi lebih baik karena berkurangnya pencemaran oleh masyarakat.

Rencana kegiatan tahun ini masih dalam usaha pemicuan. Direncanakan tahun ini diadakan 4 kali pemicuan. Kendala yang sering dihadapi dalam pelaksanaannya adalah dana dan partisipasi masyarakat yang rendah.

Kesehatan bukan hanya milik tenaga kesehatan, tetapi milik seluruh masyarakat. Sehingga diperlukan kesadaran dan partisipasi dari seluruh masyarakat untuk membantu program kesehatan dapat dilaksanakan dengan baik. diharapkan usaha yang dilakukan dapat mencapai target 100% ODF pada tahun 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Dinkes. 2011. Laporan Perkembangan STBM. Retrieved January 9th 2013, from: http://www.dinkesprovkepri.org/download/LAPORAN%20PERKEMBANGAN%20STBM.pdf

22

Page 23: laporan pkm gandusari.docx

Depkes. 2008. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Retrieved January 9th 2013, from: http://www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf

Kesehatan Lingkungan. 2009. Penyakit Berbasis Lingkungan. Retrieved January 9th 2013, from:http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/10/penyakit-berbasis-lingkungan.html

Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari

Kabupaten Trenggalek

23

Page 24: laporan pkm gandusari.docx

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Trenggalek

Jawa Timur

24

Page 25: laporan pkm gandusari.docx

BAB I

PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK

A. PENDAHULUAN

Pengertian

Kesehatan ibu dan anak (KIA) adalah suatu upaya dalam memberikan

pelayanan dan pemeliharaan kesehatan ibu baik pada saat ibu hamil, bersalin dan

menyusui serta anak dari lahir sampai masa pra sekolah.

Tujuan :

Tujuan Umum :

* Bagi Ibu :

Pencapaian kemampuan hidup sehat lewat peningkatan derajat kesehatan

yang optimal bagi ibu dan keluarganya menuju keluarga berkualitas.

* Bagi Anak :

Menjamin proses tumbuh kembang yang optimal sebagai landasan

peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Tujuan Khusus :

a. Menurunkan angka kematian ibu, bayi, anak balita dan anak pra sekolah.

b. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan balita dan anak pra sekolah.

c. Meningkatkan kesehatan ibu hamil, menyusui, dan nifas.

d. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam mencapai derajat kesehatan yang

optimal.

B.TARGET DAN CAPAIAN

1. Sasaran

25

Page 26: laporan pkm gandusari.docx

1) Bayi (0-1 tahun)

2) Balita (1-4 tahun)

3) Anak prasekolah (5-6 tahun)

4) Ibu hamil, menyusui dan nifas

2. Kegiatan yang dikerjakan di KIA

1) Pemeriksaan dan pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu nifas serta ibu

menyusui, bayi, anak balita dan anak pra sekolah.

2) Kelas ibu hamil.

3) Pertolongan persalinan.

4) Penanganan kasus kompikasi kebidanan.

5) Pemberian nasehat tentang MKN (makanan tambahan vitamin mineral) dan

tumbuh kembang anak.

6) Deteksi dini tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah.

7) Pengobatan sederhana untuk balita sakit.

8) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dan manajemen terpadu balita mudah

(MTBM).

9) Pelayanan KB dan penanganan efek samping.

10) Pendidikan kesehatan reproduksi remaja.

11) Kegiatan di luar gedung (kunjungan rumah ibu hamil resiko tinggi, kunjungan

ibu nifas, kunjungan neonates, RT).

3. Hasil Pencapaian

INDIKATOR KESEHATAN IBU

BULAN DESEMBER 2014

N

O

DESA SASARAN K1 AKSES K4

BU

MIL

BU

MIL

RIS

BUL

IN/

BUF

BL

N

LA

BL

N

IN

JUML

AH

TOTA

% BL

N

LA

BL

N

IN

JUML

AH

TOTA

%

26

Page 27: laporan pkm gandusari.docx

TI AS LU I L LU I L

1 GANDU

SARI

102 20 97 6 13 88 86,2

7

11 7 89 87,2

5

2 NGRAY

UNG

68 14 63 4 5 59 86,7

6

2 6 55 80,8

8

3 JAJAR 45 9 43 4 2 41 91,1

1

5 1 34 75,5

5

4 WONOR

EJO

75 15 74 7 6 62 82,6

6

5 2 55 73,3

3

5 SUKOR

EJO

136 27 129 12 14 138 101,

47

10 7 128 94,1

1

6 WONOA

NTI

69 14 66 4 3 75 108,

6

8 6 75 108,

69

TOTAL 495 99 472 37 43 463 93,5

3

41 29 436 88,6

8

INDIKATOR KESEHATAN IBU

BULAN DESEMBER 2014

N

O

DESA SASARAN KOMPILKASI

KEBIDANAN YANG

DITANGANI

PERSALINAN OLEH

NAKES

BU

MIL

BU

MIL

RIS

TI

BUL

IN/

BUF

AS

BL

N

LA

LU

BL

N

IN

I

JUML

AH

TOTA

L

% BL

N

LA

LU

BL

N

IN

I

JUML

AH

TOTA

L

%

1 GANDU

SARI

102 20 97 1 0 11 86,2

7

6 3 74 76,2

8

2 NGRAY

UNG

68 14 63 2 0 14 86,7

6

7 2 47 74,6

0

3 JAJAR 45 9 43 2 1 10 91,1

1

7 4 40 93,0

2

4 WONOR 75 15 74 1 1 14 82,6 3 9 60 81,0

27

Page 28: laporan pkm gandusari.docx

EJO 6 8

5 SUKOR

EJO

136 27 129 12 1 28 101,

47

9 8 130 100,

7

6 WONOA

NTI

69 14 66 0 1 26 108,

6

2 7 72 109,

09

TOTAL 495 99 472 7 4 103 93,5

3

34 33 423 89,6

1

INDIKATOR KESEHATAN IBU

BULAN DESEMBER 2014

N

O

DESA SASARAN PELAYANAN IBU

NIFAS

K1 MURNI

BU

MIL

BU

MIL

RIST

I

BUL

IN/

BUF

AS

BL

N

LA

LU

BL

N

IN

I

JUML

AH

TOTA

L

% BL

N

LA

LU

BL

N

IN

I

JUML

AH

TOTA

L

%

1 GANDU

SARI

102 20 97 6 6 79 81,

44

6 13 86 84,

31

2 NGRAY

UNG

68 14 63 3 7 47 74,

60

3 5 55 80,

88

3 JAJAR 45 9 43 1 7 39 90,

69

4 2 39 86,

66

4 WONOR

EJO

75 15 74 5 3 57 77,

02

7 6 61 81,

33

5 SUKORE

JO

136 27 129 132 9 133 103

,1

12 14 136 100

6 WONOA

NTI

69 14 66 2 2 70 106 4 3 72 104

,3

TOTAL 495 99 472 30 34 425 90,

3

36 43 449 90,

70

28

Page 29: laporan pkm gandusari.docx

INDIKATOR KESEHATAN ANAK

BULAN DESEMBER 2014

NO DESA SASARAN KN1 MURNI KN LENGKAP

BAYI NEO

RISTI

BLN

LALU

BLN

INI

KUMUL

ATIF

% BLN

LALU

BLN

INI

KUMU

LATIF

%

1 GANDUSARI 92 14 6 3 73 79,34 6 2 72 78,26

2 NGRAYUNG 66 9 6 2 46 69,67 6 2 46 69,67

3 JAJAR 38 6 7 4 40 105,26 7 4 40 105,26

4 WONOREJO 68 10 3 9 59 86,76 3 9 59 86,76

5 SUKOREJO 121 18 9 8 127 104,49 9 8 127 104,49

6 WONOANTI 61 9 2 7 71 116,39 2 7 70 117,75

TOTAL 440 66 33 26 416 94,54 33 25 414 94,09

INDIKATOR KESEHATAN ANAK

BULAN DESEMBER 2014

N

O

DESA SASARA

N

NEONATAL

KOMPLIKASI

DITANGANI

CAKUPAN KUNJUNGAN

BAYI PARIPURNA

BA

YI

NE

O

RIS

TI

BL

N

LA

LU

BL

N

IN

I

KUMUL

ATIF

% BL

N

LA

LU

BL

N

IN

I

KUMUL

ATIF

%

1 GANDU

SARI

92 14 0 1 4 28,

57

9 7 81 88,0

4

2 NGRAY

UNG

66 9 1 0 3 33,

33

1 2 57 95

3 JAJAR 38 6 0 0 4 66,

67

1 6 45 118,

42

4 WONOR

EJO

68 10 1 0 7 70 6 2 59 86,4

2

5 SUKOR 121 18 0 1 8 44, 9 14 118 97,5

29

Page 30: laporan pkm gandusari.docx

EJO 4 2

6 WONOA

NTI

61 9 1 0 16 17

7,7

6 8 54 88,5

2

TOTAL 440 66 3 2 42 63,

63

32 31 414 94,0

9

4. Indikator pemantauan program KIA

1. Indikator Kesehatan Ibu

a. K1 : Kontak pertama kali ibu hamil dengan petugas kesehatan untuk mendapat pelayanan

ANC sesuai standar minimal 5T tanpa memandang umur kehamilan.

b. K4 : Bumil yang mendapat pelayanan antenal sesuai standar paling sedikit 4 kali, dengan

distribusi pelayanan minimal triwulan pertama minimal 1 kali, triwulan kedua 1 kali, dan

triwulan ketiga 2 kali oleh petugas kesehatan.

c. Deteksi resiko tinggi bumil oleh masyarakat : ibu hamil resiko tinggi baru ditemukan oleh

masyarakat dan dirujuk ke petugas kesehatan dan dinyatakan bahwa ibu hamil tersebut

resiko tinggi sesuai hasil penilaian KSPR, hanya dilaporkan satu kali selama periode hamil.

d. Deteksi ibu hamil resiko tinggi oleh tenaga kesehatan. Komplikasi kebidanan yang

ditangani :

Komplikasi yang dimaksud adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas yang

dapat mengancam jiwa ibu dan / atau bayi

Komplikasi dalam kehamilan : abortus, hiperemesis gravidarum, perdarahan pervaginam,

eklampsi/preeklampsi, postdate, KPD, hasil penilaian kartu KSPR >6

Komplikasi dalam persalinan : kelainan letak/presentasi janin, distosia,

preeklampsi/eklampsi, HPP, sepsis, persalinan prematur, gemelli.

