LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam...

62
i LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia dan Impikasinya dalam Penegakan Hukum PENELITI : DIAH RATNA SARI HARIYANTO MAHASISWA : 1. Kadek Erlina Wijayanthi (1303005112) 2. Febripusoa Surya Candra (1303005116) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA BULAN JANUARI 2018

Transcript of LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam...

Page 1: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

i

LAPORAN PENELITIAN

Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia dan

Impikasinya dalam Penegakan Hukum

PENELITI :

DIAH RATNA SARI HARIYANTO

MAHASISWA :

1. Kadek Erlina Wijayanthi (1303005112)

2. Febripusoa Surya Candra (1303005116)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

BULAN JANUARI 2018

Page 2: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

ii

Page 3: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNyalah

penelitian yang berjudul “Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan

Hukum Pidana Indonesia dan Impikasinya dalam Penegakan Hukum” dapat kami

selesaikan. Dalam penyusunan penlitian ini tentu banyak pihak yang membantu. Untuk itu

dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, para wakil dekan, beserta staff di

lingkungan Fakultas Hukum UNUD

2. Ketua Unit Penelitian Pengabdian Fakultas Hukum Universitas Udayana

3. Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana

4. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Kami menyadari dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan

penelitian ini. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan

sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum.

Denpasar, 23 Januari 2018

Tim Peneliti

Page 4: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

iv

DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... ii

RINGKASAN ........................................................................................................ ...... iii

PRAKATA ...................................................................................................... ................. iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................ .......... v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah ............................................................................ 6

1.4. Tujuan Penelitian. ........................................................................................ 7

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7

1.6. Urgensi ......................................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ ....... 9

2.1 Asas Hukum Pidana................................................................................. 9

2.2 Pembaharuan Hukum Pidana ................................................................... 10

2.3 Penegakan Hukum ........................................................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ ..... 18

3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 18

3.2 Jenis Pendekatan .................................................................................... 18

3.3 Sumber Bahan Hukum ............................................................................ 20

3.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ...................................................... 20

3.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................................. 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 12

4.1 Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan Hukum Pidana

di Indonesia ...................................................................... 12

4.2 Peranan Asas-Asas Hukum Pidana Menciptakan Keadilan Dalam

Penegakan Hukum Pidana di Indonesia .......................................... 31

Page 5: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

v

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 6: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

vi

RINGKASAN

Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia dan

Impikasinya dalam Penegakan Hukum

KUHP yang berlaku sekarang sudah tidak memadai lagi untuk memenuhi rasa keadilan

masyarakat. Konsekuensi dari hal ini, maka semakin lamanya RUU KUHP dirampungkan

atau disahkan maka banyak permasalahan yang akan ditimbulkan. Asas hukum memiliki

peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum. Asas hukum juga menentukan arah

dalam penegakan hukum. Oleh sebab itu asas hukum yang terdapat dalam KUHP harus

sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, sesuai dengan karakter, kepribadian, dan pandangan

hidup bangsa dengan kata lain juga harus sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Penelitian ini

adalah penelitian hukum normatif yang mengkaji norma khususnya dalam kajian

pembaharuan hukum pidana. Asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan hukum. Asas

hukum menjadi landasan berpijak serta pedoman yang menjiwai suatu Peraturan Perundang-

undangan. Asas hukum juga dapat membantu kita dalam memahami hukum suatu bangsa

karena terdapat point of value di dalamnya. Selain itu, asas hukum juga sangat penting

sebagai batu ujian terhadap hukum positif dan dapat memberikan norma kontrol terhadap

tindakan negara. Hukum yang baik adalah hukum yang dapat diterapkan dan sesuai dengan

perasaan hukum masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang memuat asas-asas yang

sesuai dengan perasaan hukum masyarakat dan mampu memberikan keadilan bagi

mayarakat. Asas hukum memiliki peranan yang penting dalam penegakan hukum karena asas

hukum menjadi pedoman penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum, sehingga

asas hukum perlu dirumuskan dengan baik yang sesuai dengan perasaan hukum bangsa

Indonesia.

Kata kunci : urgensi, asas-asas hukum pidana, pembaharuan hukum pidana,

penegakan hukum

Page 7: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum pidana dikaji dari fungsinya tentu memiliki peranan yang sangat penting di

dalam mengatur kehidupan masyarakat, untuk mencapai keamanan, ketentraman,

kesejahteraan, dan kebahagiaan di dalam masyarakat. Dapat dikatakan bahwa, hukum pidana

memiliki arti yang penting dalam lingkup hukum publik. Sebagaimana yang telah kita

ketahui, secara yuridis hukum pidana (materiil) yang berlaku hingga saat kini adalah Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrechts (W.v.S).

Dari segi historisnya, Mokhammad Najih menyatakan bahwa Bangsa Indonesia sejak

kemerdekaannya pada pada tanggal 17 Agustus 1945 telah memilih untuk menggunakan

undang-undang hukum pidana yang pernah diberlakukan pada masa kolonial, sebagaimana

dikukuhkan dalam UU No. 1/1946 yang mengukuhkan W.v.S menjadi KUHP induk dari

segala hukum pidana.1 Berdasarkan hal itu, dapat diketahui bahwa setelah Indonesia

menyatakan kemerdekaannya, untuk mengisi kekosongan hukum pidana, maka dengan dasar

Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 dengan menggunakan Undang-Undang No. 1 Tahun

1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia maka Wetboek van Strafrechts voor

Nederlandsch Indie (WvSNI) tetap diberlakukan. Berdasarkan hal tersebut juga dapat

diketahui bahwa, KUHP yang berlaku hingga kini adalah warisan kolonial yang tentu secara

substansi belum mencerminkan nilai-nilai, karakter, dan kepribadian Bangsa Indonesia,

sehingga banyak hal yang perlu dirubah sehingga mampu memberikan keadilan bagi bangsa

Indonesia.

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi, dan arus globalisasi mengharuskan

hukum pidana juga berkembang mengikuti perkembangan zaman dan perkembangan

masyarakat. Perkembangan ini juga berdampak terhadap bervariasinya dan berkembangnya

tindak pidana dari masa ke masa. Dalam penegakan hukum, hal ini juga harus diimbangi

dengan produk hukum yang progresif dan responsif. Mengingat bahwa hukum tidaklah statis,

demikian pula masyarakat yang terus berkembang dan dinamis. Oleh sebab itu, hukum

haruslah dinamis dengan melakukan perubahan-perubahan sejalan dengan perkembangan

zaman dan dinamika kehidupan masyarakat. Mengacu pada KUHP, KUHP yang berlaku saat

ini tentu juga perlu diperbaharui.

1Mokhammad Najih, 2014, Politik Hukum Pidana; Konsepsi Pembaharuan Hukum Pidana dalam Cita

Negara Hukum, cetakan pertama, Setara Press, Malang, h. 42.

Page 8: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

2

Memiliki KUHP nasional atau Hukum Pidana Indonesia dalam sistem hukum nasional

tentu merupakan harapan besar bagi bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa, sejak

kemerdekaan hingga sampai saat ini keinginan mewujudkan sistem hukum nasional

merupakan agenda utama dalam pembanguan hukum nasional. Politik hukum pidana dalam

hal ini tentu memiliki andil dalam setiap proses pembaharuan hukum pidana Indonesia.

Sangat besar harapan bangsa Indonesia untuk memiliki KUHP Indonesia yang mencerminkan

nilai-nilai, pandangan, konsep, ide, gagasan, cita-cita, dan ideologi bangsa Indonesia. Namun,

senyatanya hingga kini hal tersebut belum dapat terwujud, walaupun proses pembaharuannya

telah berjalan sudah sangat lama namun belum disahkan hingga saat ini.

Jika dikaji, naskah RUU KUHP memiliki sejarah riwayat yang sangat panjang. Barda

Nawawi Arief dalam Makalahnya yang berjudul “RUU Baru Sebuah

Restrukturisasi/Rekonstruksi/Reformasi Sistem Hukum Pidana Indonesia” yang disampaikan

pada Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi di Surabaya 9-11 Maret 2015 menguraikan

riwayat singkat perkembangan RUU KUHP. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa,

embrio RUU KUHP ini sudah berumur sekitar 51 tahun, sejak tahun 1964 (konsep 1) sampai

konsep 2014/2015. RUU KUHP ini sudah berada dalam periode 13 Menteri Kehakiman,

yaitu Ismail Saleh (1983-1933), Oetojo Oesman (1993-1998), Muladi (1998-1999), Yusril

Ihza Mahendra (1999-2001), Baharudin Lopa (2001-2001), Marsilam Simanjuntak (2001),

Mohammad Mahfud MD (2001), Yusril Ihza Mahendra (2001-2004), Hamid Awaluddin

(2004-2007), Muhammad Andi Mattalatta (2007-2009), Patrialis Akbar (2009-2011), Amir

Syarifudin (2011-2014), dan Yasonna Hamonangan Laoly (2014-sekarang).2

Barda Nawawi Arief dalam makalahnya juga menyebutkan bahwa, pada tahun 1993,

konsep 1991/1992 (edisi revisi s.d Maret 1993), disampaikan ke Menkeh Ismail Saleh, tetapi

tidak pernah diteruskan ke DPR. RUU KUHP pertamakali masuk ke DPR sewaktu periode

Presiden SBY dengan Menkumhamnya Amir Syarifudin yang dimasukkan konsep RUU

KUHP 2012. Pada periode Presiden Jokowi, dengan Menkumhamnya Yasonna Laoly, RUU

KUHP 2012 dikembalikan dan dibahas ulang pada tanggal 1 s.d 6 Desember 2014 (yang

disebut sebagai RKUHP 2014/2015). Konsep RUU KUHP ini belum diajukan lagi ke DPR.3

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa, konsep RUU KUHP 2015 memang telah ada

dan sedang berproses, namun belum rampung hingga saat ini.

2Barda Nawawi Arief I, 2015, RUU Baru Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi/Reformasi Sistem Hukum

Pidana Indonesia, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi, Mahupiki dan Fakultas Hukum Pelita Harapan

Surabaya, Surabaya, h. 2.

3Ibid, h. 12-13.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

3

Pembaharuan hukum pidana khususnya mengenai hukum pidana materiil (substantif)

merupakan hal yang penting dan mendasar, karena KUHP sekarang tidak dapat lagi

memenuhi kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. Barda Nawawi Arief menyatakan

bahwa, “Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk bidang hukum

pidana, merupakan masalah besar dalam agenda kebijakan/politik hukum di Indonesia.

Khususnya pembaharuan sistem hukum pidana nasional masih sangat memprihatinkan...”.4

Uraian ini menegaskan bahwa, pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional yang

berjalan sangat lamban ini mengarah pada anggapan bahwa, pembaharuan hukum pidana

Indonesia khususnya sistem hukum nasional yang berlandaskan aspek ke Indonesiaan

bukanlah hal yang mudah.

Perlu dipahami bahwa, menurut Barda Nawawi Arief, membangun atau melakukan

pembaharuan hukum (law reform, khususnya “penal reform”) pada hakikatnya adalah

“membangun/memperbaharui pokok-pokok pemikiran/konsep/ide dasarnya”, bukan sekedar

memperbaharui/mengganti perumusan pasal (undang-undang) secara tekstual. Oleh karena

itu, kajian atau diskusi tekstual mengenai konsep RUU KUHP harus disertai dengan diskusi

konseptual.5 Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa, pembaharuan hukum pidana

dilakukan secara total, bukan merupakan tambal sulam dengan hanya mengganti secara

tekstual (substansi) dari Undang-Undang. Secara total disini artinya yakni, bahwa yang

diperbaharui adalah konsepnya, ide-idenya, pokok pikirannya, gagasan, pandangan, nilai-

nilainya yang diarahkan pada karakter, kepribadian bangsa Indonesia dan tetap mengacu pada

Pancasila. Pembaharuan hukum dalam hal ini untuk mengefektifkan penegakan hukum maka

dapat dimaknai sebagai kebijakan untuk memperbaharui substansi hukum.

Barda Nawawi Arief juga menyatakan bahwa, makna dan hakikat reformasi atau

pembaharuan KUHP :

1. KUHP merupakan suatu sistem hukum, khususnya merupakan sistem hukum pidana

(penal system) atau sistem pemidanaan (sentecing system). Oleh karena itu

pembaharuan KUHP pada hakikatnya adalah pembaharuan sistem hukum

pidana/sistem pemidanaan.

2. KUHP Pada hakikatnya merupakan pembaharuan nilai budaya hukum/ide dasar.6

4Barda Nawawi Arief II, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian Perbandingan,

cetakan kedua, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. V.

5Ibid, h. 1.

6Barda Nawawi Arief I, op.cit, h. 3.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

4

Hal ini menunjukkan bahwa, pembaharuan hukum tidak hanya merupakan pembaharuan

secara substantif, tapi merupakan pembaharuan sistem hukum, yang juga meliputi

pembaharuan struktur hukum dan budaya hukum.

Secara sosiologis, mengingat pentingnya KUHP dalam penegakan hukum maka KUHP

harus segera diganti, RUU KUHP harus segera dirampungkan. Mengingat bahwa, KUHP

yang berlaku sekarang adalah merupakan produk hukum warisan zaman kolonial tentu sudah

tidak memadai lagi memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa

dalam penegakan hukum harusnya telah terjadi suatu pergeseran paradigma dari legalistik

formal kearah hukum yang progresif dan responsif untuk mencapai tujuan hukum itu sendiri,

yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Hal ini sebagaimana yang kemukakan

oleh Gustav Radbruch. Ahmad Rifai menyatakan bahwa :

... tujuan hukum sebenarnya sama dengan apa yang kemukakan oleh Gustav Radbruch

sebagai 3 (tiga) nilai dasar dari hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian

hukum. Selanjutnya, Radbruch juga mengajarkan penggunaan asas prioritas dari ketiga

asas tersebut, dimana prioritas utama selalu jatuh pada keadilan, baru kemanfaatan, dan

terakhir kepastian hukum.7

Sesuai dari penggunaan asas prioritas tersebut dapat diketahui bahwa, keadilan tentu harus

diutamakan dalam hal ini.

Sesuai dengan realita hukum bahwa KUHP yang sekarang berlaku bukan berasal,

berakar atau bersumber dari nilai-nilai, pandangan, konsep, gagasan, ide dan kenyataan sosio-

politik, sosio-ekonomi dan sosiobudaya yang hidup dalam masyarakat Indonesia sendiri,

maka banyak hal yang tidak sesuai lagi. Salah satu dinamika yang menarik bahwa

senyatanya, KUHP yang berlaku sekarang dianggap memuat konsep yang terlalu legalistik

dengan menjungjung tinggi asas legalitas menjadikan penegakan hukum terlalu, kaku, tidak

logis dan tidak mencerminkan keadilan.

Kasus yang terbaru adalah kasus pencurian kayu oleh Nenek Asyani, kasus pencurian

kayu yang dilakukan oleh seorang kakek yang bernama Harso Taruno (67 tahun) di

Gunungkidul Yogyakarta dan pencurian kayu oleh nenek Artija di Jember. Kasus pencurian

tiga buah kakao yang dilakukan oleh nenek Minah di Jawa Tengah, kasus pencurian sandal

jepit yang dilakukan oleh Aal di Palu, kasus pencurian dua buah semangka oleh Basar

Suyanto dan Kholil di Kediri, Kasus pencurian dua buah kapas yang dilakukan oleh Rusnoto;

14 tahun, Juwono; 16 tahun, Sri Suratmi; 25 tahun, dan Minase; 39 tahun di Jawa Timur,

Pencurian Enam Piring oleh nenek Rasminah di Serang, kasus pencurian bunga oleh Foni

7Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, cetakan kedua,

Sinar Grafika, Jakarta, h. 132.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

5

Nubatonis (16 tahun) di Nusa Tenggara Timur, dan Pencurian merica oleh seorang kakek

berusia 66 tahun di Dusun Sengkang Desa Talle, Kecamatan Sinjai, merupakan beberapa

kasus yang menunjukkan penegakan hukum yang tidak mencerminkan keadilan. Kasus ini

menunjukkan penegakan hukum yang sangat ketat memberlakukan KUHP warisan zaman

kolonial yang menjauhi keadilan masyarakat.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan penyimpangan dalam penerapan/penegakan hukum.

