laporan PKM bab5

63
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai negara masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh pemerintah bersama masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan Kesejahteraan Rakyatnya. Faktor lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko utama dalam penularan dan penyebaran penyakit menular, baik karena kualitas lingkungan, masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat pencemaran lingkungan. Sehingga insidens dan prevalensi penyakit menular yang berbasis lingkungan di Indonesia relatif masih sangat tinggi. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan tersebut ditetapkanlah Visi Indonesia Sehat 2015 yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa dan Negara 77

description

contoh laporan PKM

Transcript of laporan PKM bab5

119

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDi berbagai negara masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh pemerintah bersama masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan Kesejahteraan Rakyatnya. Faktor lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko utama dalam penularan dan penyebaran penyakit menular, baik karena kualitas lingkungan, masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat pencemaran lingkungan. Sehingga insidens dan prevalensi penyakit menular yang berbasis lingkungan di Indonesia relatif masih sangat tinggi.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia.

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan tersebut ditetapkanlah Visi Indonesia Sehat 2015 yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia dengan ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan yang sehat dan dengan perilaku yang sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut diselenggarakan upaya pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota maupun oleh masyarakat termasuk swasta.

Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap orang dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, maka tuntutan untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu dan optimal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

Perubahan Paradigma Kesehatan, bahwa pembangunan kesehatan lebih diprioritaskan pada upaya pencegahan dan promosi dengan tanpa meninggalkan kegiatan kuratif dan rehabilitatif, telah mendorong upaya dari dinas kesehatan umumnya dan dalam bidang penyehatan lingkungan permukiman serta tempat tempat umum dan industri pada khususnya untuk lebih menggali kemampuan dan kemauan masyarakat untuk dapat meningkatkan dan memecahkan permasalahan kesehatannya sendiri.

Keadaan kesehatan lingkungan di masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti: Mobilitas dan Peningkatan jumlah penduduk, penyediaan air bersih, Pemanfaatan Jamban, pengolalaan sampah, pembuangan air limbah, penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, polusi udara,air dan tanah dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan Penyakit Menular.

Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat menggunakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan pada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes, RI 2004).

Salah satu fungsi puskesmas adalah memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan pengobatan, upaya pencegahan, peningkatan kesehatan dan pemulihan kesehatan (Depkes RI, 2004).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus.1.2.2 Tujuan Khusus

1. Sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan P2M 2. Bahan evaluasi pelaksanaan kegiatan program 3. Bahan pembuatan kebijakan selanjutnya4. Sebagai data dan informasi pencapaian pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Gandusari khususnya dalam menanggulangi penyakit menularBAB 2

ANALISA DATA

2.1 Data Geografi

a. Batas wilayah kerja Puskesmas Gandusari

Utara: Kecamatan Karangan

Timur: Wilayah kerja Puskesmas Karanganyar

Selatan: Kecamatan Kampak

Barat: Kecamatan Kampak

b. Wilayah kerja Puskesmas Gandusari meliputi :

Desa: 6 desa

Penduduk: 29 dukuh

RW: 80 RW

RT: 217 RT

Posyandu: 34 posyandu

c. Luas wilayah kerja Puskesmas Gandusari 31.53 km2 yang terdiri dari 70% daerah dataran rendah dan 30% dataran tinggi.

2.2. Data Demografi

Jumlah penduduk wilayah Puskesmas Gandusari pada tahun 2011 sebanyak 30.678 jiwa yang terbagi laki-laki sebanyak 15.026 jiwa dan perempuan sebanyak 15.652 jiwa.

Secara rinci jumlah penduduk perdesa dan menurut golongan umur dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Distribusi Jumlah penduduk perdesa tahun 2011

DESA LAKI-LAKIPEREM PUANJMLH

PENDDK

GANDUSARI3,1533,2856,438

NGRAYUNG2,0382,1234,161

JAJAR1,4231,4822,905

WONOREJO2,2632,3574,620

SUKOREJO4,0314,1998,230

WONOANTI2,1182,2064,324

JUMLAH15,02615,65230,678

BAB 3

JENIS PROGRAM

Kegiatan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular Puskesmas Gandusari tahun 2012 adalah sebagai berikut:

4.1. Program Imunisasi

Program imunisasi di Puskesmas Gandusari dibagi 2 yaitu statis (di dalam gedung), bersamaan dengan KIA dan dinamis (di luar gedung), bersamaan dengan posyandu. Sasaran bayi umur 0-11 bulan, ibu hamil, calon pengantin wanita, murid SD kelas I s/d kelas III.Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteri (Siregar & Martondang, 2005).

4.1.1. BCG

Tuberkulosis (TB) Paru adalah salah satu masalah ksehatan masyarakat yang merupakan penyebab kematian nomor tiga disemua golongan umur dan merupakan penyakit infeksius nomor satu di Indonesia. Kebijakan dalam pemberian imunisasi BCG tepat waktu adalah salah satu usaha untuk mencegah TB Paru anak.

Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Pada dasarnya, untuk mencapai cakupan yang lebih luas, pedoman Depkes perihal imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan tetap disetujui.

Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0.05 ml dan untuk anak 0.1 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan. 4.1.2. Hepatitis B

Imunisasi bayi yang paling awal diberikan pada bayi adalah vaksin hepatitis b karena salah satu penularan penyakit ini adalah melalui jalur ibu ke anak. Imunisasi bayi ini bertujuan untuk memberi kekebalan pada bayi dari infeksi penyakit tertentu yang bisa menyerangnya karena daya tahan bayi masih lemah. Program vaksinasi Hep B segera setelah lahir perlu lebih digalakkan mengingat vaksinasi ini merupakan upaya yang sangat efektif untuk memutuskan rantai transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.

1. Hep B-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari 2. Hep B-2 diberikan dengan interval 4 minggu dari hep B-1 (saat bayi berumur 1 bulan) dengan dosis 0.5 ml secara i.m

3. Hep B-3 diberikan dengan interval minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka hep B-3 diberikan 2-5 buln setelah hep B-2, yaitu umur 3-6 bulan dengan dosis 0.5 ml secara i.m.4.1.3. Polio

WHO mencatat bahwa imunisasi bayi ini berhasil menekan jumlah kasus polio hingga hanya terjadi 1.224 kasus di seluruh dunia pada akhir tahun 2004. Di Indonesia, jadwal imunisasi polio diberikan secara oral sebanyak 5 kali yaitu 4 kali imunisasi dasar dan 1 kali imunisasi ulang, dengan volume masing-masing sebanyak 0,1 ml serum cair.