Komplikasi dalam nifas : preeklampsi, eklampsi, infeksi nifas, perdarahan nifas.

Ibu hamil, ibu bersalin dan nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil,

bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan yang sesuai standar

pelayanan dasar dan rujukan.

e. Persalinan oleh Nakes : persalinan yang ditolong oleh petugas kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan.

2. Indikator Kesehatan Anak :

30

Page 31: laporan pkm gandusari.docx

a. KN-1 : Kontak pertama kali neonatal (umur 1-28 hari) dengan petugas kesehatan untuk

yang mendapat pelayanan neonatal sesuai standar.

b. KN-2 : Kontak neonatal dengan petugas kesehatan minimal 3x untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan neonatal sesuai standar dengan syarat, minimal umur 1-3 hari

sebanyak 1x, umur 4-7 hari sebanyak 1x dan umur 8-28 hari sebanyak 1x.

c. Neonatal resiko tinggi/komplikasi yang ditangani

Neonatal adalah bayi berumur 0-28 hari

Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan kelainan dapat

menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan kematian. Neonatal dengan komplikasi asfiksia,

ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (<2500 gram), sindrom

gangguan pernafasan, kelainan kongenital.

Neonatal dengan komplikasi yang ditangani adalah komplikasi yang mendapat penanganan

pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter, bidan di sarana pelayanan kesehatan.

d. Bayi baru : Kontak pertama kali bayi umur 0-11 bulan dengan petugas kesehatan untuk

mendapat pelayanan bayi sesuai standar.

e. Kunjungan bayi ( bayi paripurna ) :

Bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standar oleh petugas kesehatan minimal

4x setelah mendapat pelayanan kesehatan neonatal (KN-2) dengan distribusi pelayanan

minimal, umur 1-3 bulan 1x, umur 4-6 bulan 1x, umur 7-9 bulan 1x, umur 10-11bulan 1x,

dengan imunisasi dasar lengkap, mendapatkan vitamin A-1, dan bila sakit sudah pernah

mendapatkan pelayanan MTBM.

f.Kunjungan anak balita (paripurna)

g. Kunjungan anak pra sekolah (paripurna)

C.KESIMPULAN

Dalam pelaksanaan program KIA–KB di puskesmas Gandusari bulan Desember

tahun 2014 kami mendapatkan beberapa permasalahan baik dari kegiatan maupun dari unit

penunjang hal ini dirasakan dengan masih adanya permasalahan diproram KIA – KB pada

bulan Desember tahun 2014 yaitu meningkatnya jumlah ibu hamil dengan resiko tinggi,

namun di sisi lain peningkatan jumlah ibu hamil dengan risti ini juga merupakan indikator

semakin membaiknya kinerja deteksi dini resiko kehamilan oleh para nakes. Sementara itu di

program – program yang lain seperti kunjungan 1 dan kunjungan 4 ibu hamil, kunjungan

neonatal telah memenuhi target yang ada. Dengan hasil ini disimpulkan program KIA-KB di

31

Page 32: laporan pkm gandusari.docx

Puskesmas Gandusari bulan Desember 2014 telah berhasil memenuhi target program yang

ada.

Dalam pencegahan masalah yang masih ada, puskesmas memiliki peranan penting

untuk mengendalikan dan mendeteksi lebih awal. Peran serta masyarakat dalam deteksi

permasalahan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan. Dengan mendidik kader-

kader dari tiap desa, maka mereka diharapkan dapat mendeteksi dan memberikan penyuluhan

kepada masyarakat tentang deteksi dini resiko tinggi dalam kehamilan dan pertolongan

persalinan pada ibu hamil yang harus diberikan.

Selain itu, setiap bulan diharapkan para kader dapat memberikan laporan kerja di

wilayah kerjanya masing-masing kepada puskesmas, sehingga dapat dievaluasi dan ditinjau

ulang. Serta hendaknya diadakan pertemuan rutin untuk memperkaya pengetahuan kader,

sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dari para kader. Dengan cara ini diharapkan

dapat mencegah keterlambatan pertolongan pada setiap ibu hamil dan memajukan program

KIA-KB yang ada di Puskesmas Gandusari.

32

Page 33: laporan pkm gandusari.docx

Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Trenggalek

Jawa Timur

33

Page 34: laporan pkm gandusari.docx

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangUsaha perbaikan gizi merupakan usaha pokok kesehatan yang ditunjuk untuk

mencegah dan menanggulangi masalah gizi pokok yang ada di Indonesia dengan jalan

menurunkan jumlah penderita kurang gizi serta untuk meningkatkan status gizi

masyarakat secara keseluruhan.

Kesehatan dan gizi merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga kualitas

hidup yang optimal. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.

Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang

akan digunakan secara efisien sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

Sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah

berlebihan. Kedua kondisi tersebut dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit

yaitu penyakit infeksi pada gizi kurang dan penyakit degeneratif pada gizi lebih.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada

laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keadaan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Gandusari?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi balita di wilayah kerja

Puskesmas Gandusari?

3. Bagaimana hasil kinerja petugas Puskesmas Gandusari terhadap pelaksanaan

program gizi di wilayah kerja Puskesmas Gandusari?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran status gizi balita dan hasil kinerja petugas puskesmas di

wilayah kerja Puskesmas Gandusari.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk memudahkan petugas dalam analisis data status gizi balita di wilayah kerja

Puskesmas Gandusari

34

Page 35: laporan pkm gandusari.docx

b. Untuk menentukan langkah-langkah yang harus diambil dalam pelaksanaan

kegatan berikutnya

c. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Trenggalek tentang status gizi masyarakat yang tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Gandusari

35

Page 36: laporan pkm gandusari.docx

BAB 2

ANALISIS DATA

2.1 Data Geografi

a) Puskesmas Gandusari merupakan salah satu puskesmas di wilayah Kecamatan

Gandusari dengan batas wilayah :

Sebelah Utara : Wilayah kerja Puskesmas Karangan

Sebelah Timur : Wilayah kerja Puskesmas Karanganyar

Sebelah Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Kampak

Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Kampak

b) Wilayah kerja Puskesmas Gandusari sebagian besar terdiri dari dataran rendah

(daerah pertanian dan pedesaan) dan sebagian kecil daerah pegunungan yang terdiri

dari

Desa : 6 Desa (Desa Gandusari, Desa Wonoanti, Desa Jajar, Desa Sukorejo,

Desa Wonorejo, Desa Ngrayung)

Dukuh : 29 pedukuhan

RW : 80 RW

RT : 217 RT

2.2 Data Demografi

Jumlah penduduk wilayah Puskesmas Gandusari pada tahun 2014 sebanyak 30.678 jiwa

yang terbagi laki-laki sebanyak 15.026 jiwa dan perempuan sebanyak 15.652 jiwa.

Secara rinci jumlah penduduk perdesa dan menurut golongan umur dapat diuraikan

sebagai berikut:

36

Page 37: laporan pkm gandusari.docx

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Tiap Desa tahun 2014

DESA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH PENDUDUK

GANDUSARI 2305 2266 4571

NGRAYUNG 3723 3711 7434JAJAR 5301 5046 10347

WONOREJO 2979 2910 5889

SUKOREJO 2192 2284 4476

WONOANTI 1501 1539 3040

JUMLAH 18001 17756 35757

Tabel 2.2 Distribusi Balita Berdasarkan Desa Periode Bulan Desember Tahun 2014

Gandusari

Ngrayung

Jajar

Wonorejo

Sukorejo

Wonoanti

0 100 200 300 400 500 600 700

438

285

195322

587

298

DISTRIBUSI BALITA BERDASARKAN DESA BULAN DESEMBER TAHUN 2014

DISTRIBUSI BALITA BERDASARKAN DESA

37

Page 38: laporan pkm gandusari.docx

BAB 3

PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan program gizi Puskesmas Gandusari tahun 2014 adalah sebagai berikut :

3.1 Penimbangan Bulanan

Bentuk kegiatan : Penimbangan dan pencatatan status gizi balita setiap bulan di

posyandu

Tujuan :

a. Untuk mengetahui jumlah balita yang mempunyai Kartu Menuju Sehat (KMS)

b. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kegiatan penimbangan setiap

bulan

c. Untuk mengetahui kelangsungan penimbangan setiap bulan

d. Untuk mengetahui pencapaian program setiap bulan

e. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan balita setiap bulan

f. Untuk mengetahui keadaan status gizi balita

Sasaran : Semua balita usia 0-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Gandusari

Pencapaian :

Pencapaian penimbangan dari seluruh desa :