Penyimpangan bahwa, keadilan dikesampingkan demi mewujudkan kepastian hukum atau

keadilan dikorbankan untuk kepastian hukum. Penyelesaian kasus-kasus yang menjadi

sorotan publik tersebut menunjukkan bahwa, hukum terlalu legalistik formal, kaku, tidak

logis dan tidak mencerminkan keadilan, khususnya bagi masyarakat kelas bawah (masyarakat

miskin). Proses hukum tersebut menimbulkan kekecewaan bagi masyarakat, karena jika

penegak hukum kita berfikir progresif dengan mengutamakan keadilan maka seharusnya

kasus-kasus tersebut tidak sampai di tingkat pemeriksaan di pengadilan. Diskresi melalui

mediasi penal (restorative justice) perlu diterapkan untuk mewujudkan efisiensi dan

efektifitas penyelesaian kasus dalam konteks pencapaian hukum yang responsif.

Penegakan hukum dalam kasus-kasus yang tidak mencerminkan keadilan, sebagaimana

yang telah diuraikan sebelumnya juga kian memperparah sikap pesimisme, sikap skeptis

masyarakat, dan menimbulkan kekecewaan terhadap penegakan hukum di Indonesia yang

tidak mampu memberikan keadilan bagi masyarakat kelas bawah (orang/kelompok orang

miskin). Dalam penegakan hukum, seharusnya kelompok inilah yang harus diprioritaskan

mendapatkan perlindungan karena kedudukannya yang dalam hal ini sangat rentan

diperlakukan secara tidak adil dan penuh diskriminasi. Penerapan atau penegakan hukum

yang tidak mencerminkan keadilan dalam kasus-kasus yang telah diuraikan sebelumnya

merupakan salah satu bentuk gagalnya pemenuhan keadilan di Indonesia.

Penegakan hukum di Indonesia masih seperti sebelah pisau yang tajam ke bawah dan

tumpul ke atas. Fenonema dalam fakta-fakta atau dass sollen inilah yang secara sosiologis

menunjukkan belum terciptanya keadilan bagi masyarakat miskin. Rasa keadilan belum

sepenuhnya tersentuh dikalangan masyarakat miskin. Kasus-kasus yang mencerminkan

penegakan hukum yang kaku dan legalistik formal ini, terlalu berlebihan jika sampai pada

proses pengadilan, karena kerugian yang ditimbulkan tidak besar jika dibandingkan kerugian

mental secara psikis yang harus dialami terlebih jika kasus-kasus ini melibatkan seorang anak

dan melibatkan orang yang sudah lanjut usia, yang harusnya mendapatkan perlindungan

khusus.

Page 12: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

6

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa KUHP yang berlaku sekarang sudah tidak

memadai lagi untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Konsekuensi dari hal ini, maka

semakin lamanya RUU KUHP dirampungkan atau disahkan maka banyak permasalahan yang

akan ditimbulkan. Semakin lamanya RUU KUHP dirampungkan atau disahkan maka

masyarakat akan semakin terjauh dari keadilan bangsa Indonesia. Selama KUHP warisan

Belanda belum diganti, selama itu pulalah hukum nasional kita tidak memiliki jati diri.

Hukum Pidana Nasional kita membutuhkan KUHP yang berkarakter, berkepribadian, dan

jiwa yang mendasarinya adalah Pancasila. Secara filosofis hal ini penting untuk dibangun,

salah satunya yakni gagasan tentang keadilan berdasarkan pancasila.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa, asas hukum memiliki peranan yang sangat

penting dalam penegakan hukum. Asas hukum juga menentukan arah dalam penegakan

hukum. Oleh sebab itu asas hukum yang terdapat dalam KUHP harus sesuai dengan rasa

keadilan masyarakat, sesuai dengan karakter, kepribadian, dan pandangan hidup bangsa

dengan kata lain juga harus sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Oleh sebab itu, penelitian ini

juga bermanfaat untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa keadilan

berdasarkan pancasila harus ditegakkan demi terwujudnya hukum yang responsif dan sesuai

dengan rasa keadilan masyarakat Indonesia. Berdasarkan hal-hal seperti yang telah penulis

uraikan diatas, maka merupakan pendorong bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan

judul : “Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia

dan Impikasinya dalam Penegakan Hukum”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, hal yang dapat menjadi Rumusan Masalah adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah urgensi asas-asas hukum pidana dan implikasinya dalam pembaharuan

hukum pidana di Indonesia ?

2. Bagaimanakah peranan asas-asas hukum pidana menciptakan keadilan dalam

penegakan hukum pidana di Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar tidak terjadi pembahasan yang berlebihan dan terdapat kesesuaian antara

pembahasan dengan permasalahan, maka perlu diberikan batasan sebagai berikut :

1. Permasalahan pertama membahas mengenai urgensi asas-asas hukum pidana dan

implikasinya dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia yang akan menunjukkan

Page 13: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

7

bahwa asas-asas hukum pidana sangat penting yang juga akan dikaji berdasarkan

pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

2. Permasalahan kedua membahas mengenai peranan asas-asas hukum pidana menciptakan

keadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. pembahasan akan diarahkan pada

penegakan hukum di Indonesia yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,

sehingga diperlukan asas-asas hukum pidana dengan memperhatikan perasaan hukum

masyarakat.

1.4 Tujuan Penulisan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai urgensi asas-asas hukum

pidana dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia dan impikasinya dalam

penegakan hukum.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai urgensi asas-asas hukum

pidana dan implikasinya dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis peranan asas-asas hukum pidana

menciptakan keadilan dalam penegakan hukum pidana di Indonesia.

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat pengembangan ilmu hukum dan dapat

memberikan inovasi baru dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia. Pengkajian

urgensi asas-asas hukum pidana dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia dan

impikasinya dalam penegakan hukum akan memberi manfaat pengetahuan mengenai

pentingnya sebuah asas hukum dengan karakter, kepribadian, nilai-nilai bangsa

Indonesia yang termuat dalam Pancasila.

1.5.2 Manfaat Praktis

Bermanfaat dalam prakteknya bagi legislatif atau perancang RUU KUHP, karena

setelah memahami pentingnya atau urgensi urgensi asas-asas hukum pidana dalam

pembaharuan hukum pidana Indonesia dan impikasinya dalam penegakan hukum maka

legislatif dapat membentuk dan memperbaharui asas-asas hukum yang sesuai dengan

Page 14: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

8

kebutuhan masyarakat. Secara praktis hal ini juga bermanfaat bagi penegak hukum

untuk membuka atau memperbaharui paradigma yang legalistik formal kearah hukum

yang progresif dan responsif melalui penerapan asas-asas hukum yang tentunya mampu

mengakomodir nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Bermanfaat juga

bagi masyarakat untuk mencapai rasa keadilan masyarakat. Secara lebih luas, dengan

diaturnya asas-asas hukum yang ideal bagi bangsa Indonesia yang responisf dan

progresif dengan menjunjung tinggi keadilan maka pengakan hukum dengan KUHP

Indonesia tentu lebih optimal didalam penegakan hukum, penanggulangan hukum, dan

pencapaian tujuan negara.

1.6 Urgensi Penelitian

Penelitian ini penting untuk dilakukan dalam rangka menciptakan asas-asas hukum

pidana yang ideal di Indonesia, sehingga dapat memberikan keadilan bagi masyarakat.

Banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia yang

menimbulkan pesimisme, kekecewaan, sikap skeptis, dan apatis dari masyarakat. Hal ini

perlu ditindak lanjuti dengan upaya perbaikan, salah satunya melalui pengkajian asas-

asas hukum pidana yang ideal untuk dirumuskan dalam konteks pembaharuan hukum

pidana Indonesia dan penerapannya dalam penegakan hukum di Indonesia.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asas Hukum Pidana

Asas hukum memiliki posisi yang penting dalam sebuah undang-undang. Asas

hukum merupakan jiwa dari sebuah Peraturan-Perundang undangan sehingga sangat

menentukan dalam penegakan hukum nantinya. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa

asas hukum merupakan pikiran dasar yang memiliki sifat yang umum yang menjadi latar

belakang dari peraturan yang konkrit. Asas hukum terdapat di dalam dan dibelakang setiap

sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang

merupakan hukum positif dan ditemukan dalam sifat-sifat umum dalam peraturan kongkrit.

Asas hukum merupakan latar belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau

abstrak.8 Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa asas hukum sangat berkaitan dengan

Peraturan Perundang-undangan dan putusan hakim.

Dalam kamus hukum dapat diketahui bahwa asas hukum adalah suatu pemikiran yang

dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma hukum.9 J. J. H Bruggink dalam

terjemahan Arief Sidhartha menyatakan bahwa, “Asas hukum adalah kaidah yang memuat

ukuran (kriteria) nilai”.10 Lebih lanjut, J. J. H Bruggink dalam terjemahan Arief Sidhartha

menyatakan bahwa, gagasan tentang asas hukum sebagai kaidah penilaian fundamental dalam

suatu sistem hukum dapat kita temukan kembali dalam berbagai pandangan teoritisi hukum.

Paul Scholten misalnya menguraikan bahwa asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang

terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-

aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya

ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai

penjabarannya. Berdasarkan definisi ini tampak dengan jelas peranan dari asas hukum

sebagai meta-kaidah berkenaan dengan kaidah hukum dalam bentuk kaidah perilaku.11

J. J. H Bruggink dalam terjemahan Arief Sidhartha juga menyatakan bahwa, kita

memandang asas hukum sebagai sejenis meta kaidah berkenaan dengan kaidah perilaku,

8Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cetakan Keempat, Liberty Yogyakarta,

Yogyakarta (Selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo I,), h. 34.

9M. Marwan dan Jimmy. P, 2009, Kamus Hukum; Dictionary Of Law Complete Edition, Reality Publisher,

Surabaya, h. 56.

10J. J. H Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidhartha, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, h. 123.

11Ibid, h. 121.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

10

sementara itu, asas hukum juga dapat memenuhi fungsi yang sama seperti kaedah perilaku.

Meta kaidah ini memuat ukuran atau kriteria nilai. Fungsi asas hukum adalah merealisasikan

ukuran nilai itu sebanyak mungkin dalam kaidah-kaidah dari hukum positif dari

penerapannya. Namun, dalam mewujudkan ukuran nilai itu secara sepenuhnya sempurna

dalam suatu sistem hukum positif tidaklah mungkin.12

Selain J. J. H Bruggink dan Paul Scholten banyak para ahli hukum yang menyatakan

pendapatnya mengenai pengertian asas hukum, salah satunya yakni dari Sudikno

Mertokusomo. Sudikno Mertokusomo yang dikutip dari buku Yuliandri yang berjudul

Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik menyatakan bahwa :

Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkret, melainkan

merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari

peraturan konkret yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang

terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan

hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dari peraturan

yang konkret tersebut. Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam

hukum positif.13

Mengenai hal ini, Yuliandri menyatakan bahwa, melalui pemahaman tentang asas hukum

dan norma hukum atau kaidah hukum, dapat dijelaskan bahwa asas hukum bukanlah

merupakan aturan yang bersifat konkret sebagaimana halnya norma atau kaidah hukum. Asas

hukum harus dapat memberikan pedoman dalam merumuskan norma hukum yang konkret

dalam pembuatan undang-undang. Asas hukum dapat dijadikan pedoman dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan.14

Asas-asas hukum sangatlah penting yang menjadi landasan berpijak serta pedoman

yang menjiwai suatu Peraturan Perundang-undangan. Asas hukum memiliki peranan dalam

penegakan hukum, sehingga harus dirumuskan dengan baik. Hukum Pidana memiliki banyak

asas hukum, misalnya asas legalitas, asas berlakunya hukum pidana berdasarkan tempat dan

waktu, asas kesalahan, asas pertanggung-jawaban pidana, dan lain-lain.

2.2 Pembaharuan Hukum Pidana

Sebagaimana yang telah kita ketahui, secara yuridis hukum pidana (materiil) yang

berlaku hingga saat kini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek

van Strafrechts (W.v.S). Mokhammad Najih menyatakan bahwa, dari segi historisnya,

12Ibid, h. 122.

13Yuliandri, 2013, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik; Gagasan

Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, cetakan keempat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 20.

14Ibid.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

11

Bangsa Indonesia sejak kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 telah memilih untuk

menggunakan undang-undang hukum pidana yang pernah diberlakukan pada masa kolonial,

sebagaimana dikukuhkan dalam UU No. 1/1946 yang mengukuhkan W.v.S menjadi KUHP

induk dari segala hukum pidana.15

Memiliki KUHP nasional atau Hukum Pidana Indonesia dalam sistem hukum nasional

tentu merupakan harapan besar bagi bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa, sejak

kemerdekaan hingga sampai saat ini keinginan mewujudkan sistem hukum nasional

merupakan agenda utama dalam pembanguan hukum nasional. Sangat besar harapan bangsa

Indonesia untuk memiliki KUHP Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai, pandangan,

konsep, ide, gagasan, cita-cita, dan ideologi bangsa Indonesia. Namun, senyatanya hingga

kini hal tersebut belum dapat terwujud, walaupun proses pembaharuannya telah berjalan

sudah sangat lama, namun belum disahkan hingga saat ini.

Jika dikaji, naskah RUU KUHP memiliki sejarah riwayat yang sangat panjang. Barda

Nawawi Arief dalam Makalahnya yang berjudul “RUU Baru Sebuah

Restrukturisasi/Rekonstruksi/Reformasi Sistem Hukum Pidana Indonesia” yang disampaikan

pada Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi di Surabaya 9-11 Maret 2015 menguraikan

riwayat singkat perkembangan RUU KUHP. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa,

embrio RUU KUHP ini sudah berumur sekitar 51 tahun, sejak tahun 1964 (konsep 1) sampai

konsep 2014/2015. RUU KUHP ini sudah berada dalam periode 13 Menteri Kehakiman,

yaitu Ismail Saleh (1983-1933), Oetojo Oesman (1993-1998), Muladi (1998-1999), Yusril

Ihza Mahendra (1999-2001), Baharudin Lopa (2001-2001), Marsilam Simanjuntak (2001),

Mohammad Mahfud MD (2001), Yusril Ihza Mahendra (2001-2004), Hamid Awaluddin

(2004-2007), Muhammad Andi Mattalatta (2007-2009), Patrialis Akbar (2009-2011), Amir

Syarifudin (2011-2014), dan Yasonna Hamonangan Laoly (2014-sekarang).16

Barda Nawawi Arief dalam makalahnya juga menyebutkan bahwa, pada tahun 1993,

konsep 1991/1992 (edisi revisi s.d Maret 1993), disampaikan ke Menkeh Ismail Saleh, tetapi

tidak pernah diteruskan ke DPR. RUU KUHP pertamakali masuk ke DPR sewaktu periode

Presiden SBY dengan Menkumhamnya Amir Syarifudin yang dimasukkan konsep RUU

KUHP 2012. Pada periode Presiden Jokowi, dengan Menkumhamnya Yasonna Laoly, RUU

KUHP 2012 dikembalikan dan dibahas ulang pada tanggal 1 s.d 6 Desember 2014 (yang

disebut sebagai RKUHP 2014/2015).17 Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa,

15Mokhammad Najih, op.cit, h. 42.