1. Dosis pertama dan kedua diberikan saat bayi berumur 2 dan 4 bulan, untuk memunculkan kekebalan primer.

2. Dosis ketiga dan keempat diberikan saat bayi berumur 6 dan 18 bulan, untuk memunculkan kekebalan permanen.

3. Dosis kelima diberikan saat anak berusia SD.

4.1.4. DPT

Diberikan sebanyak 3 kali pada bayi usia 2 11 bulan dengan selang waktu 3 bulan. Reaksi normal adalah anak panas selama 1 2 hari setelah imunisasi.4.1.5. Campak

Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0.5 ml secara subkutan dalam pada umur 9 bulan. Efek samping berupa panas 1 minggu setelah penyuntikan, timbul bintik-bintik merah seperti campak 1 minggu setelah penyuntikan. Dianjurkan pemberian imunisasi campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar atau usia 5-6 tahun (Hadinegoro, 2005). 4.2. Pemberantasan Penyakit yang Ditularkan Binatang

4.2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.

Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.

Untuk memastikan apakah seseorang menderita demam berdarah dengue ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan. Hal ini disebabkan oleh karena 2 kriteria DBD yang harus dipenuhi adalah jumlah trombosit yang di bawah normal serta peningkatan hematokrit dalam darah. WHO menyarankan minimal pemeriksaan yang harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan harganya murah. Hanya kekurangan pemeriksaan ini biasanya baru dapat mendeteksi kasus DBD setelah hari ke-3 atau ke-4 panas. Jarang hasil positif pada hari-hari awal panas. Ada pemeriksaan laboratorium yang lebih canggih yaitu pemeriksaan IgM dan IgG anti dengue, yaitu untuk mendeteksi zat kebal tubuh yang timbul akibat infeksi dengue. Pemeriksaan yang terbaru adalah pemeriksaan NS-1 yaitu untuk mendeteksi antigen virus dengue. Antigen ini merupakan bagian virus yang merangsang timbulnya kekebalan pada tubuh. Pemeriksaan IgM dan IgG anti dengue serta NS-1 memiliki keunggulan dibanding pemeriksaan darah lengkap, yaitu lebih sensitifdan spesifik, artinya dapat mengetahui infeksi dengue pada awal-awal panas. Kerugiannya adalah harganya yang mahal.A. Definisi DBD Kasus DBD

1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.

2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa

uji tourniquet positif

petekia, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan

Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia < 100.00/pl

4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan

Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.

Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.

Efusi pleura, asites, hipoproteinemi

Sindroma Syok Dengue

Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :

Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun

Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah

Pemberantasan DBD

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya control vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai factor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.

Prinsip dasar pemberantasan DBD yaitu memutuskan rantai penularan DBD, yaitu terhadap penderita, nyamuk dan orang yang peka. Tujuan umum menurunkan angka kesakitan dan kematian karena DBD, serta mencegah/membatasi KLB atau wabah. Tujuan khususn menurunkan insiden DBD non endemis < 10/100.000, di daerah endemis kurang dari 30/100.000 penduduk, menurunkan kematian < 2 %, meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) 95 %, mencegah atau membatasi KLB atau wabah.

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamukAedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakanbeberapa metode yang tepat, yaitu :LingkunganMetode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.

BiologisPengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik, dan bakteri.KimiawiCara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untukmengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan airseperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

3.2.2 Pemberantasan Penyakit (P2) MalariaMalaria merupakan penyakit berjangkit bawaan vektor yang disebabkan oleh parasit protozoa. Ia meluas di kawasan tropika dan subtropika, termasuk sebahagian dari Amerika, Asia, dan Afrika. Setiap tahun ia menyebabkan penyakit pada sekitar 650 juta orang dan membunuh antara satu hingga tiga juta, kebanyakannya kanak-kanak di Sub-Sahara Afrika. Malaria biasanya dikaitkan dengan kemiskinan, tetapi turut merupakan punca kemiskinan dan penghalang utama kepada pembangunan ekonomi.

Malaria merupakan salah satu penyakit berjangkit biasa dan masaalah kesihatan umum yang besar. Penyakit ini disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Plasmodium. Bentuk penyakit ini yang paling serious disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, tetapi spesies berkait yang lain seperti (Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan kadang-kala Plasmodium knowlesi) turut mampu menjangkiti manusia. Kumpulan pathogenic manusia spesies Plasmodium ini dirujuk sebagai parasit malaria.

Penyakit malaria sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Di Jawa Timur angka kesakitannya cukup tinggi serta menimbulkan kerugian social ekonomi bagi masyarakat. Masalah yang dihadapi dalam pengobatan malaria yaitu adanya penyulit-penyulit yang ditemukan (malaria berat) dan adanya kekebalan parasit malaria terhadap obat malaria seperti chloroquine (Tjokroprawiro, 2007).

Patogenesis malaria ada 2 cara :

1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.

2. Indiksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia melalui transfuse, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi/congenital (Mansjoer dkk, 2009).

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000).

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000).

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan:

a. Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansjoer A dkk, 2009)

b. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006)

Pencegahan Malaria

Hindari nyamuk dengan cara menghindari paparan pada waktu nyamuk mencari makan (fajar, malam hari). Memakai baju berlengan panjang dan memakai repellent dapat juga mencegah terjadinya infeksi malaria. Hindari memakai parfum dan cologne.

Pertimbangkan menggunakan kelambu yang diolesi dengan permethrin untuk melindungi dari gigitan nyamuk.