Balita yang mempunyai KMS (K/S) : 96,14 %

Partisipasi masyarakat (D/S) : 90,96 %

Pencapaian penimbangan (N/D) : 70,51 %

Pencapaian program (N/S) : 64,14 %

Bawah garis merah (BGM) : 0,46 %

Tempat : Ds Gandusari ada 6 posyandu

Ds. Ngrayung ada 5 posyandu

Ds. Jajar ada 3 posyandu

Ds. Wonorejo ada 5 posyandu

Ds. Sukorejo ada 8 posyandu

Ds. Wonoanti ada 7 posyandu

Pelaksana : Tim Posyandu

Waktu : Bulan Desember 2014

Sumber Dana : -

Penanggung jawab: Kepala Puskesmas

BAB 4

38

Page 39: laporan pkm gandusari.docx

HASIL DAN ANALISIS KEGIATAN

4.1 Hasil Kegiatan Penimbangan Bulanan

a. Penimbangan

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Berdasarkan Desa Bulan Desember 2014No Nama Desa Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Sangat

Kurang1 Gandusari 4 385 21 42 Ngrayung 1 240 13 23 Jajar - 173 9 14 Wonorejo 1 281 26 15 Sukorejo 7 482 24 16 Wonoanti 3 235 16 -

Jumlah 16 1796 109 9

Tabel 4.2 Hasil Survey Pemantauan Status Gizi dan Kadar Gizi per Desa di Wilayah Kerja Puskesmas

Gandusari pada bulan Desember 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari hasil survey cakupan terendah untuk balita yang

mempunyai KMS (K/S) dari bulan Desember 2014 adalah desa Sukorejo. Cakupan terendah untuk

partisipasi masyarakat (D/S) adalah desa Sukorejo. Cakupan terendah untuk pencapaian program

(N/S) adalah desa Sukorejo. Cakupan terendah untuk pencapaian penimbangan (N/D) adalah desa

Ngrayung. Cakupan terendah BGM adalah desa Gandusari.

39

PENCAPAIANK / S D / S N / S N / D BGM/D( % ) ( % ) ( % ) ( % ) ( % )

Gandusari 99,54 94,52 67,12 71,01 0,96Ngrayung 94,38 90,17 61,75 68,48 0,77

Jajar 100,51 93,84 64,61 68,85 0,54Wonorejo 100 95,96 69,25 72,16 0,32Sukorejo 92,5 86,88 60,64 69,80 0,19Wonoanti 92,95 87,24 63,08 72,30 0Rata-rata 96,14 90,96 64,14 70,51 0,46

Target 100% 80% 70% 70% 12 %

Page 40: laporan pkm gandusari.docx

5

PERMASALAHAN DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

5.1 Permasalahan

Dalam pelaksanaan kegiatan kami mengalami beberapa permasalahan baik dari

kegiatan maupun dari unit penunjang. Adapun permasalahan tersebut meliputi :

1. Cakupan terendah untuk balita yang mempunyai KMS (K/S) Bulan Desember 2014 adalah desa

Sukorejo. Hal tersebut masih jauh dari target K/S yaitu 100% karena pencapaiannya masih 92,50

%.

2. Cakupan terendah untuk partisipasi masyarakat (D/S) adalah desa Sukorejo. Hal tersebut masih

jauh dari target K/S yaitu 80% karena pencapaiannya masih 86,88 %.

3. Cakupan terendah untuk pencapaian program (N/S) adalah desa Sukorejo. Hal tersebut masih jauh

dari target K/S yaitu 70% karena pencapaiannya masih 60,64 %.

4. Cakupan terendah untuk pencapaian penimbangan (N/D) adalah desa Ngrayung. Hal tersebut

masih jauh dari target K/S yaitu 70% karena pencapaiannya masih 68,48 %

5.2 Alternatif Pemecahan Masalah

1. Untuk meningkatkan cakupan K/S perlu dilakukan pendataan secara berkala terhadap bayi baru

lahir mengenai kepemilikan KMS.

2. Untuk meningkatkan cakupan D/S perlu diadakan bulan penimbangan serta kunjungan ke

sekolah taman kanak-kanak (TK) perlu ditingkatkan.

3. Untuk meningkatkan cakupan N/D perlu meningkatkan partisipasi masyarakat didalam kegiatan

posyandu seperti revitalisasi posyandu dan meningkatkan penyuluhan-penyuluhan tentang aneka

ragam makanan.

4. Untuk meningkatkan cakupan N/S perlu adanya kerjasama yang kompak dalam melakukan

posyandu, baik dari petugas puskesmas maupun para kader.

5. Masih adanya balita gizi buruk di wilayah Puskesmas Gandusari untuk penanganan PMT

pemulihan sebaiknya disesuaikan dengan kesukaan atau kesenangan makanan atau susu balita

gizi buruk agar ada peningkatan berat badannya.

40

Page 41: laporan pkm gandusari.docx

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2006. Program Kesehatan Gizi di Puskesmas. Diambil pada tanggal 21 Januari 2015. Diambil dari repository.usu.ac.id/bitstream

Suhardjo. 2003. Masalah Kesehatan Gizi di Indonesia. Diambil pada tanggal 21 Januari 2015. Diambil dari 2012 www.pkpu.or.id/berita.php?id.=19&no=131

Supariasa. 2001. Upaya Perbaikan Gizi Buruk di Indonesia. Diambil pada tanggal 21 Januari 2015.Diambil dari digilib.its.ac.id/.../ITS-Undergraduate-15169-Chapter1-189328.pdf /123456789/31806/5/Chapter%20I.pdf

Puskesmas Gandusari. 2015. Laporan Bulanan Kesehatan Gizi Bulan Desember Puskesmas Gandusari Tahun 2015.

41

Page 42: laporan pkm gandusari.docx

Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Trenggalek

Jawa Timur

42

Page 43: laporan pkm gandusari.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

2 Untuk menciptakan bangsa yang memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat dibutuhkan kerjasama masyarakat dalam menciptakan pembangunan kesehatan.

Pembangunan kesehatan di Indonesia berfungsi untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga setiap orang dapat mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan di Indonesia masih perlu

pembenahan yang terkonsentrasi guna mewujudkan pembangunan kesehatan yang

memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kesehatan masyarakat Indonesia yang

optimal. Di sini, peran masyarakat dan perangkat-perangkat kesehatan memiliki peran

yang sangat penting, salah satu perangkat kesehatan tersebut adalah Puskesmas.

Puskesmas merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang berbasiskan masyarakat

yang ikut berperan sebagai perangkat pembangunan kesehatan milik pemerintah. Upaya

kesehatan puskesmas meliputi upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan

pengembangan. Di sini, puskesmas difungsikan sebagai ujung tombak penentu kinerja

Kabupaten atau kota untuk mewujudkan masyarakat yang sehat di wilayah kerjanya

karena Puskermas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang paling dekat dengan

masyarakat. Puskesmas juga merupakan ujung tombak penyelenggaraan UKM maupun

UKP di srata pertama pelayanan kesehatan, dan merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas

Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian

tugas pembangunan kesehatan di Kabupaten atau Kota.

3 Di dalam pembangunan kesehatan, Indonesia memiliki masalah kesehatan yang cukup

kompleks, dibuktikan dengan meningkatnya kasus penyakit menular, banyaknya jumlah

kematian yang terjadi, serta meningkatnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,

didukung dengan perolehan Indonesia dengan peringkat 4 sedunia untuk kasus

tuberculosis, selain itu Indonesia juga memperoleh peringkat 1 untuk penularan HIV

tercepat. Hal ini merupakan masalah kesehatan yang sangat membutuhkan perhatian dan

pembenahan. Namun dalam pembenahan dan pembangunan kesehatan tidaklah mudah

karena dipersulit dengan adanya keterbatasan sumber daya manusia baik dalam aspek

kualitas maupun kuantitas. Dengan adanya Puskesmas sebagai upaya keperawatan

kesehatan masyarakat yang terdiri dari upaya wajib dan upaya pengembangan,

43

1

Page 44: laporan pkm gandusari.docx

diharapkan pemberian pelayanan kesehatannya dapat mencegah dan memberantas

penyakit menular melalui upaya wajibnya yaitu P2M.

3.1 Tujuan

3.1.1 Tujuan Umum

Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat

3.1.2 Tujuan Khusus

1. Mencegah dan menurunkan terjadinya penularan penyakit.

2. Menurunkan angka kesakitan, kematian dan lain-lain akibat penyakit menular

dalam usaha perbaikan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

3. Memutuskan mata rantai penularan penyakit melalui tindakan terhadap

lingkungan penular (vektor) penyakit dan manusia (imunisasi, pengobatan,

penyuluhan dan lain-lain).

44

Page 45: laporan pkm gandusari.docx

BAB 2

ANALISA DATA

2.1 Data Geografi

a. Batas wilayah kerja Puskesmas Gandusari

Utara : Kecamatan Karangan

Timur : Wilayah kerja Puskesmas Karanganyar

Selatan : Kecamatan Kampak

Barat : Kecamatan Kampak

b. Wilayah kerja Puskesmas Gandusari meliputi :

Desa : 6 desa

Penduduk : 29 dukuh

RW : 80 RW

RT : 217 RT

Posyandu : 34 posyandu

c. Luas wilayah kerja Puskesmas Gandusari 31.53 km2 yang terdiri dari 70%

daerah dataran rendah dan 30% dataran tinggi.

2.2. Data Demografi

Jumlah penduduk wilayah Puskesmas Gandusari pada tahun 2012 sebanyak

35.757 jiwa yang terbagi laki-laki sebanyak 18.001 jiwa dan perempuan sebanyak

17.756 jiwa.