16Barda Nawawi Arief I, op.cit, h. 2.

17Barda Nawawi Arief I, op.cit, h. 12-13.

Page 18: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

12

konsep RUU KUHP 2015 memang telah ada dan sedang berproses, namun belum rampung

hingga saat ini.

Pembaharuan hukum pidana materiil (substantif) merupakan hal yang penting dan

mendasar. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa, “Pembaharuan dan pembangunan sistem

hukum nasional, termasuk bidang hukum pidana, merupakan masalah besar dalam agenda

kebijakan/politik hukum di Indonesia. Khususnya pembaharuan sistem hukum pidana

nasional masih sangat memprihatinkan...”.18 Uraian ini menegaskan bahwa, pembaharuan dan

pembangunan sistem hukum nasional yang berjalan sangat lamban ini mengarah pada

anggapan bahwa, pembaharuan hukum pidana Indonesia khususnya sistem hukum nasional

yang berlandaskan aspek ke Indonesiaan bukanlah hal yang mudah.

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa, pembaharuan hukum (law reform, khususnya

“penal reform”) pada hakikatnya adalah “membangun/memperbaharui pokok-pokok

pemikiran/konsep/ide dasarnya”, tidak hanya memperbaharui/mengganti perumusan pasal

(undang-undang) secara tekstual. Kajian tekstual tentang konsep RUU KUHP harus disertai

dengan diskusi konseptual.19 Pembaharuan hukum pidana dilakukan secara total, bukan

merupakan tambal sulam atau parsial dengan hanya mengganti/menyisipkan secara tekstual

(substansi) dari undang-undang. Secara total disini artinya yakni, yang diperbaharui adalah

konsepnya, ide-idenya, pokok pikirannya, gagasan, pandangan, nilai-nilainya yang diarahkan

pada karakter, kepribadian bangsa Indonesia dan tetap mengacu pada Pancasila.

Barda Nawawi Arief juga menyatakan bahwa, makna dan hakikat reformasi atau

pembaharuan KUHP :

1. KUHP merupakan suatu sistem hukum, khususnya merupakan sistem hukum pidana

(penal system) atau sistem pemidanaan (sentecing system). Oleh karena itu,

pembaharuan KUHP pada hakikatnya adalah pembaharuan sistem hukum

pidana/sistem pemidanaan.

2. KUHP Pada hakikatnya merupakan pembaharuan nilai budaya hukum/ide dasar.20

Hal ini menunjukkan bahwa, pembaharuan hukum tidak hanya merupakan pembaharuan

secara substantif, tapi merupakan pembaharuan sistem hukum, yang juga meliputi

pembaharuan struktur hukum dan budaya hukum.

Konsep rancangan KUHP Baru menurut Barda Nawawi Arief:

18Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. v.

19Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 1

20Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 3.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

13

Konsep rancangan KUHP Baru disusun dengan bertolak pada tiga

materi/substansi/masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu :

1) Masalah tindak pidana;

2) Masalah kesalahan atau pertanggungjawaban pidana, dan

3) Masalah pidana dan pemidanaan.21

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) masalah pokok dalam hukum pidana yang

kemudian menjadi fokus dalam Rancangan KUHP Indonesia, yaitu tindak pidana,

kesalahan/pertanggungjawaban pidana, dan pidana dan pemidanaan.

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa dalam KUHP yang berlaku sekarang dpat

ditemukan bahwa tidak semua bangunan/konstruksi konsepsional sistem hukum pidana atau

ajaran hukum pidana umum yang berlaku dimasukkan/dirumuskan di dalam Bagian Umum

Buku I. Terdapat beberapa hal penting yang tidak dimasukkan atau dirumuskan secara

eksplisit di dalam Buku I KUHP, diantaranya adalah ketentuan mengenai tujuan dan

pedoman pemidanaan, pengertian atau hakikat tindak pidana, sifat melawan hukum (termasuk

asas tiada pertanggungjawaban pidana tanpa sifat melawan hukum; “no liability without

unlawfullness”; asas ketiadaan sama sekali sifat melawan hukum secara materiel atau dikenal

dengan nama asas “afwezigheids van alle materiele wederrechtelijkheid-AVAW”-AVAS),

masalah kausalitas, masalah kesalahan atau pertanggung-jawaban pidana (termasuk asas tiada

pidana tanpa kesalahan;asas culpabilitas; “no liability without blameworthiness”;

afwezigheids van alle schould”-AVAS; pertanggungjawaban akibat/erfolgshaftung,

kesesatan/error, dan pertanggungjawaban korporasi.22 Hal inilah yang seharusnya perlu

dikaji karena penting untuk dirumskan dalam KUHP Indonesia dan menjadi agenda dalam

pembaharuan hukum pidana di Indonesia yang menyangkut 3 masalah dasar dalam hukum

pidana yakni: tindak pidana, kesalahan, dan pidana.

Terkait dengan penelitian ini, hal baru dalam Rancangan KUHP salah satunya adalah

mengenai asas Pertanggungjawaban Pidana. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa, konsep

RUU KUHP memberi kemungkinan untuk menerapkan asas "pemberian

maaf/pengampunan oleh hakim" ("rechterlijk pardon" atau''judicial pardon), hal ini

menjadikan konsep RUU KUHP tidak kaku dan bersifat absolut. Di dalam asas "Judicial

pardon" terkandung ide/pokok pemikiran :

- Mencegah/menghindari kekakuan/absolutisme pemidanaan;

- menyediakan "klep/katup pengaman" ("veiligheidsklep'');

21Barda Nawawi Arief III, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana; Perkembangan Penyusunan

Konsep KUHP Baru, cetakan pertama, Semarang, h.75.

22Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 4.

Page 20: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

14

- merupakan bentuk koreksi judisial terhadap asas legalitas (Judicial corrective to the

legality principle)

- Sebagai implementasi atau integrasi nilai atau paradigma "hikmah kebijaksanaan"

dalam Pancasila;

- Sebagai implementasi atau integrasi "tujuan pemidanaan" kedalam syarat pemidanaan

(karena dalam memberikan permaafan/pengampunan, hakim harus

mempertimbangkan tujuan pemidanaan); jadi syarat atau justifikasi pemidanaan tidak

hanya didasarkan pada adanya "tindak pidana" (asas legalitas) dan "kesalahan" tetapi

juga pada tujuan pemidanaan.23

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa kewenangan hakim untuk memberi maaf

("rechterlijk pardon ") dapat berarti hakim tidak menjatuhkan sanksi pidana tindakan

apapun.24

RUU KUHP juga merumuskan Tujuan Pemidanaan dan Pedoman Pemidanaan.

RUU KUHP mengatur mengenai Tujuan Pemidanaan (Pasal 54 RUU KUHP) dan pedoman

pemidanaan (Pasal 55 RUU KUHP).

Pasal 54 RUU KUHP

(1) Pemidanaan bertujuan:

a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi

pengayoman masyarakat;

b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi

orang yang baik dan berguna;

c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan

keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat

manusia.

Pasal 55 RUU KUHP

(1) Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:

a. kesalahan pembuat tindak pidana;

b. motif dan tujuan melakukan tindak pidana;

c. sikap batin pembuat tindak pidana;

d. tindak pidana yang dilakukan apakah direncanakan atau tidak direncanakan;

e. cara melakukan tindak pidana;

f. sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana;

g. riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pembuat tindak pidana;

h. pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana;

i. pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban;

j. pemaafan dari korban dan/atau keluarganya; dan/atau

k. pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.

23Barda Nawawi Arief III, loc.cit.

24Barda Nawawi Arief III, loc.cit.

Page 21: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

15

(2) Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat, atau keadaan pada waktu dilakukan

perbuatan atau yang terjadi kemudian, dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk tidak

menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi

keadilan dan kemanusiaan.

2.3 Penegakan Hukum

Menurut Djoko Prakoso penegakan hukum merupakan usaha untuk menciptakan tata

tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan

maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum,

dengan lain perkataan, baik secara preventif maupun represif.25 Satjipto Raharjdo

mengemukakan bahwa, “Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan

keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan”.26 Hal ini menunjukkan bahwa penegakan

hukum sangatlah penting sehingga diperlukan pedoman yang tepat untuk dapat memberikan

keadilan dan menjawab segala tuntutan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa, secara konsepsional a inti dan arti penegakan

hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan

kedamaian pergaulan hidup.27 Dalam upaya penegakan hukum pidana ini aparat penegak

hukum tentunya akan menemui hambatan-hambatan atau kendala-kendala. Beberapa pakar

atau ahli hukum telah mengutarakan pandangan-pandangannya mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum. Menurut Soerjono Soekanto :

... masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang

mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut memiliki arti yang sentral, sehingga

dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor

tersebut, adalah sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-

undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

25Djoko Prakoso, 1985, Eksistensi Jaksa Di Tengah- Tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 1.

26Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, h.

24.

27Soerjono Soekanto, 2005, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h. 5.

Page 22: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

16

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi

dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan

hukum. 28

Selain pendapat dari Soerjono Soekanto, juga perlu diperhatikan pendapat dari Lawrence

Meir Friedman.

Menurut pendapat L.M Friedman, “Hukum sebagai suatu sistem akan dapat berperan

dengan baik di dalam masyarakat jika instrumen pelaksanaannya dilengkapi dengan

kewenangan-kewenangan di bidang penegakan hukum”.29 Lebih lanjut beliau

mengemukakan bahwa :

Sistem hukum tersusun dari subsistem hukum yang berupa :

1. Substansi hukum

2. Struktur hukum, dan

3. Budaya hukum

Ketiga unsur sistem hukum inilah yang nantinya akan sangat menentukan apakah suatu

sistem hukum dapat berjalan atau tidak. Substansi hukum biasanya terdiri dari peraturan

perundang-undangan. Sedang struktur hukum adalah aparat, sarana dan prasarana

hukum. Adapun budaya hukum adalah berupa perilaku dari para anggota masyarakat itu

sendiri.30

Dalam membahas permasalahan ini juga perlu diperhatikan mengenai pandangan

Friedman mengenai komponen-komponen system, yang dapat menunjukkan efektif tidaknya

berlakunya hukum dalam masyarakat. Komponen system ini terdiri atas :

Komponen Struktural, yaitu bagian yang bergerak di dalam mekanisme. Misalnya di

dalam lembaga peradilan strukturnya membedakan pengadilan umum, pengadilan

administrasi, pengadilan agama, dan pengadilan militer, dengan pembagian kompetensi

masing-masing. Komponen struktural ini diharapkan untuk melihat bagaimana hukum

itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.

Komponen Substansi, yang termasuk dalam komponen ini adalah ketentuan-ketentuan

dan aturan-aturan hukum, yang tertulis dan tidak tertulis. Setiap keputusan adalah

produk substansi dari system hukum, misal setiap keputusan yang mengandung doktrin,

keputusan pengadilan, keputusan pembuat undang-undang, dan keputusan yang

dikeluarkan oleh badan-badan pemerintahan.

Komponen Kultur, yang terdiri dari nilai-nilai, sikap-sikap yang melekat dalam budaya

bangsa. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itulah yang dapat dipakai untuk

28Ibid, h. 8.

29Moh. Hatta, 2009, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Pidana Khusus, Liberty

Yogyakarta, Yogyakarta, h. 1.

30Ibid.

Page 23: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

17

menjelaskan apakah atau mengapa orang menggunakan atau tidak menggunakan

proses-proses hukum untuk menyelesaikan sengketanya.31

Dari pendapat Lawrence Meir Friedman, Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa :

Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang, umpamanya

mencakup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga

tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, dan seterusnya. Substansi mencakup isi

norma-norma hukum beserta perumusannya maupun acara untuk menegakkannya yang

berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Kebudayaan (sistem) hukum

pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai

yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga

dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).32

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum harus diperhatikan sehingga penegakan

hukum dapat dilakukan dengan baik.

31Sidik Sunaryo, op.cit, h. 15.

32Soerjono Soekanto, op.cit, h. 59.

Page 24: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penulisan

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif

yang mengkaji mengenai “Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan Hukum

Pidana Indonesia dan Impikasinya dalam Penegakan Hukum”. Menurut Sudikno

Mertokusomo penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meneliti kaidah atau

norma.33 Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa penelitian hukum adalah proses

untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum

guna menjawab isu hukum yang dihadapi.34 Penelitian ini mengkaji mengenai norma

sehingga digunakan penelitian hukum normatif.

3.1.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini untuk kedalaman pengkajian dan sesuai dengan konteks

permasalahan atau isu yang dikaji, digunakan lima jenis pendekatan yakni pendekatan kasus

(the case approach), pendekatan perundang-undangan (the statute approach), pendekatan

konseptual (conseptual approach), pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan

perbandingan (comparative approach).

3.1.2.1 Pendekatan kasus (the case approach).

Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa pendekatan kasus dilakukan dengan

menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan

pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, khususnya dalam bagian ratio

decidendi atau reasoning putusan pengadilan yaitu pertimbangan pengadilan atau alasan-

alasan hukum yang digunakan hakim untuk sampai pada putusannya. Ratio decidendi atau

reasoning ini dapat menjadi referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu

hukum.35 Penulis mengkaji kasus-kasus yang terjadi di masyarakat dan kasus-kasus dalam

putusan pengadilan.

33Sudikno Mertokusumo, 2014, Penemuan Hukum, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, h.37.

34Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h.35.

35Ibid, h. 93-119.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

19

3.1.2.2 Pendekatan perundang-undangan (the statute approach)

Menurut Peter Mahmud Marzuki pendekatan perundang-undangan adalah

pendekatan yang menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan

isu yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan yakni pendekatan dengan

menggunakan legislasi dan regulasi. Dalam pendekatan ini, peneliti perlu memahami hirarkhi

dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Peneliti tidak hanya melihat bentuk

peraturan, namun juga menelaah materi muatannya. Peneliti juga perlu mempelajari dasar

ontologis lahirnya undang-undang, landasan filosofis dari undang-undang, dan ratio legis dari

ketentuan undang-undang.36 Penulis mengkaji semua perundang-undangan yang terkait

dengan permasalahan atau isu hukum yang ada, serta melakukan pengkajian mengenai dasar

ontologis lahirnya undang-undang, landasan filosofis, dan ratio legis dari ketentuan undang-

undang yang terkait.

3.1.2.3 Pendekatan konseptual (conseptual approach)

Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa pendekatan konseptual adalah

pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang

di dalam ilmu hukum. Pemahaman pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin menjadi

sandaran dalam membangun argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.37

Pendekatan ini digunakan untuk membantu penulis dalam penyusunan analisis dan

argumentasi.

3.1.2.4 Pendekatan sejarah (historical approach)

Menurut Peter Mahmud Marzuki pendekatan sejarah dilakukan dengan menelaah

latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang

dihadapi.38 Aspek filosofis penting untuk diketahui dalam sebuah norma hukum, sehingga

digunakan pendekatan sejarah dalam penelitian ini.

3.1.2.5 Pendekatan perbandingan (comparative approach)

Menurut Peter Mahmud Marzuki studi perbandingan hukum merupakan kegiatan

membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain atau hukum dari suatu waktu

tertentu dengan hukum pada waktu yang lain. Selain itu, juga membandingkan suatu putusan

36Ibid, h. 93-102.

37Ibid, h. 95.

38Ibid, h. 94.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

20

pengadilan untuk masalah yang sama. Hal ini bermanfaat untuk penyingkapan latar belakang

terjadinya ketentuan hukum tertentu untuk masalah yang sama dari dua negara atau lebih

yang selanjutnya dapat dijadikan rekomendasi dalam penyusunan atau perubahan peraturan

perundang-undangan.39 Penelitian ini melakukan studi perbandingan mengenai KUHP di

negara-negara lainnya, seperti di Inggris.