Pertimbangkan kemoprofilaksis dengan antimalaria pada pasien yang akan bepergian ke daerah endemis. Kemoprofilaksis tersedia dalam berbagai bentuk. Pilihan obatnya disesuaikan dengan tujuan daerah yang akan dikunjungi dan kondisi medis yang dimiliki oleh seseorang, yang mungkin dapat menjadi kontraindikasi dari obat tertentu. Obat yang dapat dipergunakan yaitu :

a. Klorokuin basa 5 mg/kgbb, maksimal 300 mg, sekali seminggu atau

b. Sulfadoksin-pirimetamin (fansidar) dengan dosis pirimetamin 0,5-0,75 mg/kgbb, atau

c. Sulfadoksin 10-15 mg/kgbb sekali seminggu (untuk usia > 6 bulan).

Telah dilaporkan adanya penelitian vaksin untuk malaria, yaitu RTS,S/AS01. Penelitian ini melibatkan 6000 balita Afrika yang berusia 5-17 bulan yang mendapat vaksin malaria dan vaksin pembanding, diikuti selama 1 tahun. Insidens malaria 0.44 kasus pada kelompok yang menerima vaksin RTS, S/AS01, dibandingkan dengan 0.83 kasus pada kelompok yang menerima vaksin pembanding. Sehingga, derajat efektivitas dari vaksin ini setelah dihitung adalah 55.8% (White, 2011).

3.3. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML)3.3.1Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru (P2TB Paru)Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat tahun 1995, hasil survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul (PDPI, 2002).

WHO memperkirakan setiap tahunnya di Indonesia terdapat 557.000 kasus baru TB paru, dimana 250.000 diantaranya adalah penderita TB paru BTA positif, dengan jumlah kematian 140.000 (WHO, 2004).

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Penularan penyakit ini melalui udara, dimana dahak yang mengandung kuman Mycobacterium tuberculosis, terhirup orang sehat dalam bentuk droplet (butir-butir/ percikan) dahak ataupun melalui debu yang telah tercampur dahak yang telah mengering.Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) :

1. Gejala respiratorik

batuk lebih dari 2 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

Demam

Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :

1. Tanda-tanda infiltrate (perkusi redup, suara nafas bronchial, ronkhi basah, dll)

2. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum

3. Sekret di saluran nafas dan ronkhi

4. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus (Mansjoer A dkk, 2009).

Diagnosis TB Paru ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

2. Lab darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)

3. Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :

Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah

Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (noduler)

Adanya kavitas, tunggal atau ganda

Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru

Adanya kalsifikasi

Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian

Bayangan milier

4. Pemeriksaan sputum BTA

Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini. Caranya yaitu :

a. Sputum semalam (overnight collection sputum)

yaitu mengumpulkan dahak selama 24 jam di rumah penderita kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.

b. Sputum pagi (early morning sputum)

yaitu dahak yang dihasilkan oleh batuk penderita pada waktu bangun pagi hari

c. Sputum sewaktu (spot sputum)

yaitu sputum yang dihasilkan oleh penderita pada setiap saat/kunjungan

5. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB

6. Tes Mantoux/Tuberculin

7. Enzyme Linked Immunoabsorbent AssayWHO menyatakan bahwa kunci keberhasilan program penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.

DOTS mengandung lima komponen, yaitu :

1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional

2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik

3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)

4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan

5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)

A. Tujuan :

Mencapai angka kesembuhan yang tinggi

Mencegah putus berobat

Obat Anti Tuberkulosi (OAT) harus tepat obat, tepat dosis, tepat interval Mengatasi efek samping obat jika timbul

Mencegah resistensi Mencegah kematian penderita TB aktif Menurunkan transmisi TB pada orang lainB. Pengawasan

Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh:

Pasien berobat jalan

Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini.

Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi PMO

1. Petugas kesehatan

2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)

3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

Pasien dirawat

Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.

Kategori penderita TBC:

Kategori I: Pasien baru dengan BTA (+) Pasien baru dengan BTA (-) Rntgen (+) dengan sakit berat seperti kelainan paru yang luas atau TB milier Pasien TB extrapulmonal dengan keadaan berat seperti meningitis, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral spondilitis dengan gangguan neurologis, TB usus, gagal atau penghentian pengobatanKategori II

Kambuh

Gagal pengobatan

Lalai berobat

Kategori III

Kasus baru dengan BTA (-), kelainan paru tidak luas atau TB extrapulmonal selain yang termasuk pada kategori IPanduan obat anti tuberculosis

Untuk Kategori I

Dimulai dengan fase intensif paduan Iso Niazid hidrasin (INH)-Rifampisin-Pyrazinamide-Streptomisin (2HRZS) atau INH-Rifampisin-Pyrazinamide-Ethambutol (2HRZE). Obat diberikan setiap hari selama 2 bulan. Bila setelah 2 bulan BTA tetap (+), maka diperpanjang 2-4minggu lagi, kemudian masuk fase lanjutan tanpa pemeriksaan sputum lagi. Bila setelah 2 bulan pertama (fase intensif), BTA sudah (-), maka langsung dimulai fase lanjutan.

Fase lanjutan : INH-Rifampisin sebanyak 3x seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Dosis INH : 300, Rifampisin : 450, Pyrazinamide = 1500, Ethambutol : 750

Untuk Kategori II

Dimulai dengan fase intensif dengan regimen: 3HRZES / 1HRZE. Bila setelah 3 bulan, BTA menjadi (-), maka dilanjutkan dengan fase lanjutan. Bila dalam 3 bulan BTA masih (+), maka fase intensif dilajutkan 1 bulan lagi. Apabila setelah 4 bulan, BTA masih (+) maka pengobatan dihentikan 2-3 hari lalu diperiksa biakan dan tes resistensi, dan pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila pasien mempunyai data sensitifitas sebelumnya dan menunjukkan masih sensitif terhadap semua obat, serta setelah fase intensif BTA menjadi (-) maka fase lanjutan bisa diubah sepert kategori I dengan pengawasan ketat.

Fase lanjutan adalah bila dapat dilakukan supervisi maka selama 5 bulan berikutnya diberikan INH-Rifampisin-Etambutol masing-masing 3x seminggu (5H3R3). Bila tidak dapat dilakukan supervisi maka selama 5 bulan berikutnya diberikan INH-Rifampisin-Etambutol setiap hari (5HRE). Dosis INH : 300, Rifampisin : 450, Pyrazinamide = 1500, Ethambutol : 750 Streptomisin: injeksi, 5 gr 2 bulan

Untuk Kategori III

Fase intensif menggunakan 2 HRZ dilanjutkan dengan fase lanjutan 4 HR atau 4H3R3. Bila lesi di paru lebih luas dari 10cm2 atau pada penderita TB extrapulmonal dimana remisi belum sempurna, maka dilanjutkan dengan INH saja selama 4 bulan lagi.