Secara rinci jumlah penduduk perdesa dan menurut golongan umur dapat

diuraikan sebagai berikut :

45

Page 46: laporan pkm gandusari.docx

Tabel 2.1 Distribusi Jumlah penduduk perdesa tahun 2014

DESA Laki-laki Perempuan Jumlah Penduduk

Wonoanti 2305 2266 4571

Gandusari 3723 3711 7434

Sukorejo 5301 5046 10347

Wonorejo 2979 2910 5889

Ngrayung 2192 2284 4476

Jajar 1501 1539 3040

JUMLAH 18001 17756 35757

46

Page 47: laporan pkm gandusari.docx

BAB 3

JENIS PROGRAM

Kegiatan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular Puskesmas

Gandusari tahun 2014 adalah sebagai berikut :

3.1. Pemberantasan penyakit (P2) Malaria

Penyakit malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Di Jawa Timur angka kesakitannya cukup tinggi serta menimbulkan kerugian social ekonomi bagi masyarakat. Masalah yang dihadapi dalam pengobatan malaria yaitu adanya penyulit-penyulit yang ditemukan (malaria berat) dan adanya kekebalan parasit malaria terhadap obat malaria seperti chloroquine (Tjokroprawiro, 2007).

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 ).

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000)

Siklus hidup Plasmodium malaria terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes vertebra termasuk manusia.

a. Fase aseksual

47

Page 48: laporan pkm gandusari.docx

Terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit.

Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan

berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit.

Proses ini disebut skizogoni pre-eritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase.

Pada akhir fase ini, skizon pecah dan merozoit keluar dan measuk aliran darah

(sporulasi). Pada P.vivax dan P.ovale sebagian sporozoit membentuk hipnozoit

dalam hati sehingga dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekuren.

Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk

trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi

merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa

antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah

masa pre-paten, sedangkan masa inkubasi intrinsic dimulai dari masuknya

sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.

b. Fase seksual

Parasit seksual masuk dalam lambung nyamuk betina. Bentuk ini mengalami

pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang

disebut zigot (ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk

dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan

mencapai kelenjar liur nyamuk (Mansjoer dkk, 2009).

Patogenesis malaria ada 2 cara :

1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.

2. Indksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia

melalui transfuse, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang

terinfeksi/congenital (Mansjoer dkk, 2009).

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali. (Mansjoer A dkk, 2009).

48

Page 49: laporan pkm gandusari.docx

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000).

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000).

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan:

a. Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansjoer A dkk, 2009)

b. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006)

49

Page 50: laporan pkm gandusari.docx

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto P.N, 2006)

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Tjokroprawiro, 2007):

a. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

b. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit

>10.000/μl.

c. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12

ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin

>3mg%.

d. Edema paru.

e. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

f. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau

perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

h. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.

i. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

j. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat

antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase (Black Water

Fever).

k. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh

kapiler jaringan otak.

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik, yaitu dengan tetes tebal untuk mengetahui ada tidaknya Plasmodium,dan tetes tipis untuk identifikasi spesies Plasmodium/tingkat parasitemia.

Penatalaksanaan Malaria :

50

Page 51: laporan pkm gandusari.docx

I. Medikamentosa

A. Pengobatan Malaria Falciparum

a. Lini Pertama

H1 : Artesunat, Amodiakuin, Primaquin

H2-3 : Artesunat, Amodiakuin

*Amodiakuin basa 10mg/kgbb/hr, Artesunat 4mg/kgbb/hr, Primakuin 0,75mg/kgbb/hr

*Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, bayi<1 tahun, penderita defisiensi G6-PD.

b. Lini Kedua

H1 : Kina, Doksisiklin/Tetrasiklin, Primakuin

H2-7 : Kina, Doksisiklin/Tetrasiklin

*Doksisiklin 10mg/kgbb/hr, Tetrasiklin 4x250mg/hr

*Doksisiklin/Tetrasiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak<8 tahun.

B. Pengobatan Malaria Vivax dan Ovale

a. Lini Pertama

H1-3 : Artesunat, Amodiakuin

H1-14 : Primakuin

*Primakuin 0,25mg/kgbb/hr

b. Lini Kedua

H1-7 : Kina

H1-14 : Primakuin

c. Relaps

Pengobatan sama dengan Malaria Vivax, hanya dosis primakuin 0,5mg/kgbb/hr.

d. Pengobatan Malaria Mix (Falciparum dan Vivax/Ovale)

H1 : Artesunat, Amodiakuin, Primakuin

H2-3 : Artesunat, Amodiakuin, Primakuin

H4-14 : Primakuin

*Primakuin H1=0,75mg/kgbb/hr, H2-14=0,25mg/kgbb/hr.

51

Page 52: laporan pkm gandusari.docx

II. Suportif

Pemberian cairan, nutrisi, transfusi darah :

1. Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan dengan pemberian

oral atau parenteral.

2. Pelihara keadaan nutrisi.

3. Transfusi darah packed red cell 10 ml/kg bb atau whole blood 20 ml/kg bb

apabila anemia dengan Hb < 7,1g/dl.

4. Bila terjadi perdarahan, diberikan komponen darah yang sesuai.

5. Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit.

6. Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik, bila perlu pasang CVP. Dialisis

peritoneal dilakukan pada gagal ginjal.

7. Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan oksigen. Apabila terjadi gagal

nafas perlu pemasangan ventilator mekanik (bila mungkin).

8. Pertahankan kadar gula darah normal.

9. Antipiretik diberikan apabila demam > 39 C, kecuali pada riwayat kejang

demam dapat diberikan lebih awal.

Prognosis Malaria Berat

Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. (Depkes RI, 2006)

Pencegahan Malaria

Hindari nyamuk dengan cara menghindari paparan pada waktu nyamuk mencari makan (fajar, malam hari). Memakai baju berlengan panjang dan memakai repellent dapat juga mencegah terjadinya infeksi malaria. Hindari memakai parfum dan cologne.

Pertimbangkan menggunakan kelambu yang diolesi dengan permethrin untuk melindungi dari gigitan nyamuk.

Pertimbangkan kemoprofilaksis dengan antimalaria pada pasien yang akan bepergian ke daerah endemis. Kemoprofilaksis tersedia dalam berbagai bentuk. Pilihan obatnya disesuaikan dengan tujuan daerah yang akan dikunjungi dan kondisi medis yang dimiliki oleh seseorang, yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi dari obat tertentu. Obat yang dapat dipergunakan yaitu :

a. Klorokuin basa 5 mg/kgbb, maksimal 300 mg, sekali seminggu atau

52

Page 53: laporan pkm gandusari.docx

b. Sulfadoksin-pirimetamin (fansidar) dengan dosis pirimetamin 0,5-0,75 mg/kgbb,

atau

c. Sulfadoksin 10-15 mg/kgbb sekali seminggu (untuk usia > 6 bulan).

Telah dilaporkan adanya penelitian vaksin untuk malaria, yaitu RTS,S/AS01. Penelitian ini melibatkan 6000 balita Afrika yang berusia 5-17 bulan yang mendapat vaksin malaria dan vaksin pembanding, diikuti selama 1 tahun. Insidens malaria 0.44 kasus pada kelompok yang menerima vaksin RTS, S/AS01, dibandingkan dengan 0.83 kasus pada kelompok yang menerima vaksin pembanding. Sehingga, derajat efektivitas dari vaksin ini setelah dihitung adalah 55.8% (White, 2011).

3.2. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML).

3.2.1 Pemberantasan penyakit pneumonia.

Pneumoni adalah salah satu penyebab kematian terbanyak pada anak-anak di seluruh

dunia, diperkirakan terdapat lebih dari 1.4 juta balita meninggal setiap tahunnya (WHO,

2011).

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di

seluruh dunia menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun 2006. Berdasarkan Survey

kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995 dan 2001 didapatkan pneumonia

sebagai urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Hasil ini juga sesuai dengan survey

mortalitas terhadap 10 propinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Subdit ISPA Departemen

Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat pneumonia merupakan

salah satu penyebab kematian terbanyak yaitu sejumlah 15,5% (IDAI, 2009).

Pneumonia dalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh

bermacam etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing

yang teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi (keterbatasan

terhirupnya oksigen) dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch) akibat terisinya

alveoli dengan cairan dan pus.

Penyebab tersering pneumonia di antaranya adalah :

- Streptococcus pneumoni (paling sering menyerang anak-anak)

- Haemophilus influenza type b (Hib)

- Respiratory syncytial virus (virus penyebab yang paling sering)

- Pada anak-anak yang terinfeksi HIV, Pneumocystis jiroveci adalah penyebab

yang paling umum

53

Page 54: laporan pkm gandusari.docx

Patofisiologi pneumonia adalah sebagai berikut. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik. Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur.

Penyebaran pneumonia dapat dengan berbagai macam cara. Virus dan bakteri yang biasa ditemukan di tenggorokan ataupun hidung anak-anak dapat menginfeksi paru-paru bila terhirup. Virus dan bakteri ini juga dapat menyebar melalui droplet (butir-butir) di udara yang dikeluarkan saat batuk atau bersin.

Gejala klinis dari pneumonia akibat virus maupun bakteri adalah sama. Bagaimanapun, gejala pneumonia akibat virus lebih banyak daripada akibat bakteri.