3.3 Sumber Bahan Hukum.

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier/tertier. Bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a) Bahan hukum primer. Dalam penelitian ini dapat berupa bahan-bahan hukum yang

mengikat yang dalam penelitian ini terdiri dari peraturan dasar dan peraturan perundang-

undangan.

b) Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : pendapat para

pakar hukum (doktrin), buku-buku hukum (text book), dan artikel dari perkembangan

informasi internet.

c) Bahan hukum tersier/tertier yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum

dan kamus bahasa Indonesia.

3.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer yang terkait dengan penelitian ini dikumpulkan secara sistematis.

Bahan-bahan hukum sekunder yang terkait dalam penelitian ini dikumpulkan dan ditelusuri

dengan menggunakan metode bola salju (snow ball method). M. Hadin Muhjad dan Nunuk

Nuswardani menyatakan bahwa cara atau teknik “snow ball” dilakukan dalam pengumpulan

bahan hukum sekunder karena sangat minimnya referensi tentang hal yang dibahas. Dalam

hal menjaga kedalaman kajian dan tetap fokus pada permasalahan yang dikaji, cara atau

teknik “snow ball” disusun secara sistematik.40 Teknik ini dapat mempermudah penulis

dalam mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan.

39 Ibid, h. 132-h. 133.

40M. Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, cetakan

pertama, Genta Publising, Yogyakarta, h. 51.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

21

3.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Keseluruhan bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan

teknik analisis bahan hukum berupa teknik deskripsi/deskriptif, teknik komparatif, teknik

evaluasi/evaluatif, teknik interpretasi, teknik konstruksi, dan teknik

argumentasi/argumentatif:

3.5.1 Teknik deskripsi/deskriptif.

Dalam teknik deskriptif peneliti memaparkan apa adanya tanpa disertai tanggapan

atau pendapat pribadi peneliti tentang suatu peristiwa hukum atau kondisi hukum.41

3.5.2 Teknik komparatif.

Teknik ini diperlukan untuk menganalisis bahan hukum sekunder yang didalamnya

terdapat berbagai pandangan sarjana hukum. Identifikasi berbagai pandangan juris atau ahli

hukum ini diperlukan untuk kemudian dilakukan kristalisasi untuk menghasilkan kebenaran

sementara atas argumentasi peneliti.42

3.5.3 Teknik evaluasi/evaluatif.

Pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat ahli hukum yang pro dan kontra akan

dievaluasi dan hasil evaluasi kemungkinan bahwa peneliti menyetujui salah satunya dan

menolak yang lainnya atau peneliti tidak setuju terhadap keduanya.43 Hal ini tentu diperlukan

dalam menentukan pendapat atau pandangan ahli hukum yang dapat digunakan dalam

membahas permasalahan.

3.5.4 Teknik interpretasi

Menurut Sudikno Mertokusumo, “Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu

metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan gamblang mengenai teks undang-

undang agar ruang lingkup kaidah dapat diterapkan pada peristiwa hukum tertentu”.44 Teknik

interpretasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penafsiran gramatikal (tata bahasa),

penafsiran otentik, penafsiran sejarah, penafsiran sistematis/logis, penafsiran

teleologis/sosiologis, penafsiran komparatif/perbandingan, penafsiran antisipatif atau

futuristis, penafsiran restriktif, dan penafsiran ekstensif.

3.5.5 Teknik konstruksi.

41Pasek Diantha, 2016, Metodelogi Penelitian Hukum Normatif; Dalam Justifikasi Teori Hukum, cetakan

pertama, Prenada Media Group, Jakarta, h. 152.

42Ibid, h. 153.

43Ibid h. 153-154.

44Sudikno Mertokusumo, op.cit, h. 169.

Page 28: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

22

Dalam penelitian ini digunakan teknik konstruksi hukum berupa rechtverfijning atau

determinasi (penghalusan hukum). Menurut Pasek Diantha rechtverfijning atau determinasi

adalah menghaluskan atau mengkhususkan berlakunya peraturan perundang-undangan,

berkenaan dengan asas yang berlaku secara luas menjadi berlaku secara lebih sempit atau

khusus.45

3.5.6 Teknik argumentasi/argumentatif

Pasek Diantha menyatakan bahwa teknik argumentasi/argumentatif dilakukan pada

saat terakhir setelah dilakukannya teknis evaluasi terhadap argumen-argumen yang saling

berbeda. Inti dari argumentasi adalah penalaran atau reasoning atau penjelasan yang masuk

akal. Sebelum sampai pada tingkat nalar diupayakan terlebih dahulu membuat ulasan, telaah

kritis atas berbagai pandangan dalam bentuk komparasi untuk menggiring opini ke arah

terbangunnya nalar.46 Teknik ini dalam sebuah penelitian juga memiliki peranan yang penting

untuk membangun analisis berupa argumentasi yang baik (tepat/benar, logis).

45Pasek Diantha, op.cit, h. 154.

46Pasek Diantha, op.cit, h. 155.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

23

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam Pembaharuan Hukum Pidana di

Indonesia

Dilihat dari historisnya, Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa, penggunaan secara sadar

dan cukup konsisten baru dimulai pada tahun 1990-an, khususnya mulai tahun 1992. Mulai

pada tahun itu mulai dimasukkan asas secara konsisten sebagai komponen perundang-

undangan, yaitu, UU No. 13/1992 (Perkeretaapian), UU No. 14 /1992 (Lalu lintas jalan), UU

No. 15/1992 (Penerbangan), UU No. 21/1992 (Pelayaran), UU N0. 23/1992 (kesehatan), UU

No. 24/1992 (Penataan ruang), dan UU No. 25/1992 (Perkoperasian). Satjipto Rahardjo juga

menyatakan bahwa, hal tersebut memasukkan asas dalam perundang-undangan memang

dipujikan, disebabkan hukum itu bukan bangunan peraturan semata, melainkan juga

bangunan nilai-nilai. Oleh karena itu, sudah tepatnyalah apabila dalam peraturan hukum itu

ada bagian yang mampu untuk mengalirkan nilai-nilai tersebut, dan bagian itu adalah asas

hukum.47 Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa, secara normatif, dalam

perkembangannya, kini asas hukum dapat dijumpai dalam Undang-Undang dan secara

historis hal tersebut secara konsisten telah dilakukan sejak tahun 1992.

Asas hukum merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah Undang-undang.

Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa, asas hukum menjadi unsur yang penting dan pokok

dari peraturan hukum. Barangkali tidak berlebihan dikatakan bahwa, asas hukum ini

merupakan “jantungnya” peraturan hukum. Hal ini karena, ia merupakan landasan yang

paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa, peraturan-peraturan

hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut

landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau

merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Asas hukum ini tiak akan habis kekuatannya

dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada akan melahirkan

peraturan-peraturan selanjutnya. Oleh karena itu, Paton menyebutnya sebagai suatu sarana

yang membuat hukum itu hidup, tumbuh, dan berkembang dan juga ia juga menunjukkan

bahwa hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebutkan oleh

47Satjipto Rahardjo, 2006, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, cetakan kedua, PT. Kompas Media

Nusantara, Jakarta, 138.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

24

karena asas megandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.48

Lebih lanjut, Satjipto Rahardjo juga menyatakan bahwa, karena asas hukum

mengandung tuntutan etis, maka asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan

hukum dengan cita-cita sosisal dari pandangan etis masyarakatnya. Secara singkat, dapat

dikatakan bahwa melalui asas hukum ini, peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian

dari suatu tatanan etis. Asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang

bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada didalamnya. Oleh karena itu,

untuk memahami hukum suatu bangsa dengan sebaik-baiknya tidak bisa hanya melihat pada

peraturan-peraturan hukumnya saja, melainkan harus menggalinya sampai kepada asas-asas

hukumnya.49

Asas hukum juga dikatakan sebagai batu ujian terhadap hukum positif sebagaimana

yang dikemukakan oleh Peters, yang dikutip dari buku Komariah Emong Supardjaja dengan

judul “Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum pidana Indonesia” yang

menyatakan bahwa, asas-asas hukum suatu nilai otonom yang relatif, yang selalu harus

dikemukakan sebagai batu ujian terhadap hukum positif. Asas-asas hukum bukanlah sesuatu

yang akan dapat membendung kriminalitas secara supel dan diam-diam, tetapi justru asas-

asas hukum itu bertujuan memberikan norma kontrol terhadap tindakan negara.50

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa, asas-asas hukum sangatlah penting

dalam sebuah norma hukum dan juga dalam penegakan hukum. Asas hukum merupakan

cerminan nilai-nilai yang selanjutnya termuat dalam norma hukum yang sebagaimana

dinyatakan oleh J. J. H Bruggink bahwa asas hukum merupakan kaidah yang memuat ukuran

(kriteria) nilai. Sebagaimana yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa asas hukum

adalah jantungnya peraturan hukum dan asas hukum juga dapat membantu kita dalam

memahami hukum suatu bangsa. Dapat dikatakan bahwa, terdapat suatu point of value yang

menunjukkan adanya sudut pandang suatu negara tercermin dalam hukum itu melalui asas-

asas hukumnya. Asas-asas hukum merupakan point of value yang menunjukkan karakter,

nilai-nilai falsafah suatu bangsa. Sebagaimana yang telah kita ketahui juga bahwa asas

hukum merupakan refleksi dari norma hukum. Peters juga menyatakan bahwa, asas hukum

juga sangat penting sebagai batu ujian terhadap hukum positif dan dapat memberikan norma

kontrol terhadap tindakan negara.

48Satjipto Rahardjo, 2012, Ilmu Hukum, cetakan ketujuh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 45.

49Ibid, h. 46-47.

50Komariah Emong Supardjaja, 2002, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum pidana

Indonesia, cetakan pertama, Alumni, Bandung, h. 10.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

25

Sebagaimana yang telah kita ketahui, asas hukum itu bersifat universal yang berarti

bahwa dalam keadaaan bagaimapun asas hukum tetap dihormati dan digunakan sebagai dasar

penyusunan norma suatu peraturan hukum. Asas hukum juga memiliki sifat kritis normatif

yang digunakan sebagai ukuran untuk menilai tentang sifat adil dan tidaknya suatu norma

(kritis) dan asas hukum memiliki fungsi mengatur kebijakan pemerintah dalam hukum pidana

(normatif). Asas hukum memuat nilai moral dan etik sehingga memiliki peran yang penting

didalam pembentukan suatu peraturan hukum atau memiliki kedudukan yang penting dalam

sebuah peraturan hukum. Asas hukum menunjukkan nilai-nilai yang ada di belakang suatu

peraturan hukum.

Asas hukum menjadi landasan berpijak serta pedoman yang menjiwai suatu Peraturan

Perundang-undangan. Menjiwai dalam arti ini memuat makna yang sangat penting bahwa,

asas hukum yang dianut dalam sebuah undang-undang akan mencerminkan isi dari Undang-

undang tersebut. Dengan kata lain, asas hukum dapat mewakilkan ide-ide, konsep, gagasan,

pandangan serta jati diri dari sebuah peraturan perundangan-undangan. Asas hukum sangat

menentukan isi secara keseluruhan dari norma yang dibentuk, karena asas hukum akan

menentukan atau sejalan dengan konsep dasar dari aturan tersebut. Asas hukum yang baik,

yang kokoh dan dapat diterima oleh masyarakat hendaknya juga sesuai dengan nilai-nilai

Pancasila. Hal ini juga berlaku di dalam KUHP ataupun di dalam RUU KUHP. Asas hukum

yang berlaku di dalam KUHP dan RUU KUHP sangat menentukan penegakan hukumnya dan

isi dari undang-udang tersebut.

Teguh Prasetyo menegaskan bahwa, hukum pidana mengenai berbagai asas-asas

hukum yang berlaku untuk keseluruhan perundang-undangan yang ada, kecuali hal-hal yang

diatur secara khusus di dalam Undang-undang tertentu (lex spesialis) seperti yang telah

disebutkan dalam Pasal 103 KUHP. Walaupun demikian, terdapat asas yang sangat penting

dan seyogyanya tidak boleh diingkari, karena asas tersebut merupakan tiang penyangga

hukum pidana.51 Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa, asas hukum memiliki peranan

yang sangat penting sebagai tiang penyangga dalam hukum pidana.

Jika ditelusuri dan dikaji asas-asas hukum pidana yang diatur dalam KUHP atau asas

hukum yang diterapkan di dalam KUHP (W.v.S) dapat terlihat dari pasal-pasal yang

tercantum pada Buku I KUHP yang mengatur mengenai Ketentuan Umum. Jika diklasifikasi

asas-asas hukum yang termuat dalam KUHP (W.v.S) diantaranya adalah :

1. Asas legalitas (asas legalitas formal)

2. Asas non retroaktif

51Teguh Prasetyo, 2010, Hukum Pidana, cetakan kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 37.

Page 32: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

26

3. Asas teritorial

4. Asas personal (asas nasional aktif/asas kebangsaan)

5. Asas perlindungan (asas nasional pasif)

6. Asas universalitas

Dalam perkembangan hukum, perkembangan tindak pidana, perkembangan

masyarakat, dan perkembangan tuntutan pemenuhan rasa keadilan masyarakat tentu asas

hukum menjadi fokus utama dalam pembaharuan hukum pidana. Faktanya, walaupun asas

hukum sangat penting dalam sebuah norma hukum dan juga dalam penegakan hukum, namun

asas hukum kini tidak sakral lagi pemberlakuannya. Dengan kata lain, asas hukum juga dapat

berubah atau disempunakan melalui pembaharuan hukum pidana. Hal ini semata-mata untuk

memenuhi tujuan dari hukum itu sendiri yakni menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan

kepastian hukum.

Hal ini sejalan dengan pendapat t’Hart yang dikutip dari buku Komariah Emong

Supardjaja dengan judul “Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum pidana

Indonesia” yang menyatakan bahwa, “...asas-asas hukum tidak mempunyai isi yang pasti dan

permanen; asas-asas itu juga tidak dapat dinilai lepas dari dimensi sejarah dan konteks

kemasyarakatan dimana hal tersebut termasuk”.52 Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa,

pertumbuhan dan perkembangan hukum pidana seharusnya mengikuti dinamika

perkembangan masyarakat baik dalam tatanan pergaulan nasional maupun internasional serta

memperhatikan kearifan lokal/hukum adat. Hal ini, secara mutatis mutandis juga

mempengaruhi keberlakuan asas-asas hukum pidana.

Jika dikaji, RUU KUHP Indonesia telah berupaya untuk mengakomodir berbagai

perkembangan hukum, perkembangan tindak pidana, perkembangan masyarakat, dan

perkembangan tuntutan pemenuhan rasa keadilan masyarakat. RUU KUHP telah berupaya

untuk membentuk sebuah ide, gagasan, konsep dasar, gagasan, padangan-pandangan

berdasarkan pada ideologi Pancasila yang akhirnya dirumuskan ke dalam sebuah asas hukum.

Jika dikaji, dapat ditemukan hal-hal yang baru didalam RUU KUHP. Terdapat asas-asas

hukum dalam RUU KUHP yang baru yang sangat diharapkan mampu menjadi pedoman dan

pijakan dalam penegakan hukum dan mampu mewakili dan memberikan warna baru dalam

KUHP Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Hal ini juga merupakan terobosan

sebagai langkah mencapai hukum yang progresif dan responsif.

Jika dikaji asas-asas yang baru yang termuat dalam RUU KUHP dan yang tidak termuat

dalam KUHP (W.v.S) Indonesia diantaranya adalah :

52Komariah Emong Supardjaja, op.cit, h. 8.