Pencegahan

Memberikan penyuluhan kesehatan menggunakan bahasa yang sederhana tentang penyakit TB, memberikan informasi tentang pentingnya ventilasi dan pencahayaan yang cukup dalam rumah, mengedukasi untuk menutup mulut bila batuk, menjelaskan perlunya wadah khusus untuk menampung dahak di rumah agar tidak membuang dahak di sembarang tempat.

Pencegahan ini dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menanamkan kesadaran bila ada pasien yang menderita batuk lama untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan terdekat.

3.3.2 Pemberantasan Penyakit Pneumonia

Pneumonia atau radang paru-paru adalah penyakit pada paru-paru di mana alveoli yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Radang paru-paru dapat juga disebabkan oleh kepedihan zat-zat kimia atau cedera jasmani pada paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau berlebihan minum alkohol.

Gejala yang berhubungan dengan radang paru-paru termasuk batuk, sakit dada, demam, dan kesulitan bernapas. Alat diagnosa termasuk sinar-X dan pemeriksaan dahak. Perawatan tergantung dari penyebab radang paru-paru; radang paru-paru disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotika.

Radang paru-paru adalah penyakit umum, yang terjadi di seluruh kelompok umur, dan merupakan penyebab kematian peringkat atas di antara orang tua dan orang yang sakit menahun. Vaksin untuk mencegah beberapa jenis radang paru-paru bisa diperoleh. Prognosis perseorangan tergantung dari jenis radang paru-paru, perawatan yang cocok, komplikasi lainnya, dan kesehatan orang tersebut.

Salah satu kasus radang paru-paru yang mempunyai tingkat kematian tinggi pada saat ini adalah kasus radang paru-paru yang disebabkan oleh flu burung.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali/menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali/menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak di bawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.

Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk atau juga disertai kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak di bawah 2 bulan, pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali/menit atau lebih atau juga disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.

Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan pneumonia.

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan negara-negara eropa. Di AS misalnya, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang.

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Gejala pneumonia adalah demam, sesak napas, napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru.

Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus). Bakteri yang umum adalah Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, dan virus misalnya virus influenza.

Pneumoni adalah salah satu penyebab kematian terbanyak pada anak-anak di seluruh dunia, diperkirakan terdapat lebih dari 1.4 juta balita meninggal setiap tahunnya (WHO, 2011).

Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun 2006. Berdasarkan Survey kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995 dan 2001 didapatkan pneumonia sebagai urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Hasil ini juga sesuai dengan survey mortalitas terhadap 10 propinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Subdit ISPA Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak yaitu sejumlah 15,5% (IDAI, 2009).

Gejala klinis dari pneumonia akibat virus maupun bakteri adalah sama. Bagaimanapun, gejala pneumonia akibat virus lebih banyak daripada akibat bakteri.

Gejalanya meliputi :

Nafas cepat dan sulit (sesak)

Batuk kental, produktif, sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan Nyeri dada

Demam

Menggigil

Kehilangan nafsu makan

Pada bayi muda ditemukan kejang, penurunan kesadaran, kembung, kedinginan

Dari pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan adalah :

Suhu 390 C Dyspnea Inspiratory effort (takipnea) Retraksi dada (chest indrawing) Pernafasan cuping hidung Cyanosis Gerakan dinding dada menurun pada daerah yang terkena Perkusi redup Auskultasi paru : suara nafas melemah, ronchi basah halus +

Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan antibiotik. Pada bayi dibawah 2 bulan atau lebih muda direkomendasikan untuk menjalani rawat inap, juga pada kasus-kasus yang berat.

Pencegahan pneumonia adalah komponen yang penting dalam strategi untuk menurunkan angka kematian. Imunisasi Hib, pneumococcus, campak dan pertusis adalah hal yang paling efektif untuk dapat mencegah terjadinya pneumonia.

Nutrisi yang adekuat adalah kunci untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh anak, dimulai dengan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Selain itu, memperpendek lamanya sakit pada anak juga dapat membantu mencegah terjadinya pneumonia.

Mengurangi polusi udara seperti polusi udara dalam rumah (rajin membersihkan kompor, membuka pintu dapur bila memasak, contohnya) dan menjaga kebersihan makanan di rumah yang padat dapat menurunkan angka kejadian pneumonia.

Pada anak-anak yang terinfeksi HIV, antibiotik cotrimoxazole diberikan setiap hari untuk menurunkan risiko terjadinya pneumonia (WHO, 2011).

3.3.3 Pemberantasan Penyakit DiarePengertian diare itu sendiri adallah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Ada juga pengertian diare adalah diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Demikian pengertian diare menurut WHO(1980).

Tentunya akan berbeda antara diare pada bayi dan diare yang terjadi pada orang dewasa. Baik itu dalam hal kuantitas maupun kualitasnya. Karena diare berhubungan erat dengan cairan dalam tubuh sedangkan jelas ada perbedaan antara kebutuhan cairan pada orang dewasa dengan anak-anak. Itu adalah selain dari perbedaan dari segi fisik dan anatomi fisiologi.Penyakit diare kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan dan angka kejadian diare di Indonesia berkisar diantara 150-430 per seribu penduduk setahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kematian dirumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%. Menurut laporan Departemen Kesehatan, di Indonesia setiap anak mengalami episode diare sebanyak 2 kali setahun. Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang, setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3.3 juta kasus kematian sebagai akibatnya (Depkes, 2007).

Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, dan malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. Hal ini terjadi lebih dari satu milyar episode diare setiap tahunnya dengan 2-3% kemungkinan jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.

Kejadian diare ini disebabkan karena kesehatan lingkungan pemukiman yang masih tidak memadai, di samping pengaruh dari faktor-faktor lainnya seperti perilaku masyarakat, keadaan gizi, kependudukan, dan keadaan sosial ekonomi yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penyakit diare ini.

Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare di antaranya adalah faktor lingkungan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan puting susu, botol susu, dan dot susu maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan.

Faktor gizi yang dimaksud adalah diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan, faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orang tua dan masyarakat adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah BAB atau membuang tinja anak. Semua faktor tersebut di atas berkaitan erat dengan faktor ekonomi masing-masing keluarga (Depkes, 2009).

Sebagian besar (sekitar 90%) diare pada`anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Sebagian kecil diare disebabkan diare dapat disebabkan infeksi bakteri, parasit, jamur. Diare dapat dipicu pemakaiaan antibiotik (antibiotic induced diare). Sebagian kecil lagi penyebab keracunan makanan, alergi, faktor psikologis yaitu stres. Penyebab diare pada orang dewasa berbeda dengan pada anak-anak.

Sedangkan pada orang dewasa diare lebih sering disebabkan oleh infeksi bakteri, akibat salah makan, gangguan pencernaan malabsorpsi, pengaruh obat-obatan (pencahar) dan faktor stres. Diare pada dewasa disebabkan makanan dan minuman yang tercemar kuman, seperti Eschericia coli (patogen), Salmonella sp, Shigella, virus, parasit seperti amuba, beberapa jamur seperti Candida sp. Obat-obatan juga bisa menyebabkan diare,yaitu obat-obatan yang bekerja meningkatkan peristaltik usus atau mengencerkan feses seperti obat pencahar. Penularannya disebut dengan 3F yaitu Finger (jari), Food (makanan) dan Fly (lalat). Penanganan diare akut secara umum ditujukan untuk mencegah / menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Diare pada anak sebagian besar tidak memerlukan antibiotik oleh karena sembuh sendiri (self limiting) karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kolera, shigella, Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau gejala sepsis. Untuk itu, manajemen kasus diare harus dilakukan secara komprehensif, efisien dan efektif serta rasional untuk mengurangi angka kematian anak akibat diare (Soebijanto, 2008).

BAB 4

HASIL KEGIATAN DAN ANALISA KEGIATAN

Hasil pelaksanaan kegiatan program pengamatan, pencegahan, pemberantasan penyakit dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) di Puskesmas Gandusari bulan Mei-Agustus tahun 2012 dapat diuraikan sebagai berikut:

4.1 Program Imunisasi.

Jumlah bayi hingga Desember 2012 terdata 447. Cakupan imunisasi pada bayi di Puskesmas Gandusari dapat diuraikan sebagai berikut: BCG= 43.18%, Polio 4 = 34.68%; Campak = 33.33 % dan DPT/HB3 = 36.91 %. Secara rinci cakupan imunisasi per bulan di Puskesmas Gandusari dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Cakupan Imunisasi di Puskesmas Gandusari per Bulan Januari-Desember 2012No.DesaSasaranBCGPOLIO4DPT/HB3Campak

1. Gandusari906794

2.Ngrayung5611541

3.Jajar391353

4.Sukorejo1311311117

5.Wonorejo744563

6.Wonoanti577434

44742353822

Dari tabel diatas dapat dibuat balok sebagai berikut:

Grafik 4.1 Cakupan Imunisasi Puskesmas Gandusari Bulan Januari-Desember 2012Berdasarkan tabel diatas bahwa cakupan BCG tertinggi pada desa Sukorejo dan terendah pada desa Jajar. Cakupan Polio 4 tertinggi dicapai pada desa Sukorejo dan terendah pada Jajar. Cakupan Campak tertinggi dicapai pada desa Sukorejo dan terendah pada desa Ngrayung. Cakupan DPT/HB III tertinggi dicapai pada desa Sukorejo dan terendah pada desa Wonoanti.

Cakupan imunisasi yang rendah di beberapa daerah mencerminkan lemahnya upaya penanggulangan penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Hal ini dipengaruhi oleh lemahnya kesadaran para ibu akan pentingnya imunisasi dalam upaya pencegahan primer melawan penyakit. Mereka cenderung memiliki kepercayaan apabila anaknya sakit, cukup diobati saja, pencegahan penyakit tidaklah perlu bagi mereka. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pemahaman yang memadai akan imunisasi. Ada kemungkinan para ibu merasa fasilitas kesehatan yang menyediakan imunisasi lokasinya terlalu jauh dari rumah. Perubahan perilaku masyarakat juga ikut menghambat pelaksanaan imunisasi, dikarenakan kader posyandu yang minatnya agak menurun untuk secara sukarela mensosialisasikan imunisasi.

Permasalahan-permasalahan ini dapat diatasi dengan upaya memberikan penyuluhan dan informasi lengkap yang mendalam secara berkala dan rutin agar para ibu tidak lagi memiliki kepercaayaan dan stigma negative akan imunisasi. Apabila ada ibu yang lokasi fasilitas kesehatan terlalu jauh dari rumah atau bayinya tidak dibawa ke posyandu terdekat karena alasan tertentu, maka sebaiknya petugas kesehatan maupun kader mendatangi rumah ibu tersebut agar bayi tidak lolos dari cakupan imunisasi.

4.2 Pemberantasan Penyakit yang Ditularkan Binatang

4.2.1 Pemberantasan Penyakit Malaria

Jumlah penderita klinis malaria yang ditemukan positif selama periode September-Desember tahun 2012 sebanyak 15 orang. Setelah dilakukan pengambilan dan pemeriksaan darah dari sejumlah 15 penderita klinis tersebut secara mikroskopis ternyata hanya 5 penderita yang positif malaria dengan plasmodium Vivax, yaitu di desa Wonorejo, Ngrayung dan desa Sukorejo. Secara rinci distribusi pengambilan dan pemeriksaan darah jari serta penderita yang positif dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria per Desa di Wilayah Puskesmas Gandusari September-Desember Tahun 2012

Dari tabel diatas dapat dibuat balok dibawah ini :

Grafik 4.2 Penderita Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Tahun 2012