Gejalanya meliputi :

- Nafas cepat dan sulit (sesak)

- Batuk kental, produktif, sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi

kemerahan

- Nyeri dada

- Demam

- Menggigil

- Kehilangan nafsu makan

- Pada bayi muda ditemukan kejang, penurunan kesadaran, kembung,

kedinginan

Dari pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah :

- Suhu ≥ 390 C

- Dyspnea

- Inspiratory effort (takipnea)

- Retraksi dada (chest indrawing)

- Pernafasan cuping hidung

- Cyanosis

54

Page 55: laporan pkm gandusari.docx

- Gerakan dinding dada menurun pada daerah yang terkena

- Perkusi redup

- Auskultasi paru : suara nafas melemah, ronchi basah halus +

Faktor risiko terinfeksi pneumoni adalah anak-anak yang memiliki imunitas menurun/ immunokompromais. Sistem kekebalan tubuh seorang anak dapat menurun akibat dari malnutrisi, khususnya pada anak-anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Penyakit yang sebelumnya diderita seorang anak juga dapat meningkatkan risiko, seperti campak dan infeksi HIV. Kondisi lingkungan juga menentukan kepekaan anak untuk dapat mengalami pneumonia seperti polusi udara dalam rumah seperti asap memasak atau asap pembakaran kayu, tinggal di rumah yang ditinggali banyak anggota keluarga, lingkungan sekitar rumah yang kumuh dan kotor, hingga adanya perokok dalam keluarga, terutama orangtua.

Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan antibiotik. Pada bayi dibawah 2 bulan atau lebih muda direkomendasikan untuk menjalani rawat inap, juga pada kasus-kasus yang berat.

Pencegahan pneumonia adalah komponen yang penting dalam strategi untuk menurunkan angka kematian. Imunisasi Hib, pneumococcus, campak dan pertusis adalah hal yang paling efektif untuk dapat mencegah terjadinya pneumonia.

Nutrisi yang adekuat adalah kunci untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh anak, dimulai dengan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Selain itu, memperpendek lamanya sakit pada anak juga dapat membantu mencegah terjadinya pneumonia.

Mengurangi polusi udara seperti polusi udara dalam rumah (rajin membersihkan kompor, membuka pintu dapur bila memasak, contohnya) dan menjaga kebersihan makanan di rumah yang padat dapat menurunkan angka kejadian pneumonia.

Pada anak-anak yang terinfeksi HIV, antibiotik cotrimoxazole diberikan setiap hari untuk menurunkan risiko terjadinya pneumonia (WHO, 2011).

3.2.2 Pemberantasan penyakit diare.

Diare masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak

terutama di negara berkembang, dengan perkiraan sekitar 1.5 milyar episode dan 1.5-

55

Page 56: laporan pkm gandusari.docx

2.5 juta kematian balita setiap tahun. Sekitar 85% kematian yang berhubungan dengan

diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.

Menurut laporan Departemen Kesehatan, di Indonesia setiap anak mengalami

episode diare sebanyak 2 kali setahun. Diare akut merupakan salah satu penyebab

utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang

berkembang, setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia

dengan 3.3 juta kasus kematian sebagai akibatnya (Depkes, 2007).

Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, dan

malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. Hal ini terjadi

lebih dari satu milyar episode diare setiap tahunnya dengan 2-3% kemungkinan jatuh

ke dalam keadaan dehidrasi.

Kejadian diare ini disebabkan karena kesehatan lingkungan pemukiman yang

masih tidak memadai, di samping pengaruh dari faktor-faktor lainnya seperti perilaku

masyarakat, keadaan gizi, kependudukan, dan keadaan sosial ekonomi yang secara

langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penyakit diare ini.

Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare di antaranya adalah faktor

lingkungan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku

masyarakat. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan

perorangan seperti kebersihan puting susu, botol susu, dan dot susu maupun

kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan.

Faktor gizi yang dimaksud adalah diberikannya makanan tambahan meskipun

anak telah berusia 4-6 bulan, faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu

tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare

lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan

faktor perilaku orang tua dan masyarakat adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci

tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah BAB atau membuang tinja anak.

Semua faktor tersebut di atas berkaitan erat dengan faktor ekonomi masing-masing

keluarga (Depkes, 2009).

Diare menurut WHO, didefenisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air

besar) lebih dari biasanya/ lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga

macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Mekanisme

diare, ada yang bersifat sekretorik dan ada yang bersifat osmotik. Pada umumnya,

56

Page 57: laporan pkm gandusari.docx

diare akut disebabkan oleh infeksi virus (40-60%), dan hanya 10% disebabkan infeksi

bakteri (WHO, 2011).

Sebagian besar (sekitar 90%) diare pada`anak disebabkan oleh infeksi

rotavirus. Sebagian kecil diare disebabkan diare dapat disebabkan infeksi bakteri,

parasit, jamur. Diare dapat dipicu pemakaiaan antibiotik (antibiotic induced diare).

Sebagian kecil lagi penyebab keracunan makanan, alergi, faktor psikologis yaitu stres.

Penyebab diare pada orang dewasa berbeda dengan pada anak-anak.

Sedangkan pada orang dewasa diare lebih sering disebabkan oleh infeksi

bakteri, akibat salah makan, gangguan pencernaan malabsorpsi, pengaruh obat-obatan

(pencahar) dan faktor stres. Diare pada dewasa disebabkan makanan dan minuman

yang tercemar kuman, seperti Eschericia coli (patogen), Salmonella sp, Shigella,

virus, parasit seperti amuba, beberapa jamur seperti Candida sp. Obat-obatan juga

bisa menyebabkan diare,yaitu obat-obatan yang bekerja meningkatkan peristaltik usus

atau mengencerkan feses seperti obat pencahar. Penularannya disebut dengan 3F yaitu

Finger (jari), Food (makanan) dan Fly (lalat).

Penanganan diare akut secara umum ditujukan untuk mencegah /

menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,

kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik,

mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta.

Diare pada anak sebagian besar tidak memerlukan antibiotik oleh karena sembuh

sendiri (self limiting) karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus

(Rotavirus). Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare

misalnya kolera, shigella, Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi

terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam

sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta

berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau

gejala sepsis. Untuk itu, manajemen kasus diare harus dilakukan secara komprehensif,

efisien dan efektif serta rasional untuk mengurangi angka kematian anak akibat diare

(Soebijanto, 2008).

57

Page 58: laporan pkm gandusari.docx

BAB 4

HASIL KEGIATAN DAN

ANALISA KEGIATAN

Hasil pelaksanaan kegiatan program pengamatan, pencegahan, pemberantasan

penyakit dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) di Puskesmas Gandusari bulan

Desember tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut:

4.1. Pemberantasan Penyakit Malaria.

Jumlah penderita klinis malaria yang ditemukan selama bulan desember 2014 sebanyak 13 orang. Dari 13 penderita klinis tersebut telah dilakukan pengambilan dan pemeriksaan darah pada jarinya secara mikroskopis ternyata hanya 1 penderita yang positif malaria. Dari 1 penderita tersebut didapatkan semuanya menderita sakit malaria dengan jenis plasmodium Vivax dan kesemuanya berasal dari desa Ngrayung. Secara rinci distribusi pengambilan dan pemeriksaan darah jari serta penderita yang positif dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2.2.1 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria per Desa di Wilayah Puskesmas Gandusari Bulan Desember 2014

No Desa

Jumlah

Penderita

Klinis

SD DiperiksaJumlah

SD Positif

Jenis Plasmodium

ACD PCD PF PV Mix

1 Gandusari 13 1 0 1 0 1 0

2 Ngrayung 0 0 0 0 0 0 0

3 Jajar 0 0 0 0 0 0 0

4 Wonorejo 0 0 0 0 0 0 0

5 Sukorejo 0 0 0 0 0 0 0

6 Wonoanti 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 13 1 0 0 0 1 0

58

Page 59: laporan pkm gandusari.docx

Dari tabel diatas dapat dibuat diagram balok dibawah ini :

Klinis ACD SD Positif PV0

2

4

6

8

10

12

14

Gandusari

Ngrayung

Jajar

Wonorejo

Sukorejo

Wonoanti

Grafik 4.2.2.1 Penderita Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Bulan Desember 2014

Hasil pelaksanaan kegiatan program pengamatan, pencegahan, pemberantasan penyakit dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) Malaria di Puskesmas Gandusari bulan Desember tahun 2014 adalah didapatkan 1 penderita yang positif menderita Malaria melalui pemeriksaan darah tetes tebal pada 13 pasien terduga malaria.

4.3. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML)2

4.3.1 Pemberantasan Penyakit Pneumonia

Dalam upaya penemuan penderita penyakit Pneumonia telah ditemukan sebanyak 28 penderita Pneumonia pada Balita (Insidens sebesar 6.26%). Proporsi penemuan penderita terbanyak ada di desa Sukorejo sebanyak 12 penderita (9.68%) dan terendah dari desa Ngrayung sebanyak 0 penderita (0.00%). Secara rinci penemuan penderita Pneumonia per desa dapat dilihat pada tabel berikut :

59

Page 60: laporan pkm gandusari.docx

Tabel 4.3.2.1 Distribusi Frekuensi Penemuan Penderita Pneumonia pada Balita per Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Bulan Desember 2014

No DesaJumlah

BalitaJumlah Penderita

Ditemukan Proporsi

1 Gandusari 446 0 0,000%

2 Ngrayung 292 1 0.003%

3 Jajar 202 4 0.019%

4 Wonorejo 331 1 0,003%

5 Sukorejo 600 4 0,006%

6 Wonoanti 303 0 0,000%

Jumlah 2174 10 0,004%

Upaya pemberantasan pneumonia salah satunya adalah dengan penemuan penderita. Pada Paling sedikit ditemukan pada oktober dan Desember 2014 ditemukan 10 pasien (0.004%), dan paling banyak ditemukan pada bulan November 2014, yaitu 13 pasien (0.006%). Secara rinci penemuan penderita Pneumonia per bulan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3.2.2 Distribusi Frekuensi Penemuan Penderita Pnemonia di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Bulan September-Desember 2014

No BulanJumlah

Balita

Jumlah Penderita

DitemukanPropors

i

1 September 2174 11 0.005%

2 Oktober 2174 10 0.004%

3 November 2174 13 0.006%

4 Desember 2174 10 0.004%

Dari tabel penemuan penderita pnemomonia diatas dapat digambarkan dengan diagram batang berikut :

60

Page 61: laporan pkm gandusari.docx

Upaya pemberantasan pneumonia salah satunya adalah dengan penemuan pasien dan mengobatinya secara tuntas. Jumlah penderita dari bulan Januari ke bulan Maret cenderung menurun; menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki kesadaran untuk membawa balita ke puskesmas bila batuk pilek lama. Hal ini dapat dicapai karena para petugas kesehatan cukup sering mengadakan penyuluhan pneumonia secara berkala. Pengertian yang perlu ditekankan juga bagi para ibu adalah pentingnya vaksin campak bagi balita, sebagai upaya mencegah komplikasi pneumonia. Selain itu, diperlukan juga penghindaran balita terhadap polusi udara sejak dari dalam rumah, seperti rokok ataupun asap dapur.