Page 33: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

27

1. Asas Legalitas Materiil (RUU KUHP memperluas perumusan asas legalitas formal

dengan mengatur ketentuan mengenai asas legalitas materiil)

Asas legalitas dapat diihat sebagai asas tentang sumber hukum dan asas tentag ruang

berlakunya hukum pidana menurut waktu.53 Jika diklasifikasi, menurut Barda Nawawi

Arief, sumber hukum atau landasan legalitas untuk menyatakan suatu perbuatan sebagai

tindak pidana tidak hanya didasarkan pada asas egalitas formal tapi juga didasarkan pada

asas legalitas materiel. Dengan kata lain, asas legalitas dapat dilihat dari segi formil dan

materielnya. Asas legalitas formal artinya asas legalitas yang berdasarkan Undang-

Undang. Sedangkan asas legalitas materiel adalah asas legalitas ini memberikan tempat

kepada hukum yang hidup atau hukum yang tidak tertulis.54 Jika dikaji, rumusan asas

legalitas dalam KUHP (W.v.S) Indonesia yang berlaku saat ini hanya mengarah kepada

asas legalitas formal. Namun dalam perkembangannya yakni dalam pembaharuan RUU

KUHP, dalam rumusan asas legalitas dalam rancangan KUHP Indonesia telah

menunjukkan perubahan formulasi atau rumusan yang selain mencerminkan yang memuat

asas legalitas formil dan materiel.

Barda Nawawi Arief juga menegaskan bahwa, RUU KUHP memperluas

perumusannya secara materiil dengan menegaskan bahwa ketentuan Pasal 1 ayat (1) itu

tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup didalam masyarakat. Disamping hukum

yang tertulis (UU) sebagai kriteria atau patokan formal yang utama, konsep juga masih

memberi tempat kepada sumber hukum tidak tertulis yang hidup sebagai dasar

menetapkan patut dipidananya perbuatan. Berlakunya hukum yang hidup didalam

masyarakat itu hanya untuk delik-delik yang tidak ada bandingannya (persamaan) atau

tidak diatur dalam UU.55

Perlu diketahui juga bahwa, walaupun tidak diatur secara lengkap dan jelas

mengenai kriteria (rambu-rambu) sumber hukum asas legalitas materiel ini, namun dalam

RUU KUHP Pasal 2 ayat (2) telah memuat bahwa berlakunya hukum yang hidup dalam

masyarakat sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, hak

asasi manusia, dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-

bangsa. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa, “Sesuai dengan nilai-nilai nasional

(Pancasila), yaitu sesuai dengan nilai/paradigma moral religius, dengan nilai/ paradigma

53Barda Nawawi Arief IV, 2011, Perbandingan Hukum Pidana, cetakan kesembilan, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h. 97.

54Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 12.

55Barda Nawawi Arief III, 2010, Kebijakan Hukum Pidana; Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP

Baru, cetakan pertama, Kencana, Jakarta, h. 76.

Page 34: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

28

kemanusiaan/humanis, dengan nilai/ paradigma kebangsaan, dengan nilai/paradigma

demokrasi (kerakyatan/hikmah kebijaksanaan), dan dengan nilai/ paradigma keadilan

sosial”.56 Pancasila memang merupakan landasan filosofis yang harus mendasari RUU

KUHP Indonesia.

Hal ini juga bertolak dari upaya pengimplementasian nilai-nilai Pancasila dalam

Rumusan konsep RUU KUHP. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Barda Nawawi

Arief bahwa, dalam penyusunan Konsep KUHP Baru tidak dapat dilepaskan dari

ide/kebijakan pembangunan Sistem Hukum Nasional yang berlandaskan Pancasila sebagai

nilai-nilai berkehidupan kebangsaan yang dicita-citakan. Ini berarti, pembaharuan Hukum

Pidana Nasional seyogianya juga dilatarbelakangi dan bersumber/berorientasi pada ide-ide

dasar ("basic ideas") Pancasila yang mengandung di dalamnya keseimbangan

nilai/ide/paradigma moral religius (Ketuhanan), kemanusiaan (humanistik), kebangsaan,

demokrasi, dan keadilan sosial.57 Dapat dikatakan bahwa, asas legalitas materiil

merupakan salah satu wujud dari ide keseimbangan dalam pembaharuan hukum pidana.

2. Asas Retroaktif (Kajian Ulang terhadap masalah retroaktif)

KUHP (W.v.S) Indonesia menganut asas non retroaktif yang artinya peraturan pidana

tidak boleh berlaku surut (retroaktif) yang mengandung larangan retroaktif bagi peraturan

pidana, walaupun dimungkinkan berlaku surut jika ada perubahan dalam perundang-

undangan dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa. RUU KUHP memuat kajian

ulang mengenai masalah retroaktif dengan memperluas asas ini. Atau dengan kata lain terjadi

perluasan asas retroaktif.

Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa, bertolak dari ide keseimbangan. Konsep

juga dapat menerima ketentuan Psl. 1 Ayat (2) WvS/KUHP yang memberi kemungkinan

berlaku surutnya UU (retro aktif). Psl. I Ayat (2) ini dipandang sebagai "pasangan",

"pelengkap" dan "penyeimbang" dari asas "lex temporis delicti" atau asas "non retro aktif'.

Namun perumusan Psl. 1 Ayat (2) WvS dalam Konsep KUHP (mengalami

perubahan/perluasan. Menurut Konsep RUU KUHP, ide "retro aktif' dan asas "menerapkan

aturan yang lebih menguntungkan meringankan" dalam hal ada perubahan UU, tidak hanya

berlaku untuk tersangka/terdakwa sebelum keputusan hakim berkekuatan tetap, tetapi juga

berlaku ( diperluas) untuk terpidana atau setelah keputusan berkekuatan tetap. 58

56Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 13.

57Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 4.

58Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 14.

Page 35: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

29

Dalam Rumusan RUU KUHP memuat ketentuan bahwa, dalam hal terdapat

perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan

perundang-undangan yang baru dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama

berlaku apabila menguntungkan bagi pembuat. Dalam hal setelah putusan pemidanaan

memperoleh kekuatan hukum tetap, perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan tindak

pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, maka pelaksanaan putusan

pemidanaan dihapuskan. Dalam hal setelah putusan pemidanaan memperoleh kekuatan

hukum tetap, perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut

peraturan perundang-undangan yang baru, maka pelaksanaan putusan pemidanaan tersebut

disesuaikan dengan batas-batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru.

3. Sifat melawan hukum formal dan materiil

Di dalam Buku I Bab II mengenai tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana RUU

KUHP memberikan definisi mengenai Tindak pidana yang diartikan sebagai perbuatan

melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan

dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana. Untuk dinyatakan

sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan

perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum

yang hidup dalam masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan

hukum, kecuali ada alasan pembenar.

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa RUU KUHP memberikan definisi

mengenai tindak pidana yang intinya bahwa merupakan perbuatan yang melawan hukum baik

secara formal maupun materiel. Konsep berpandangan bahwa unsur sifat melawan hukum

merupakan unsur mutlak yang harus ada dalam Tindak Pidana. RUU KUHP ini menegaskan

asas tindak pidana terhadap sifat melawan hukum khususnya memperluas mengenai sifat

melawan hukum materiel. Dengan demikian dalam konsep RUU KUHP ini tindak pidana

tersebut dikatakan merupakan tindak pidana jika telah melawan/bertentangan/melanggar

hukum tertulis (sifat melawan hukum formil) dan melawan/bertentangan/melanggar nilai-

nilai yang hidup dalam masyarakat/hukum tidak tertulis/hukum yang hidup (sifat melawan

hukum materiel).

4. Asas Kesalahan

RUU KUHP merumuskan asas kesalahan. Yang mengatur bahwa, tidak seorang pun

yang melakukan tindak pidana dipidana tanpa kesalahan. Kesalahan terdiri dari kemampuan

Page 36: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

30

bertanggung jawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf. Barda Nawawi

Arief menyatakan bahwa, “Asas "tiada pidana tanpa kesalahan" (asas culpabilitas) yang

merupakan asas kemanusiaan, dirumuskan di dalam Konsep sebagai pasangan dari asas

legalitas yang merupakan asas kemasyarakatan”.59 Dapat dikatakan bahwa, diatur secara

tegas asas “tiada pidana tanpa kesalahan” dalam Buku I.

5. Asas Pertanggungjawaban pidana

Selain memasukkan pertanggungjawaban pidana perusahaan (korporasi), RUU KUHP

memuat asas strict liability dan vicarious liability. Berkaitan dengan pertanggung jawaban

koorporasi, subyek Hukum Pidana (orang dan korporasi), menapikan asas “universitas

delinquare non potest”. Mengenai asas pertangungjawaban pidana, Barda Nawawi Arief

menyatakan bahwa, dalam masalah "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA", Konsep RUU

KUHP memberi kemungkinan untuk menerapkan asas. "strict liability", asas "vicarious

liability", dan asas "pemberian maaf/pengampunan oleh hakim" ("rechterlijk pardon"

atau''judicial pardon), sehingga konsep tidak kaku dan bersifat absolut. Di dalam asas

"Judicial pardon" terkandung ide/pokok pemikiran :

- menghindari kekakuan/absolutisme pemidanaan;

- menyediakan "klep/katup pengaman" ("veiligheidsklep'');

- bentuk koreksi judisial terhadap asas legalitas ("Judicial corrective to the legality

principle

- pengimplementasian/pengintegrasian nilai atau paradigma "hikmah kebijaksanaan"

dalam Pancasila;

- pengimplementasian/pengintegrasian "tujuan pemidanaan" kedalam syarat

pemidanaan (karena dalam memberikan permaafan/pengampunan, hakim harus

mempertimbangkan tujuan pemidanaan); jadi syarat atau justifikasi pemidanaan tidak

hanya didasarkan pada adanya "tindak pidana" (asas legalitas) dan "kesalahan" tetapi

juga pada tujuan pemidanaan.60

Dalam pertanggungjawaban pidana juga memuat mengenai kewenangan hakim untuk

memberi maaf. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief bahwa,

kewenangan hakim untuk memberi maaf ("rechterlijk pardon ") dengan tidak menjatuhkan

sanksi pidana tindakan apapun, diimbangi pula dengan adanya asas "culpa in causa" (atau

59Barda Nawawi Arief II, op.cit, h. 17.

60Barda Nawawi Arief II, loc.cit.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

31

asas "actio Iibera in causa") yang memberi kewenangan kepada hakim untuk tetap

mempertanggung-jawabkan si pelaku tindak pidana walaupun ada alasan penghapus pidana,

jika si pelaku patut dipersalahkan (dicela) atas terjadinya keadaan yang menjadi alasan

penghapus pidana tersebut. Dengan demikian, kewenangan hakim untuk memaafkan (tidak

memidana) diimbangi dengan kewenangan untuk tetap memidana sekalipun ada alasan

penghapus pidana.61

6. Selain asas-asas tersebut, perlu diketahui bahwa dalam pemidanaan RUU KUHP telah

memuat mengenai tujuan pemidanaan, pedoman pemidanaan, serta jenis pidana yang

berbeda yang tidak diatur sebelumnya dalam KUHP lama (W.v.S). Selain itu RUU juga

merumuskan konsep mengenai asas kausalitas.

Hal-hal tersebut merupakan beberapa perubahan mengenai asas hukum yang termuat

dalam RUU KUHP. Perubahan asas ini sangatlah penting yang nantinya akan digunakan

sebagai pedoman dalam penegakan hukum di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa, asas hukum

memili peranan yang sangat penting sebagai pedoman dan yang menjiwai peraturan

perundang-undangan. Untuk mencapai penegakan hukum yang responsif dan proresif,

pembaharuan hukum sangatlah diperlukan. Jika dikaji, ada beberapa urgensi dari

diperlukannya pembaharuan hukum pidana :

• Alasan Praktis bahasa asli KUHP adalah bahasa Belanda, tidak banyak penegak

hukum yang paham.

• Alasan Politis Indonesia adalah negara merdeka.

• Alasan Sosiologis Nilai-nilai yang melandasi KUHP berbeda dengan nilai-nilai

bangsa Indonesia.

• Alasan integratif menyesuaikan dengan perkembangan dunia.

4.2 Peranan Asas-Asas Hukum Pidana Menciptakan Keadilan Dalam Penegakan

Hukum Pidana di Indonesia

Keadilan merupakan salah satu pokok pembicaraan yang paling banyak dibicarakan sepanjang

perjalanan penegakan hukum di Indonesia. Keadilan juga merupakan salah satu tujuan dari hukum

yang sejak dahulu menjadi perdebatan, karena dianggap merupakan rumusan yang relatif, begitupula

dalam pemenuhannya. Kini, keadilan juga menjadi tuntutan yang besar dalam kehidupan hukum di

Indonesia. Adanya fakta proses peradilan yang menunjukkan ketidakadilan, oknum-oknum penegak

hukum yang tidak professional, tidak berintegritas, dan tidak mengatasnamakan moral dalam

61Barda Nawawi Arief II, loc.cit.

Page 38: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

32

pelaksanaan tugasnya, dan segala hal yang mencerminkan carut marutnya wajah peradilan kita, yang

belum mampu memberikan keadilan, tentu perlu dikaji.

Indonesia menganut prinsip negara hukum yang dinamis atau welfare state (negara

kesejahteraan), karena negara wajib menjamin kesejahteraan sosial atau kesejahteraan masyarakat.

Mengacu pada prinsip ini maka, dengan sendirinya tugas pemerintahan begitu luas. Pemerintahan

wajib memberikan perlindungan kepada masyarakat, yang salah satunya di bidang hukum.62

Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya harus memberikan perlindungan hukum (iustitia

protectiva) bagi rakyatnya serta berkewajiban terhadap pemenuhan keadilan. Perlindungan hukum ini

dapat berbentuk jaminan atas penyelenggaraan proses hukum yang adil (due process of law) serta

penyelenggaraan peradilan yang dapat memenuhi rasa keadilan terutama bagi terutama bagi kalangan

atau kelompok orang miskin sebagai kalangan marginal. Pemerintah harus melindungi kelompok

yang lemah ini sebagai bentuk pelaksanaan tugas negara modern.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, keadilan merupakan salah satu tujuan hukum selain

kepastian hukum dan kemanfaatan. Idealnya dalam pelaksanaannya hukum sebaiknya mampu

memenuhi dan mengakomodasaikan ketiga tujuan tersebut. Dalam hal ini, hukum juga harus bisa

mengakomodasikan ketiga nilai dasar tersebut, agar nantinya hukum efektif di masyarakat.

Ahmad Rifai menyatakan bahwa, tujuan hukum sebenarnya sama dengan apa yang

dikemukakan oleh Gustav Radbruch sebagai 3 (tiga) nilai dasar dari hukum, yaitu keadilan,

kemanfaatan, dan kepastian hukum. Selanjutnya, Gustav Radbruch juga mengajarkan penggunaan

asas prioritas dari ketiga asas tersebut. Prioritas pertama akan selalu jatuh pada keadilan, lalu

kemanfaatan, dan yang terakhir adaah kepastian hukum.63 Berdasarkan hal ini, dapat diketahui bahwa,

jika dihadapkan pada sebuah kasus yang harus memilih yang mana yang diutamakan, maka keadilan

yang harus diutamakan, walaupun idealnya hukum harus memenuhi ketiga hal tersebut.

Darji Darmodiharjo dan Shidartha menyebutkan bahwa, tujuan hukum memang bukan hanya

keadilan, tetapi juga kemanfaatan dan kepastian hukum. Idealnya memang harus mengakomodasikan

ketiganya, Putusan hakim misalnya sedapat mungkin merupakan resultante dari ketiganya. Sekalipun

demikian, tetap ada yang berpendapat bahwa, diantara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan

merupakan tujuan yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat bahwa, keadilan adalah tujuan

hukum satu-satunya. Bisman Siregar (hakim di Indonesia) menyatakan bahwa, “Bila untuk

menegakkan keadilan saya korbankan kepastian hukum, akan saya korbankan hukum itu. Hukum

hanya sarana, sedangkan tujuannya adalah keadilan. Mengapa tujuan dikorbankan karena sarana?.64

Pernyataan ini menunjukkan pentingnya sebuah keadilan dalam penegakan hukum.