Hasil pelaksanaan kegiatan program pengamatan, pencegahan, pemberantasan penyakit dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) Malaria di Puskesmas Gandusari bulan September-Desember tahun 2012 adalah lima penderita positif menderita Malaria melalui pemeriksaan darah tetes tebal. Kelima kasus tersebut semua didapat dari Kalimantan dikarenakan lokasi kerja kelima penderita tersebut berada di Kalimantan yang merupakan salah satu daerah endemis malaria. 4.3 Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (P2ML)4.3.1Pemberantasan Penyakit Tuberkulolis Paru (P2TB paru)

Upaya penemuan suspek penderita TB paru di wilayah Puskesmas Gandusari periode Mei-Agustus 2012 telah ditemukan sebanyak 75 suspek TB paru, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dahak dengan hasil pemeriksaan BTA + sebanyak 5 orang (4.25 %). Cakupan penemuan suspek terbanyak ada pada Desa Wonorejo sebanyak 20 orang atau ( 0,36 % ) dan terendah dari desa Gandusari sebanyak 4 orang atau (0,042 % ). Secara rinci distribusi penemuan penderita per desa dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.6 Distribusi Penemuan Suspek dan Penderita TB Paru per Desa di Wilayah Puskesmas Gandusari September-Desember Tahun 2012

Dari tabel penemuan suspek TB diatas dapat digambarkan dengan diagram berikut;

Grafik 4.3 Penemuan Suspek dan Penderita Positif TB Paru

Grafik 4.3 di atas menunjukkan bahwa desa Jajar memiliki persentase suspek tertinggi (0.56%) bila dibandingkan dengan desa Wonorejo yang dari jumlah suspek berada di posisi paling atas. Selain itu, grafik tersebut juga mengindikasikan bahwa ditemukan kasus dengan BTA (+) terbanyak di desa Jajar (11.76%). Hal ini memiliki implikasi penting baik dalam penemuan kasus maupun penanganan kasus TB paru di wilayah Puskesmas Gandusari, terutama desa Jajar, yaitu dengan menggalakkan Active Case Detection(ACD). Dengan ACD, tidak hanya kasus dengan kunjungan ke Puskesmas saja yang terdeteksi, tetapi juga kasus-kasus yang tidak terlaporkan, seperti, keluarga penderita TB paru, ataupun penderita TB paru baru yang belum pernah datang ke Puskesmas untuk memeriksakan dan mengobati penyakitnya. ACD juga berdampak positif bagi penderita karena dapat menghemat biaya pasien baik untuk transpor maupun biaya loket dan pengobatan, selain itu dengan terdeteksi lebih dini, penyakitnya dapat segera ditangani.Upaya penemuan suspek penderita TB paru di wilayah Puskesmas Gandusari pada November 2012 telah ditemukan sebanyak 13 suspek TB paru, pada pemeriksaan dahak didapatkan sebanyak 1 orang (7.69%). Dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa penderita TB dengan BTA + kecenderungannya stagnan dari bulan ke bulan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja puskesmas Gandusari sudah cukup baik dalam penemuan kasus TB dalam wilayah kerjanya. Saran selanjutnya adalah untuk terus memberikan penyuluhan dan pengertian kepada masyarakat di sekitar wilayah kerja puskesmas tentang seluk-beluk penyakit TB. Tidak lupa juga selalu mengingatkan bahwa TB adalah penyakit infeksi yang bisa sembuh asalkan pengobatannya sejak dini dan teratur. Masyarakat juga perlu diingatkan apabila batuk lama segera memeriksakan diri ke puskesmas, agar dapat dideteksi lebih dini dan mendapatkan pengobatan TB secara gratis sesuai program pemerintah.

4.3.2. Pemberantasan Penyakit Pneumonia

Dalam upaya penemuan penderita penyakit Pneumonia telah ditemukan sebanyak 32 penderita Pneumonia pada Balita (Insidens sebesar 0.037%). Proporsi penemuan penderita terbanyak ada di desa Gandusari dan Sukorejo masing-masing sebanyak 19 penderita (0.01% dan 0.01%) dan terendah dari desa Ngrayung sebanyak 2 penderita (0.001%). Secara rinci penemuan penderita Pneumonia per desa dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Penemuan Penderita per Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Bulan September-Desember 2012

`Dari tabel penemuan penderita pneumonia di atas dapat digambarkan dengan diagram berikut:

Grafik 4.5 Balita Penderita Pnemonia Upaya penemuan penderita pneumonia bila disusun menurut kurun waktu menunjukkan bahwa paling sedikit ditemukan pada November 2012 yaitu 11 pasien (0.84%), dan paling banyak ditemukan pada bulan September 2012, yaitu 24 pasien (1.83%). Secara rinci penemuan penderita Pneumonia per bulan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Penemuan Penderita Pnemonia di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Bulan September-Desember 2012

Dari tabel penemuan penderita pnemomonia diatas dapat digambarkan dengan diagram pie berikut :

Grafik 4.6 Jumlah Penderita Pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas Gandusari Septemer-Desember 2012

Upaya pemberantasan pneumonia salah satunya adalah dengan penemuan pasien dan mengobatinya secara tuntas. Jumlah penderita dari bulan Oktober hingga November menurun tajam namun pada bulan Desember meningkat kembali; menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki kesadaran untuk membawa balita ke puskesmas bila batuk pilek lama. Hal ini dapat dicapai karena para petugas kesehatan cukup sering mengadakan penyuluhan pneumoni secara berkala. Penurunan kasus pada bulan Juli bisa disebabkan multifaktorial, salah satunya adanya penurunan kunjungan puskesmas. Pengertian yang perlu ditekankan juga bagi para ibu adalah pentingnya vaksin campak bagi balita, sebagai upaya mencegah komplikasi pneumonia. Selain itu, diperlukan juga penghindaran balita terhadap polusi udara sejak dari dalam rumah, seperti rokok ataupun asap dapur.