4.3.3 Pemberantasan Penyakit Diare.

Jumlah penderita Diare yang ditemukan di wilayah Puskesmas Gandusari pada Desember 2014 sebanyak 25 penderita. Proporsi penderita terbanyak ditemukan dari desa Gandusaridan Sukorejo sebanyak (24 %) dan terendah dari desa Wonoanti sebanyak (4%). Distribusi penderita diare perdesa dapat dilihat pada table berikut :

61

Page 62: laporan pkm gandusari.docx

Tabel 4.3.3.1 Distribusi Penderita Diare per Desa di Wilayah Puskesmas Gandusari Bulan Desember 2014

NO Puskesmas

Penderita Diare yang ditemukan di Sarana Kesehatan

< 1 Th 1-4 Th 5-14 Th > 15 Th Total Pemakaian

L Pr L Pr L Pr L Pr L PrORALI

TZINC RL

P M P M P M P M P M P M P M P M P M P M

1 GANDUSARI 1 1 0 2 2 4 2 35 20 0

2 NGRAYUNG 1 2 1 2 15 30 2

3 JAJAR 3 1 0 4 20 20 6

4 WONOREJO 1 1 2 1 15 10 0

5 SUKOREJO 2 1 1 1 2 4 30 20 15

6 WONOANTI 1 2 1 0 2 10 10 6

7LUAR

WILAYAH 1 1 0 5 0 29

JUMLAH 3 0 1 8 1 1 5 6 10 15 125 110 58

62

Page 63: laporan pkm gandusari.docx

Dari tabel diatas selama 4 bulan, jumlah pasien diare masih banyak. Hal ini berhubungan dengan masih rendahnya sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat pada wilayah Puskesmas Gandusari. rendahnya target penemuan penderita diare disebabkan karena tidak tercatatnya penderita diare yang berobat pada dokter swasta. Sehingga untuk tahun ini, puskesmas akan menjalin kerja sama dengan dokter swasta dalam hal menjadi penderita diare, selain itu perlu bantuan para kader untuk mencari para penderita diare yang hanya berobat dengan obat sendiri terutama balita.

Dari hasil tabel ini pula, didapatkan hampir semua balita mendapatkan zinc tablet selama 10 hari dengan dosis sesuai umur. Oralit diberikan pada semua penderita diare sebanyak 5 bungkus, sebagai pengganti cairan yang hilang pada diare akut dehidrasi ringan-sedang. Tidak semua penderita diare mendapat antibiotik, tergantung dari klinis penderita diare, mengingat hampir sebagian besar penyebab diare adalah virus. Tingginya rawat inap pada penderita diare terutama balita juga menjadi masalah. Hal ini lebih banyak karena perasaan orang tua yang kawatir dengan anaknya daripada dehidrasi berat.

Rencana kegiatan tahun ini adalah pelacakan penderita diare rawat inap. Hal ini untuk mengetahui perkembangan kesehatan penderita yang akan dibantu oleh para perawat desa dan kader. Penyuluhan ke kader mengingat pentingnya fungsi kader dalam kesehatan komunitas. Bekerja sama dengan program kesehatan lingkungan untuk meningkatkan sanitasi melalui program STBM. Dan terakhir adalah peningkatan pencatatan.

63

Page 64: laporan pkm gandusari.docx

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. Sensus Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, Depkes & Kesos, 1996 dan Profil Kesehatan RI, 2001.

Mansjoer, Ali dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran (472-474). Jakarta. Universitas Indonesia.

Martondang, CS & Siregar. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia : Aspek Imunologi Imunisasi (7-18). Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2002. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia (2-5). Persatuan Dokter Paru Indonesia.

Puskesmas Gandusari. 2010. Laporan Evaluasi Tahunan Puskesmas Gandusari 2010.

Ranuh, IGN. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia : Imunisasi Upaya Pencegahan Primer (2-6). Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

RSUD Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Kesehatan Anak (2-11). Surabaya. Universitas Airlangga.

Subijanto. 2008. Manajemen Diare pada Bayi dan Anak. Available from:

http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-s05jfg-buletin.doc

Tjokroprawiro, A dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (314-317). Surabaya. Universitas Airlangga.

White, NJ. 2011. A Vaccine for Malaria (editorial). N Eng J Med. 2011/Oct : 365.

World Health Organization. 2011. Facts Sheet of Pneumonia. Available from :

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html#

World Health Organization. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten (131-155). Jakarta World Health Organization.

64

Page 65: laporan pkm gandusari.docx

Laporan F6. Upaya Pengobatan Dasar

Topik: TB Paru

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari

Kabupaten Trenggalek

Program Dokter Internsip Indonesia

Kabupaten Trenggalek

Jawa Timur

65

Page 66: laporan pkm gandusari.docx

BAB I

STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN

Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita

TB paru kasus baru, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 58 tahun, dimana penderita

merupakan salah satu dari penderita TB paru yang berada di wilayah Puskesmas

Gandusari, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Mengingat kasus ini masih

banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah Puskesmas Gandusari beserta

permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB terutama

masalah penularannya dan mengenai kepatuhan meminum obat anti TB. Oleh karena itu

penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian

bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.

B. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. K

Umur : 58 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD ( tamat )

Agama : Islam

Alamat : Desa Gandusari

Suku : Jawa

C. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Batuk-batuk

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Kurang lebih enam bulan yang lalu penderita mulai merasa sering batuk-batuk,

batuk ngikil dan tidak berdahak. Sebelum batuk, penderita mengalami kontak dengan

penderita TB sebelah rumahnya. Selain itu penderita juga mengeluhkan napas terasa

66

Page 67: laporan pkm gandusari.docx

sesak , dan berat badan dirasakan turun terus walaupun nafsu makan biasa. Penderita

juga merasakan badannya lemas, dan kadang mengeluhkan pusing. Penderita tidak

mengeluh nyeri kepala, mual, muntah, badan panas, keringat dingin dan nyeri dada.

Selama batuk, penderita berobat ke puskesmas. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Karena batuk tidak sembuh-sembuh pasien berobat ke Puskesmas lagi dan

dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dahak.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat kontak dengan penderita TB : (+) tetangga rumah juga

penderita TB

- Riwayat batuk lama : (+)

- Riwayat batuk darah : tidak ada

- Riwayat mondok : tidak pernah

- Riwayat sakit gula, asma : tidak ada

- Riwayat alergi obat/makanan : tidak ada

- Riwayat penyakit jantung : tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : tidak ada

- Riwayat keluarga sakit batuk berdarah : tidak ada

- Riwayat sakit sesak nafas : tidak ada

- Riwayat hipertensi & sakit gula : tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok : sejak 1 tahun yang lalu

berhenti merokok. Sebelumnya 3 batang/hari sejak menikah.

- Riwayat Ayah/ibu merokok : disangkal

- Riwayat olah raga : jarang sekali

- Riwayat kebiasaan batuk, pilek dan meludah sembarangan : disangkal

D. ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)

67

Page 68: laporan pkm gandusari.docx

2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok

3. Mata : penglihatan kabur (-)

4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)

5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)

6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-)

7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-), batuk darah (-)

9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nafsu makan biasa, nyeri perut (-),

BAB tidak ada keluhan

11. Genitourinaria : BAK lancar

12. Neuropsikiatri : Neurologik: kejang (-), lumpuh (-)

Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)

13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)

14. Ekstremitas : dalam batas normal

E. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), kesan gizi baik.

2. Tanda Vital dan Status Gizi

Tanda Vital

Nadi : 88 x/menit, reguler

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36 oC

Tensi : 100/70 mmHg

Status gizi ( BMI ) :

BB : 55 kg

TB : 165 cm

BMI : BB = 55 = 20,20 ( normal )

TB2 1,652

68

Page 69: laporan pkm gandusari.docx

3. Kulit

Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

Kepala : tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut

4. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek kornea

(+/+), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)

5. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-)

6. Mulut

Bibir pucat (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-)

7. Telinga

Sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam batas normal

8. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

9. Leher

JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar tiroid & limfe (-)

10. Thoraks

Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)

- Cor : I : ictus cordis tak tampak

P : ictus cordis tak kuat angkat

P : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra

batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra

batas kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra

batas kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra

batas jantung kesan tidak melebar

A: S1S2 tunggal

69

Page 70: laporan pkm gandusari.docx

- Pulmo :

I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

P : fremitus raba kiri sama dengan kanan

P : sonor/sonor

A: suara dasar vesikuler (+/+)

suara tambahan ronkhi (-/-), whezing (-/-)

11. Abdomen

I : dinding perut sejajar dengan dinding dada

P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

P : timpani seluruh lapang perut

A : peristaltik (+) normal

12. Ektremitas: dalam batas normal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan test Mantoux : tidak dilakukan

Pemeriksaan bakteriologis : biakan sputum/dahak dilakukan, hasilnya positif

Pemeriksaan rontgen thoraks : tidak dilakukan

G. PENATALAKSANAAN

Non Medika mentosa

1. Bed Rest tidak total

Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat

mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.

2. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP)

Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi tinggi, juga minum

susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga mempercepat

70

Page 71: laporan pkm gandusari.docx

kesembuhan dan berat badannya akan meningkat, yang merupakan indikator

kesembuhan pasien.

3. Olah raga

Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan melakukan

olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar, dan latihan

pernafasan untuk mengurangi sesak.

4. Mengurangi stress tertentu

Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk

kesembuhan.

Medikamentosa

Oral Anti TBC (OAT) paketan untuk kategori I dari puskesmas, dengan regimen

pengobatan 2HRZE/4H3R3 yang terdiri atas : selama 2 bulan minum obat INH,

rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan

selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap

lanjutan).

71

Page 72: laporan pkm gandusari.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS

A. LATAR BELAKANG

Insiden penyakit TBC dan mortalitasnya menurun setelah ditemukan

kemoterapi, namun pada tahun-tahun terakhir penurunan itu tidak terjadi lagi, bahkan

insidennya cenderung meningkat (Price SA, 1995). Menurut hasil Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menunjukan angka kematian no. 1 dari seluruh

golongan penyakit infeksi. Penyakit ini masih banyak di jumpai pada masyarakat

yang tingkat sosial ekonomi rendah, kepadatan tinggi dan berusia produktif (Suradi,

2001). Sampai saat ini belum ada negara yang dinyatakan sebagai bebas TBC, bahkan

Indonesia sendiri sebagai penyumbang terbesar nomor tiga setelah India dan Cina

(Aditama TY, 2001).

B. DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

paru, akan tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).

C. EPIDEMIOLOGI

WHO telah mendeklarasikan TB sebagai global health emergency, karena

lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikrobacterium TB. Sebagian besar

dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya terjadi pada negara yang berkembang.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap

tahun. Indonesia sendiri menempati urutan ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan

India.(Yoga,2006)

72

Page 73: laporan pkm gandusari.docx

Tabel II.1 Perkiraan Insidens TB dan Angka Mortaliti, 2002

Sumber : Yoga, 2006

D. ETIOLOGI

Beberapa etiologi pada penderita TB paru terdiri dari cara penularan dan

faktor resiko TB paru, antara lain (DepKes 2007) :

1.Cara penularan

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah

percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

73

Page 74: laporan pkm gandusari.docx

Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang

gelap dan lembab.

d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

2.Risiko penularan

a. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

b. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif

menjadi positif.

3.Risiko menjadi sakit TB

a. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS

dan malnutrisi (gizi buruk). Bila jumlah orang terinfeksi HIV

meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian

penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

E. PATOFISIOLOGI

1. Tuberkulosis Primer

Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara

bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar UV ventilasi yang baik dan

74

Page 75: laporan pkm gandusari.docx

kelembaban udara. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan

berhari-hari sampai berbulan-bulan.(Yoga,2006)

Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada

jalan nafas atau paru-paru. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau

mukosa tapi hal ini jarang terjadi.(Yoga,2006)

Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk sarang TB

pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer

akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local) dan

juga diikuti pembesaran getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer +

limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer.(Yoga,2006)

Komplek primer ini selajutnya dapat menjadi (Yoga,2006) :

a.Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

b.Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.

c.Berkomplikasi dan menyebar secara :

i. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya.

ii. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru

disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah

sehingga menyebar ke usus.

iii. Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya

iv. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

2. Tuberkulosis Post Primer

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB post primer). TB post

75

Page 76: laporan pkm gandusari.docx

primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru

(bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah

parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru (Yoga,2006).

Tergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang

dini ini dapat menjadi (Yoga,2006) :

1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa cacat

2. Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras,

menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.

3. Sarang dini meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan

sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek

membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah

kavitas.

A. KLASIFIKASI TB Paru

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena (DepKes 2007):

a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar

pada hilus.

b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain

selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat

kelamin, dan lain-lain.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,

76

Page 77: laporan pkm gandusari.docx

a. Tuberkulosis paru BTA positif.

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto

toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses

“far advanced”) dan atau keadaan umum pasien buruk.

b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

77

Page 78: laporan pkm gandusari.docx

1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran

kemih dan alat kelamin.

4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi

beberapa tipe pasien, yaitu:

a) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b) Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c) Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.

d) Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e) Kasus Pindahan (Transfer In)

78

Page 79: laporan pkm gandusari.docx

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya.

f) Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok

ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan.

B. DIAGNOSIS

1. GEJALA KLINIS

Penegakan diagnosis TB paru dilakukan berdasarkan gejala klinis,

pemerikssaan jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan

pemeriksaan penunjang lainnya antara lain (Yoga,2006) :

A. Gambaran klinis

1. Gejala respiratori : batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak

napas, nyeri dada

2. Gejala sistemik : demam, malaise, keringat malam,

Penurunan berat badan, anoreksia

3. Gejala TB ekstra paru : Limfadenitis TB, Meningitis TB,

Pleuritis TB,T BC tulang dan sendi

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan jasmani gejala yang ditemukan tergantung pada organ

yang terlibat, antara lain (Yoga,2006) :

79

Page 80: laporan pkm gandusari.docx

Pada tuberkulosis paru umumnya terletak pada lobus superior terutama

daerah apeks dan segmen posterior serta daerah apeks lobus inferior.

Pada pemeriksaan ditemukan antara lain :

Suara napas bronkial, amforik,melemah, ronki basah, tanda-tanda

penarikan paru, diafragma, dan mediastinum .Bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",

suara nafas melemah yang disertai sesak.

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan

dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen

dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa

Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), antara lain (DepKes 2007) :

S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada

petugas di UPK.

S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan Foto Toraks

80

Page 81: laporan pkm gandusari.docx

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan

pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.

Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai

dengan indikasi sebagai berikut (DepKes 2007):

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus

ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung

diagnosis ‘TB paru BTA positif.

Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis

eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang

mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau

aspergiloma).

c. Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB

khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka

terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan

identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan

dalam beberapa situasi :

1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis

81

Page 82: laporan pkm gandusari.docx

2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.

3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.

d. Pemeriksaan Tes Resistensi

Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu

melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar

internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance)

oleh laboratorium supranasional TB.

4. Diagnosis TB Ekstra Paru

Diagnosis TB Ekstra Paru antara lain (DepKes 2007) :

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk

pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran

kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang

belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat

ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan

alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,

foto toraks dan lain-lain.

82

Page 83: laporan pkm gandusari.docx

Gambar II.2 Alur Diagnosis TB Paru (DepKes 2007)

C. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian

dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien

(DepKes 2007) :

1. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai

berikut (DepKes 2007) :

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-

Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat

dianjurkan.

83

Page 84: laporan pkm gandusari.docx

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

Paduan OAT dan peruntukannya.

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru (DepKes 2007):

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

Pasien TB ekstra paru

Tabel II.2 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

84

Page 85: laporan pkm gandusari.docx

Tabel II.3 Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya (DepKes 2007) :

Pasien kambuh

Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel II.4 Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

85

Page 86: laporan pkm gandusari.docx

Tabel II.5 Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) (DepKes 2007).

86

Page 87: laporan pkm gandusari.docx

Tabel II.6 Dosis KDT untuk Sisipan

Tabel II.7 Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya

kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa

indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis

pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT

lapis kedua.

HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN PENULARAN TB PARU

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keadaan kesehatan lingkungan di

Indonesia relatif masih kurang baik (Anwar M,1996). Misal dalam hal penyediaan air

bersih separoh dari penduduk masih menggunakan air sumur gali, dalam pembuangan

kotoran hanya 44,3 % yang memiliki jamban sendiri, dimana 65,2% dari jumlah tersebut

tidak dilengkapi dengan tangki septik. Pemukiman penduduk juga masih terdapat 39,5%

87

Page 88: laporan pkm gandusari.docx

yang menggunakan lantai tanah (BKKBN,1993). Sehingga penyakit yang berhubungan

erat dengan keadaan lingkungan yang jelek seperti TB Paru, ISPA, dan diare masih

tinggi. Padahal untuk penyakit TB Paru sendiri merupakan penyebab utama kematian

pada kelompok usia produktif (Depkes RI, 2002). Mengingat sasaran yang dicapai

program pemberantasan masih belum memadai maka upaya swasembada masyarakat

dalam perbaikan perumahan sangat besar untuk dapat pencegah penularan penyakit TB

Paru.

Rumah yang sehat harus memenuhi 4 hal pokok yaitu :

1. Memenuhi kebutuhan fisiologis (pencahayaan, perhawaan, ruang gerak yang cukup,

terhindar dari kebisingan yang menggangu tidur). Penyediaan air bersih dan

pembuangan air limbah serta sampah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan

pencemaran. Lantai dan dinding tidak dibiarkan lembab. Tidak terpengaruh oleh

pencmaran seperti bau, rembesan air kotor, udara kotor.