62SF Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2009, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty Yogyakarta,

Yogyakarta, h. 52.

63Ahmad Rifai, op.cit, h. 132.

64Darji Darmodiharjo dan Sidartha, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat

Hukum Indonesia), cetakan kelima, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 156.

Page 39: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

33

Keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum merupakan nilai-nilai dasar hukum yang penting

di dalam membangun hukum di Indonesia. Dalam pembentukan sebuah Peraturan Perundang-

undangan selain memuat nilai-nilai moral juga harus mencerminkan 3 nilai dasar tersebut, begitu pula

dalam penegakan hukumnya. Hukum harus mengakomodasikan ketiga hal tersebut secara

proposional, serasi, seimbang, dan selaras. Namun dalam prakteknya, penerapan atau penegakan

hukum di Indonesia masih sangat sulit untuk mengkombinasikan ketiga nilai-nilai dasar dari hukum

tersebut. Dalam prakteknya, keadilan kerap dikesampingkan demi mewujudkan kepastian hukum.

Banyak sekali terjadi kasus-kasus yang menunjukkan sebuah penegakan hukum yang sangat kaku,

legalitik formal dan tidak mencerminkan rasa keadilan. Hal ini merupakan permasalahan yang akan

terus berlanjut jika masih berkembang paradigma bahwa kepastian hukum lebih penting dari keadilan.

Kasus pencurian kayu yang dilakukan oleh seorang kakek yang bernama Harso Taruno (67

tahun) di Gunungkidul Yogyakarta dan pencurian kayu oleh nenek Artija di Jember. Kasus pencurian

tiga buah kakao yang dilakukan oleh nenek Minah di Jawa Tengah, kasus pencurian sandal jepit yang

dilakukan oleh Aal di Palu, kasus pencurian dua buah semangka oleh Basar Suyanto dan Kholil di

Kediri, Kasus pencurian dua buah kapas yang dilakukan oleh Rusnoto; 14 tahun, Juwono; 16 tahun,

Sri Suratmi; 25 tahun, dan Minase; 39 tahun di Jawa Timur, Pencurian Enam Piring oleh nenek

Rasminah di Serang, kasus pencurian bunga oleh Foni Nubatonis (16 tahun) di Nusa Tenggara Timur,

dan Pencurian merica oleh seorang kakek berusia 66 tahun di Dusun Sengkang Desa Talle,

Kecamatan Sinjai, merupakan beberapa kasus yang menunjukkan penegakan hukum yang tidak

mencerminkan keadilan.

Kasus-kasus tersebut juga menunjukkan, keadilan dikesampingkan demi mewujudkan

kepastian hukum atau keadilan dikorbankan untuk kepastian hukum. Penyelesaian kasus-

kasus yang menjadi sorotan publik tersebut menunjukkan bahwa, hukum terlalu legalistik

formal, kaku, tidak logis dan tidak mencerminkan keadilan, khususnya bagi masyarakat kelas

bawah (masyarakat miskin). Proses hukum tersebut menimbulkan kekecewaan bagi

masyarakat dan menunjukkan minimnya akses keadilan bagi orang atau kelompok orang

miskin ini.

Penegakan hukum dalam kasus-kasus yang tidak mencerminkan keadilan, sebagaimana

yang telah diuraikan sebelumnya juga kian memperparah sikap pesimisme, sikap skeptis

masyarakat, dan menimbulkan kekecewaan terhadap penegakan hukum di Indonesia yang

tidak mampu memberikan keadilan bagi masyarakat kelas bawah (orang/kelompok orang

miskin). Dalam penegakan hukum, seharusnya kelompok inilah yang harus diprioritaskan

mendapatkan perlindungan karena kedudukannya yang dalam hal ini sangat rentan

diperlakukan secara tidak adil dan penuh diskriminasi. Penerapan atau penegakan hukum

yang tidak mencerminkan keadilan dalam kasus-kasus yang telah diuraikan sebelumnya

merupakan salah satu bentuk gagalnya pemenuhan keadilan di Indonesia.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

34

Penegakan hukum di Indonesia masih seperti sebelah pisau yang tajam ke bawah dan

tumpul ke atas. Fenonema dalam fakta-fakta atau dass sollen inilah yang secara sosiologis

menunjukkan belum terciptanya keadilan bagi masyarakat miskin. Rasa keadilan belum

sepenuhnya tersentuh dikalangan masyarakat miskin.

Secara konsepsi, hal ini terkait dengan hukum positif yang ada di Indonesia, yang

merupakan produk hukum peninggalan Belanda (KUHP). Jika dikaji, KUHP memuat

rumusan-rumusan pasal yang mengandung asas-asas tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila

sebagai ideologi bangsa kita, sehingga berdampak pada penegakan hukum yang kaku atau

tidak fleksibel. Begitupula KUHAP sebagai pedoman hukum acara pidana di Indonesia, yang

perlu dilakukan pembaharuan hukum untuk mengarah pada hukum yang komprehensif,

responsif, dan progres agar mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Dikaji dari aspek yuridisnya, telah tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa, “Negara Indonesia adalah

negara hukum”. Negara hukum yang di dalamnya semua penggunaan kekuasaan harus selalu

ada landasan hukumnya dan berada dalam kerangka batas-batas yang ditetapkan oleh

hukum.65 Sifat negara hukum ini hanya dapat ditunjukkan jika alat-alat perlengkapannya

bertindak menurut peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga pemerintahan

yang berwenang dan sesuai dengan asas legalitas.66 Dengan demikian, dalam suatu negara

hukum setiap kegiatan peradilan dan juga penegakan hukum wajib tunduk pada aturan-aturan

hukum yang berlaku (ius constitutum) dan menjungjung tinggi asas legalitas.

Segala tindakan aparat penegak hukum harus berdasarkan pada hukum serta Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku. Penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya juga harus bertindak sesuai dengan hukum atau Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya, kadang kala dapat terhambat karena

hal ini, dan juga dapat terhambat di dalam mengambil suatu keputusan atau dalam melakukan

tindakan yang tidak diatur oleh Peraturan Perundang-undangan.

Patut disadari bahwa, tidak ada Peraturan Perundang-undangan yang mampu mencakup

segala hal, oleh sebab itu, muncullah kewenangan diskresi yang dimiliki penegak hukum.

Pada dasarnya setiap aparat penegak hukum memang harus menjunjung tinggi asas legalitas,

namun dalam kondisi dan situasi tertentu, kewenangan diskresi ini sangat diperlukan.

Diskresi ini juga dapat diterapkan terhadap kasus-kasus yang telah diuraikan sebelumnya

65Bahder Johan Nasution, 2011, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, cetakan pertama, CV. Mandar

Maju, Bandung, h. 76.

66Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, cetakan pertama, Paradigma,

Yogyakarta, h. 92.

Page 41: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

35

(tindak pidana ringan yang dilakukan oleh orang/kelompok orang miskin), karena jika

penegak hukum kita berfikir progresif dengan mengutamakan keadilan maka seharusnya

kasus-kasus tersebut tidak sampai di tingkat pemeriksaan di pengadilan. Diskresi perlu

diterapkan untuk mewujudkan efisiensi dan efektifitas penyelesaian kasus dalam konteks

pencapaian hukum yang responsif. Sebagai bentuk konkrit, diskresi yang dapat dilakukan

adalah menerapkan alternatif penyelesaian perkara pidana dengan musyawarah mufakat

dengan pendekatan asas kekeluargaan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi,

Dalam konteks bidang sistem peradilan pidana, moral dan etika menjadi sesuatu yang

sangat penting sebagai pedoman aspek perilaku para penegak hukum dalam melaksanakan

segala ketentuan dari hukum procedural yang berlaku.67 Dengan demikian, secara moral dan

etika seharusnya tidak terjadi penegakan hukum yang sedemikian kaku dan tidak

mencerminkan keadilan. Kasus-kasus yang mencerminkan penegakan hukum yang kaku dan

legalistik formal ini, terkesan terlalu berlebihan jika sampai pada proses pengadilan, karena

kerugian yang ditimbulkan tidak besar jika dibandingkan kerugian mental secara psikis yang

harus dialami terlebih kasus-kasus ini melibatkan seorang anak dan melibatkan orang yang

sudah lanjut usia, yang harusnya mendapatkan perlindungan khusus.

Secara kriminologi, hal ini juga terkait dengan labelling yang sangat merugikan masa

depan seorang anak. Kasus-kasus ini kian mendapat sorotan publik karena penerapan dan

penegakan hukum yang dinilai kurang tepat. Kasus-kasus ini tentu akan terus terjadi jika

penegak hukum kita tidak bisa berfikir secara progres demi keadilan masyarakat. Keadilan

berdasarkan pancasila nampaknya tidak lagi menjadi perhatian bagi penegak hukum kita

dalam kasus-kasus tersebut. Kasus-kasus ringan yang diadili sampai kengadilan sebagaimana

yang telah diuraikan sebelumnya, yang pada umumnya adalah kasus pencurian ringan (tindak

pidana ringan) yang dilakukan oleh pelaku yang sudah lanjut usia dan dilakukan oleh seorang

anak seharusnya mendapat perlakuan khusus, dengan pertimbangan-pertimbangan moral

untuk memberikan keadilan tidak hanya bagi si pelaku tapi juga bagi masyarakat luas. Hal ini

bukan saja untuk kepentingan keadilan saja tapi juga bermanfaat bagi peradilan di Indonesia

untuk mewujudkan trilogi peradilan demi mencapai proses peradilan yang efektif dan efisien.

Jika dikaji, dapat dikatakan bahwa penerapan serta penegakan hukum dalam kasus ini kurang

tepat. Ada cara lainnya yang dapat digunakan untuk menegakkan hukum dalam kasus ini,

yakni dengan alternatif penyelesaian perkara pidana.

Dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan, seharusnya kasus ini tidak sampai

diproses dipengadilan. Seharusnya di kepolisian, ditingkat penyelidikan atau penyidikanlah

67Sidik Sunaryo, 2004, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, cetakan kedua, Penerbitan Universitas

Muhammadiyah Malang, Malang, h. 4.

Page 42: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

36

seorang polisi menggunakan kewenangan diskresi ini dengan pengesampingan perkara

melalui proses mediasi atau perdamaian. Dalam kasus-kasus ini, pelaku berstatus sebagai

orang yang sudah lanjut usia dan anak. Bukan berarti mereka tidak boleh ditindak secara

hukum jika melakukan tindak pidana, namun dalam kasus ini seharusnya ada kebijakan lain

yang bisa diambil oleh kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang terdepan dalam

menangani kasus ini. Seharusnya banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Karena diproses hingga ke pengadilan dan divonis bersalah, banyak dampak negatif

yang harus diterima oleh terdakwa. Vonis bersalah itu akan mempengaruhi psikologis

terdakwa, terutama seorang anak. Dampak yang akan dirasakan dalam waktu yang lama,

bahkan seumur hidup. Stigma sebagai pencuri akan terus melekat pada dirinya. Seharusnya

masalah ini tidak sampai ke pengadilan. Stigma sebagai pelaku pencurian ini tentu akan

menciderai psikologis sepanjang hidupnya. Ini tentu mengganggu kondisi kejiwaan dan

perkembangan masa depan seorang anak, jika pelakunya adalah seorang anak.

Kasus-kasus ini perlu dikaji untuk memperoleh solusi yang tepat dalam menghadapi

kasus yang serupa. Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya, bahwa, secara konsepsi,

hal ini terkait dengan hukum positif yang ada di Indonesia, yang merupakan produk hukum

peninggalan Belanda (KUHP). Jika dikaji, KUHP memuat rumusan-rumusan pasal dan asas-

asas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila sebagai ideologi bangsa kita, sehingga

berdampak pada penegakan hukum yang kaku atau tidak fleksibel. Begitupula KUHAP

sebagai pedoman hukum acara pidana di Indonesia, yang perlu dilakukan pembaharuan

hukum untuk mengarah pada hukum yang komprehensif, responsif, dan progres agar mampu

memenuhi rasa keadilan masyarakat. Dengan demikian, seharusnya diberlakukan Primary

Rules (Aturan Hukum Primer) dan Secondary Rules (Aturan Hukum Sekunder) yang sesuai

dengan idiologi bangsa kita. Jika dikaji dalam pembaharuan hukum KUHP di Indonesia, telah

ada upaya pembaharuan dalam hal ini dengan memasukkan rumusan-rumusan konsep dan

asas-asas yang berdasarkan nilai-nilai keadilan pancasila.

KUHP Indonesia menganut asas legalitas berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP. Di dalam

hukum pidana dikenal adanya asas afault (Asas ketiadaaan sama sekali sifat melawan hukum)

yang berarti bahwa, walaupun perbuatannya memenuhi undang-undang tapi pada hakikatnya

tidak ada unsur melawan hukumnya sama sekali itu tidak melawan hukum. Jika tidak ada

sifat melawan hukumnya maka tidak dipidana. Selain itu, terdapat asas ketiadaaan kesalahan

sama sekali yang tidak dikenakan pidana.

Dalam konsep KUHP, seharusnya ada Asas keseimbangan dalam KUHP, yang tidak

melihat hanya dari satu sisi dan menimbang tidak hanya dari satu sisi. Seharusnya penegak

Page 43: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

37

hukum menimbang seluruhnya, tidak hanya menimbang perbuatannya tapi juga menimbang

orangnya. Tidak hanya menimbang unsur tindak pidananya secara formal tapi juga dilihat

secara materiil. Tidak hanya menilai atau menimbang hanya jika perbuatannya telah

memenuhi rumusan undang-undang, tetapi harus juga dilihat apakah delik atau bukan (asas

melawan hukum materiil). Dalam konsep KUHP, Asas melawan hukum materiil dalam Pasal

11 memberikan pengertian Tindak Pidana “tiada suatu perbuatan dikatakan tindak pidana

kecuali ditentukan oleh Undang-Undang”. Karena tidak dirumuskan mengenai tindak pidana

ini, maka terjadilah kekakuan dalam penegakan hukum di Indonesia. Perlu dirumuskan asas

yang mampu memenuhi keadilan masyarakat, dalam konteks pembaharuan hukum pidana

dikenal adanya asas legalitas materiil yang juga menghormati hukum adat.

Dalam kasus-kasus ini juga harus diterapkan Teori insignificant dan Asas iralevent

principle, yang berarti bahwa, “Suatu perbuatan walaupun perbuatan tersebut telah memenuhi

rumusan Undang-undang tetapi perbuatannya tersebut sebenarnya perbuatannya terlalu

sepele, maka itu bukan delik, maka tidak perlu dibawa kepengadilan”. Lalu dikenal juga Asas

the minimus, yang berarti bahwa, “jika perkara tersebut terlalu kecil tidak perlu dibawa

kehakim/pengadilan. Pengadilan/hakim hanya mengurusi perkara-perkara besar. Perkara

kecil seharusnya diselesaikan sendiri. Lewat perdamaian, dll. Contoh: mencuri karena lapar.

Hal-hal tersebut sering diabaikan karena penegakan hukum di Indonesia masih ada yang

mengarah pada legalitas formal.

Seharusnya digali kembali mengingat, budaya Indonesia terdapat budaya permaafan.

Harus digali dan diimplementasikan dalam sistem hukum kita. Bahkan di Belanda yang

mewarisi KUHP Indonesia telah ada asas permaafan. Pasal 9 KUHP Belanda (Pasal

permaafan hakim; hakim boleh memaafkan walaupun perbuatannya memenuhi rumusan

Undang-Undang). Bahkan ada pedoman, walaupun suatu delik diancam dengan penjara tapi

bisa dijatuhi denda saja.