4.3.3. Pemberantasan Penyakit DiareJumlah penderita Diare yang ditemukan di wilayah Puskesmas Gandusari mulai Septemer-Desember 2012 sebanyak 109 penderita. Angka insidens diare hingga Desember tahun 2012 sebesar 0.0063% merujuk pada data Januari-April 2012 yang menunjukkan bahwa penderita diare sebanyak 209 jiwa. Proporsi penderita terbanyak periode Septemer-Desember 2012 ditemukan dari desa Sukorejo sebanyak 35 orang (0.34 %) dan terendah dari desa Jajar sebanyak 6 orang (0.20%). Insiden penyakit dapat disimpulkan cukup rendah secara keseluruhan untuk bulan Septemer-Desember 2012. Distribusi penderita diare perdesa dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 4.10 Distribusi Penderita Diare Per Desa di Wilayah Puskesmas Gandusari Bulan Septemer-Desember 2012Penderita diare di Puskesmas Gandusari periode Septemer-Desember tahun 2012 juga dapat digambarkan dengan diagram berikut:

Grafik 4.7 Perbandingan Penderita Diare per Desa

Seluruh penderita ditemukan di sarana kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan penyakit diare di wilayah Puskesmas Gandusari cukup rendah. Dari penderita diare yang ditemukan, secara berurutan dari yang paling tinggi, proporsi penderita diare berumur >15 tahun sebanyak 49 penderita (proporsi 44.95%), golongan umur 1-4 tahun sebanyak 37 balita (proporsi 33.39%), umur 5-14 tahun sebanyak 16 (14.68%), dan bayi umur 0-11 bulan sebanyak 7 (6.4%). Kasus terbanyak diare bila digolongkan melalui umur dan desa didapatkan pada kategori umur 1-4 tahun didapatkan di desa Sukorejo (43.24%). Secara rinci penderita per golongan umur per desa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.10 Distribusi Penderita Diare Per Desa Menurut Golongan Umur di Wilayah Puskesmas Gandusari Bulan Septemer-Desember 2012

Dari tabel diatas dapat dibuat diagram balok seperti berikut :

Grafik 4.8 Distribusi Penderita Diare Menurut Golongan UmurJumlah penderita Diare yang ditemukan di wilayah Puskesmas Gandusari mulai September sampai dengan Desember 2012 sebanyak 109 penderita bila dikategorikan per desa. Terdapat tambahan 6 kasus diare tercatat di mana penderita tersebut tidak termasuk penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Gandusari. Proporsi penderita terbanyak ditemukan pada bulan September sebanyak 37 (32.17%) dan terendah pada bulan Desember sebanyak 24 (20.86%). Distribusi penderita diare per bulan dapat dilihat pada tabel berikut:Tabel 4.11 Distribusi Penderita Diare Menurut Golongan Umur Dikategorikan Tiap Bulan dari Bulan Septemer-Desember 2012 di Wilayah Puskesmas Gandusari

Dari tabel diatas dapat dibuat diagram balok seperti berikut :

Grafik 4.9 Distribusi Penderita Diare Bulan Septemer-Desember 2012 Berdasarkan Golongan Umur

Tingginya angka kejadian diare menandakan bahwa pemberantasan diare merupakan tantangan tersendiri bagi puskesmas. Penyebabnya mungkin saja faktor kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan yang sangat rendah, mengingat terjadinya diare biasanya diakibatkan oleh makanan yang kurang bersih (food), lalat yang beterbangan (flies), tangan yang kotor (finger), alat makan yang kotor. Balita yang terkena diare mungkin juga karena kurangnya kebersihan makanan yang disuapkan oleh ibu, dapat juga setelah BAB tidak dibersihkan dengan sempurna (faeces). Air tanah yang tercemar juga dapat menjadi salah satu penyebab diare.

Permasalahan ini dapat diatasi apabila masyarakat sudah memahami tentang bahaya diare dan cara mencegahnya. Setelah petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, perlu juga melibatkan peran serta masyarakat untuk bekerjasama menjaga kebersihan desanya agar lebih sehat. Kegiatan penyuluhan sebaiknya juga disertai dengan kegiatan kerja bakti, atau gerakan cuci tangan bersama di sekolah-sekolah dasar agar anak-anak juga dapat menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari. Pencegahan diare dimulai dari hal-hal kecil seperti PHBS dapat dilakukan di mana saja, di setiap rumah, sekolah, dan fasilitas umum lainnya.

Grafik 4.10 Terapi yang Diberikan kepada Penderita Diare Periode Bulan Septemer-Desember 2012

Petugas kesehatan juga perlu menanamkan kesadaran pada masyarakat bila ada anggota keluarga yang BAB cair >3x segera dibawa ke puskesmas atau pusat pelayanan kesehatan lainnya, karena bahaya dehidrasi selalu mengintai di tiap kejadian diare. Masyarakat juga perlu mengerti pertolongan dasar yang dapat diberikan, seperti perlunya menyediakan oralit dan cairan rumah tangga yang dapat sewaktu-waktu diminumkan pada penderita diare. Dalam upaya pengobatan sementara terhadap penderita diare hingga Desember tahun 2012 menggunakan oralit. Hal ini menunjukkan bahwa penatalaksanaan penderita diare di wilayah Puskesmas Gandusari masih cukup baik.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI. 2001. Sensus Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, Depkes & Kesos, 1996 dan Profil Kesehatan RI. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Mansjoer, Ali dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran (472-474). Jakarta. Universitas Indonesia.

Martondang, CS & Siregar. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia : Aspek Imunologi Imunisasi (7-18). Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2002. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia (2-5). Persatuan Dokter Paru Indonesia.

Puskesmas Gandusari. 2010. Laporan Evaluasi Tahunan Puskesmas Gandusari 2010.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Bimbingan Keterampilan Dalam Tatalaksana Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pada Anak. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1996).Departemen Kesehatan, Pedoman Penerapan DOTS di Rumah Sakit, 2006

Ranuh, IGN. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia : Imunisasi Upaya Pencegahan Primer (2-6). Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

RSUD Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Kesehatan Anak (2-11). Surabaya. Universitas Airlangga.

Subijanto. 2008. Manajemen Diare pada Bayi dan Anak. Available from:

http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-s05jfg-buletin.docTjokroprawiro, A dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (314-317). Surabaya. Universitas Airlangga.

White, NJ. 2011. A Vaccine for Malaria (editorial). N Eng J Med. 2011/Oct : 365.

World Health Organization. 2011. Facts Sheet of Pneumonia. Available from :

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html#World Health Organization. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten (131-155). Jakarta World Health Organization.