2. Memenuhi kebutuhan psikologis (privasi yang cukup, komunikasi yang cukup antar

anggota keluarga). Agar keluarga dapat tinggal dengan nyaman dan dapat melakukan

kegiatan dengan mudah. Untuk itu diperlukan ruang yang mencukupi. Ukuran

ruangan sesuai dengan kegiatan penghuni didalamnya. Penataan ruang harus baik,

penghijauan halaman diatur sesaui dengan kebutuhan.

3. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit antar anggota keluarga atau penghuni

rumah (meliputi penyediaan air minum, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga,

bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar

matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran).

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena

keadaan luar dan dalam rumah (seperti persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi

yang tidak mudah roboh dan terbakar, juga tidak cenderung membuat penghuninya

jatuh dan tergelincir). (Sulistyawati, 1999)

Penularan penyakit TB paru sangat dipengaruhi oleh kepadatan hunian, kualitas

udara yang terkait dengan sistem perhawaan dan pencahayaan, perilaku dan hygene

perorangan, masuknya sinar matahari pagi (Soewasti,2000 ).

Dari penelitian didapatkan faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru

pada balita terdiri atas 5 parameter lingkungan yaitu : jenis lantai, jenis dinding, jenis

atap, kepadatan hunian, dan jenis bahan bakar yang dipakai, Besarnya resiko dari

masing-masing parameter sekitar 20%. Jika faktor lingkungan dimasukkan bersama-sama

faktor sosial (umur ibu, tempat ibu bekerja, kegiatan sosial ibu, media informasi yang

88

Page 89: laporan pkm gandusari.docx

ada, pendidikan ibu dan kepala keluarga) semuanya akan memberikan resiko yang

bermakna (Agustina, 1996)

Status sosial dan lingkungan berpengaruh terhadap kejadian TB paru (Trastenojo

1984). Hal yang mempermudah penularan TB paru adalah kebiasaan tidur penderita

bersama-sama dengan istri atau suami, anak-anak dan anggota keluarga yang lain

(Suharjo dkk, 1993).

Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan beberapa parameter

yang dapat mempengaruhi penularan TB paru.

1. Kepadatan hunian

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasa dinyatakan m2/orang.

Untuk rumah sederhana minimum 10 m2/orang jadi untuk 1 keluarga yang terdiri 3

orang minimum 30 m2. untuk kamar tidur diperlukan luas lantai 3 m2/orang dan

untuk mencegah penularan penyakit pernapasan jarak antara tepi tempat tidur yang

satu dengan yang lain minimum 90 cm. Sebaiknya jangan digunakan tempat tidur

bertingkat karena hal ini dapat mempermudah penularan penyakit pernapasan.

Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang apabila ada anggota keluarga

yang menderita penyakit pernapasan sebaiknya tidak tidur sekamar dengan anggota

keluarga yang lain. Untuk menjamin volume udara yang cukup sebaiknya tinggi

langit-langit minimal 2,75 m (Soewasti,2000).

2. Pencahayaan

Untuk memperoleh pencahayaan yang cukup pada siang hari diperlukan luas

jendela kaca minimum 20% dari luas lantai. Kamar tidur sebaiknya di sebelah

timur agar sinar ultraviolet pada sinar matahari pagi dapat masuk. Atau dapat pula

dipasang genteng kaca. Karena menurut Robert Koch semua jenis cahaya dapat

mematikan kuman hanya berbeda satu sam a lain dari segi lamanya proses

mematikan kuman. Agar masuknya cahay matahari tidak terhalang sesuatu di luar

rumah maka jarak rumah yang satu dengan yang lain minimal sama dengan

tingginya rumah (Soewasti,2000).

3. Perhawaan (ventilasi)

89

Page 90: laporan pkm gandusari.docx

Pergantian udara yang lancar memerlukan minimum luas lubang ventilasi 5% dari

luas lantai, dan jika ditambah dengan luas lubang yang dapat memasukkan udara

lainnya (celah pintu/jendela, lubang anyaman bambu dan sebagainya) menjadi

berjumlah 10% daari luas lantai. Jangan mengandalkan masuknya udara dari

jendela atap bersusun karena udara yang lebih atas suhunya lebih tinggi.

4. Jenis lantai

Lantai tanah jelas tidak baik dari segi kebersihan udara dalam rumah. Jadi paling

sedikit lantai diplester atau lebih baik lagi bila dilapisi ubin agar mudah dibersihkan

(Soewasti,2000).

5. Jenis dinding

Dinding anyaman bambu dan papan atau kayu masih dapat ditembus udara jadi

masih dapat memperbaiki ventilasi tetapi sulit untuk dapat menjamin

kebersihannya dari debu yang menempel padanya.

Apabila terdapat penghuni yang menderita sakit pernapasan maka kuman mungkin

juga ada dalam debu yang menempel pada dinding sehingga rumah sebaiknya

memakai dinding permanen dari bahan yang mudah dibersihkan (Soewasti, 2000).

6. Jenis bahan bakar

Di pedesaan sering dijumpai rumah yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar.

Jika ventilasi tidak baik asap akan memenuhi ruangan, asap akan memperparah

penderita sakit pernapasan lebih-lebih pada bayi, balita dan orangtua. Sedapat

mungkin digunakan bahan bakar yang tidak menimbulkan pencemaran udara

indoor atau yang sisa pembakarannya dapat disalurkan ke luar rumah

(Soewasti,2000).

7. Kebiasaan dan perilaku penghuni

1. Harus rajin membersihkan rumah

2. Tidak boleh meludah, bersin, batuk sembarangan atau jika bersin, batuk harus

ditutup.

90

Page 91: laporan pkm gandusari.docx

3. Rajin menjemur bantal, guling dan kasur.

4. Tidak tidur bersama penderita.

5. Hygiene perseorangan harus dijaga.

6. Pagi hari bukalah jendela agar sinar matahari pagi dapat masuk terutama ke

kamar tidur.

7. Sedapat mungkin tidak memakai tempat tidur bertingkat.

91

Page 92: laporan pkm gandusari.docx

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Segi Biologis :

Tn. K (58 tahun), menderita penyakit TB Paru Kasus baru

Status gizi Tn. K berdasarkan BMI termasuk dalam kategori normal

2. Segi Psikologis :

Pengetahuan akan TB Paru yang masih kurang yang berhubungan dengan

tingkat pendidikan yang masih rendah

Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik, mendukung

untuk penyembuhan penyakit tersebut

B. SARAN

1. Untuk masalah medis (TB Paru) dilakukan langkah-langkah :

Preventif : penderita jangan meludah di sembarang tempat, menutup

mulut dengan kain atau masker terutama saat batuk. Harus rajin

membersihkan rumah. Rajin menjemur bantal, guling dan kasur. Menjaga

Hygiene dan sanitasi. Membuka jendela pagi hari agar sinar matahari

pagi dapat masuk terutama ke kamar tidur. Diharapkan menggunakan

genteng kaca, membersihkan rumah, menguras bak mandi, , membangun

tempat pembuangan sampah dan saluran air, menata barang-barang agar

tidak menjadi sarang kuman dan nyamuk.

Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai TB Paru dan

pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang menangani.

Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan fase lanjutan.

Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri Tn. K sehingga tetap

memiliki semangat untuk sembuh.

2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat dilakukan

langkah-langkah :

92

Page 93: laporan pkm gandusari.docx

Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka

jendela tiap pagi, penggunaan genteng kaca, dan menjaga kebersihan

rumah dan lingkungan rumah. Lantai hendaknya diplester atau diganti

dengan ubin agar mudah dibersihkan..

3. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit TB, dilakukan langkah-langkah :

Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota

keluarga mengenai penyakit TB bahwa penyakit TB bukan penyakit

keturunan dan merupakan penyakit yang dapat disembuhkan.

93

Page 94: laporan pkm gandusari.docx

DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY, (2001). “DOT dan DOTS Plus “ dalam : Temu Ilmiah Respirologi 2001, hal : 10–20.

Agustina , (1996). " Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit TB Paru Pada Balita" , Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 24, Jakarta, hal 2-3

Anwar M, (1996). "Kesehatan Lingkungan Dan Kemiskinan" dalam : Media Litbangkes, Vol : VI No.03, hal : 2-12

BKKBN, (1993). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, BKKBN, Jakarta

DepKes RI, (2002). Pedoman Nasional dan Penatalaksanaan Tuberkulosa Paru, DepKes RI, Jakarta.

DepKes RI, (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, DepKes RI, Jakarta.

Kusnindar, (1993). Pengaruh Pencahayaan dan perhawaan terhadap Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru. Cermin Dunia Kedokteran, No. 84, Jakarta, hal : 34-38

Price SA, (1995). “Tuberkulosis Paru-Paru" dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal : 753-66.

Soewasti, (2000). " Hubungan Kondisi Perumahan dengan Penularan Penyakit TB Paru ", Media Litbang Kesehatan, Vol.X No.2,hal : 27-31

Suhardjo, (1993). "Pengaruh Sikap dan Perilaku Penderita dalam Penularan TB Paru di Lingkungan Keluarga", Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXI, No : 3. Jakarta

Sulistyawati, (1999). " Pengembangan kriteria Rumah Sehat Ditinjau dari Konsep Sehat-Sakit Rumah Tinggal Tradisional Bali ", Majalah Kedokteran Udayana, Vol.30 No.103, hal : 9-20

Suradi, (2001). “Diagnosis dan Penatalaksanaan TB Paru” dalam : Temu Ilimiah Respirologi 2001, hal : 10–15.

94

Page 95: laporan pkm gandusari.docx

Yoga C, (2006). Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta.

95