Seharusnya hukum yang harus kita bentuk adalah model fleksibel, tidak kaku dengan

sistem hukum yang terbuka.Keadilan jika hanya berdasarkan UU akan terlalu kaku, benar

secara hukum tapi tidak benar secara dengan moral, tidak benar secara agama, tidak benar

secara hukum yang hidup dalam masyarakat. Seharusnya hukum itu harus memenuhi rasa

keadilan masyarakat. Sehingga harus digali juga keadilan berlandaskan yuridis kultural bukan

hanya saja yuridis formal yang tidak menyentuh nilai-nilai keadilan. Perlu diingat bahwa,

sekecil apapun pidana yang dijatuhkan tapi jika dirasakan tidak sesuai dengan rasa keadilan

tentu itu tidak tepat, sebaliknya seberat apapun hukuman yang dijatuhkan tapi sesuai dengan

rasa keadilan akan diterima oleh masyarakat.

Page 44: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

38

Menurut Teori Etis yang dipelopori oleh Aristoteles, tujuan dari hukum adalah untuk

mewujudkan keadilan. Ada teori yang mengajarkan bahwa hukum semata-mata menghendaki

keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut disebut teori-teori yang ethis karena

menurut teori-teori itu, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran ethis kita

mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.68 Aristoteles defined in Nicomachean Ethics

as giving one what is due to him, giving one what is his own.69 Selain pemikiran dari

Aristoteles, dalam hal ini dianggap perlu diuraikan pemikiran dari John Rawls.

Menurut John Rawls perlu ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dan

kepentingan bersama. Bagaimana ukuran dari keseimbangan itu harus diberikan, itulah yang

disebut dengan keadilan.70 John Rawls juga mengemukakan bahwa :

Rawls melihat, dalam kenyataannya, distribusi beban dan keuntungan sosial, seperti

pekerjaan, kekayaan, sandang, pangan, papan, dan hak-hak asasi, ternyata belum

dirasakan seimbang. Faktor-faktor seperti agama, ras, keturunan, kelas sosial, dan

sebagainya, menghalangi tercapainya keadilan dalam distribusi itu. Rawls mengatakan,

hal itu tidak lain karena struktur dasar masyarakat yang belum sehat.71

Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa, faktor kelas sosial juga dapat mempengaruhi dan

menghalangi distribusi pemenuhan hak-hak asasi manusia.

Menurut John Rawls, jika bidang utama keadilan adalah struktur dasar masyarakat,

problem utama keadilan adalah merumuskan dan memberikan alasan pada sederet prinsip-

prinsip yang harus dipenuhi oleh sebuah struktur dasar masyarakat yang adil. Prinsip-prinsip

keadilan sosial tersebut harus mendistribusikan prospek barang-barang pokok. Menurut John

Rawls, kebutuhan-kebutuhan pokok meliputi hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan,

kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan, selanjutnya, jika diterapkan pada

fakta struktur dasar masyarakat, prinsip-prinsip keadilan harus mengerjakan dua hal :

1. Prinsip keadilan harus memberi penilaian konkret tentang adil tidaknya institusi-

institusi dan praktik-praktik institusional.

68L.J. van Apeldoorn, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, cetakan ketigapuluhtiga, PT Pradnya Paramita,

Jakarta, h. 12.

69Hari Cand, 1994, Modern Jurisprudence, Kuala Lumpur (Malasya), International Law Book Services, h.

257.

70Darji Darmodiharjo dan Sidartha, op.cit, h. 161.

71Darji Darmodiharjo dan Sidartha, op.cit, h. 162.

Page 45: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

39

2. Prinsip-prinsip keadilan harus membimbing kita dalam memperkembangkan

kebijakan-kebijakan dan hukum untuk mengoreksi ketidakadilan dalam struktur

dasar masyarakat tertentu.72

Prinsip-prinsip inilah yang sangat terkait dengan pemenuhan kadilan dalam kasus-kasus yang

pelakunya adalah orang/kelompok orang miskin sebagai kelompok minoritas/marginal.

Menurut John Rawls, terdapat dua prinsip keadilan (two principles of justice). John

Rawls menguraikan bahwa :

The first statement of the two principles reads as follows.

First : each person is to have an equal right to the most extensive basic liberty

compatible with a similar liberty for other.

Second : social and economic inequalities are to be arranged so that they are both (a)

reasonably expected to be everyone’s advantage, and (b) attached to positions and

offices open to all.73

Berdasarkan pendapat ini dapat diketahui bahwa, ada dua prinsip keadilan yang dikemukan

oleh John Rawls. Prinsip pertama ditentukan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama

atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang.

Prinsip kedua ditentukan bahwa, ketimpangan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian

rupa sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan bagi semua orang, dan (b) semua

posisi jabatan terbuka bagi semua orang.

Prinsip-prinsip keadilan dari John Rawls :

1. Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya (principle of greatest equal liberty).

Menurut prinsip ini setiap orang mempunyai hak yang sama atas seluruh keuntungan

masyarakat.

2. Prinsip perbedaan (difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas

kesempatan (the principle of fair equality of opportunity) dirumuskan dalam prinsip

ketidaksamaan yang menyatakan bahwa, situasi perbedaan (sosial ekonomi) harus

diberikan aturan sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan

masyarakat yang paling lemah (paling tidak mendapat peluang untuk mencapai prospek

kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas).74

Prinsip perbedaan (difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas

kesempatan (the principle of fair equality of opportunity) dalam pelaksanaannya,

menunjukkan bahwa sesuai dengan prinsip ini, untuk mencapai keadilan maka perlu dibentuk

72Darji Darmodiharjo dan Sidartha, op.cit, h. 162-163.

73John Rawls, 1971, A Theory of Justice, The Belknap Press of Harvard of Harvard University Press,

Cambridge Massachusetts, h. 60.

74Darji Darmodiharjo dan Sidartha, op.cit, h. 165.

Page 46: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

40

perundang-undangan yang memberikan perlindungan kepada orang atau kelompok orang

miskin yang sedang berperkara. Pembahasan ini juga dapat dikaitkan dengan teori keadilan

prosedural dari John Rawls (perfect procedural justice).Selain, juga menggunakan teori

keadilan substantif, distributif, protektif, dan vindikatif.

Mengacu pada pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang RI No. 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI No. 48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa, “Kekuasaan Kehakiman adalah

kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Pasal 2

ayat (2) Undang-Undang RI No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman,

menyatakan bahwa, “Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila”. Terkait dengan keadilan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI No.

48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa, “Peradilan dilakukan

"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Selain itu

pada alinea ke empat pembukaan UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara Indonesia yang

berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada pada sila-sila pancasila.

Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa, keadilan yang sesuai dengan rasa

keadilan bangsa Indonesia adalah keadilan pancasila yang mengacu pada sila kedua dan sila

ke lima pancasila, yakni Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, kedua sila tersebut juga terlefleksikan atau juga terkait

dengan sila-sila lainnya sehingga menjadi kesatuan yang untuh untuk dapat memenuhi rasa

keadilan masyarakat. Sehingga, keadilan pancasila mencakup semua sila tersebut yang

menunjukkan keselarasan, kesatuan dan keseimbangan :

1) Keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Keadilan menurut tuntunan

Tuhan. Tuhan dalam semua agama menuntun untuk menegakkan kebenaran dan

keadilan. Tuhan memerintahkan untuk berlaku benar dan adil; kearifan Tuhan; religius

knowlage).

2) Keadilan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.

3) Keadilan berdasarkan Persatuan Indonesia.

4) Keadilan berdasarkan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan

5) Keadilan berdasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 47: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

41

Dengan demikian, bukan hanya berdasarkan keadilan menurut hukum/keadilan menurut

Undang-Undang (hukum yang berlaku) yang mengacu pada Pasal 1 ayat (1) KUHP mengenai

asas legalitas, namun harus berdasarkan pada keadilan berdasarkan pancasila. Hukum jangan

hanya dipandang semata-mata Undang-Undang buatan manusia, namun disini juga terdapat

hukum buatan masyarakat, kearifan lokal, dan tuntunan Tuhan, yang diambil adalah idenya,

nilai-nilainya. Hal ini juga terkait dengan rechtidee dalam pancasila sebagai tuntunan.

Alternatif penyelesaian perkara pidana, salah satunya adalah “mediasi penal” yang tepat

diterapkan menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana ringan untuk mencapai keadilan

merupakan salah satu bentuk reformasi hukum untuk mencapai efektifitas dan efisiensi

penyelesaian kasus, oleh sebab itu sangat terkait dengan teori hukum progresif dari Satjipto

Rahardjo. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa, “Progresif berasal dari kata progress yang

berarti kemajuan. Hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu

menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani

masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dan sumber daya manusia penegak

hukum itu sendiri.75 Hukum progresif merupakan paradigma baru yang hendak menjawab

permasalahan muktakhir yang tidak lagi dapat diselesaikan berdasarkan paradigma lama,

yakni paradigma positivisme.76

Secara singkat, asumsi dasar dari gagasan hukum progresif ini : Pertama, bahwa hukum

untuk manusia, dan bukan sebaliknya. Kedua, hukum bukan institusi yang mutlak dan final,

melainkan dalam proses untuk terus menjadi, Ketiga, orientasi hukum progresif ini bertumpu

pada peraturan dan perilaku. Keempat, bahwa hukum progresif adalah tipe ilmu yang selalu

gelisah melakukan pencarian, pembebasan, dan pencerahan.77 Satjipto Rahardjo menyatakan

bahwa :

Polisi-polisi dilapangan melakukan diskresi, oleh karena apabila ketentuan yang

bersifat umum itu dipaksakan untuk diterapkan begitu saja terhadap kejadian yang

selalu unik, maka hukum berisiko untuk menimbulkan kegaduhan sosial. Maka

sesungguhnya di tangan-tangan perilaku polisi itulah hukum menemukan maknanya.

Tentu saja pembuat hukum tidak membuat kegaduhan tersebut, oleh sebab itulah

diperlukan diskresi.78

75Satjipto Rahardjo I, 2006, Membedah Hukum Progresif, cetakan pertama, PT Kompas Media Nusantara,

Jakarta, h. ix.

76Myrna A. Safitri, dkk, 2011, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif; Urgensi dan Kritik, cetakan

pertama, EpistemaHuMa, Jakarta, h. viii.

77Faisal, 2012, Menerobos Positivisme Hukum, cetakan kedua, Gramata Publishing, Jakarta, h. 33-34.

78Satjipto Rahardjo II, 2010, Penegakan Hukum Progresif, cetakan pertama, PT Kompas Media Nusantara,

Jakarta, h. 11.

Page 48: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

42

Hukum yang baik adalah hukum yang dapat diterapkan dan sesuai dengan perasaan

hukum masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang memuat asas-asas yang sesuai

dengan perasaan hukum masyarakat dan mampu memberikan keadilan bagi mayarakat. Asas

adalah jiwa dari sebuah Peraturan Perundang-undangan. Asas merupakan apa yang ada di

dalam dan dibelakang (latar belakang) Peraturan Perundang-undangan. Asas hukum pidana

perlu dirumuskan dengan berpedoman pada perasaan hukum bangsa Indonesia agar dapat

mencapai penegakan hukum yang mempu memberikan keadilan bagi masyarakat. Asas

hukum memiliki peranan yang penting dalam penegakan hukum karena asas hukum menjadi

pedoman penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum, sehingga asas hukum

perlu dirumuskan dengan baik.

Page 49: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Asas hukum merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah Undang-undang, ia

merupakan unsur yang penting atau hal yang pokok dalam sebuah undang-undang.

Selain dalam sebuah norma, asas hukum juga penting dalam penegakan hukum karena

dapat menjadi pengarah dalam mencapai penegakan hukum yang baik. Asas hukum

merupakan “jantungnya” peraturan hukum. Asas hukum menjadi landasan berpijak serta

pedoman yang menjiwai suatu Peraturan Perundang-undangan. Asas hukum juga dapat

membantu kita dalam memahami hukum suatu bangsa karena terdapat point of value di

dalamnya. Selain itu, asas hukum juga sangat penting sebagai batu ujian terhadap hukum

positif dan dapat memberikan norma kontrol terhadap tindakan negara.

2. Hukum yang baik adalah hukum yang dapat diterapkan dan sesuai dengan perasaan

hukum masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang memuat asas-asas yang sesuai

dengan perasaan hukum masyarakat dan mampu memberikan keadilan bagi mayarakat.

Asas adalah jiwa dari sebuah Peraturan Perundang-undangan. Asas merupakan apa yang

ada di dalam dan dibelakang (latar belakang) Peraturan Perundang-undangan. Asas

hukum memiliki peranan yang penting dalam penegakan hukum karena asas hukum

menjadi pedoman penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum, sehingga

asas hukum perlu dirumuskan dengan baik.

5.1 Saran-Saran

1 Dalam pembaharuan hukum pidana, pembentukan asas sebaiknya selalu didasarkan pada

landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis yang kuat. Dalam hal ini harus senantiasa

mengacu pada nilai-nilai Pancasila. Paradigma berpikir harus selalu mengarah pada

hukum yang progresif dan responsif karena paradigma yang legalistik formal tidak

mampu lagi mencapai rasa keadilan masyarakat. Dalam hal ini sangat diharapkan ada

terobosan-terobosan dalam hukum pidana demi mewujudkan tujuan dari hukum yakni

keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Yang terpenting bahwa, RUU KUHP harus

segera dirampungkan dengan mengesampingkan berbagai kepentingan politik yang ada.

2 Asas hukum pidana perlu dirumuskan dengan berpedoman pada perasaan hukum bangsa

Indonesia agar dapat mencapai penegakan hukum yang mempu memberikan keadilan

bagi masyarakat.

Page 50: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

44

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU-BUKU

Apeldoorn, L.J. van, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana; Perkembangan

Penyusunan Konsep KUHP Baru, Semarang.

__________________, 2010, Kebijakan Hukum Pidana; Perkembangan Penyusunan Konsep

KUHP Baru, Kencana, Jakarta.

____________________, 2015, RUU Baru Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi/Reformasi

Sistem Hukum Pidana Indonesia, Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi, Mahupiki

dan Fakultas Hukum Pelita Harapan Surabaya, Surabaya.

_____________________, 2011, Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kajian

Perbandingan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

_______________________________, 2011, Perbandingan Hukum Pidana, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Bruggink, J. J. H, 1999, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidhartha, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Darmodiharjo, Darji dan Sidartha, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana

Filsafat Hukum Indonesia), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Diantha, Pasek, 2016, Metodelogi Penelitian Hukum Normatif; Dalam Justifikasi Teori

Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.

Faisal, 2012, Menerobos Positivisme Hukum, Gramata Publishing, Jakarta.

Hatta, Moh., 2009, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Pidana Khusus,

Liberty Yogyakarta, Yogyakarta.

Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta.

Marbun, SF dan Moh. Mahfud MD, 2009, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,

Liberty Yogyakarta, Yogyakarta.

Marwan M., dan Jimmy. P, 2009, Kamus Hukum; Dictionary Of Law Complete Edition,

Reality Publisher, Surabaya.

Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.

Page 51: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

45

Mertokusumo, Sudikno, 2014, Penemuan Hukum, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Muhjad M. Hadin, dan Nunuk Nuswardani, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer,

Genta Publising, Yogyakarta.

Najih, Mokhammad, 2014, Politik Hukum Pidana; Konsepsi Pembaharuan Hukum Pidana

dalam Cita Negara Hukum, Setara Press, Malang.

Nasution, Bahder Johan, 2011, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, CV. Mandar Maju,

Bandung.

Prakoso, Djoko, 1985, Eksistensi Jaksa di Tengah- Tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Prasetyo, Teguh, 2010, Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 2006, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, PT. Kompas Media

Nusantara, Jakarta.