EMBED Excel.Sheet.8

EMBED Excel.Sheet.8

EMBED Excel.Sheet.8

77

_1420015796.xlsChart1

26819

1662

1117

21510

38219

16913

JML BALITA

KASUS DITEMUKAN

Sheet1

JML BALITAKASUS DITEMUKANSeries 3

GANDUSARI268192

NGRAYUNG16622

JAJAR11173

WONOREJO215105

SUKOREJO38219

WONOANTI16913

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420020893.xlsChart1

731530

450591

3011172

5871200

10437180

461450

JML PENDUDUK

JML SUSPEK

BTA(+)

Sheet1

JML PENDUDUKJML SUSPEKBTA(+)

GANDUSARI731530

NGRAYUNG450591

JAJAR3011172

WONOREJO5871200

SUKOREJO10437180

WONOANTI461450

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420021011.xlsChart1

312616

28316

01159

38310

0-11 bln

1-4 th

5-14th

15 th

Sheet1

0-11 bln1-4 th5-14th15 th

SEPT312616

OKT28316

NOV01159

DES38310

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420021031.xlsSheet1

DESAJUMLAH PENDERITATOTAL

0 - 11 BLN1 - 4 TH5 - 14 TH> 15 TH

JML%JML%JML%JML%

SEPTEMBER38.10810810811232.4324324324616.21621621621643.243243243237

OKTOBER26.8965517241827.5862068966310.34482758621655.172413793129

NOVEMBER00114452093625

DESEMBER312.5833.3333333333312.51041.666666666724

JUMLAH86.95652173913933.91304347831714.78260869575144.347826087115

_1420021051.xlsChart1

37212515

29111711

2562113

2491111

ORALIT

CAIRAN INFUS

ANTIBIOTIK

ZINC

Sheet1

ORALITCAIRAN INFUSANTIBIOTIKZINC

SEPT37212515

OKT29111711

NOV2562113

DES2491111

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420020968.xlsChart1

07312

1204

0006

25512

216611

2724

0-11 BLN

1-4 TH

5-14 TH

>15 TH

Sheet1

0-11 BLN1-4 TH5-14 TH>15 TH

GANDUSARI07312

NGRAYUNG1204

JAJAR0006

WONOREJO25512

SUKOREJO216611

WONOANTI2724

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420015803.xlsChart1

6749

11514

1335

1311711

4536

7443

BCG

POLIO 4

CAMPAK

DPT/HB III

Sheet1

BCGPOLIO 4CAMPAKDPT/HB III

Gandusari6749

Ngrayung11514

Jajar1335

Sukorejo1311711

Wonorejo4536

Wonoanti7443

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420020808.xlsSheet1

NODESAJML PENDSD DIPEIRIKSASD POSITIFJENIS PLASMODIUM

KLINISACDPCDJML%PFPVMIX

1GANDUSARI32410.00100

2NGRAYUNG20100.00000

3JAJAR20200.00000

4WONOREJO30200.00000

5SUKOREJO5111100.00100

6WONOANTI00200.00000

JUMLAH15312216.67200

_1420015801.xlsChart1

612220

101110

222242

420210

000010

020210

000000

GANDUSARI

NGRAYUNG

JAJAR

WONOREJO

SUKOREJO

WONOANTI

Sheet1

GANDUSARINGRAYUNGJAJARWONOREJOSUKOREJOWONOANTI

KLINIS612220

ACD101110

PCD222242

POSITIF420210

PF000010

PV020210

MIX000000

_1420015791.xlsChart1

227135

74505

63011

245871

3510437

154614

JML PENDERITA

JML PENDUDUK

Sheet1

JML PENDERITAJML PENDUDUK

GANDUSARI227135

NGRAYUNG74505

JAJAR63011

WONOREJO245871

SUKOREJO3510437

WONOANTI154614

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420015793.xlsChart1

18

24

11

17

JUMLAH PX PNEUMONIA

Sheet1

JUMLAH PX PNEUMONIA

SEPT18

OKT24

NOV11

DES17

To resize chart data range, drag lower right corner of range.

_1420015758.xlsSheet1

NOBULANJMLH BALITAJMLHPROPORSI (%)

PENDERITA

DITEMUKAN

1SEPTEMBER1311181.37

2OKTOBER1311241.83

3NOVEMBER1311110.84

4DESEMBER1311171.30

_1420015760.xlsSheet1

DESAJUMLAH PENDERITATOTAL

0 - 11 BLN1 - 4 TH5 - 14 TH> 15 TH

JML%JML%JML%JML%

GANDUSARI00731.8181818182313.63636363641254.545454545522

NGRAYUNG114.2857142857228.571428571400457.14285714297

JAJAR00000061006

WONOREJO28.3333333333520.8333333333520.8333333333125024

SUKOREJO25.71428571431645.7142857143617.14285714291131.428571428635

WONOANTI213.3333333333746.6666666667213.3333333333426.666666666715

JUMLAH76.42201834863733.94495412841614.67889908264944.9541284404109

_1420015759.xlsSheet1

DESAJMLHJMLHPROPORSI

PENDUDUKPENDERITA(%)

GANDUSARI7,135220.31

NGRAYUNG4,50570.16

JAJAR3,01160.20

WONOREJO5,871240.41

SUKOREJO10,437350.34

WONOANTI4,614150.33

TOTAL35,5731090.31

_1420015756.xlsSheet1

DESAJMLHJMLH SUSPEKPERSENBTA% BTA

PENDDKDITEMUKANSUSPEKPOSITIFPOSITIF

GANDUSARI731540.0500.00

NGRAYUNG450590.20111.11

JAJAR3011170.56211.76

WONOREJO5871200.3400.00

SUKOREJO10437180.1700.00

WONOANTI461470.1500.00

JUMLAH30678750.2434.00

_1420015757.xlsSheet1

NODESA / KELURAHANJMLH BALITAJMLHPROPORSI (%)

PENDERITA

DITEMUKAN

1GANDUSARI268197.09

2NGRAYUNG16621.20

3JAJAR11176.31

4WONOREJO215104.65

5SUKOREJO382194.97

6WONOANTI169137.69

J u m l a h1311705.34

90

56

39

74

131

57

447