_______________, 2006, Membedah Hukum Progresif, PT Kompas Media Nusantara,

Jakarta.

_______________, 2009, Penegakan Hukum; Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,

Yogyakarta.

_______________, 2010, Penegakan Hukum Progresif, PT Kompas Media Nusantara,

Jakarta.

______________, 2012, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rawls, John, 1971, A Theory of Justice, The Belknap Press of Harvard of Harvard University

Press, Cambridge Massachusetts.

Rifai, Ahmad, 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif,

Sinar Grafika, Jakarta.

Safitri, Myrna A., dkk, 2011, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif; Urgensi dan Kritik,

EpistemaHuMa, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2005, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Sunaryo, Sidik, 2004, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Penerbitan Universitas

Muhammadiyah Malang, Malang.

Supardjaja, Komariah Emong, 2002, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum

pidana Indonesia, Alumni, Bandung.

Page 52: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

46

Sudikno Mertokusumo, 2008, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta,

Yogyakarta.

Yuliandri, 2013, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik;

Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pancasila

KUHP

KUHAP

RUU KUHP 2012

RUU KUHAP 2012

Page 53: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

47

BAB VI

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

1. Biaya

Rencana pembiayaan dari kegiatan penelitian ini dialokasikan untuk kegiatan-

kegiatan sebagai berikut:

No Uraian Kegiatan Biaya

(dalam rupiah)

1 Honorarium

Upah Anggota Lainnya 6 bulan x 2 x Rp.100.000

1.200.000

1.200.000

2 Bahan dan Peralatan Penelitian

Kertas HVS A4 80grm

Alat Tulis (Pulpen, Pensil, Map, Stabilo, Staples)

Flasdisk

CD RW

Tinta Printer Laser Jet

Foto Copy Dokumen

Sewa Internet 100 jam @ Rp. 3.000

600.000

225.000

200.000

25.000

250.000

1.000.000

300.000

2.600.000

3 Perjalanan

Transportasi

Konsumsi ke lapangan

700.000

300.000

1.000.000

4 Hasil Penelitian

Foto copy dan jilid laporan akhir (final)

3.000.000.00

1.000.000.00

893.000

200.000

Total Biaya 5.000.000

4.2. Jadwal Penelitian

Persiapan, pelaksanaan serta pelaporan hasil penelitian ini dilaksanakan selama 6

(satu) bulan, Tahun Anggaran 2016-2017, dengan sebaran waktu:

No Volume Kegiatan Waktu Pelaksanaan

2017 2018

02 03 04 0

5

06 07 08 09 10 11 12 01

1 Tahap persiapan

2 Pengumpulan data

3 Pengolahan Data

4 Penyusunan draft

laporan penelitian

5 Seminar/Konsultasi

6 Penyempurnaan

laporan penelitian

7 Pengadaan dan

penyerahan laporan

hasil penelitian

8 Evaluasi kegiatan

Page 54: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

48

LAMPIRAN 1. JUSTIFIKASI ANGGARAN PENELITIAN

1. Honor

Honor Honor/

Bulan(Rp)

Waktu

(Jam/Bulan)

Honor

per tahun (Rp)

Anggota lainnya (mhs) 1 100.000 6 600.000

Anggota lainnya (mhs) 2 100.000 6 600.000

SUB TOTAL (Rp) 1.200.000

2. Peralatan Penunjang

Material Justifikasi

Pemakaian

Kuantitas Harga

Satuan

(Rp)

Harga Paralatan Penunjang

(1th)

Peralatan

Penunjang 3 (Sewa

Internet)

Pencarian

bahan

penelitian

100 jam 3.000 300.000

SUB TOTAL (Rp) 300.0000

3. Barang Habis Pakai

Material Justifikasi

Pemakaian

Kuantitas Harga

Satuan

(Rp)

Biaya per tahun (Rp)

Kertas A4 80 gram Pembuatan laporan 15 Rim 40.000 600.000

Pulpen Pembuatan laporan 5 buah 10.000 50.000

Pensil Pembuatan laporan 5 buah 5.000 25.000

Map Pembuatan laporan 20 3.000 20.000

Stabilo Pembuatan laporan 5 20.000 100.000

Stapler Pembuatan laporan 2 15.000 30.000

Tinta Laser Jet Mencetak laporan 5 50.000 250.000

Flasdisk Menyimpan data 2 100.000 200.000

Pengadaan Selama Penelitian 5000 lbr 200 1.000.000

Page 55: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

49

dokumen (Foto

Copy)

CD RW Menyimpan data 5 buah 5000 25.000

SUB TOTAL (Rp) 2.300.000

4. Perjalanan

Material Justifikasi

Perjalanan

Kuantitas Harga

Satuan

(Rp)

Biaya per tahun (Rp)

Perjalanan

Pengurusan

Proposal

Denpasar 1 Kali 100.000 100.000

Perjalanan

penelitian

Denpasar 5 Kali 100.000 500.000

Perjalanan

Pelaporan 100%

Penelitian

Denpasar 1 Kali 100.000 100.000

Konsumsi ke

lapangan

Denpasar 6 kali 50.000 300.000

SUB TOTAL (Rp) 1.000.000

5. Lain-lain

Kegiatan Justifikasi Kuantitas Harga

Satuan (Rp)

Biaya per tahun (Rp)

Foto copy dan jilid

laporan akhir (final)

Laporan

akhir

5 @Foto copy

125.000

@jilid :

5x15.000 =

75.000

200.000

TOTAL ANGGARAN YANG DIPERLUKAN DALAM 1

TAHUN (Rp)

5.000.0000

Page 56: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

50

LAMPIRAN 2. DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA PENELITIAN

Sarana yang akan digunakan :

1. Kendaraan yang berfungsi yang digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mencari data

kelapangan.

2. Ruang Kerja untuk tim peneliti.

LAMPIRAN 3. SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN

TUGAS

No Nama/NIDN Instansi

Asal

Bidang

Ilmu

Alokasi

Waktu

(jam/bulan)

Uraian Tugas

1. Diah Ratna Sari

Hariyanto, SH., MH

Fakultas

Hukum

Unud

Hukum

Pidana

6 Menyusun Proposal dan

Mengkoordinasi

Pembagian Tugas &

Mengurus Administasi

Penelitian

2. Kadek Erlina

Wijayanthi

(1303005112)

Fakultas

Hukum

Unud

Hukum

Pidana

6 Pengumpul Data

Lapangan & Membuat

Laporan Penelitian

3. Febripusoa Surya

Candra

(1303005116)

Fakultas

Hukum

Unud

Hukum

Pidana

6 Pengumpul Data

Lapangan & Membuat

Laporan Penelitian

Page 57: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

51

LAMPIRAN 4 BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI SERTA

MAHASISWA

CURRICULUM VITAE

IDENTITAS DIRI

Nama : Diah Ratna Sari Hariyanto, S.H., M.H

NIP/NIK : -

Tempat dan Tanggal Lahir : Denpasar, 27 Januari 1988

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Status Perkawinan : Kawin Belum Kawin

Agama : Islam

Golongan/Pangkat : -

Jabatan Fungsiobal Akademik : -

Perguruan Tinggi : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Alamat : Jln. P. Bali No.1 Denpasar 80114

Tlp/Fax : (0361) 222666/ Fax. 234888

Alamat Rumah : Jl. Tunggul Ametung x/25 Denpasar

Tlp./Fax : 082144094551

Alamat e-mail : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun

Lulus

Jenjang Sekolah/Perguruan Tinggi Jurusan/ Bidang Studi

1994

2000

2003

2006

2010

TK

SD

SMP

SMA

S1

TK Swa Dharma Denpasar

Madrasah Ibtidaiyah Al-Miftah

Denpasar

SMP Negeri 5 Denpasar

3 Denpasar

SMA Negeri 7 Denpasar

Fakultas Hukum Program

Ekstensi UNUD Denpasar

-

-

-

IPA

Hukum Pidana

2014

S2 Program Magister Ilmu Hukum

Pascasarjana UNUD Denpasar

Hukum & Sistem Peradilan

Pidana

PELATIHAN PROFESIONAL

Tahun Pelatihan Penyelenggara

2015

2015

Pelatihan Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi

Pelatihan Penulisan Hukum Ilmiah dan Populer

MAHUPIKI dengan

Fakultas Hukum

Universitas Pelita Harapan

Surabaya

Unit Publikasi dan

Dokumentasi Fakultas

Page 58: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

52

Hukum UNUD

2015

2015

2015

2016

2016

Pelatihan Problem Based Learning (PBL)

Workshop Klinik Hukum Fakultas Hukum UNUD

Sosialisasi Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi

LKBH FH UNUD

ToT of INCLE’s 2nd Conference about “Diversity of

Clinical Legal Education and the Road to Social

Justice”

Workshop Pengelolaan Keamanan Laut di Indonesia

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

melalui program Demand

Based E2J

Klinik Hukum FH UNUD

INCLE dan FH UNUD, S2

Ilmu Hukum UNUD, S2

Kenotariatan UNUD.

BAKAMLA RI

PENGALAMAN KERJA (JABATAN)

Tahun Institusi Jabatan

2014

2014

Fakultas Hukum Universitas

Mahasaraswati Denpasar

Fakultas Ekonomi Universitas

Mahasaraswati Denpasar

Dosen (honorer)

Dosen (honorer)

2015 Fakultas Hukum Universitas

Udayana

Dosen (kontrak)

PENGALAMAN MENGAJAR

Tahun Mata Kuliah Jenjang Institusi/Jurusan/Program

2014

2014

2014

2014

2015

2015

Eksaminasi Putusan

Pengadilan

Hukum Acara Peradilan

Militer

Hukum Acara

Peradilan Agama

Kewarganegaraan

Hukum Pidana

Klinik Hukum Pidana

S1

S1

S1

S1

S1

S1

Fakultas Hukum Universitas

Mahasaraswati Denpasar

Fakultas Hukum Universitas

Mahasaraswati Denpasar

Fakultas Hukum Universitas

Mahasaraswati Denpasar

Fakultas Ekonomi Universitas

Mahasaraswati Denpasar

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

Page 59: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

53

2015

2015

2016

2016

2016

2016

2016

2016

Hukum Pidana Lanjutan

Tindak Pidana Tertentu

Dalam KUHP

Hukum Pidana

Klinik Hukum Pidana

Hukum Pidana Lanjutan

Tindak Pidana Tertentu

Dalam KUHP

Kriminologi

Tindak Pidana Khusus

S1

S1

S1

S1

S1

S1

S1

S1

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

Fakultas Hukum UNUD

PENGALAMAN MEMBIMBING MAHASISWA

Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara

-

- -

PENGALAMAN PENELITIAN

Tahun Judul Penelitian Jabatan Sumber Dana

- - - -

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Tahun Judul Pengabdian Jabatan Sumber Dana

- - - -

KARYA TULIS ILMIAH

A. Buku/Bab/Jurnal

Tahun Judul Penerbit/Jurnal

2014 Jurnal : Bantuan Hukum Bagi Orang Atau

Kelompok Orang Miskin Dalam Perkara Pidana

Demi Terselenggaranya Proses Hukum yang Adil

di Denpasar

Program Magister

Program Studi Magister (S2)

Ilmu Hukum

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Page 60: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

54

B. Makalah/Poster

Tahun Judul Penyelenggara

- - -

PENYAJI /PEMAKALAH

Tahun Judul Makalah Acara Penyelenggara

2015

2016

Penyalahgunaan Narkoba

Pengaturan dan

Penanggulangannya

“Pendidikan Hukum Klinis

Menunjang Terciptanya Keadilan

Sosial dalam Sistem Peradilan

Pidana Indonesia (Melihat Sekilas

Perjalanan Klinik Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas

Udayana”

Pengabdian

Masyarakat FH

UNUD Desa

Tihingan Klungkung

INCLE’s 2nd

Conference

FH UNUD –BEM FH

UNUD

INCLE dan FH UNUD,

S2 Ilmu Hukum

UNUD, S2

Kenotariatan UNUD.

PESERTA KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM

Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara

2007

2013

2014

2014

2014

2015

Debat publik dengan tema “Implikasi Sanksi

Adat Bali Dalam Konteks Penegakan HAM”.

In the International Seminar on Cybernotary Law

and ADR Program Studi Magister Ilmu Hukum

Unud

Seminar Akademik “Tekhnik Penulisan Jurnal

Internasional”

Kuliah Umum Dubes Gede Ngurah Swajaya,

HLF Indonesia For Strengthening ASEAN

“Gagasan Pembentukan Masyarakat Ekonomi

ASEAN dari Perspektif Kepentingan Indonesia”

Kuliah Umum “Pembaharuan Hukum Pidana”

PBHI-Bali

PPS Universitas Udayana

Program Doktor Ilmu Hukum

Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana

Fakultas Hukum UNUD

FH UNUD

Program Studi Doktor Ilmu

Page 61: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

55

2015

2015

2015

2015

2015

2016

2016

2016

Seminar Percepat Pemberantasan Korupsi

FGD Dalam Rangka Inventarisasi Materi

Penyusunan RUU tentang Wawasan Nusantara

Keeping the faith : A study of Freedom of

Thought, conscience, and religion in ASEAN

Studium Generale, “Introduction to Media Law

International Seminar on “Recognition and

Protection of Local Communities Rights and

Traditional Knowledge

International Seminar, “Economic Approach to

Law in Toursm Industry”.

Seminar Bhakti Desa II 2016

Seminar Hukum Acara Perdata Dengan Tema,

“Membedah Mekanisme Gugatan Perwakilan

Kelompok (Class Action) Dalam Penyelesaian

Sengketa Lingkungan Hidup.

Seminar dan Lokakarya Nasional tentang Kajian

kebijakan Kepariwisataan Daerah Bali Dalam

rangka Menuju Pariwisata Berkeadilan dan

Berkelanjutan

Hukum

Panitia Perancang Undang-

Undang Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia

dengan FH UNUD

Human Rights Resource

Centre

Faculty of Law, Master Of

Law And Doctoral of Law

Programs of The Universitas

Udayana

Magister of Law Program of

Udayana University-Charles

Darwin University Scchool of

Law, Master of Notary of

UNUD, and Doctorate of Law

Program of Udayana

University .

Master Programe in Law

UNUD, Faculty of Law

UNUD, and Metro Faculty of

Law Maastricht university,

The Netherlands in

Coorporation With Master

Program in Notary UNUD,

and Doctoral of Law

Programs of The Universitas

Udayana.

LPPM UNUD

FH UNUD – Udayana Moot

Court Community.

Sekretariat Jendral Dewan

Ketahanan Nasional dan

UNUD

KEGIATAN PROFESIONAL/PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Tahun Kegiatan

2014

Anggota panitia pelaksanaan akreditasi FH UNUD.

Page 62: LAPORAN PENELITIAN Urgensi Asas-Asas Hukum Pidana Dalam ...erepo.unud.ac.id/id/eprint/18000/1/6a6db0d960a42cc... · iii KATA PENGANTAR Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

56

2015

2015

2015

2015

2016

2016

Anggota panitia Konferensi Nasional Hukum Perdata II : “Karekteristik

Hukum Perikatan Indonesia : Menuju Pembaharuan Hukum Perikatan

Nasional”.

Anggota panitia penyelengaraan diskusi publik, “Masa Depan Pemberantasan

Korupsi Pasca Putusan Praperadilan Budi Gunawan” dan diseminasi hasil

eksaminasi publik terhadap Putusan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.J kt.Sel.

Anggota panitia Seminar Percepat Pemberantasan Korupsi

Anggota Panitia Pekan Konstitusi

Anggota Panitia PKM

Anggota Panitia INCLE’s 2nd Conference

Denpasar, 22 Januari 2018

Diah Ratna Sari Hariyanto, S.H., M.H